~Adreil Ferupsea~

256 6 0
                                    

Adreil tersenyum tipis, ia menatap salah satu rekan bisnis ayah-nya, jika ia bisa menjamin dan membuahkan hasil yang bagus untuknya. Maka satu persatu orang yang bekerja sama dengan Erlan akan berpindah bekerjasama dengan Adreil.

"Adreil Ferupsea?!" serunya terkejut ketika melihat laki-laki muda dengan stelan jas-nya bertemu dengannya di restaurant yang sama.

Adreil mengangguk lalu menjabat tangan laki-laki itu.

"Saya rekan bisnis tuan Erlan, saya tidak sangka akan bertemu dengan orang hebat yang mampu menguasai bisnis dalam waktu singkat!" Lelaki paruh baya berkaca mata itu tersenyum lebar.

Adreil mengangguk. "Saya akan berusaha menjadi apa yang ayah saya inginkan." Adreil memejamkan matanya, 'ya, termasuk akan menguasai apa yang beliau punya'. Ia tertawa dalam hati dan kembali menatap lelaki itu dan tersenyum tipis. "Sebagai laki-laki dan anak pertama, sudah seharusnya seorang anak menuruti apa keinginan orang yang sudah membesarkannya, yaitu ayah saya. Jadi saya akan berusaha melakukan dan membahagiakannya, karna tidak ada orang tua yang akan menjerumuskan anaknya, saya yakin pilihan ayah itu yang terbaik."

Lelaki di depannya takjub dengan setiap perkataan tegas namun pengucapannya sangat santai.

"Ternyata benar apa yang tuan Erlan dulu katakan, anda bukan orang yang banyak berbicara untuk menunjukan kehebatan, tetapi anda malah sebaliknya. Membuktikan kehebatan tanpa mengucapkan sepatah kata," katanya.

"Saya bukan orang yang senang membual dengan omong kosong."

Lelaki paruh baya itu tersenyum lebar lalu menoleh ke samping bodyguard-nya. "Kasih tau sekretaris saya, mundurkan rapat siang ini. Ada hal yang lebih penting dari itu!" titahnya, orang yang mendapatkan titah itu mengangguk.

"Ada waktu?"

Lihat Yah, bukan aku yang akan meminta tapi dia.

Adreil menggeleng. "Sekarang masih jam istirahat dan rapat saya masih beberapa jam lagi."

Lelaki itu kembali tersenyum senang.

"Kalau saya ajak mengobrol sambil makan, apa boleh?" tanyanya hati-hati, jelas ia mengetahui Adreil seperti apa dengan sorotan beritanya hampir setiap hari. Tetapi, jika mengajak kerja sama dengannya itu pasti keuntungan yang luar biasa.

"Jika masalah kerjaan, pasti boleh," balasnya. Lalu mereka menuju ke tempat makan privat yang sudah di pesan dan tidak lupa membicarakan soal kerja sama keduanya, lebit tepatnya laki-laki paruh baya berkacamata itu mengajukan kerjasama.

Lihat saja, satu persatu semua orang akan memihak ke gue! Bukan begitu keinginan ayah?

Adreil tersenyum.

*****

"Saya antar pulang."

Felisya terhenti lalu menatap Dion yang berada di belakangnya, dirinya membalikkan tubuh seluruhnya menghadap ke arah laki-laki kaku itu.

"Ngg—"

Dion yang melihat itu segera memotong. "Tuan muda ada rapat, pulang sore. Beliau tidak akan tahu," ujarnya segera sambil menatap gadis di depannya penuh harap.

Felisya menatap ke arah pergelangan tangan itu, jam yang Adreil berikan memang sudah tidak ada karna katanya.

Adreil  tersenyum menatap Felisya. "Jam ini gue lepas karna gue gamau lo merasa tertekan karna gue mengganggu privasi lo, satu hal yang harus selalu lo inget. Lo milki gue! Dan lo tahu apa yang harus lo lakuin dan hindarin kalo lo udah jadi milik gue, gue percaya sama lo."

Kata-kata itu terlintas dalam benaknya tiba-tiba, ia takut sangat takut Adreil tahu dan kecewa bahkan marah besar.

"Gak bisa!" tolaknya.

Dion menatap Felisya. "Karna tuan muda?" Dion menatap Felisya yang terdiam. "Saya rela melakukan apapun asal bisa dekat dan memperjuangkan kamu, walaupun harus berhadapan secara langsung dengan tuan muda." Perkataan Dion benar-benar membuat Felisya tidak habis pikir.

Dion hanya tersenyum tipis, Dion Melanjutkan. "Satu hal yang harus kamu tahu, orang pendiam dan kaku mungkin lebih gila dari orang yang benar-benar menunjukan kegilaannya."

Di ujung sana seorang laki-laki menatap interaksi keduanya dan berakhir gadis itu masuk ke mobil supir dan salah satu orang kepercayaan ayah dari tuan-nya.

Dia tersenyum dan mengirimkan video itu ke Adreil.

Tanpa disadari Rednal melihat tingkah laki-laki yang mengawasi Felisya dan Dion, Rednal menatap dalam diam.

*****

Reyhan mengangkat alisnya menatap ke arah Herry yang terlihat murung.

"Lo kenapa?"

Herry yang menyadari suara seseorang segera menoleh dan merubah raut wajahnya dengan senyum lebar yang biasa ia tunjukan.

"Gak papa, emang gue kenapa?" Herry meninju lengan Reyhan bercanda.

Reyhan duduk dan menatap sahabatnya lekat, sedangkan Herry yang ditatap seperti itu menunjukan wajah konyol.

"Lo gak usah sembunyiin apapun, gue tahu lo gimana!"

Herry terdiam dan kembali terlihat sedih. Reyhan merangkul Herry. "Cerita, karna gue sahabat lo, itu kan yang selalu lo bilang sama gue?"

Reyhan bersiap mendengar ketika melihat Herry seperti tertekan.

"G-gue gak bisa Rey! G-gue capek!"

Reyhan terlihat serius mendengarkan, dirinya akan ada untuk Herry begitu juga Herry yang selalu ada untuknya selain sahabatnya yang lain.

"G-gue capek! I-iya capek liat muka lo yang ken tipu! Haha!" Herry tertawa keras, perutnya seperti dikelitiki terus menerus.

"Taik!"

Herry semakin tertawa puas, apalagi melihat raut kesal Reyhan, air matanya turun ketika Reyhan bangkit untuk pergi.

"Lo mau ke mana, Bul!"

Reyhan menoleh sebentar. "Bul, Bul mata lo!"

Herry tersenyum tipis.

Gue gak mau cerita hal sepele ini ke lo, masih ada banyak hal yang lebih penting dari pada masalah gue.

*****

See you next part!

ADREIL {END}Where stories live. Discover now