Bab 7: Pentolan

500 99 10
                                    

Bunyi bel istirahat terdengar jelas siang itu. Y/n meraih tasnya kemudian berjalan keluar kelas. Dengan langkah ringan ia melewati beberapa siswa yang sedang bercerita di sepanjang koridor sekolah.

"Y/n kamu mau kemana? Bawa tas segala." Tanya Izumi tak sengaja melihat y/n. Saat itu dirinya berjalan bersama Nami.

Y/n menengok ke kanan dan ke kiri memastikan tidak ada orang yang akan mendengar ucapannya, "Shtt! Aku malas ikut pelajaran Matematika, jadi pura-pura sakit. Kamu jangan beritahu ini kepada siapa pun!" y/n memberikan penjelasan dengan suara kecil, yang hanya bisa didengar oleh dirinya dan Izumi. Bagaimana dengan Nami? Seperti biasa anak itu sibuk dengan Roti Isinya.

Izumi pun kaget, lalu mengangguk cepat, "Okee siap! Aku tutup mulut deh, tapi syaratnya, kamu harus ambil nintendo yang udah aku beli semalam." Pintanya.

Hembusan nafas kasar keluar dari mulut y/n. Padahal dirinya sudah berulang kali menegaskan bahwa dia tidak terlalu suka bermain game. Tapi, sahabatnya itu masih saja memaksanya agar mau menerima benda itu.

"Kan udah kubilang puluhan kali. Aku ga main game, Mi." Jelas y/n menolak.

"Ya udah aku bilang nih ke guru mapel, kamu cuma pura-pura sakit." Izumi pun berjalan santai meninggalkan y/n, namun dengan cepat y/n mencegah kepergian sahabatnya itu.

"Huh." Desah y/n pasrah, "Iya, nanti aku ambil besok nintedonya." Izumi yang mendengar hal tersebut tersenyum lalu memberikan acungan jempol, kemudian menutup mulutnya seolah memberi tanda Rahasiamu aman bersamaku.

Setelah itu Nami dan Izumi meninggalkan y/n. Baru saja selangkah berjalan, Nami dengan cepat berlari ke arah y/n lalu menepuk pundaknya, "Y/n roti isinya masih aku tunggu loh." Ujarnya dengan senyum penuh arti.

Y/n pun melongo, "Wah iya hampir lupa, nanti aku beliin besok." Sebenarnya y/n bukan hampir lupa tapi memang sudah lupa. Seperti biasa berbekal motto hidup, orang pelupa adalah ciri orang Genius.

"Ya udah, kutunggu ya roti isinya." Nami pun berjalan mundur sambil memasang senyum penuh arti di wajahnya. Situasi ini benar-benar mirip seperti diterror oleh rentenir karena terlambat bayar hutang.

Y/n memasang senyum paksa lalu melambaikan tangan pada Nami. Nami pun membalasnya, tapi masih dengan memasang senyum menakutkan itu. Lihat, hanya karena perkara roti isi, temannya itu sampai terlihat seperti Psikopat.

Y/n terdiam mematung menunggu hilangnya dua sosok perempuan itu dari pandangannya. Setelah hilang dia pun bergegas berbalik badan dan berencana pergi dengan cepat dari sekolah ini.

Brukk

Seketika y/n menabrak seseorang, sepertinya orang itu sudah berada di belakangnya dari tadi.

'Wah dari sepatunya udah ga asing nih. Pasti dia.' Batin y/n pasrah sambil menatap dari bawah ke atas.

'Tuh kan benar, apes banget dah.'

Chifuyu menatap y/n penuh selidik, "Mau kemana? Kok bawa tas?" Situasi kala itu bak seorang ayah yang menginterogasi anaknya karena hobi keluyuran.

Y/n memaksa otak kecilnya berpikir mencari alasan dalam waktu seperkian detik, "Bocor," hanya kata itu yang keluar dari mulutnya.

Seolah mengerti dengan maksud y/n Chifuyu pun mengangguk paham,

"Oh bocor toh. Ya udah pulang gih. Hati-hati di jalan ya." Ucap Chifuyu memperingatkan y/n.

Seusai dinasihati, y/n berlalu meninggalkan Chifuyu dengan cepat. Ia tak ingin ditanya-tanya lebih banyak lagi oleh anak itu. Rasanya membuat perasaan jadi deg-degan seolah sudah berbuat hal maksiat.

1.You Are || Chifuyu x Readers (Completed)Where stories live. Discover now