"Ayah, Bunda duduk sama aku di belakang, ya?" Kata Leander ketika Gavriel sampai di dekatnya.
Gavriel menganggukkan kepalanya. Melihat Leander yang sudah bersorak kegirangan, Gavriel hanya bisa tersenyum tapi lirikan matanya tetap mengarah ke Gadis yang menjadi diam kembali. Gavriel tak akan bertanya pada Gadis jika bukan Gadis sendiri yang menceritakannya kepadanya. Kini saat mereka memasuki mobilpun hanya celotehan Leander yang terdengar. Baik dirinya maupun Gadis sama-sama diam. Mereka hanya akan membuka mulut ketika Leander bertanya saja.
Setelah lima belas menit perjalanan, suara Leander tak terdengar lagi. Gavriel mencoba mengintip dari kaca spion tengah dan tampak Gadis yang melihat ke arah luar jendela, sedangkan Leander tertidur dengan posisi kepalanya berada di pangkuan Gadis. Melihat Leander sudah tertidur, Gavriel memilih melajukan mobilnya ke arah rumahnya. Entah karena pikiran Gadis yang tidak fokus di tempat ini atau memang Gadis ikhlas begitu saja tidur di rumahnya tapi perempuan itu tidak berkomentar apa-apa.
Saat Gavriel sudah melewati pos satpam depan perumahan tempat tinggalnya, Gadis baru menyadari jika Gavriel tak mengantarnya ke hotel.
"Gav?"
"Hmm.."
"Kok kamu enggak antar aku ke hotel dulu?"
"Lean tidur, Dis. Kamu ingat 'kan tadi dia maunya gimana?"
Gadis menganggukkan kepalanya. Beberapa saat mereka terdiam hingga Gavriel berhasil memarkirkan mobilnya di halaman rumahnya. Saat Gavriel turun dari mobil, ia langsung membuka pintu belakang mobil. Melihat Gavriel ada di hadapannya, Gadis hanya diam dan menimbang-nimbang apakah ia akan mengajak Gavriel kembali malam ini untuk ke rumah Rachel. Tetapi jika ia mengajak Gavriel, bagaimana dengan Leander? Anak ini sudah tertidur. Tidak mungkin juga ia akan membangunkan bocah itu hanya untuk ia ajak ke rumah Rachel.
"Dis?" Panggil Gavriel kala Gadis terlalu lama diam sambil menatapnya lekat-lekat.
"Ya?"
"Kamu kenapa lihatin aku begitu? Ada hal yang mau kamu bicarakan sama aku?"
Beberapa saat Gadis berpikir hingga akhirnya ia menjawab dengan suara yang terdengar penuh keraguan di telinga Gavriel. "Aku lagi menimbang-nimbang apakah malam ini aku harus ngajakin kamu atau enggak."
"Ngajakin ke mana? Kencan?"
Gadis tersenyum kecil mendengar pemikiran Gavriel ini. Kencan? Aduh, ia terlalu tua untuk melakukan hal itu. Usianya memang lebih pantas berdiam diri di rumah sambil memikirkan apa yang bisa ia kerjakan esok hari daripada buang-buang waktu ke cafe atau coffe shop hanya sekedar untuk mengobrol. Kalo hanya ingin mengobrol, dilakukan di rumah pun bisa. Kenapa juga harus buang-buang uang belum lagi harus berjibaku dengan kemacetan di jalan.
"Sudah bukan masanya, Gav punya kegiatan kaya gitu."
"Jadi kamu mau ajakin aku ke mana?"
Sambil pelan-pelan mengangkat kepala Leander lalu saat kepala Leander sudah mendarat di atas kursi penumpang belakang mobil ini, Gadis segera turun. Baru saat Gavriel mencoba mengangkat Leander dari dalam mobil, Gadis mencoba untuk menjawabnya.
"Rumah Rachel." Ucap Gadis pelan hampir seperti gumaman. Jika Gavriel tidak memasang pendengarannya dengan baik, ia tak yakin akan mendengar perkataan Gadis ini.
Gadis kira Gavriel akan kaget mendengar permintaannya, namun ternyata tidak. Gavriel terlihat biasa saja. Bahkan saat Gavriel berhasil menggendong Leander, ia hanya menjawab dengan satu kata, "Kapan?"
"Malam ini setelah pukul sepuluh malam. Apa kamu bisa, Gav?"
"Kita bicarakan ini di dalam. Sekarang bantuin aku buka pintunya."
Gadis menganggukkan kepalanya. Kini ia segera mencari kunci rumah Gavriel.
"Kuncinya di mana?"
"Di bawah keset depan pintu."
Setelah mendengar lokasi kunci itu disembunyikan, Gadis segera mengambilnya lalu membuka pintu. Saat Gavriel sudah masuk bersama Leander, Gadis mengikutinya di belakang sambil menghidupkan lampu rumah. Ia takut Gavriel akan tersandung dan akhirnya terjatuh karena rumah terlalu gelap.
"Serem juga rumah kamu kalo gelap, Gav."
"Buat aku biasa aja karena aku enggak bisa tidur kalo lampu dalam posisi hidup."
"Tapi inikan bukan kamar."
"Kalo di luar kamar selain di halaman rumah biasanya aku matikan biar hemat tagihan listriknya. Hitung-hitung sebagai wujud aku mencintai bumi ya dengan meminimalisir penggunaan listrik."
Gadis mengikuti Gavriel ke atas. Beberapa saat Gadis sedikit was-was kala Gavriel mulai mengarahkan langkah kakinya menuju ke pintu kamar yang dulu pernah ia masuki. Begitu Gavriel memintanya membuka pintu, Gadis baru menyadari jika Leander akan tidur bersama Gavriel malam ini.
"Lean mau kamu tidurin di sini?"
"Iya." Jawab Gavriel singkat sambil memasuki kamar.
Dari depan pintu kamar, Gadis bisa melihat bagaimana Gavriel yang pelan-pelan menidurkan Leander di atas ranjang.
"Lampunya enggak usah dimatikan. Lean bakalan bangun nanti."
Tak ingin berlama-lama di kamar ini, Gadis memilih turun lebih dulu. Gavriel membiarkan Gadis menunggu di bawah sendirian sedangkan ia segera mandi dan menyiapkan barang-barang yang akan ia bawa besok pagi termasuk baju ganti. Sambil bersiap-sial, Gavriel mencoba menghubungi ketiga temannya yang mungkin saja salah satu diantaranya bisa membantunya menjaga Leander di rumah ini sementara ia dan Gadis pergi ke rumah Rachel.
Group Lapak Dosa
Gavriel : ada yang punya waktu dua jam aja enggak sekarang?
Aditya : kenapa memangnya?
Gavriel : Gue sama Gadis mau keluar sebentar. Ini Lean sudah tidur. Bisa enggak salah satu diantara kalian jagain dia sebentar di rumah gue?
Aditya : sorry, gue enggak bisa. Gue masih memantau Raga. Coba Elang atau Wilson siapa tahu mereka bisa.
Gavriel : okay, enggak pa-pa.
Elang : duh, lo gimana sih, Gav. Kata lo bisa jagain Lean. Gue sekarang sudah di Bandung. Begitu lo cabut sama Lean, gue juga cabut tadi.
Gavriel : ngapain lo ke Bandung?
Elang : cek rutin tempat karaoke lah. Memang mau ngapain lagi?
Gavriel : gue kira pacar baru lo anak sana.
Elang : sombong amat lo mentang-mentang sebentar lagi bakal punya gandengan baru.
Gavriel : kayanya bakalan duluan Adit yang punya gandengan daripada gue nanti.
Wilson : lo mau ke mana sama Gadis?
Gavriel : rumah Rachel.
Beberapa saat tidak ada yang membalas pesan itu hingga akhirnya beberapa menit kemudian handphone Gavriel tidak berhenti menyuarakan notifikasi pesan.
Aditya : Kalo lo enggak mau nambah masalah, enggak usah ketemu perempuan modelan kaya begitu lagi.
Elang : bener banget omongan Adit. Hidup sudah banyak masalah, enggak usah nyari-nyari masalah baru. Jangan pertemukan Gadis sama rivalnya kalo enggak mau ada perang dunia ketiga meletus malam ini.
Wilson : lo ngapain ketemu sama Rachel? Kaya enggak ada acara lain aja.
Gavriel : gue belum tahu kenapa Gadis ngajakin gue ke sana. Gue baru mau tanya sama dia di bawah kalo salah satu diantara kalian ada yang bisa jagain Lean malam ini.
Elang : Son, lo aja yang jagain Lean. Gue beneran enggak bisa. Jam kerja lo 'kan belum mulai.
Wilson : ya udah, gue on the way rumah lo, Gav. 15 menit lagi gue sampai.
Gavriel : okay, kalo begitu gue temui Gadis dulu di bawah.
Di ruang keluarga, Gadis yang menunggu Gavriel selama setengah jam lebih mulai terlihat tidak sabar. Bukankah Gavriel yang mengatakan untuk berbicara di dalam? Di dalam yang Gavriel maksud tentunya rumah ini dan bukan kamar pikir Gadis, tapi kenapa laki-laki itu tak kunjung turun ke bawah untuk menemuinya.
Ketika jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, Gadis sudah tak sabar lagi. Baru juga Gadis akan memanggil Gavriel di kamar, tapi laki-laki itu sudah berjalan menuruni tangga sambil menelepon seseorang.
"Jadi lo belum balik sama Rachel?"
"...."
"Kalo begitu nanti sudah sampai rumah kabarin gue, Gas."
"..."
Gadis kembali duduk di sofa sambil memperhatikan Gavriel yang berjalan ke arahnya lalu duduk di sampingnya. Tanpa berbasa-basi, Gavriel langsung menginformasikan informasi yang baru saja ia terima dari Bagas.
"Enggak usah buru-buru, Dis. Bagas bilang dia sama Rachel belum balik ke rumah."
"Bagas? Bagas siapa?"
"Asistennya Rachel. Rachel selalu pergi sama dia kalo sudah urusan kerjaan."
"Apa Mas Dipta tahu tentang Bagas juga?"
"Seharusnya sih enggak cuma tahu tapi kenal karena sudah cukup lama si Bagas kerja sama Rachel. Kalo bukan informasi dari dia, gue sama Alena enggak mungkin ada di Bontang waktu itu buat tolongin lo."
Gadis menelan salivanya. Benar dugaannya jika Gavriel dan Alena sengaja datang ke Bontang bukan untuk urusan pekerjaan. Saat Gavriel mulai mengambl remote lalu menghidupkan televisi, Gadis hanya bisa memperhatikan laki-laki itu yang terlihat santai.
"Kita bisa berangkat sekarang?" tanya Gadis yang tak ingin membuang-buang waktunya.
"Belum bisa. Aku tunggu Wilson sampai di sini dulu."
"Wilson?"
"Teman aku. Dia yang akan jagain Lean sewaktu kita pergi."
Gadis menganggukkan kepalanya namun pikirannya sudah mulai mengingat-ingat nama itu. Sepertinya nama itu pernah disebut Alena kala menceritakan teman-teman dekat Gavriel. Gadis tahu tentang Elang yang merupakan paman Leander yang setiap hari merawat bocah itu. Ia juga sudah bertemu dengan Aditya. Satu-satunya yang belum ia ketahui adalah laki-laki bernama Wilson ini.
Sepi dan tidak ada yang berbicara kembali. Gavriel sibuk menonton televisi sambil sesekali ia mengecek handphonenya sedangkan Gadis sibuk berpikir bagaimana ia harus menerangkan kepada Gavriel tentang tujuannya datang ke rumah Rachel.
"Gav?"
Gavriel menoleh dan ia bisa melihat wajah Gadis yang tampak ragu-ragu.
"Kenapa, Dis? Bicara aja kalo sama aku. Aku bukan orang yang peka dan pintar baca pikiran orang. Jangan pakai kode-kodean."
"Iya, aku tahu karena itu aku mau bilang sama kamu alasannya kenapa aku ajakin kemu ke rumah Rachel."
Gavriel memilih merubah posisi duduknya untuk menghadap ke arah Gadis. Ia perhatikan perempuan itu yang tampak masih ragu-ragu.
"Tadi sewaktu kita di restoran, aku ketenu sama Rachel. Dia bilang kalo beberapa perhiasan aku yang enggak ada suratnya masih dia simpan. Dia minta aku ambil ke rumahnya setelah jam sepuluh malam ini."
Gavriel merasa sedikit curiga dengan semua ini. Ia takut Rachel serta Pradipta merencanakan sesuatu kepada Gadis dengan menjadikan perhiasan sebagai alat pancingnya. Kemungkinan besar Pradipta serta Rachel tahu jika perhiasan itu adalah warisan turun temurun keluarga Gadis.
"Dan kamu percaya begitu saja?"
"Enggak, Gav. Karena itu aku enggak berani datang sendirian ke sana."
"Bagus, berarti kamu enggak bego-bego banget jadi orang."
"Aman enggak kalo cuma kita berdua aja yang ke sana? Sejujurnya aku sedikit ragu dan was-was kalo memikirkan kemungkinan yang mungkin akan kita hadapi di sana."
"Sejujurnya aku tidak yakin, tapi buat berjaga-jaga sepertinya harus ada orang lain yang bisa back-up keamanan kita ketika bertemu Rachel. Di rumah Rachel cukup banyak karyawannya meskipun aku enggak yakin jam segini mereka masih ada di sana dan kalopun ada belum tentu mereka berani ikut campur apalagi menentang boss-nya."
"Kamu mau sewa bodyguard lagi?"
"Enggak akan bisa. Paling aku minta tolong tim keamanannya club malam punya Wilson."
Gadis menganggukkan kepalanya. Semua ini lebih baik daripada ia dan Gavriel hanya berangkat berdua saja. Setidaknya jika mereka membawa bodyguard, ada orang yang akan menjaga keamanan mereka berdua selama berada di sana. Apalagi mereka akan memasuki sebuah 'hutan rimba' dan tidak tahu situasi apa yang akan mereka temui nantinya.
Suara bel pintu rumah yang dibunyikan dari luar membuat Gavriel menoleh ke arah pintu. Ia segera berdiri dan berjalan ke sana. Akhirnya orang yang ia tunggu-tunggu datang juga malam ini.
***