From Bully to Love Me

By Kristiana0909

485K 45.4K 1.4K

Gadis Sekarwangi, tidak pernah menyangka jika rumahtangga yang ia bangun bersama suaminya, Pradipta harus ber... More

1. Si paling menjengkelkan
2. Cinta Segitiga
3. Tamu tak diundang
4. Sah!
5. Aku mau hakku, Mas!
6. Kenapa harus aku?
7. Jangan ikut campur
8. Saran Alena
9. Lapak Dosa
10. Tidak sempurna
11. Aku vs keluargaku
12. Lunch
13. Kabur
14. Galau
15. Bantu gue
16. When Gadis meet Rachel
17. Gadis vs Dipta
18. Apakah dia orang yang tepat?
19. Penemuan mengejutkan
20. Memberitahu keluarga Gadis
21. Dia melihat tapi seakan buta
22. Tak semudah itu meminta tolong padanya
23. Lebih cepat satu langkah
24. Ternyata dia tak sejahat itu
25. Tentang sebuah rahasia
26. Akhirnya dia setuju
27. Misi pertama : Lapor polisi
28. Dia Punya Rasa Sama Kamu
29. Melupakan Dirinya Untuk Sejenak
30. Akhirnya kami tahu
31. Jujur kepada Papa
32. Aku tak mau diganggu
33. Akhirnya aku tahu yang sebenarnya
34. Mabuk
35. Berakhir di kamarmu
36. Menerima bantuan Angela
37. Tamu tak terduga
38. First Meet with Aditya
39. Enggak mau berdua
40. Tamparan keras
41. First Meet with Leander
42. Mendadak jadi orangtua
43. Aku Kamu
44. Pengakuan Gila
45. Morning Kiss
46. Ternyata ada sang sutradara
47. Informasi dari Angela
48. Babak belur
49. Maju sendiri atau kita dorong?
50. Sorry, Gav
51. Langkah menghapus Dipta
52. Zonk!
53. Tetangga kepo
54. Karena kamu bisa menghadapinya sendiri
56. Menguntit Rachel
57. Aku belum bisa menerimamu
58. Kemarahan Gavriel
59. Mama Ingin Bertemu, Dis.
60. Pengadilan Agama
61. Jadi Saksi Persidangan
62. Rumah itu saja tidak cukup
63. Kamu Yang Terbaik
64. Kalian punya anak?
65. Tamu yang tak diundang
66. Menginterogasi Gavriel
67. Tentang Rachel yang tidak kamu ketahui
68. Bilang saja demi Gadis
69. Yang penting kalian baik-baik saja
70. Biarkan dia mengomel
71. Jangan pilih kasih, Bunda
72. Overthinking
73. Seperti apa teman-teman kamu?
74. Alasan aku belum menjawab
75. Coba Kamu Pikirkan Lagi
76. Benarkan kalo aku anak Bunda sama Ayah?
77. Calon Suami Potensial
78.Pendapat Mama
79. Mama Sang Sumber Masalah
80. Aku Harus Tahu Keluarga Kamu Dulu
81. Nasehat dari Mama
82. Demam
83. Cowok Metroseksual
84. Kelebihan Ayah yang Bunda harus tahu
85. Holiday is over
86. Overthingking Pada Elang
87. Konflik Susu
88. Pemintaan Gila Gadis
89. Demi Kalian Aku Coba Mengalah
90. Ada yang ketahuan
91. Divorce Party
92. Berbagi Cerita Masa Lalu
93. Pillow Talk
94. Kabar Buruk
95. Hadiah Perceraian
96. Penemuan Harta karun di Halaman Belakang
97. Demi Gadis, Aku Rela di Bully
98. Kita Kawal Gadis ke Surabaya
99. Banyu akhirnya tahu
100. Membuat Gavriel Cemburu
101. Pamit
102. Butuh didengarkan
103. Sepertinya Dia cemburu
104. Hadiah dari Kita
105. First Meet With Ella
106. Berbagi cerita dengan Ella
107. Ella di mataku

55. Jadi saksi perceraianku, ya?

5K 425 8
By Kristiana0909

Gadis membuka kedua matanya kala merasakan sebuah bibir yang sejak satu menitan yang lalu menempel kuat di bibirnya hingga mereka bermain lidah bersama akhirnya terlepas. Pemandangan wajah Gavriel yang berjarak kurang dari sejengkal di depannya membuat Gadis berkedip. Nyatakah ini? Ia berbagi saliva bahkan bermain lidah bersama mantan musuh bebuyutannya sendiri. Goblognya ia justru menikmati semua itu, bahkan membalas ciuman Gavriel dengan tidak kalah antusiasnya.

Bingung dengan apa yang terjadi pada dirinya saat ini, Gadis memilih langsung berdiri. Bukannya bertanya tentang alasan Gavriel melakukan itu, Gadis justru langsung berjalan ke arah dapur begitu saja. Ia baru berhenti berjalan kala sudah berada di depan tempat cuci piring. Saat melihat ada beberapa piring dan gelas yang kotor, Gadis langsung mencucinya. Setidaknya ini jauh lebih baik daripada ia harus menghadapi Gavriel di meja makan.

Gavriel merasa sedikit kecewa dengan sikap Gadis yang pergi begitu saja. Seharusnya Gadis mengajaknya sparing di atas ranjang karena Gavriel tahu bahwa Gadis mulai lepas kendali. Andai kata tidak melakukan itu, minimal Gadis menamparnya dan memaki dirinya. Ini yang terjadi justru di luar ekspektasinya. Kenapa Gadis pergi begitu saja ke dapur meninggalkan dirinya dengan sejuta pertanyaan di dalam kepalanya?

Rasanya kali ini Gavriel benar-benar membutuhkan penjelasan atas sikap Gadis ini. Ia memilih mengikuti Gadis ke dapur. Saat melihat Gadis justru sibuk mencuci piring, Gavriel hanya bisa menghela napas panjang.

"Enggak usah kamu cuciin. Besok pagi ada yang bakalan bersihin semuanya."

Mendengar perkataan Gavriel yang datang dari arah belakang, Gadis mencoba mengabaikannya. Bagaimana bisa Gavriel seakan melupakan hal yang baru saja terjadi diantara mereka saat di meja makan? Ya, benar sekali. Laki-laki tidak ada bedanya pikir Gadis. Apa yang mereka lakukan lebih kepada dorongan hormon, bukan perasaan cinta.

"Sudah terlanjur. Lagipula sudah hampir selesai."

"Enggak sekalian kamu mau ngepel lantai sama bersihin kamar mandi?"

Gadis mencoba menarik oksigen sebanyak-banyaknya dari sekitarnya. Pelan-pelan ia embuskan perlahan. Saat ia sudah selesai mencuci poring, Gadis membalikkan tubuhnya dan sosok Gavriel yang sedang menyandarkan punggungnya di dinding dekat kulkas adalah hal yang langsung membuat Gadis memfokuskan pandangannya.

"Ini rumah siapa?"

"Rumah aku, tapi kalo kamu masih bingung mau ngapain, kerjaan itu sekarang masih tersedia."

"Harusnya kamu bilang terimakasih aku sudah mau bantuin cuci piring, bukannya tawarin kerjaan baru."

Setelah mengatakan itu, Gadis memilih berjalan menuju ke ruang makan untuk mengambil tasnya. Kala tas itu sudah di tangannya, ia langsung mengambil handphone dan mengeceknya. Ternyata ada sebuah pesan dari Alena yang masuk. Segera saja Gadis membukanya.

Alena : Dis, gue enggak bisa jemput lo. Gue mesti lembur malam ini. Nanti lo langsung ke rumah gue aja. Kuncinya ada di bawah keset.

Gavriel yang tidak sengaja mengintip pesan dari Alena lewat belakang tubuh Gadis hanya bisa tersenyum tipis. Alena benar-benar berbakat untuk menjadi pembohong. Bagaimana bisa ia berada di kantor secara mereka turun ke parkiran mobil bersama. Bahkan Gavriel sempat mengobrol santai dengan perempuan itu. Jika mengingat obrolannya dengan Alena, entah kenapa Gavriel menjadi kasihan pada Gadis yang tetap berusaha terlihat tegar seolah dirinya tidak sedang kecewa lahir batin atas sikap Pradipta.

"Kasian si Gadis."

"Harusnya lo lebih kasihan sama diri lo sendiri. Di saat Gadis bisa leha-leha, lo masih harus kerja keras bagai romusha."

"Mending kerja keras bagai romusha tapi aset gue nyata. Daripada kaya si Gadis, tabungan perhiasan dari jaman dia masih kerja tiba-tiba ludes semua di berangkas setelah digasak suaminya."

"Maksud lo?"

"Gue yakin lo paham dengan apa yang gue bilang, meskipun sedikit enggak percaya."

"Dari mana lo tahu?"

"Mas Banyu. Dia dikasih tahu sama pengacara keluarganya. Gila, si Dipta beneran laki-laki jahanam."

Ting....

Pintu lift terbuka, saat Alena keluar dari lift, Gavriel mengikutinya dengan cepat. Sengaja ia menyamakan langkah kakinya dengan Alena.

"Lo kenapa sih buru-buru. Gue belum selesai bicara."

"Ada hal yang mesti gue cek dulu kebenarannya. Gue titip Gadis pokoknya. Nanti kalo sudah malam suruh pulang ke tempat gue."

Setelah mengatakan itu, Alena memilih meninggalkan Gavriel untuk menuju ke arah mobilnya berada. Segera ia pergi dari tempat ini untuk menuju ke tempat Rachel. Banyu telah memintanya untuk ke sana dan mengabadikan suasana yang ada di sana.

Gavriel seakan tersadar dari pikirannya sendiri kala kepala Gadis baru saja menabrak pundaknya.

"Aaahh... Ngapain sih kamu pakai berdiri di situ segala?" Tanya Gadis sambil mengelus keningnya.

"Lagi ngintipin chat dari Alena."

"Bintitan nanti."

Setelah mengatakan itu, Gadis memilih berjalan ke arah ruang tamu dan ia duduk di sana. Rasanya ini tidak bisa diundur lagi. Ia harus segera mengatakan tujuannya datang ke tempat ini kepada Gavriel.

"Muka kamu tegang banget. Enggak usah salting gitu. Kita tadi beneran ciuman  Dis."

Gadis lagsung menoleh dan ia menemukan Gavriel ada di sampingnya. Laki-laki itu tampak santai mengatakan semua itu.

"Bisa enggak sih enggak usah bahas masalah itu?"

"Memangnya kenapa?"

"Karena ada hal lebih penting yang harus aku bicarakan sama kamu."

"Tentang?"

"Bisa enggak kalo aku minta tolong sama kamu untuk jadi saksi perceraian aku dan Mas Dipta?"

Satu detik...

Dua detik...

Tiga detik....

Gavriel langsung terdiam. Ia tak pernah menyangka jika Gadis meminta hal gila ini kepadanya. Seumur hidupnya, ia belum pernah menjadi seorang saksi di pengadilan, apalagi sebagai saksi di pengadilan agama atas kasus perceraian.

Gadis yang melihat Gavriel tidak kunjung memberikan persetujuannya hanya bisa membeberkan alasannya.

"Karena cuma kamu yang tahu bagaimana hubungan Mas Dipta dan Rachel sejak awal. Kamu juga saksi hidup yang mendengar pertengkaran mereka dulu ketika hari pernikahan kami berlangsung."

Gavriel tetap diam karena ia masih tidak percaya jika Gadis meminta ini kepadanya. Sesungguhnya ia tidak ingin terlibat apalagi ikut campur mengenai masalah rumahtangga Gadis dengan Pradipta.

"Sepertinya aku bukan orang yang tepat, Dis. Lebih baik minta tolong pada orang yang tahu kehidupan kalian selama berumahtangga."

"Kalo maksud kamu Alena, dia juga akan aku minta untuk menjadi saksi."

"Keluarga kamu seperti Mas Banyu bisa kamu mintai tolong juga."

Gadis menggelengkan kepalanya. Sepertinya ia harus berusaha keras untuk membuat Gavriel setuju membantunya lagi kali ini.

"Aku tidak pernah menceritakan persoalan rumahtanggaku pada keluarga."

"Why?"

"Karena keburukan suami adalah keburukan istri juga. Hancurnya sebuah rumahtangga itu sebenarnya adalah kesalahan dua belah pihak. Sering aku memikirkan hal ini saat malam hari sebelum tidur, bahkan aku mencoba menyangkalnya. Aku melimpahkan kesalahan itu ke Mas Dipta, tapi nyatanya aku turut ambil bagian di dalamnya."

"Kesalahan kamu apa?" Pertanyaan itu meluncur begitu saja dari bibir Gavriel.

Saat melihat Gadis yang tampak sedih, rasanya Gavriel ingin mementung kepalanya sendiri karena telah menanyakan hal itu. Seharusnya ia bisa menahan diri lebih baik daripada saat ini.

"Tidak bisa memberikan keturunan hingga sampai tahun ketiga pernikahan kami."

Jantung Gavriel seakan baru saja menabrak tulang rusuknya kala mendengar pengakuan Gadis ini. Otaknya justru sibuk memikirkan apakah Gadis memiliki masalah infertilitas? Tapi dari apa yang terlihat di diri Gadis, Gadis terlihat sangat sehat. Gavriel yakin tak pernah ia mendengar Gadis memiliki riwayat penyakit yang berhubungan dengan rahimnya saat masih bekerja bersama.

Mencoba membawa suasana menjadi tidak seserius ini, Gavriel justru menanggapinya dengan santai. Ia tak mau suasana menjadi canggung apalagi tegang.

"Gimana mau hamil kalo satu di Bontang, satu di Surabaya. Orang mau punya anak itu harus rutin berhubungan badan di masa-masa subur. Kalo pun tidak begitu ya seminggu paling tidak tiga sampai empat kali berhubungan."

"Mas Dipta jadi jarang pulang setelah tahu kalo sel telurku lebih kecil dari ukuran normal. Aku promil ke dokter setiap bulan, Gav. Bahkan saat ini aku masih tetap mengkonsumsi resep dari dokter. Terlepas dari masalah rumahtangga yang aku hadapi dengan Mas Dipta."

"For what? Buang-buang waktu, tenaga dan uang, Dis."

Gadis menggelengkan kepalanya. Ia tahu bahwa ia ingin menjadi seorang ibu suatu saat nanti meskipun jalan yang ia tempuh akan berliku dan berat. Ia memang seorang wanita yang ingin memiliki keturunan karena meskipun ia ingin menghabiskan masa tuanya di panti Jompo, ia berharap saat hari-hari tertentu ada yang mengunjunginya.

"Karena aku ingin menjadi seorang ibu."

"Berarti sudah siap menikah lagi setelah putusan cerai besok?"

Mendengar pertanyaan Gavriel yang ditanyakan dengan nada yang terdengar riang ini, Gadis juatru tertawa. Tawanya terlalu lepas hingga air mata keluar di sudut matanya. Segera Gadis menghapusnya. Ia gelengkan kepalanya yang membuat Gavriel langsung mengernyitkan keningnya.

"Memang kalo punya anak harus menikah dulu?"

Gavriel menganggukkan kepalanya.

"Come on, Gav. Jangan kuno-kuno bangetlah. Untuk punya anak, kita tidak harus menikah apalagi kawin."

"Terus kamu mau..."

Belum selesai Gavriel berbicara, Gadis sudah memotongnya. "Cari donor sperma di luar negri."

Satu detik...

Dua detik...

Tiga detik...

Gavriel langsung membelalakkan kedua matanya saat mendengar ide gila Gadis saat ini. Mereka tinggal di negara timur dan Gadis yang terkenal selalu serius dengan apa yang ia katakan benar-benar akan membuat huru-hara di circle mereka.

"Enggak, aku rasa ini bukan hal yang baik. Lebih baik kamu adopsi anak saja. Keputusan kamu untuk cari donor sperma itu terlalu nekat."

"Aku mau anak itu dari darah dagingku sendiri, Gav. Aku rasa saat aku travelling ke luar negri besok, aku bisa mulai mencari informasi lebih jauh tentang donor sperma ini."

"Dis, itu haram hukumnya."

"Apa bedanya dengan melakukan itu sebelum pernikahan terjadi? Sama saja 'kan?"

"Gadis, pikirkan masalah ini dengan serius. Coba kamu pikirkan kelak kalo anak kamu tanya siapa bapaknya? Di mana rumahnya? Kamu mau jawab apa?"

"Ya jawab apa adanya sesuai dengan kenyataan."

"Gimana perasaan anak kamu?"

Gadis langsung terdiam. Ia tahu bahwa dirinya tidak memikirkan sejauh itu. Ia pikir dirinya bisa tinggal di Singapura dekat dengan Banyu saat memiliki anak. Setidaknya di sana tidak ada tetangga yang kepo dan berisik tentang kehidupan pribadinya.

Melihat Gadis yang diam saja seperti ini, Gavriel menghela napas panjang. Ia tahu jika Gadis belum sampai menimbang jutaan kali keinginannya ini beserta resiko-resiko yang akan dihadapinya.

"Anak itu bukan barang atau robot yang bisa kamu atur sesuka hati kamu. Perasaan mereka itu nyata. Kamu enggak bisa begitu hanya karena kamu mampu membesarkannya sendirian tanpa figur seorang Ayah."

Tidak ingin Gavriel mengkritik apa yang akan ia jalani di hidupnya kelak, Gadis mulai mengalihkan topik pembicaraan ke pembicaraan awal mereka yang justru mulai dilupakan.

"Udah, Gav, sekarang kita balik ke pembicaraan awal lagi saja. Jangan melantur ke mana-mana dulu."

Gavriel menganggukkan kepalanya. Melihat Gavriel yang setuju, Gadis menanyakan kembali kepastian apakah Gavriel mau membantunya lagi kali ini. Mendengar permintaan Gadis, Gavriel menjadi sedikit licik. Ia tidak akan mau menyetujui begitu saja permintaan Gadis dengan mudah.

"Aku mau bantu kamu asal kamu setuju sama syarat yang aku berikan."

"Syarat apalagi?"

"Hapus semua rencana gila kamu untuk mencari donor sperma. Kalo kamu setuju dengan semua ini, aku mau jadi saksi perceraian kamu sama Dipta."

What the hell is going on...

Gadis menatap Gavriel dengan tatapan penuh ketidakpercayaan. Bagaimana bisa syarat yang Gavriel berikan seaneh ini? Bisa saja ia menyetujuinya lalu setelah resmi bercerai dari Pradipta ia akan terus menjalankan rencana awalnya. Sayangnya ia tahu segila apa laki-laki yang duduk di sampingnya ini. Gavriel pasti akan menggagalkan semua rencananya dengan berbagai cara yang mungkin tak pernah Gadis bayangkan sebelumnya.

"Ta...tapi, Gav."

"Tapi apa? Kamu tetap ingin punya anak tanpa punya suami?"

Kini giliran Gadis yang menganggukkan kepalanya di depan Gavriel. Ia tak ingin membohongi dirinya sendiri. Ia memang ingin menjadi ibu, terlebih rasa itu semakin menggebu-gebu setelah mengenal sosok Leander. Sayangnya, Gadis tak bisa membohongi dirinya sendiri jika ia masih takut berkomitmen apalagi menikah. Karena gagal sekali baginya sudah lebih dari cukup. Tidak ada jilid dua, tiga dan seterusnya.

"Kalo kamu tetap mau meneruskan ide gila kamu, kamu bisa cari aku."

Bagai tersambar petir tak kasat mata di atas kepalanya. Gadis shock mendengar perkataan Gavriel ini.

Menyadari betapa shock-nya Gadis, Gavriel justru semakin yakin untuk meyakinkan Gadis bahwa ia tidak main-main dengan perkataannya.

"Setidaknya kalo kamu sampai berhasil hamil, aku siap bertanggungjawab untuk menikahi kamu kapan saja. Lebih dari itu, aku pasti menyayangi anak itu karena dia darah dagingku. Aku tidak akan mengijinkan dia memanggil laki-laki lain dengan sebutan Ayah."

Gadis hanya bisa mengedipkan kedua matanya beberapa kali saat mendengar hal ini.

"Gimana, kamu setuju dengan syarat ini?"

Gadis menghela napas panjang. Beberapa saat ia berpikir hingga akhirnya ia anggukkan kepalanya lagi. Kini ia ulurkan tangan kanannya untuk berjabat tangan dengan Gavriel. Melihat uluran tangan Gadis, Gavriel segera menerima jabat tangan itu.

Apapun yang Gadis pikirkan saat ini tentangnya, bagi Gavriel ini adalah kesepakatan terbaik yang pernah ia buat. Setidaknya jika Gadis benar-benar ingin menjalankan ide gilanya ini, mau tidak mau Gadis akan mencarinya. Dan jika sampai Gadis hamil, maka ia tidak akan melepaskannya. Karena memiliki keluarga yang utuh adalah salah satu cita-citanya sejak muda. Ia tidak akan membiarkan anaknya merasakan tumbuh tanpa kehadiran orangtua yang lengkap.

***

Continue Reading

You'll Also Like

145K 21.8K 69
Bagaimana jika cintamu di khianati? Dan harus berakhir atas nama cinta juga? Ia harus menghentikan harapan masa depan yang ia kira akan ia jelang be...
9.7K 938 42
"Duh, capek!" "Capek kenapa?" "Dikejar Warisan." Shelby, seorang wanita tangguh dan independen, menemukan hidupnya berubah drastis ketika dipaksa men...
517K 35.8K 44
Lyla tidak berminat menikah. Namun, siapa sangka ia harus terjebak dalam pernikahan dengan sahabatnya sendiri? "You're a jerk, Hanan." "And you're tr...
383K 30.1K 50
Irish ragu dengan apa yang ia lihat kali ini. Ia tidak minus. Seratus persen ia yakin pandangannya tidak bermasalah. Dia juga tidak punya kemampuan u...