Group Lapak Dosa
Elang : Dari kemarin gue nunggu update kabar anak gue. Kok lo malah ngilang gitu, Gav?
Wilson : lebih tepatnya si Gavriel lagi enggak mau diganggu, gitu aja masa lo enggak peka.
Elang : gue penasaran sama sikap Gadis ke Lean doang. Apakah dia termasuk wanita yang suka sama anak kecil atau justru sebaliknya?
Aditya : semua perempuan suka anak kecil. Bagi mereka itu lebih lucu daripada lo yang kebanyakan modus.
Wilson : Wah, Adit kalo jujur bikin ancur hati dan perasaan.
Elang : lo kira sejak ada Lean gue bisa beredar, Dit? Kagak, gue benar-benar merasa jadi duda tanpa pernah menikah.
Gavriel yang membaca pesan itu hanya bisa menghela napas panjang. Sejak pagi pukul sepuluh hingga kini pukul tiga sore, dirinya masih terus menemani Gadis dan Leander berjalan-jalan. Mulai dari ke kebun binatang hingga ke tempat makan siang di tempat yang sedang hits yang ada di Lembang. Ia pun baru sempat memegang handphone miliknya saat ini. Tak ingin membuat temannya saling 'memukul' satu sama lain di group ini, Gavriel memilih memberikan update kabar Lean ke Elang.
Gavriel : sorry, gue baru buka handphone. Lean kabarnya baik. Alhamdulillah dia sama Gadis akur. Saking akurnya si Gadis naik pangkat jadi Bunda.
Elang : serius si Lean minta Gadis jadi Bundanya?
Gavriel : apa untungnya gue bohong sama lo?
Elang : Terus si Gadis bolehin gitu?
Gavriel : Iya. Sekarang gue jadi pasangan suami istri jadi-jadian gara-gara Lean.
Elang : Enggak sia-sia gue besarin Lean. Ternyata Lean benar-benar melaksanakan misi yang sudah gue doktrin di kepala dia sebelum berangkat ke Lembang.
Gavriel yang membaca balasan pesan ini hanya bisa memejamkan kedua matanya sekejap lalu membukanya lagi. Entah ia harus berterimakasih atau justru memberikan salam olahraga kepada temannya itu. Gara-geara kelakuan Elang, Leander menjadi protes jika dirinya memanggil Gadis dengan namanya. Panggilan 'Ayah-Bunda' yang awalnya membuatnya risih dan geli di telinga kini menjadi panggilan yang membuatnya merasa memiliki keluarga. Seakan hidupnya tak lagi sendiri karena memiliki istri dan anak.
Gavriel : Berarti benar dugaan gue. Lo adalah sutradaranya.
Elang : Sudah, lo nikmatin aja apa yang ada sekarang. Gue enggak perlu ucapan terimakasih untuk hal ini. Gue berharap lo beneran bisa memperjuangkan Gadis sebaik-baiknya jangan sampai ditikung lagi.
Gavriel tersenyum membaca balasan dari Elang. Kini Gavriel memilih memberikan tanda suka pada pesan yang Elang kirimkan kepadanya. Setelah itu ia memasukkan handphone miliknya ke dalam saku celana. Kini Gavriel memilih mengedarkan pandangannya untuk mencari Gadis dan Leander yang sejak selesai makan siang memilih bermain di taman belakang resto keluarga ini. Sudah satu jam menunggu kenapa mereka belum kembali ke meja ini?
Kini Gavriel memilih berdiri dan mencari di mana Gadis dan Leander. Saat menemukan dua orang yang sedang ia cari ini, Gavriel melihat Gadis yang sedang menggendong Lean sambil bersenandung lagu anak-anak pelan. Salah satu tangannya juga mengelus punggung Leander naik turun dengan pelan. Baru saat ia sudah dekat dengan Gadis, Gavriel mengetahui jika Lean sudah terlelap dalam tidurnya.
Dengan suara pelan, Gavriel memanggil Gadis. Mendengar namanya dipanggil, Gadis membalikkan tubuhnya dan tersenyum.
"Ya, Gav?" Jawab Gadis karena kini ia sudah sangat hafal dengan suara Gavriel.
"Kenapa kamu pakai acara gendong Lean segala?"
Gadis tersenyum mendengar pertanyaan Gavriel. Bagi Gadis memberikan kebahagiaan kecil untuk bocah ini bisa membuatnya ikut bahagia juga. Lagipula belum tentu juga ia akan setegar Lean jika sampai kehilangan sang Mama dalam hidupnya. Apalagi usia Lean masih balita dan masih membutuhkan kasih sayang kedua orangtuanya. Gadis tak bisa membayangkan bagaimana perasaan Leander ketika di sekolahnya diadakan acara hari ayah dan hari ibu. Baiklah, hari ayah mungkin saja baik Elang maupun Gavriel bisa menggantikannya, namun jika perayaan hari ibu, lalu siapa yang akan menggantikan peran Mommy-nya? Informasi dari Gavriel yang mengatakan Elang belum menikah nyatanya membuat Gadis justru prihatin. Siapa yang akan menggantikan itu semua? Demi apapun, kehilangan seorang ibu merupakan salah satu kesedihan terbesar yang pernah diceritakan oleh salah satu teman sekolahnya dulu hingga ia benci perayaan hari ibu karena tatapan penuh rasa kasihan selalu didapatkan bagi anak yang tidak memiliki ibu.
"Dia bilang kangen ditudurin sama Mommy-nya sambil digendong, Gav."
"Sini biar aku yang gantiin. Sudah tidur juga dia."
Gadis menganggukkan kepalanya. Pelan-pelan ia memberikan Leander kepada Gavriel. Tangannya sudah terasa kebas menggendong anak yang beratnya Gadis yakin diatas 16 kilogram ini.
"Kita balik sekarang aja ya, Dis?"
Gadis menganggukkan kepalanya. Kini ia memilih berjalan di samping Gavriel yang menggendong Leander. Bagaimanapun juga weekend kali ini cukup menyenangkan baginya. Terutama dari pagi hingga sore hari ini ketika ia menghabiskan waktunya bersama Leander. Pemandangan Gavriel yang rela ke mana-mana membawa tasnya dan tas ransel milik Leander beberapa kali membuat Gadis tersenyum. Dulu ia tidak pernah membayangkan jika Gavriel akan melakukan semua ini terlebih itu dilakukan saat mereka bersama. Anehnya pemandangan ini justru jauh dari kesan memalukan. Gavriel tetap terlihat macho membawa tas perempuan dan anak sambil mendorong stroller yang tadi mereka sewa ketika berkeliling kebun binatang.
"Thanks ya, Gav."
"Sama-sama."
"Liburan ini seperti sebuah acara untuk menenangkan pikiran sebelum besok pagi aku terbang ke Bontang."
Gavriel menoleh sekilas ke arah Gadis tanpa menghentikan langkah kakinya. Melihat Gadis yang tampak serius dengan kata-katanya, Gavriel memilih menghadap ke depan lagi. Jangan sampai ketika ia menaiki tangga kakinya tersandung.
"Kamu serius besok mau ke Bontang sendirian, Dis?" Tanya Gavriel sambil terus berjalan ke arah depan.
"Iya, Gav. Bagaimanapun juga, aku harus menghadapinya kalo ingin semua ini cepat selesai."
"Apa enggak bisa kamu undur sampai hari jum'at sore aja? Nanti aku temani ke Bontang."
"Makasih tawarannya, tapi aku yakin bisa menghadapi ini seorang diri, Gav. Sepertinya aku akan menyewa apartemen teman kamu yang di sana karena itu tempat yang lebih aman daripada di hotel. Kejadian Rachel yang mendatangi aku kemarin cukup membuat aku sadar kalo Mas Dipta bisa muncul di mana saja dan kapan saja."
"Nanti aku bilang sama Adit lagi."
Gadis tersenyum dan kini ia ucapkan terimakasih pada Gavriel untuk yang kesekian kalinya. Entah akan seperti apa dirinya saat ini jika Gavriel dan Alena tidak datang ke Bontang dulu.
Kini saat mereka sampai di meja, Gadis segera menggendong tas ransel Leander dan tasnya. Melihat apa yang dilakukan oleh Gadis, Gavriel berinisiatif menuju ke meja kasir untuk membayar semua tagihan makan dan minum. Jangan sampai Gadis yang membayar semua makanan mereka lagi. Sudah cukup tadi ia membiarkan Gadis membayarnya tapi tidak kali ini. Harga dirinya sebagai laki-laki sangat tidak bisa menerima hal itu.
Gadis yang melihat Gavriel sudah mengantri di kasir untuk membayar ssgera mendekat ke meja kasir. Saat sampai disana, Gavriel sudah terlanjur mendapatkan bill tagihan makan mereka. Baru juga Gadis akan membuka tasnya untuk mengambil dompet, namun Gavriel menghentikan apa yang ia lakukan bengan kata-katanya.
"Tolong ambilkan dompet aku di saku celana belakang, Dis."
"Pakai punya aku aja, Gav."
Gavriel memilih mengambil sendiri dompetnya. Melihat Gavriel yang kerepotan, Gadis mencoba membantunya.
"Biar aku bantu ambilkan," Kata Gadis sambil menyingkirkan tangan Gavriel dan mengambil dompet Gavriel. Kali ini lebih baik dirinya mengalah pada Gavriel daripada terjadi konflik tidak penting di antara mereka selama perjalanan pulang ke Jakarta.
Begitu dompet itu ada di tangan Gadis, Gavriel memberikan titahnya untuk mengambil sebuah kartu debit dari bank tempatnya bekerja. Gadis mengulurkan sebuah kartu debit jenis platinum dan memberikannya kepada kasir itu. Selesai menbayar semuanya, Gadis memilih memasukkan kembali kartu itu di dompet Gavriel.
Rasa bimbang kini muncul di dalam diri Gadis. Apakah ia harus memasukkan lagi dompet itu ke saku belakang celana jeans yang Gavriel kenakan atau lebih baik ia bawa saja. Jika ia membawanya, Gadis takut Gavriel berfikir jika ia ingin menguasai dompetnya terlebih isinya. Lagipula ia juga bukan siapa-siapa bagi Gavriel dan tidak berhak memegang 'keuangannya'.
Gavriel yang memilih berjalan begitu saja setelah kasir itu mengucapkan terimakasih membuat Gadis menghela napas lega. Ia tatap punggung Gavriel yang mulai menjauh dan menuju ke arah pintu keluar. Kini Gadis segera melangkahkan kakinya untuk mengikuti Gavriel menuju ke arah parkiran mobil.
***