Tanpa Rachel dan Gadis sadari, sejak tadi Gavriel sudah mengamati mereka di dekat pintu lift. Ia bahkan mengajak Leander untuk bersembunyi. Gavriel masih mempertajam mata serta pendengarannya dan kini ia mulai mengeluarkan ponselnya untuk merekam apa yang Rachel lakukan. Perempuan itu kini sedang menghubungi seseorang yang Gavriel yakin adalah Pradipta.
"Hallo, Dip. Aku sudah datang ke alamat hotel sesuai yang kamu minta."
"..."
"Ya, aku bertemu dengan Gadis."
"..."
"Tidak, kami hanya saling tampar dan sedikit berdebat. Dia kekeh bahwa dirinya tidak melakukan semua itu."
"..."
"Kamu tenang saja. Dia akan membayar semua ini. Kita lihat siapa yang akan bertahan sampai akhir."
Ketika melihat Rachel mulai berjalan ke arah lift, Gavriel segera menggendong Leander dan mengajaknya berjalan ke arah samping kiri agar Rachel tidak bisa melihat dirinya. Gavriel sengaja berjalan terus hingga akhirnya ia sampai di pintu kamar paling ujung. Ketika sampai di sana, ia berbisik ke telinga Leander pelan dan menanyakan posisi Rachel.
Untung saja anak ini cukup pintar dan mengatakan bahwa Rachel baru saja memasuki lift. Mendengar semua itu, Gavriel baru bisa menghela napas panjang. Tidak ia sangka jika apa yang dilakukan Alena kemarin ketika mereka di Bontang cukup melelahkan bahkan membuat jantung berdebar lebih cepat.
Kini Gavriel memilih menurunkan Leander dari gendongannya. Sebelum berjalan kembali ke arah kamar Gadis berada, Gavriel memikirkan tentang isi kotak yang Banyu berikan kepadanya. Tadi pagi ia cukup terkejut karena ternyata kotak itu berisi surat kecil dan sebuah cek yang nominalnya tidak sedikit. Ia bahkan sampai harus mengedipkan matanya beberapa kali ketika melihat nominal yang tertulis di selembar cek itu dan bertanda tangan Banyu Bimantara.
Mungkin saja Gavriel akan menolaknya bila mana itu diberikan kepadanya sebagai ucapan terimakasih. Tetapi Banyu memberikan uang itu sebagai 'akomodasi' bila mana ia memerlukannya secara mendadak mengingat keluarga Gadis terutama Papanya sudah memberikan pelajaran kepada Dipta dengan memecatnya. Banyu tahu bahwa Gadis harus kembali ke Bontang kapanpun itu untuk menyelesaikan semua masalahnya. Jika Gavriel harus mengambil penerbangan komersil untuk menjaganya itu sangat tidak mungkin dan tentu saja Gadis akan menolaknya.
"Ayah, kamar Bunda yang mana?"
Pertanyaan Leander yang ditanyakan sambil menarik-narik ujung baju yang Gavriel kenalan menbuat Gavriel kembali menapaki realitas. Tidak mau Gadis salah mengartikan, Gavriel memilih untuk berjongkok agar tingginya sama dengan Leander. Kini ia hadapkan tubuhnya pada anak 3 tahun itu.
"Le, Ayah harap kamu jangan panggil pakai sebutan Bunda ya ke Tante Gadis?"
"Memangnya kenapa, Yah?"
"Karena takutnya Tante Gadis marah."
"Karena aku belum bilang mau panggil Bunda?"
Gavriel menganggukkan kepalanya.
"Okay, kalo begitu nanti aku ijin dulu kalo mau panggil Bunda."
Gavriel masih terus mencoba untuk membuat Leander menggugurkan niatnya itu. Ia tidak terlalu tahu bagaimana sifat dan watak Gadis ketika ada anak kecil yang memanggilnya dengan sebutan Bunda di saat ia belum memiliki anak. Terlebih anak itu belum dikenal oleh dirinya sama sekali.
Tak mau berlama-lama, akhirnya Gavriel mengajak Leander untuk berjalan kembali ke arah kamar Gadis. Saat sampai di sana, Leander sudah mewakili dirinya untuk mengetuk pintu kamar itu.
Gadis yang sejak bertemu dengan Rachel memilih untuk mencoba menghubungi Papanya dan kakaknya namun tidak diangkat akhirnya menyudahi acara itu dan memilih membuka pintu kamar. Ia sudah menyiapkan mentalnya andai saja yang datang ke kamarnya adalah suaminya. Tentu saja Pradipta tahu ia berada di hotel ini karena melihat laporan dari kartu kredit tambahan yang ia gunakan untuk membayar hotel ini.
Tanpa mengintip terlebih dahulu dari lubang di pintu kamarnya, Gadis segera membuka pintu itu. Betapa terkejutnya Gadis karena yang muncul di hadapannya adalah seorang anak laki-laki dengan wajah imutnya.
"Bunda...," Ucapnya dengan suara riang.
Gadis langsung diam di tempatnya berdiri kali ini. Otaknya masih berpikir bagaiman bisa ia tiba-tiba menjadi seorang ibu tanpa pernah hamil atau mengadopsi anak terlebih dahulu. Lebih unik lagi, ia belum pernah mengenal anak ini sebelumnya. Dari sudut manapun anak ini jelas tidak pantas menjadi anaknya karena tidak ada mirip-miripnya.
"Lean... Sudah ayah bilang enggak boleh memanggil Tante Gadis begitu."
Leander langsung memamerkan senyum tiga jarinya, sedangkan Gadis langsung menoleh ke arah samping dan ia menemukan sosok Gavriel yang sedang menyenderkan lengannya pada dinding kamar hotelnya. Saat Gadis memperhatikan sosok Gavriel, Gavriel justru fokus untuk menatap bocah yang ada di hadapannya ini.
"Ups... Kelepasan ayah. Sorry."
"Ayo minta maaf sama tante Gadis."
"Tante Gadis," Panggil Leander dengan suara imutnya yang berhasil membuat Gadis kembali fokus menatap anak balita itu dan mengabaikan Gavriel yang seharusnya memberikan penjelasan atas apa yang terjadi saat ini.
Gadis tersenyum dan kini ia berjongkok agar tingginya tidak jauh berbeda dengan anak itu.
"Ya?"
"Boleh enggak aku panggil Tante Gadis, Bunda."
Gadis menelan salivanya. Bagaimana ia harus menanggapi pertanyaan tiba-tiba seperti ini yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya.
"Lean...," mendengar suara Gavriel yang memanggil anak itu, Gadis langsung mengangkat tangan kanannya ke arah Gavriel seolah memberi tanda stop.
Mengerti dengan apa yang diminta oleh Gadis, Gavriel memilih diam. Karena Gavriel tak berkata-kata lagi, Gadis tersenyum pada Leander dan seakan mengabaikan apa yang baru saja terjadi pada dirinya, ia mulai menanggapi permintaan Leander.
"Hmm... Sebelum tante jawab permintaan kamu, sebaiknya kita kenalan dulu. Kenalin nama tante Gadis. Nama kamu siapa?" Tanya Gadis sambil mengulurkan tangan kanannya untuk berjabat tangan dengan Leander.
Leander mengulurkan tangannya dan ia jabat tangan Gadis, "Leander."
"Senang bisa berkenalan dengan kamu Lean," Ucap Gadis sambil mengayunkan tangannya pelan saat berjabat tangan. Selesai berjabat tangan dengan Leander, Gadis meminta Leander memeluknya. Anehnya anak itu menurut saja pada permintaan Gadis.
Hal ini sukses membuat Gavriel terbengong-bengong. Bagaimana bisa Leander mudah melakukan hal ini padahal dengan para keluarganya yang perempuan, anak itu menjadi menjaga jarak dan lebih banyak diam sejak kejadian naas yang menimpa keluarganya beberapa waktu lalu.
Mata Gavriel berkedip beberapa kali yang tidak sengaja dilihat oleh Gadis. Melihat ekspresi Gavriel, Gadis tertawa. Gadis cukup tahu tentang Gavriel yang tidak mudah kehilangan kendali atau terheran-heran dengan apa yang terjadi di sekitarnya. Jika sampai ia bereaksi seperti ini, pasti ada sesuatu yang diluar kewajaran.
"Komuk lo gitu amat sih, Gav."
"Enggak, gue cuma heran aja lihat Leander bisa sesantai ini sama lo."
Leander menoleh untuk melihat Gavriel dan Gadis secara bergantian. Dengan wajah polosnya, Leander sudah protes melihat bagaimana Gavriel dan Gadis berinteraksi.
"Ayah kok kata-katanya begitu?"
"Begitu gimana?"
"Kaya kalo ngomong sama Papa. Dulu Daddy sama Mommy selalu pakai kata aku kamu."
Mampus....
Kenapa anak ini terlalu kritis? Pikir Gavriel di dalam hati. Tidak hanya Gavriel, Gadis sendiri seakan sudah mati kutu di hadapan Leander. Ia tidak bisa membayangkan jika harus berinteraksi dengan Gavriel dengan bahasa yang lebih terkesan intim dan dekat. Ah, aku-kamu benar-benar tidak pernah Gadis bayangkan akan ia gunakan saat berbicara dengan Gavriel seumur hidupnya. Baginya lebih mudah memanggil Gavriel dengan panggilan kunyuk daripada kamu.
"Itu 'kan Mommy sama Daddy. Ini Ayah sama Tante Gadis. Jadi beda dong, Le."
"Oh, iya... Tante Gadis, boleh enggak aku panggil tante pakai sebutan Bunda. Soalnya kasihan sama ayah enggak punya Bunda."
Demi warga Bikini Bottom yang tetap mandi meskipun mereka hidup di dasar lautan, rasa-rasanya kali ini Gavriel ingin menjadi salah satu penduduk kota itu saja dan meninggalkan daratan untuk selama-lamanya. Leander benar-benar membuatnya malu tidak ketulungan di hadapan Gadis.
"Hmm.... Kamu 'kan sudah punya Mommy, nanti Mommy marah lho kalo kamu panggil Tante Gadis pakai panggilan Bunda."
"Enggak, Mommy enggak akan marah. Soalnya Mommy sudah di surga sama Daddy dan Eyang. Mereka jahat, soalnya aku enggak diajak ikut ke surga."
Deg'
Jantung Gadis seakan berhenti berdetak sepersekian detik kala mendengar perkataan Leander. Anak sekecil ini sudah harus menjalani hidup sebagai yatim piatu? Pantas saja ia memanggil Gavriel ayah. Tidak tega melihat Leander akhirnya Gadis menganggukkan kepalanya.
"Kamu boleh panggil tante Gadis pakai panggilan Bunda."
Satu detik...
Dua detik....
Tiga detik....
Gavriel diam dan ia kembali merasa tidak percaya dengan apa yang ia temui di hadalannya kali ini. Gadis yang selalu saja marah besar jika ia menyanyikan lagu Gadis atau Janda justru dengan sangat mudah memberikan restu kepada Leander untuk memanggil dirinya Bunda meskipun Gadis sendiri belum memiliki anak dan baru bertemu anak itu satu kali.
Suara Leander yang berseru bahagia lalu memeluk Gadis adalah hal yang membuat Gavriel menyadari jika apa yang di hadapannya ini adalah sebuah kenyataan. Tidak hanya itu saja, Gadis dan Leander berpelukan seakan mereka adalah ibu dan anak yang sudah berpisah berhari-hari dan baru bertemu kembali.
***