🍃🍃
Istirahat kedua Risa janji bertemu dengan Galih di koridor sekolah. Hari ini tak seperti biasanya, kalau biasanya disitu ada Risa pasti ada Vanya, hari ini berbeda. Sahabatnya itu sudah memiliki kekasih dan tentu saja mereka berduaan di kantin sekarang.
"Ngelamun aja Neng?"
Suara Galih membuyarkan lamunan Risa. Ia menoleh mendapati cowok itu sudah duduk di sampingnya.
"Habisnya lo lama, hahaha."
"Sorry, gue habis dari perpus, gimana?" tanya Galih.
"Gue mau ucapin makasih ke lo, semua berjalan sesuai rencana berkat lo, Gal," ucap Risa.
"Iya, sama-sama, gue juga senang akhirnya Gerion bubar." Pandangan Galih lurus ke depan.
"Bubar?"
"Gue denger sih, kabarnya Ayah Zidan sudah mengurus pindahnya Zidan keluar negeri, Gerion itu anggotanya banyak tapi cupu, mereka bisa berdiri hanya di belakang Zidan. Jika Zidan tidak ada, mereka tidak akan berani macam-macam. Apalagi setelah tau kekuatan Alfaroz yang di bantu Blue Devil."
Risa mengangguk, ia merasa lega semoga permasalahan dengan Gerion memang sudah selesai dan tidak ada lagi yang mengganggu sahabat-sahabatnya.
Penyerangan pada Gerion tadi malam memang berhasil karena bantuan Galih. Galih adalah tetangga Zidan, Risa pun baru tau saat penyelidikan hari sebelumnya. Zidan tinggal di rumah sendiri, sementara orang tuanya berada di luar kota. Saat mengunjungi Zidan, orang tuanya hanya tahu Zidan anak baik dan berprestasi. Mereka tidak tahu kelakuan Zidan yang sebenarnya. Bahkan saat melakukan kesalahan dan dipanggil BK, Zidan membayar orang untuk berpura-pura menjadi Ayahnya.
Keberuntungan memihak pada Risa dan lainnya, kemarin Ayah Zidan mengunjungi putranya itu. Galih meminta Ayahnya untuk memberitahukan kelakuan Zidan yang aebenarnya kepada Ayah Zidan. Dan beruntungnya, Ayah Zidan bersedia mengikuti rencana Risa, ia berpura-pura pamit pulang dan datang saat Alfaroz dan Gerion bentrok.
"Lo udah bertemu Arsen lagi?"
Galih menatap Risa, "Udah, gue juga udah cerita semuanya, besok senin dia masuk sekolah, keadaannya pulih lebih cepat."
"Syukurlah." Risa tersenyum senang.
"Dia semangat masuk sekolah, katanya mau ketemu lo Ris, mau meluruskan sesuatu," ujar Galih.
"Meluruskan sesuatu? Apa?" Galih mengangkat bahu.
"Eh lo, kenapa agak lemes gitu?" Risa mengalihkan pembicaraan.
"Gue kalah start," ucap Galih.
Risa menerka maksud Galih, kemudian ia teringat Vanya.
"Vanya?" tanya Risa. Galih mengangguk.
"Maaf soal itu." Risa tahu Galih menyukai Vanya.
"Santai aja Ris, gue ikut senang Vanya menemukan seseorang yang bisa buat dia nyaman, kita tetep bisa sahabatan." Galih tersenyum.
"Lo sama Arsen emang baik banget, gue senang ketemu kalian, semoga kita bisa jadi sahabat terus ya.."
"Pasti Ris, eh gue ke kelas ya?"
"Iya, thanks Gal."
Galih mengangguk dan berjalan menuju kelasnya.
Risa juga berjalan menuju kelasnya, saat melewati koridor, ia berpapasan dengan Rindi. Gadis itu berjalan dengan beberapa adik kelas bimbingannya. Rindi tersenyum manis kepada Risa dan entah kenapa dada Risa terasa sesak saat itu juga.
Risa menghela napas pelan, kemudian ia memegang dadanya.
Apa gue jahat?
🍃🍃
Risa menjadi agak diam di rumah. Ia masih kepikiran tentang hubungan antara dirinya, Revan dan Rindi. Risa dan Revan sedang menonton televisi tapi pandangan Risa kosong. Revan melirik Risa, ia heran dengan sikap aneh Risa setelah pulang dari sekolah. Revan mendekat ke arah Risa dan menarik pipinya.
"Aduuuuh." Risa menoleh menatap kesal suaminya.
"Dari tadi bengong."
"Gak narik juga kali, sakit tau." Risa memegang pipinya.
"Iya maaf, makanya jangan bengong, mikirin apa?" tanya Revan khawatir.
Risa mendekat ke arah Revan dan memajukan wajahnya, "Mikirin gue, lo, dan dia."
Revan mengerutkan keningnya, "Maksudnya?"
Risa menghela napas pelan, "Hubungan gue, lo dan Rindi, gak jelas, gak nemu titik terang."
Revan diam, ia menatap ke televisi tanpa berbicara. Risa menoleh mengamati wajah Revan yang murung.
Risa mendekat ke arah Revan dan menarik pipinya. Revan menoleh dan menatap kesal pada Risa.
"Balas dendam?"
"Lo bengong," jawab Risa.
"Van, gue boleh nanya sesuatu?" tanya Risa.
"Apa?"
"Rindi itu.. Kenapa? Selain masalah keluarganya, ada hal lain?" Risa penasaran dengan gadis itu. Pasalnya, Revan sampai sekarang belum bisa mengatakan ke Rindi bahwa dirinya sudah menikah.
"Gak ada hal lainnya, Ris." Revan mengusap lembut rambut Risa.
"Bohong, jujur sama gue, Van!" Risa menatap mata Revan intens.
"Jangan bicarakan itu ya, lo mau makan apa? Gue beli online," ucap Revan.
"Gue gak mau makan, gue butuh jawaban!"
"Gak usah dibahas, gue pesen bakso." Revan membuka layanan antar makanan online.
"Gak mau Van, gue butuh jawaban, please jujur ke gue!" Risa menarik lengan Revan.
Revan menoleh, menatap tajam manik Risa, "Kenapa sih Ris, lo susah banget nurut sama gue?"
Risa melepaskan tangannya di lengan Revan, "Lo beneran gak mau cerita?"
"Enggak, Ris!"
Risa mengerucutkan bibirnya dan beranjak dari sofa.
"Mau kemana?" tanya Revan.
"Kamar."
"Nanti malam Deo dan Vanya mau traktir nonton bioskop dan karaoke, mau ikut?" tanya Revan.
Risa menoleh, ia menatap kesal suaminya itu, "Ajak aja Rindi!"
Revan mengerutkan keningnya, "Dia gak bisa."
"Oh." Risa kesal. Jadi setelah dia bilang gak bisa, lo ngajak gue? Menyebalkan.
"Ikut gak?"
"Gak tau." Risa melangkah pergi menuju kamar.
Kenapa dia? Marah atau Cemburu? batin Revan.
Revan memijat pelipisnya pelan. Sorry Ris, gue gak bisa cerita masalah Rindi. Gue gak mau lo kenapa-napa. Gue tau lo sangat peduli dengan orang lain. Kalau lo tau masalah Rindi gue yakin lo gak akan tinggal diam. Gue gak mau lo dalam bahaya.
🍃🍃
Revan sudah berpakaian rapi. Mereka janjian bertemu di bioskop pukul 08.00 malam dan itu kurang setengah jam lagi dari sekarang. Revan lebih dulu ganti baju karena Risa belum mau bicara dengannya, istrinya itu memilih diam dan berbaring di kasur. Revan berjalan ke pintu kamarnya, ia hendak masuk dan tertahan ketika Risa keluar kamar dengan pakaian rapi.
"Jadi ikut?"
"Demi Vanya," jawab Risa agak ketus.
"Masih marah?"
Risa menatap kesal suaminya itu, "Hm."
"Sampai kapan? Kita kan mau berangkat bareng."
"Gue bisa berangkat sendiri," jawab Risa asal.
Revan menghela napas kasar, ia benar-benar gemas dengan tingkah istrinya itu. Andai saja mereka tidak pergi sekarang pasti Revan sudah menggendong Risa dan memasukannya ke dalam kamar.
"Ris.." panggil Revan.
"Cepetan, kalau gak gue naik taksi online nih!"
Revan mengejar Risa menuju garasi rumahnya. Revan mengeluarkan motornya dan mereka menuju bioskop. Selama perjalanan Risa tetap diam. Revan tahu Risa marah, tapi ia biarkan saja dulu sampai istrinya itu tenang. Ia tak mau berdebat dengannya.
Sampai di gedung bioskop, sudah ada Deo, Daffa, Kevin dan Vanya. Deo dan Daffa terkejut Risa dan Revan datang bersama.
"Kok kalian bisa bareng?" tanya Daffa.
"Oh, Risa nebeng gue." Revan melirik Risa yang melotot menatapnya.
"Ah iya, daripada gue berangkat sendiri kan." Risa tersenyum kaku.
Kevin dan Vanya yang sudah tau mereka suami istri tak berusaha menanggapi keingitahuan Deo dan Daffa.
"Eh kurang 10 menit lagi, ayo masuk," ajak Kevin. Risa menghampiri Vanya dan berjalan di sebelahnya membuat Deo tak jadi mendekati Vanya.
"Film apa Nya?"
"Eh itu.. film ho..horor." Vanya ragu menjawab. Ia tahu sahabatnya itu anti menonton film horor. Vanya juga baru tahu tadi saat berangkat. Deo yang memesan tiketnya dan menentukan judul filmnya.
"Lo serius?" Vanya mengangguk.
"Ah gimana dong Nya, gue kan takut hantu." Risa mengusap wajahnya frustasi.
"Sorry Ris, Deo yang beli tiketnya," ucap Vanya.
"Hah, nyebelin banget pacar lo!"
Revan mendengar percakapan Risa dan Vanya. Saat memasuki ruang bioskop ia menarik tangan Risa untuk duduk di dekatnya. Risa pasrah, ia menuruti saja langkah Revan. Risa duduk paling pojok, diikuti sebelahnya Revan, Vanya, Deo, Daffa dan Kevin. Risa gelisah, tapi berusaha untuk menenangkan diri.
Oke Ris, rileks, lo gak usah lihat layarnya cukup lihat bawah dan menunduk. Lo pasti bisa, batin Risa.
"Takut?"
"Pake Nanya!"
"Gak usah di lihat." Revan mengeluarkan earphone dan memasangkan pada telinga Risa dan memutar lagu.
"Makasih." Risa menunduk antara takut dan malu.
Tbc