Immortal Witch | Act 2 - Academy

1.2K 130 3
                                    

Perjalanan menuju akademi membutuhkan kereta untuk melaju lebih cepat. Saatnya kereta tiba di tujuan, Clare masih tertidur karena perjalanan yang cukup jauh. Ia kebetulan berada di kota yang agak jauh dari Neuvrost sehingga memakan banyak waktu.

Rambut pirangnya menutupi wajahnya. Semua murid yang melakukan perjalanan menuju akademi telah turun, mengabaikan Clare yang tidur pulas seperti kerbau. Dia sangat nyaman dengan kursi yang dikuasai olehnya sendiri hanya untuk tidur.

"Kau tidak ingin turun?" Pria beriris biru menegurnya, membuat Clare terkejut dan mendongak. Untung saja dia cepat bangun.

Pria itu melihat Clare dengan kekehan. Ia menggeleng pelan, lalu pergi dengan langkah lebar keluar dari kereta. Clare masih saja bingung sebelum akhirnya teringat bahwa ia harus mengucapkan terima kasih. 

Ketika ia keluar kereta untuk menemukan pria itu, matanya melihat sosok pria jakung yang berdiri di dekat pria tadi. Mereka memiliki warna mata biru yang sama. Keberadaan mereka cukup mencolok, menyadari ada banyak gadis yang diam-diam mengagumi dua pria itu. Terutama yang paling tinggi.

Clare hanya memperhatikan sejenak, sedikit terpana. Ketampanan dan aura mendominasi seperti itu pasti akan membuatnya menjadi populer. Mereka sepertinya bukan orang biasa, menyadari tidak ada seorang pun yang berani mendekat, hanya melihat sambil mengagumi dari jauh.

Clare mendengus. Ia telah membayangkan banyak pria tampan di otaknya, jadi tidak sampai terkagum-kagum seperti gadis kurang kasih sayang. Ia hanya melihat karena penasaran. Namun, pria tinggi itu tiba-tiba saja meliriknya dengan pandangan dingin. Sama sekali tidak ada rasa persahabatan. 

Clare benar-benar terdiam di tempatnya sambil pura-pura melihat pemandangan hutan rindang dengan wajah bodoh.

"Haha, dia tidak akan menjadikanku target perundrungan, kan?" gumamnya khawatir. Walau wajah pria itu tidak terlihat seperti orang bermasalah, auranya sangat bermasalah.

Cepatlah pergi dan jangan mengusik dengan penampilan itu. Clare tidak bisa pergi ke dalam gerbang jika orang itu masih di sana karena malu telah tertangkap basah melihat diam-diam. Tepat setelah Clare berdoa dalam hatinya--ketika ia melihat ke arah orang itu--sudah tidak ada siapa pun.

Dia menghela napas panjang. Auranya tadi tidak mengenakkan. Seperti sedang melihat musuh mendekat.

Clare pun bergegas mengambil kopernya, lalu keluar dari kereta dan mengikuti arah pergi murid baru. Ada sebuah gerbang besar beberapa meter di depannya. Para murid mengantre masuk dan mendapatkan sesuatu yang dibagikan oleh sesorang di depan gerbang.

Sebuah jubah akademi yang penuh aura sihir. Ketika Clare menerimanya dan mengenakannya, jubah itu langsung mengenali pemilik dan menuliskan namanya di bagian dada kiri. Sangat ajaib. Clare tersenyum senang melihat 'sihir berhasil' ini.

Mengabaikan bagaimana jubahnya menampilkan sihir menarik, dia berjalan di sekitar halaman yang luas dan mengikuti arus murid baru. Tempat ini seperti kastil di zaman kuno. Megah dan indah, menyatu dengan alam dan memiliki sihir yang kuat. Clare yang sejak dulu tertarik dengan sihir tidak bisa tidak merasa senang.

Ia masih tidak percaya bahwa dia benar-benar diterima di tempat ini. Clare jadi takut meledakkan tempat sebagus ini.

Tapi mengingat kekuatan kecilnya, itu tidak mungkin, kan?

Memasuki pintu utama bangunan akademi, Clare disambut oleh peri kecil yang berterbangan ria di udara. Tempat ini seperti lantai dansa yang klasik dan indah. Menampung ratusan murid baru dengan berbagai barang klasik seperti berada di abad pertengahan.

Dunia ini adalah dunia sihir. Wajar jika memiliki istana yang begitu klasik dan dipenuhi barang kuno. Hanya dengan tambahan beberapa barang modern, tidak meninggalkan kesan kuno di dalamnya. Rasanya seperti menjadi Cinderella yang memasuki lantai dansa untuk pertama kali.

Tidak salah Clare menerima bujukan maut Clark hanya demi cokelat bulanan.

"Anak-anak, mari lewat sini." Sebuah suara bass terdengar dari pria berjubah hitam, menunjukan jalan ke pintu besar di salah satu lorong.

Mereka semua mengikuti arahan dan memasuki sebuah ruangan yang tak kalah besar dengan nuansa emas klasik. Terdapat podium seperti tangga yang melingkari panggung. Clare duduk di barisan ketiga karena tidak ingin terlalu atas, juga agar dapat melihat lebih dekat. Semua anak berkumpul dan duduk di tempat masing-masing menunggu arahan selanjutnya.

Ruangan ini begitu mewah dengan lampu kristal yang menggantung di tengah ruangan, tepatnya di atas panggung. Suara riuh mendadak menjadi sunyi ketika pintu utama terbuka menampakan sesosok pria tua. Rambutnya penuh dengan warna putih, bahkan janggut panjang dan alisnya berwarna putih, kerutan di mana-mana dan tidak bisa dipastikan umur yang sebenarnya--kemungkinan telah mencapai ratusan berdasarkan rumor. 

Dia diiringi oleh beberapa pria dan wanita berjubah yang sepertinya adalah guru. Penampilan mereka sangat anggun dan elegan layaknya bangsawan. Penuh dengan aroma bangsawan.

"Selamat datang di Neuvros Academy," sambutnya. "Untuk memperingati pembukaan tahun ajaran baru, saya Lily Campbell sebagai pembawa acara, akan menyampaikan kegiatan yang akan dijalankan selama penyambutan murid baru serta tahun ajaran baru akademi. Pertama adalah pembukaan yang akan disampaikan pada kepala sekolah, Profesor Armstrong."

Prof. Armstrong menyampaikan beberapa informasi mengenai Neuvros Academy, kemudian digantikan kembali oleh guru konseling bernama Prof. Ronie Atkinson, Prof. Atkinson mengarahkan beberapa peraturan akademi dan asrama yang akan mereka tempati seperti dilarang keluar ketika lewat jam tidur, dilarang membolos, dilarang keluar akademi, dan lain-lain. Terdengar klasik.

Asrama dibagi menjadi tiga bagian; pertama asrama kelas satu merupakan asrama dengan tingkat dan jenis kekuatan tinggi, rata-rata yang dapat kelas satu merupakan bangsawan. Selanjutnya asrama kelas dua, asrama dengan tingkat dan jenis kekuatan menengah. Ada kesempatan bagi anak asrama kelas dua untuk pindah ke kelas satu dengan syarat tertentu. Ketiga adalah asrama kelas tiga, semua anak yang masuk ke asrama ini masuk ke dalam peringkat rata-rata jika diukur dari segi magis atau poin kecil--biasanya bermasalah.

Clare penasaran, kira-kira kemampuannya sampai mana dan akan dapat asrama kelas berapa. Semua orang sedang diuji melalui bola kristal yang akan disentuh untuk mengetahui asrama mana yang akan ditempati. Satu per satu dari mereka maju ke depan sesuai barisan. 

Sudah banyak yang memasuki asrama kelas dua daripada satu atau tiga. Hingga saatnya Clare maju. Clare tidak berharap banyak dan menyentuh bola itu. Energi dalam bola bergerak-gerak menyebarkan kehangatan dan berubah warna menjadi putih seputih kristal. 

Putih....

Apa itu artinya kosong?

Clare tidak tahu. Kristal itu berwarna putih sehingga warnanya nyaris menyatu. Jika bukan karena cahaya yang bersinar cukup terang, ia akan mengira kristal itu tidak bereaksi terhadapnya. Mendadak hati Clare tenggelam.

Namun, jika diperhatikan lebih teliti, ada sebuah kilatan merah yang melintas di antara cahaya putih. Itu seolah sedang ditekan. Saking cepatnya, tidak ada yang memperhatikan--termasuk Clare.

Clare tidak tahu kenapa bisa seperti ini sedangkan anak lain hanya berubah warna. Apa bakatnya begitu buruk? Dia melirik guru-guru di depan dengan ragu. Wajah para guru masih datar, membuatnya sangat gugup.

Kira-kira apa keputusan mereka?

Clare pun menarik kembali tangannya. Ia benar-benar tidak menginginkan apa pun lagi selain bertahan.

"Clare Davish, berdasarkan sifat dan tingkat magis, masuk ke dalam asrama kelas 1!"

Clare, "...."

To be Continue

Immortal Witch ✓Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu