X. In Hanok with Hanbok

166 29 37
                                    

Jajaran rumah tradisional berhasil memanjakan mata. Rumah tradisional yang biasa disebut hanok ini merupakan peninggalan Dinasti Joseon yang pernah berjaya selama lima abad, tepatnya sejak 1392-1895. Hanok terlihat sangat estetis dan artistik sebab dirancang dengan atap memanjang dan melengkung, ukiran yang khas pada dinding bagian luar, serta pintu dan jendela dari kayu.

Dulunya, rumah tradisional ini dihuni oleh anggota keluarga kerajaan serta para bangsawan. Dan kini, para penduduk setempat tetap menjaga lingkungan di sekitarnya hingga bisa dijadikan kawasan perumahan.

Sesuai dengan yang pernah tercantum dalam daftar kunjungan buku saku Emlyn, Bukchon Hanok Village menjadi salah satu diantaranya. Sekarang, ia berhasil menginjakkan kaki di antara himpitan rumah tradisional yang hanya dipisahkan oleh lorong-lorong kecil.

Tidak seperti saat ia keluar dari rumah pagi tadi, sekarang ia sudah mengenakan hanbok-pakaian tradisional Korea-dengan perpaduan warna pastel dan gold. Untuk memperindah hijabnya, Chanyeol memberikan sebuah flower crown yang dirangkai dari bunga kamomil.

Dia terlihat cantik dalam balutan hanbok dan hijab. Sungguh sempurna, batin Chanyeol sambil melihat perempuan di depannya yang sedang tersenyum bahagia sebab berhasil mendatangi tempat ini.

"Sepertinya kamu lebih bahagia dibanding aku,"tebak Chanyeol.

"Tentu," jawab Emlyn masih dengan menampakkan deretan gigi rapinya. "Kamu tahu, tempat ini menjadi salah satu destinasi yang ingin kukunjungi, dan aku berhasil mewujudkannya."

"Syukurlah. Ternyata kita berada di tempat yang tepat. Ada lagi yang ingin kamu kunjungi?"

Mereka melangkahkan kaki sambil menghirup udara segar. Beruntungnya tidak banyak pengunjung pada jam segini. Biasanya, pengunjung mulai ramai si sore hari.

"Aku ingin bertandang ke SM Entertainment. Itu adalah daftar pertama yang ingin kukunjungi. Tapi, rasanya aku sudah tidak ingin lagi ke sana."

"Kenapa? Keinginanmu sudah beralih pada tempat lain?"

"Apa kamu akan percaya pada pernyataanku?"

"Biarkan aku mendengarnya terlebih dahulu."

"Kamu tahu aku seorang penggemar, 'kan? Tentu saja aku ingin ke sana untuk melihat idolaku. Setidaknya, kalaupun tidak bisa bertatap muka, aku bisa melihat tempat ia memulai karir dan menjadi besar seperti sekarang. Tapi, aku lebih dulu bertemu denganmu dan member lainnya. Jadi, itu sudah jauh lebih berharga dari apa yang kuinginkan di awal."

"Kamu benar-benar seorang penggemar," gumam Chanyeol.

"Aku bisa mendengarmu, Oppa."

Chanyeol menjadi kikuk mendengar panggilan tersebut dari Emlyn. Entah apa yang terjadi, tapi perempuan ini terlihat menarik di matanya. Ia tidak seperti penggemar kebanyakan yang begitu bertemu dengannya akan langsung melompat memeluk atau menarik-narik tangannya. Mungkin disebabkan oleh agamanya yang mewajibkan untuk menjaga batasan antara lelaki dan perempuan.

Chanyeol diminta untuk mengambil beberapa gambar untuk dikenang oleh Emlyn. Mengambil gambar Emlyn terasa begitu menyenangkan, karena perempuan itu berpose sederhana dan senyum manisnya terlihat sangat meneduhkan.

"Em, apa kamu tahu sesuatu tentang dirimu?"

Emlyn mendongakkan wajahnya pada lelaki yang terpaut tinggi 30cm darinya.

"Kamu memiliki senyum yang manis. Kurasa itu adalah daya tarikmu."

"Terima kasih, aku tahu itu," jawab Emlyn seraya mengulum bibirnya. Betapa tidak. Ia sedang dipuji oleh lelaki yang diidolakannya. Andai ia bisa melompat dan berlari-lari keliling kampung, ia akan melakukannya segera. Akan tetapi, ia tidak bisa melakukannya sama sekali. Kehendak hati dan kehendak pikirannya susah disatukan.

"Hanya itu yang bisa kamu jawab?"

"Lalu, apa kamu ingin aku kembali memujimu, lelaki tampan?"

Chanyeol tertawa, "Kamu sudah memujiku barusan. Hanya saja, perempuan saat dipuji akan bereaksi seperti, 'ah, benarkah?' 'Oh, kamu terlalu berlebihan mengatakan hal itu.' Yaa, jawaban-jawaban seperti itulah biasanya."

"Aku suka mengakui fakta. Tidak ada gunanya mengelak, apalagi jika hal itu menguntungkanku," kekeh Emlyn.

"Kamu benar-benar berbeda."

"Bukankah berbeda itu unik? Kamu akan mengingatku karena aku berbeda," ujarnya sambil menatap lelaki di sampingnya.

Mata mereka bertemu, saling pandang dengan berbagi pancaran yang masih belum bisa diartikan dengan sempurna. Tak sampai lima detik, Emlyn mengalihkan pandang. Masih ada degup jantung yang harus dinetralkan. Masih ada isi pikiran yang harus direalistiskan. Ucapan yang dilontarkannya seakan ia lupa akan batasan dan masa depan. Seakan ia hanya akan hidup untuk hari ini.

"Maaf, semestinya aku tidak mengucapkannya," ucapnya sambil terus berjalan menikmati pemandangan.

"Aku memang akan mengingatmu." Chanyeol merespons sambil tersenyum.

Emlyn menarik napas dalam. Ia tidak ingin melanjutkan pembicaraan yang tidak tahu arus jelasnya ke mana. Daripada pembicaraan ikut tersesat seperti dirinya, lebih baik dihentikan dan menikmati suasana yang memberi kenyamanan untuk jiwanya yang sedari tadi butuh udara.

Ponsel Emlyn bergetar. Tertera nomor asing di layar tersebut dengan foto profil seorang perempuan mengenakan syal warna hijau. Jelas ia mengenal perempuan itu. Tanpa menunggu lebih lama, Emlyn menekan tombol hijau guna berkomunikasi dengan orang yang diharapkan masih di negeri yang sama.

"Emlyyyynnn," pekik Nita.

"Hai, Nit. Aku merindukanmu, padahal baru saja siang kemarin kita bertemu. Di mana kalian? Ayo kita bertemu. Aku akan datang ke tempat kalian sekarang," serbu Emlyn dengan semangat.

Namun, berbanding terbalik dengan ekspresi Nita. Perempuan bertubuh gempal itu menarik kedua sudut bibirnya ke bawah. Ia mengedarkan kamera ke berbagai sisi.

"Kalian udah di bandara? Mau balik sekarang? Tunggu aku." Emlyn menautkan alisnya, khawatir akan ketinggalan kali ini.

"Ini Bandara Soekarna-Hatta, Em. Kami baru saja tiba."

Emlyn terkulai. Ia membuang napas kasar. Ia begitu kecewa. Kecewa pada mereka yang seakan tidak menunggu dan mencarinya. Kecewa pada keadaan yang seakan menelantarkannya di tempat asing ini. Untuk apa ia bisa bertemu dengan idolanya jika ia harus terpisah dari orang-orang yang selama ini ada di sisinya?

"Em, kamu bisa dengar aku?" Masih ada Nita di sana yang berbicara tanpa bisa melihat Emlyn, karena layar ponsel Emlyn sudah mengarah ke langit. Ia terlanjur kecewa, hingga tidak bisa berkata-kata lagi.

"Are you okay?" tanya Chanyeol khawatir dengan perubahan keadaan Emlyn.

"I'm not okay," jawabnya dengan tatapan mata kosong.

"Ayo kita pulang sekarang."

Chanyeol memapah Emlyn yang lesu. Ia tidak tahu apa yang terjadi pada perempuan itu. Kebahagiaan yang sedari tadi terpancar di wajahnya lenyap begitu saja setelah berbicara dengan seorang teman melalui panggilan video. Chanyeol yakin sesuatu yang buruk terjadi, bahkan Emlyn mengakuinya. Sekarang, yang terpenting adalah membawa perempuan ini pulang dan membiarkannya beristirahat.

Let Me Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang