LXXV. Sakral

74 9 9
                                    

Tidak serta merta meninggalkan keyakinannya yang lama, Chanyeol mencari tahu dan mempelajari lebih banyak tentang Islam terlebih dahulu. Walau bagaimana pun ini bukan hal yang bisa dilakukan dengan gegabah. Harus memiliki bekal yang minimal cukup dan berisi agar tidak kosong saat menjalani kehidupan nantinya.

Harry mendampingi pembekalan Chanyeol dengan mengenalkannya pada beberapa orang yang diketahui memiliki ilmu. Si pintar Aqmar pun turut menumpukkan buku bacaan untuk membantu Chanyeol. Danita? Ia hanya menunggu progres Chanyeol. Setengah hatinya tersentuh dengan niat baik Chanyeol. Setengah hati lagi gengsi untuk mengakui itu. Emlyn tidak banyak ambil peran terkait hal ini.

Emlyn sudah kembali bekerja. Sepertinya, menemukan Chanyeol sama seperti menemukan semangatnya yang hilang. Ia kembali aktif menulis dan pihak produksi juga menghubunginya guna menjalin kerjasama lagi.

Komunikasi antar keduanya pun membaik. Emlyn walau terlanjur malu, kembali menyimpan nomor ponsel Chanyeol. Kala mengetahui nomornya telah dihapus, Chanyeol tertawa geram dengan tingkah perempuan itu. Ia sampai bertanya-tanya, apa semua perempuan sama, kalau sudah mengakhiri hubungan maka nomor ponsel pun dimusnahkan? Sungguh, itu tingkah yang kekanakan lagi menggemaskan di mata Chanyeol.

Tiga bulan waktu yang singkat untuk mempelajari semua, tapi waktu yang tepat ketika Chanyeol mantap untuk pindah sekarang. Tidak ada lagi waktu yang harus ditunggu. Ia bahkan memanggil keluarganya untuk segera datang ke Indonesia dan juga teman-teman segrupnya. Bukan hanya Emlyn yang harus jadi saksi kepindahannya, tapi mereka juga. Mereka yang selama ini selalu merangkulnya, mendukungnya, kini pun tetap sama.

Lihatlah, kini mereka berkumpul di rumah Emlyn. Danita meluruhkan ego dan gengsinya untuk menjamu tamu-tamu tersebut di rumahnya, bahkan sampai menutup pantry. Ini hari yang sakral untuk Chanyeol. Ia tidak boleh julid seperti biasanya.

"Anda ibunya Emlyn?" Mama Park yang sedari tadi memperhatikan Danita menyapa terlebih dahulu. Ia terlambat sampai karena pesawat delay. Sementara yang lain sudah berkumpul terlebih dahulu. "Saya Mamanya Chanyeol," lanjutnya sembari mengulurkan tangan.

Uluran tangan tersebut disambut baik oleh Danita. Ia juga mengulas senyum serta memeluk Mama Park. "Terima kasih. Terima kasih telah melahirkan anak sebaik Chanyeol." Kalimat yang tak pernah disampaikannya pada siapapun kini telah diperdengarkan pada yang berhak menerimanya.

"Saya turut berterima kasih karena telah merawat Chanyeol selama di Indonesia," balas Mama Park.

"Merawat?" Danita tidak pernah memiliki ingatan tentang merawat anak itu. Bahkan berbicara pun sering ketus dan lebih abai.

"Chanyeol bilang, Anda sering mengiriminya makanan. Ia suka masakan yang Anda berikan. Katanya, lebih enak dari masakan saya," jawab Mama Park sembari tertawa kecil.

Pipi Danita merona. Bagaimana bisa Chanyeol tahu itu darinya? Padahal jelas-jelas ia sudah beritahu Harry setiap mengirim makanan jangan katakan itu darinya. Bilang saja dari Emlyn. Jika Emlyn tahu dirinya sering mengirim masakan untuk Chanyeol, bisa diledek seharian.

Danita tersenyum kecut menanggapi Mama Park. Dari kejauhan dilihatnya Chanyeol yang sudah mengenakan koko. Anak muda itu memang benar-benar tampan, dilihat dari segi mana pun. Wajar saja anaknya terpesona.

Kini semua telah berkumpul di ruang tamu milik keluarga Emlyn. Orang tua, teman, dan beberapa saksi penting seperti para tetua dan ahli agama. Walau keyakinan hati butuh waktu berbulan untuk pindah, proses pindahnya sendiri tidak memakan waktu selama itu. Bibir Chanyeol dengan fasih melafazkan dua kalimat penting menuju keyakinan baru yang dipilihnya. Tangis haru memenuhi ruangan, terutama dari Mama Park dan Danita. Dua ibu itu saling menggenggam erat, terasa berat tapi kuat.

"Terima kasih, Ma, telah menemani dan mendukungku sejauh ini. Ini tidak mudah, tapi Mama membuatnya menjadi jauh lebih mudah karena restu yang Mama berikan," ucap Chanyeol, tak kuasa menahan air matanya. Tak henti-henti ia mengucapkan syukur dan terima kasih pada Mama Park dan Papa Kim.

Tangisan paling keras terdengar dari Yoora. Putri sulung itu menangis tersedu dan memeluk adiknya dengan erat. Ia memukul-mukul tubuh Chanyeol tanpa berkata apa-apa. Tangisnya seolah mewakili segala perasaan.

"Ini bukan perpisahan. Tidak perlu tersedu seperti itu. Aku tetap tinggal di bawah atap yang sama dengan kalian. Tetap menjadi adikmu yang lucu. Tetap menjadi anak kebanggaan keluarga Kim," hibur Chanyeol pada sang kakak yang tangisnya semakin menjadi.

Dari teman-teman segrup, tidak ada ekspresi kekecewaan sama sekali. Senyum hangat sedari tadi mereka tunjukkan sebagai penguat teman mereka.

"Kamu sungguh hebat, Chanyeol." Kalimat itulah yang diungkapkan Chen sebagai bentuk kekaguman atas putusan yang dipilih sahabatnya.

"Kamu keren, hyung," tambah Sehun sembari menepuk pundak Chanyeol.

"Aah, apa ini artinya kamu tidak bisa lagi menenggak bir bersama kami?" kelakar Baekhyun.

"Tenang, kini ada partnerku untuk konsumsi air putih banyak-banyak," timpal Kyungsoo mengajak semua tertawa.

Emlyn sedari tadi hanya duduk tanpa banyak bicara. Jantungnya berdegup sangat kencang ketika mendengar Chanyeol melafazkan dua kalimat syahadat. Hatinya menjadi teduh. Pipinya bersemu. Ia sangat bersyukur karena Chanyeol memilih jalan tersebut. Namun, bukan berarti itu membuat jalan mereka semakin lancar, kan? Emlyn tidak lagi menggantungkan harapan terhadap hubungan mereka. Sekali pun Harry sempat berkata bahwa adanya kemungkinan, tapi Emlyn tidak ingin terpuruk untuk kedua kali. Biarlah mereka seperti ini. Nanti juga ujungnya akan diketahui.

"Maaf, jika saya mengganggu obrolan saudara-saudara sekalian," suara Papa Kim terdengar di antara keriuhan hingga semua diam. "Saya dan istri sebenarnya punya maksud lain ketika memutuskan datang ke Indonesia. Jujur, kami belum membicarakan hal ini secara pribadi dengan Chanyeol, tapi kami rasa dia pun akan senang dengan pilihan yang kami putuskan."

Isi pikiran semua orang menerka-nerka tentang apa yang hendak disampaikan oleh Papa Kim. Wajahnya serius sekali. Nada bicaranya santai tapi lugas.

"Berhubung Chanyeol telah memutuskan untuk berpindah keyakinan, kami ingin agar ia tetap berada dalam pilihan itu untuk selamanya. Sebab itu, kami ingin ada yang mendampinginya dalam masa pembelajaran tentang kehidupan yang dia pilih. Kami ingin melamar Emlyn sebagai pendamping hidup Chanyeol."

Bagai disambar petir, semua heboh mendengar lamaran yang tak terencana ini. Member XO sampai senyam-senyum menoel pipi Chanyeol yang memerah. Chanyeol tidak mengelak bahwa ia senang dengan inisiatif kedua orang tuanya. Tak butuh pun persetujuan darinya sudah pasti ia setuju jika Emlyn orangnya.

Berbanding terbalik dengan Emlyn yang terpaku mendengar pernyataan di luar nalar itu. Ketika ia berhenti berharap, saat ia menyerahkan semua pada takdir, semua terjadi sesuai kemauannya tempo dulu.

"Aku dilamar keluarga Chanyeol ...." lirihnya.

Let Me Love YouWhere stories live. Discover now