LXXI. Chanyeol Menghilang

65 8 7
                                    

Empat bulan kemudian ....

Kepergian Chanyeol seolah menutup kisah antara Chanyeol dan Emlyn. Chanyeol tidak memberi kabar mengenai keberadaannya, begitu pula dengan Emlyn yang tidak bertanya sama sekali. seakan pembicaraan itu benar-benar sudah berakhir. Emlyn pun tidak menanamkan harapan lebih tinggi dengan pernyataan Chanyeol yang menyebut ia akan tetap berjuang, entah bagaimana caranya.

Satu hal yang pasti, kejadian itu benar-benar membuat Emlyn terpuruk. Ia mengasingkan diri selama satu bulan lebih. Orang lain akan menganggapnya egois. Sejak awal memang dirinya lah yang membiarkan kaki berdiri di pinggiran tebing tinggi, yang mau tak mau akan terjatuh saat kakinya melangkah maju.

Danita pun tidak memperparah kondisi Emlyn dengan sindiran atau pun ocehan karena tidak mendengar apa kata orang tua. Ia memberikan pelayanan untuk keberlangsungan hidup Emlyn dengan baik. Mengajak Emlyn berolahraga setiap pagi agar pikirannya teralihkan, walau setelah berolahraga mukanya akan kembali muram.

Berhubung pekerjaannya sebagai penulis sedang rehat, mendukung dirinya untuk larut dalam kesedihan. Di minggu pertama, ia ditemani Aqmar ke gala premier film yang saat itu ditulisnya. Namun, ya, tidak ada semangat seperti biasanya. Ia hadir hanya sebagai syarat. Kru dan teman-temannya dibuat bertanya-tanya akan sikapnya.

Ethan dan Nita terkejut bukan main saat tahu alasannya dari Aqmar. Mereka menghibur dengan nasihat, semangat, tingkah konyol, percuma! Emlyn hanya tersenyum simpul untuk menghargai, tapi tidak bisa memulihkan diri.

Danita juga meminta Emlyn untuk membantunya mengadon roti di dapur. Bukannya membantu dengan semestinya, yang terjadi adalah kekacauan. Resep yang ditunjukkan oleh Danita tidak dicampur sesuai oleh Emlyn. Roti tidak mengembang, malah tipis seperti kukis biasa. Emlyn berhasil memancing amukan Danita karena membuat kerugian lima kilo tepung. Emlyn membalas? Tidak. Dia hanya menatap Danita dan tersenyum. Dirinya benar-benar sedang terluka parah hingga tidak bisa merasakan luka lainnya.

"Kamu dapat inspirasi?" tanya Ethan yang baru saja datang dan menyampirkan jaketnya di kursi taman.

Emlyn memutuskan untuk tidak menerima tawaran menulis skrip dalam tahun ini. Ia ingin kembali menulis sebuah novel dengan tema tragedi dalam kisah cinta. Tidak akan mengangkat ketragisan dalam kehidupannya, tapi mengambil tragedi lainnya yang menyesakkan si tokoh utama. Dapat dipastikan kisah yang ditulis kali ini tidak akan berakhir manis seperti kebanyakan kisah cinta lainnya. Dan itu tetaplah akhir dari sebuah cerita. Bukankah pada nyatanya memang demikian? Tidak ada yang benar-benar bahagia. Semua hanya menemui jalan yang mungkin membawa kedamaian bagi kedua tokoh utama.

"Ya, sepertinya aku menemukannya. Akan sedikit rumit sehingga aku harus melakukan beberapa penelitian terkaitnya. Gimana pekerjaanmu?"

Ethan menjawab dengan penuh rasa bangga, "Nggak perlu kuingati bahwa aku sosok paling dipercaya dalam pekerjaanku, kan?"

Emlyn terkekeh mendengar jawaban berbentuk pertanyaan tersebut. Itu memang benar. Tidak ada yang perlu diragukan dari kinerja seorang Ethan. Dia terbaik di bidangnya.

"Kamu benar-benar akan meninggalkan mereka? Begitu aja?" tanya Ethan ragu dengan melirik dua kotak yang berada di atas rumput samping Emlyn.

Emlyn menarik napas panjang, mengulas senyum simpul, melayangkan pandangan ke langit cerah, menghirup udara yang masih segar. "Memang begitu jalannya. Aku harus bisa bangun untuk kembali hidup. Kalau mereka masih bersamaku, apa aku bisa bangkit? Semua itu hanya kenangan yang aku nggak boleh simpan. Atau aku akan semakin gila karenanya."

"Tapi, itu bukan hanya tentangmu dan Chanyeol. Itu juga tentangmu dan XO. Tentangmu yang mengikuti kisah mereka sejak awal debut. Tentangmu—"

"Ada dia di dalamnya," potong Emlyn cepat, masih enggan menyebut nama lelaki yang selama lebih sepuluh tahun ada dalam hatinya.

"Em—"

"Aku udah berpikir banyak. Empat bulan mungkin terlalu singkat untukku mengambil kesimpulan. Tapi juga bisa menjadi terlalu lambat untukku bisa memutuskan. Aku merasa udah cukup dengan semuanya." Emlyn benar-benar tenang dalam setiap kalimatnya. Tidak ada emosi berlebihan.

Ethan menitikkan fokus pada mata Emlyn yang sedari tadi menghindarinya. "Boleh kukatakan sesuatu?" Emlyn mengangguk pelan, tidak kentara. "Kamu hanya melarikan diri."

Diam. Emlyn tidak menyahuti apa pun. Ia hanya terus mengembuskan napas panjang. Mengulas senyum yang sedikit dipaksakan. Tidak ingin membantah, tidak pula membenarkan. Ia pun tidak ingin memikirkan perkataan Ethan tentang dirinya. Semakin dipikir, bukankah akan berimbas pada pilihan yang tetah ditetapkannya?

Emlyn akan meninggalkan semua merchandise milik idolanya tersebut di taman ini. Memanggil Ethan bersamanya, karena mungkin ada beberapa yang bisa diambil oleh rekan kerjanya itu. Setahunya, ada salah seorang sepupu Ethan yang juga seorang XO-L.

Emlyn berencana untuk segera pergi tanpa berbicara banyak lagi mengenai keputusannya. Namun, sebuah panggilan masuk di ponsel menahan gerakannya. Tidak diketahui siapa yang menghubungi karena tidak ada nama yang tertera. Satu yang pasti. Panggilan tersebut berasal dari negeri Ginseng.

Senyum kecil yang sedari tadi Emlyn sunggingkan memudar sudah. Hilang hanya dengan melihat kode negara tersebut. Walau ia tidak tahu itu siapa, tapi pastikan saling berkaitan.

Dengan ragu, Emlyn memberanikan diri menggeser tombol hijau di layar, hingga terdengar suara seorang perempuan yang tak asing di telinganya.

"Emlyn ...."

Namanya disebut sempurna. Tubuhnya mematung. Dadanya sesak. Sesak yang sudah berminggu ia hilangkan. Matanya kembali memerah, berusaha sekuat tenaga agar dapat membendung cairan di dalanya.

"Emlyn, apa kabarmu di sana?"

Emlyn tergagap, nyaris tak bisa bersuara. "Mama Park."

"Oh, sayang, kamu mengingatku. Kupikir setelah setahun kita berpisah kamu melupakanku." Nada hangat dan senang jelas sekali diperdengarkan.

"Aku tidak akan pernah bisa melupakanmu, Mama Park. Kamu ibu yang baik dan berhati hangat," puji Emlyn sungguh-sungguh. Tidak berdusta.

Walau tidak terlihat di depan mata, dapat dipastikan Mama Park sedang tersenyum di seberang sana. Namun, terdiam cukup lama membuat tanda tanya dalam diri Emlyn.

"Ada apa, Mama Park? Sesuatu terjadi?" Emlyn memulai mencari tahu. Wajib diketahui, kini hatinya menjadi tidak tenang. Begitu gusar.

"Maaf aku harus meneleponmu seperti ini. A-apa Chanyeol bersamamu?"

Deg!

Pertanyaan macam apa ini? Lelaki itu telah berpamitan empat bulan lalu. Bukankah semestinya ia telah sampai di Korea hari itu juga?

Tangan Emlyn bergetar. Ethan yang tidak tahu apa yang mereka bicarakan di telepon, bingung harus memberi bantuan apa pada Emlyn.

"Dia tidak mengabarimu?" tanya Emlyn berusaha terdengar setenang mungkin.

"Terakhir kali dia mengatakan masih bersamamu. Tapi belakangan ini dia tidak bisa dihubungi. Banyak yang kalang kabut di sini, termasuk pihak agensi. Dia izin hanya beberapa waktu, tapi sudah dalam hitungan bulan dia tidak kembali," jelas Mama Park secara ringkas.

Kacau!

Ponsel itu terjatuh dari genggaman. Tubuh Emlyn melemah. Kesadarannya perlahan menghilang. Emlyn runtuh seutuhnya.

Let Me Love YouWhere stories live. Discover now