XLIII. Makan Malam

78 7 0
                                    

Keluarga Emlyn dan Anka akhirnya berkumpul untuk kali pertama malam ini. Makan malam diadakan di salah satu hotel yang dikelola oleh Anka. Ia telah memesan sebuah ruangan khusus untuk pertemuan malam ini. Emlyn memperhatikan keluarga Anka yang sangat sopan dan ramah—mirip seperti apa yang Anka tunjukkan selama ini. Anka memiliki dua adik perempuan kembar yang masih kecil, mungkin jika diperkirakan masih duduk di bangku SD. Perbedaan usia yang sangat jauh. Kedua anak perempuan itu sibuk bermain dengan boneka dalam genggaman.

"Maklum, mereka nggak tahu pertemuan ini untuk apa. Di benak mereka hanya ada bermain dan bermain," ucap Lauren, mama Anka, setelah memperhatikan pandangan Emlyn yang tidak lepas dari dua anak perempuannya.

Emlyn hanya tersenyum simpul untuk menanggapi hal itu. Di depannya, sebagaimana dirinya memperhatikan si kembar, Anka juga memperhatikannya dengan senyum yang terus mengembang. Mungkin bisa diartikan senyuman kagum atas penampilannya malam ini.

Emlyn mengenakan dress berwarna dongker, senada dengan jilbab yang membalut kepalanya. Wajah polosnya dipoles sedikit untuk menambah kepercayaan diri. Walau bagaimana pun ia harus menghormati keluarga Anka yang akan ditemuinya. Tidak mungkin jika ia harus mengenakan pakaian santai seperti akan pergi bekerja atau bertemu dengan teman-temannya.

"Kamu cantik," puji Anka di depan yang lainnya.

"Terima kasih." Balasan dari Emlyn sangat dimengerti oleh Anka. Dia mengetahui tentang Emlyn yang tidak terlalu suka basa-basi. Emlyn pun merasa tidak perlu membalas dengan kamu juga tampan. Itu lebih terdengar seperti paksaan.

Seraya menunggu menu yang mereka pesan dihidangkan, Lauren langsung memasuki pembahasan tanpa berbasa-basi. Sepertinya ia memiliki sifat yang sama seperti Emlyn. Ia berdeham sebentar untuk meminta atensi dari semuanya.

"Sepertinya Anka dan Emlyn udah dekat. Apa kalian udah cukup saling mengenal?" tanya Lauren pada keduanya.

Anka melirik Emlyn meminta persetujuan untuk menjawab pertanyaan mamanya. "Anka dan Emlyn belum memiliki hubungan serius, seperti pacaran. Kami hanya berteman sebagaimana mestinya."

"Tunggu, tunggu. Apa kamu bicara sekaku ini juga sama Emlyn?" tanya Lauren memastikan tingkah anaknya. Mendapat anggukan dari Anka membuatnya menepuk jidat. Sementara Danita dan Harry tersenyum kecil, tidak mempermasalahkan hal itu sama sekali.

"Kamu harus merubah perlahan kebiasaanmu itu. Gimana kalian akan berbincang setelah menikah nanti kalau kamu sekaku itu," tutur Lauren membuat Emlyn tercekat.

Pernikahan? Setahunya mereka tidak akan membahas hal itu malam ini—setidaknya itu yang diberitahu Danita padanya.

"Emlyn ... ada yang mengganggu pikiranmu?" tanya Lauren menangkap raut wajah Emlyn yang datar, tanpa sumringah seperti kebanyakan perempuan lain yang ingin menikah.

Emlyn menatap Danita yang duduk di sampingnya. Ia yakin perempuan itu memahami apa yang dialaminya, sekali pun selalu menolak tentang kisahnya yang terjatuh pada lelaki berbeda keyakinan tersebut. Namun, yang namanya hati tak bisa dibentak begitu saja. Ia telah memilih jalannya untuk mencintai siapa tanpa bisa dialihkan semaunya kita.

Danita meregam jemari putrinya, menguatkan Emlyn untuk tidak goyah atau putusannya malam ini. Emlyn sendiri yang mengatakan padanya bahwa ia akan mencoba menerima Anka dalam hidupnya sebagai laki-laki yang seharusnya. Kalimat itu ia sampaikan ketika Danita memberitahunya mengenai makan malam bersama keluarga Anka.

"Kamu yakin, Em? Mama nggak salah dengar, kan?" tanya Danita memastikan pernyataan putrinya sore itu.

Emlyn mengangguk. "Toh, Mama juga nggak setuju, kan, kalau aku terus-terusan mengimpikan Chanyeol. Padahal yang mimpiin dia adalah aku, tapi yang stress malah Mama," balas Emlyn diikuti dengan sedikit kekesalan di ujung perkataannya.

Danita tersenyum simpul. Satu sisi ia senang sebab anaknya akan meninggalkan lelaki yang tidak akan pernah ada dalam kehidupan mereka, tapi melihat ekspresi Emlyn ketika mengatakan hal tersebut, ada terbersit rasa bersalah.

"Kamu nggak berniat menjadikan dia pelarian atau pelampiasan karena nggak berhasil menjadi pasangan si idolamu itu, kan?" Lagi Danita memastikan apa sebenarnya alasan di balik omongan Emlyn.

"Apa pun alasan aku nggak penting. Aku mencoba untuk buka hati aku untuk Anka. Ingat, Ma, aku bilangnya mencoba. Kalau gagal, jangan salahkan aku. Di pertemuan nanti, aku nggak mau kalian langsung menetapkan tanggal pernikahan. Aku nggak mau menikah sebelum bisa mencintai dia," tegas Emlyn pada Danita.

"Lauren mengajak kita makan malam itu untuk mengenal kamu. Dia penasaran dengan perempuan yang sedang dekat dengan anaknya. Itu aja. Mama rasa dia nggak akan membahas pernikahan juga," sahut Danita tidak mau kalah dengan anaknya.

"Oke. Sepakat. Kita akan datang ke pertemuan itu."

***

"Ren, kenapa membahas pernikahan begitu cepat? Mereka baru mengenal selama satu bulan. Belum cukup untuk anak zaman sekarang saling tahu satu sama lain." Danita menjawab pertanyaan Lauren guna mewakili Emlyn. Meski ia yang menyokong hubungan mereka, tetap saja waktu satu bulan terlampau singkat jika langsung digiring ke arah pernikahan. Terlebih, ia mengetahui bagaimana perasaan anaknya sekarang. Walau dengan jalur perjodohan, ia tetap ingin anaknya mencintai lelaki yang akan menjadi pasangannya kelak. Bukan karena paksaan semata.

"Ah, maaf. Aku nggak bermaksud terburu-buru. Aku melihat putrimu sangat manis, ingin segera aku nikahkan dengan putraku. Nggak masalah kok kalau misal masih butuh waktu," jawab Lauren dengan kikuk.

"Maafkan istri saya. Dia selama ini selalu pusing kalau lihat Anka kemana-mana sendirian di usianya yang sekarang. Anka nggak pernah terlihat dengan perempuan, makanya begitu melihat Emlyn dan Anka bisa dekat, istri saya malah rasanya ingin cepat-cepat memantukan Emlyn," tambah Edwin, papa Anka, agar menyurutkan kesalahpahaman.

Emlyn mengulas senyum serta mengangguk kecil. "Seperti yang diucapkan oleh Anka tadinya, kami masih di tahap pertemanan, dan belum ada obrolan lebih lanjut mengenai hubungan kami. Kalau pun ada, mungkin akan lebih dulu kami bincangkan berdua sebelum nantinya kami sampaikan pada kalian," ucap Emlyn turut mencairkan suasana.

Lauren terus saja mengelukan Emlyn yang di matanya adalah calon menantu idaman. Emlyn sedikit risih dengan elu-eluan itu, hingga ia berpikir jauh pada tingkahnya beberapa waktu lalu. Apa mereka ngerasa risih gini juga ya pas aku elukan? Eh, tapi aku, kan, masang wajah cool, nggak muji-muji mereka gitu. Tuh, kan, jadi kangen sama mereka semua. Mereka ingat aku nggak ya? Oh, no. Stop, Em. Katanya mau lupain dia. Ada kejadian gini aja langsung ingat lagi. Dasar Emlyn bucin Chanyeol!

"Gimana kalau kalian tunangan dulu? Kita tetapkan tanggal tunangan aja dulu,"tawar Lauren.

Demi apa pun, Emlyn belum siap. Ia mencolek tangan Danita untuk bisa menolak dengan halus, tapi terpotong dengan jawaban dari Anka yang mengagetkannya. "Saya rasa tunangan nggak masalah. Kita bisa lebih jauh mengenal dalam masa pertunangan. Mungkin kalau masih berteman akan canggung satu sama lain."

Emlyn terdiam. Lelaki itu menyetujui begitu saja. Bagaimana jika nanti dalam pertunangan itu ia benar-benar mencintai Anka? Ya Tuhan, untuk mencintai laki-laki lain saja Emlyn belum bisa ikhlas.

Tidak ada jawaban dari Danita atau pun Harry. Mereka menunggu jawaban yang terlontar dari bibir Emlyn, sebab Emlyn lah yang akan menjalani semuanya. Namun, ponselnya sedari tadi bergetar. Entah siapa yang menelepon pada waktu yang tidak tepat seperti ini.

Ettan. Nama itulah yang tertera di sana. Emlyn merasa tidak perlu mengangkat panggilan itu sekarang. Ia menolak panggilan dari Ettan dan kembali memikirkan jawaban apa yang pantas untuk diutarakannya. Ettan kembali menghubunginya hingga membuat semua mata tertuju padanya yang tidak fokus. Emlyn lagi-lagi menolak panggilan tersebut, hingga ia membaca sebuah pesan yang dikirimkan Ettan untuknya,

Aku tahu kamu sedang dengan keluarga laki-laki itu, makanya aku menelepon. Aku harap perbincangan kalian belum jauh. Kalau pun udah jauh, tolong tarik semua omonganmu. Kamu nggak boleh melanjutkan hubungan dengan laki-laki itu. Nggak boleh, Em!

Emlyn mengerutkan kening dan membaca pesan itu berulang. Apa maksud Ettan mengirimkannya pesan seperti itu? Ini sama sekali bukan Ettan yang dikenalnya. Perasaannya menjadi tak karuan hanya karena sebuah pesan gantung tersebut.

Let Me Love YouWhere stories live. Discover now