XXXI. Panggilan Dari Korea

112 12 0
                                    

Anka dan Emlyn tidak berbicara dalam waktu lama, hanya sebatas perkenalan singkat dan Anka harus berpamitan. Masih ada beberapa kerjaan yang harus dibereskan. Pekerja yang terikat dengan sebuah perusahaan memanglah sulit untuk mengatur waktu di luar. Harus siap sedia saat ada panggilan yang berhubungan dengan pekerjaan. Emlyn, selaku penulis yang hanya menandatangani kontrak untuk proyek tertentu, merasa beruntung memilih pekerjaannya sekarang. Bukan berarti ia tidak memiliki beban dalam menjalani pekerjaan. Ia juga terkadang dikejar deadline, apalagi jika harus revisi untuk hasil akhir. Di saat yang seperti itu, ia tidak memiliki kesempatan untuk menutup mata dalam waktu yang lama. Akan tetapi, setidaknya ia tidak terikat dalam jangka waktu bertahun.

Hari ini ia tidak keluar rumah sama sekali, termasuk bertemu Nita dan Ettan. Kedua temannya itu ada syuting hari ini untuk salah satu proyek film yang sudah berjalan seperempat waktu. Emlyn sama sekali tidak mengambil peran dalam proyek itu karena bukan ranahnya. Genre horor. Emlyn bukan takut dengan hal yang berbau seram, melainkan jiwanya dalam menulis memang tidak ada dalam bagian itu. Ia lebih senang menulis romansa atau kehidupan secara umum. Otaknya lebih nyaman diajak diskusi mengenai hal tersebut.

Emlyn pun kembali ke kamarnya berniat ingin melanjutkan naskah yang sedang dikerjakan. Walau dirinya bisa menulis kapan pun dan di mana pun, ketika di rumah—atau lebih tepatnya dalam kamar—ia memiliki ritual terlebih dahulu sebelum menulis. Ia akan menyeduh minuman hangat serta sepiring cemilan yang bisa menemaninya saat memainkan jari di atas keyboard. Tak lupa, ia juga menghidupkan lilin aromaterapi untuk mendukung kenyamanan serta ketentraman pikirannya. Tirai jendela ditutup, dan paling penting pintu kamar dikunci agar tidak ada yang menyelonong masuk untuk mengajaknya berbicara. Dan hal terakhir yang tidak bisa dilewatkan adalah memutar lagu milik boy grup kesayangannya yang didengar melalui earphone.

Usai semua kepentingan disiapkan, Emlyn merapatkan punggung di senderan kursi. Mulai memilih lagu yang akan didengarnya selama menulis. Memutar lagu tersebut secara berulang selama proses menulis bukan hal yang membosankan untuknya. Ia bisa mendengar lagu yang sama selama sehari penuh tanpa mengeluh—paling orang di sekitarnya yang akan mengutuk.

Baru ia membuka laptop, belum sempat menekan tombol power, ponselnya yang diletakkan di atas ranjang berdering. Tidak ada nama tertera di sana. Nomor yang menghubungi juga bukan dari Indonesia sepertinya, terlihat kodenya tidak diawali dengan +62.

Omo, apa ini Chanyeol? Iyakah? Benarkah? Akhirnya dia menghubungiku setelah sekian lama? Tunggu. Tapi aku menyimpan nomor Chanyeol. Aaah, aku tahu, mungkin dia menggunakan nomor khusus untuk kami berdua agar nggak ada yang curiga. Uwu, jerit hati Emlyn saat mengira bahwa nomor tersebut adalah milik Chanyeol.

Terlalu banyak membuang waktu memikirkan kemungkinan yang belum tentu nyata, panggilan tersebut pun berakhir, meninggalkan lengkungan ke bawah di bibir Emlyn. Tidak lama, karena ponselnya kembali berdering dari nomor yang sama. Dengan cepat ia menggeser tombol hijau ke kanan.

"Annyeonghaseo, Emlyn-ssi."

Tidak salah. Emlyn tidak salah mendengar sapaan dari negeri Ginseng tersebut. Namun, suara yang didengar bukanlah milik orang yang diduga olehnya. Ini orang yang berbeda, yang bahkan tidak banyak komunikasi dengannya saat di sana. Iya, walau ini bukan Chanyeol tapi ia juga mengingat pemilik suara ini.

"Suho Oppa?" tanyanya ragu memastikan.

"Syukurlah. Ternyata kamu masih mengingatku. Aku ragu saat panggilanku tidak terjawab. Tapi, mereka memintaku untuk menghubungimu sekali lagi, dan kamu menjawabnya," papar Suho dari seberang tanpa diminta.

Meski yang menghubunginya bukanlah Chanyeol, tapi Emlyn tetap berbunga-bunga. Seorang leader dari grup yang diidolakannya menghubunginya secara langsung. Untung ia masih bisa bernapas dengan baik saat menerima panggilan ini. Mungkin karena sudah pernah bertemu dan berbicara tatap muka, sehingga rasa gugupnya sudah terlatih dan bisa disembunyikan dengan baik.

"Mereka? Siapa yang Oppa maksud?" Masih saja Emlyn berharap ada Chanyeol di sana. Debaran di jantungnya terasa begitu nyata, ingin jungkir balik dan guling di bawah ranjang.

"Tentu saja Baekhyun dan Sehun. Siapa lagi?" jawab Suho tanpa rasa peka sedikit pun.

Emlyn membulatkan mulutnya yang jelas tidak akan terlihat oleh Suho dan kawan-kawannya. Agar tidak menunjukkan rasa tidak sopan dan sombong, Emlyn mengatur perasaannya dengan menghilangkan sejenak kerinduannya pada Chanyeol, dan berbincang dengan rasa nyaman dengan Suho di sana. Ia mengawali dengan basa-basi menanyakan kabar Suho dan para member—tentu tanpa menyebut nama Chanyeol—dan dari mana Suho mendapatkan nomornya.

"Tentu saja dari Chanyeol. Hanya dia yang memiliki nomormu. Tapi sekarang, apa kamu tahu? Seluruh member menyimpan nomormu di ponsel mereka. Hahaha. Ternyata ada rasa senang tersendiri saat bisa menyimpan nomor seorang penggemar," ungkap Suho yang berhasil menyemburatkan warna kemerahan di pipi Emlyn.

Emlyn yang tadinya duduk di meja kerja, kini sudah berpindah posisi ke atas ranjang. Ia tidur tengkurap sambil sesekali menutup wajah jika mendengar pujian dari Suho. Anehnya, meski Suho berkata ada Baehyun dan Sehun di sana, dua lelaki itu tidak berbicara dengannya. Sedari tadi hanya Suho yang berbincang dengannya dengan sesekali melerai saat Baekhyun dan Sehun bercanda kelewatan. Benar-benar seperti seorang ayah yang sedang mengurus dua anak tanpa seorang ibu. Menggemaskan.

"Ah, aku hampir lupa tujuanku menghubungimu. Aku ingin mengabarimu tentang proyek yang hendak kita kerjakan. Selama kepulanganmu kami di sini tetap mengerjakan lagu tersebut. Kami telah menemukan musik yang tepat berkat olahan tangan Chanyeol dan Yixing. Sekarang sedang dalam penentuan bagian lirik saja. Kamu juga akan mengambil bagian di sana. Kamu bisa menyanyi, kan?" tanya Suho yang membuat Emlyn tercengang.

"Aku? Menyanyi? Tentu aku bisa. Siapa pun bisa menyanyi. Hanya saja suaraku tidak selaras dengan kalian. Suaraku seperti tikus terjepit. Seperti mobil yang direm mendadak, berdecit. Kurasa kita tidak membahas hal ini sebelumnya. Kita hanya mengatakan akan membuat projek bersama. Dan aku merasa cukup sebatas mengusung ide dalam penulisan lirik—yang mana peranku tidak seberapa." Emlyn menolak dengan jelas. Ia tidak pernah membayangkan jika dia juga harus ikut menyanyi bersama mereka. Ah, ini sungguh di luar imajinasi. Akan hancur reputasi mereka jika dia ikut bergabung. Sebagai penggemar, dia harus melindungi bukan menghancurkan.

Suho terdiam sejenak. Tidak ada suara Suho dari seberang, malah yang terdengar ricuhnya obrolan Sehun dna Baekhyun dalam bahasa Korea yang tidak dipahami Emlyn. Emlyn merasa mungkin Suho sedang memikirkan apa yang diucapkannya, maka ia pun tidak menyuarakan apa pun hingga suara Suho kembali terdengar.

"Kamu hanya perlu berlatih, dan kita memiliki pelatih yang cocok untukmu. Kamu akan belajar cepat darinya. Dan kita akan bisa mendapatkan hasilnya sebelum waktu rilis," tanggap Suho dengan sangat yakin.

"Sebentar. Apa aku bisa tahu kapan kalian comeback?" Emlyn sungguh tidak berniat mengulik hal ini. Ia merasa lancang, seolah karena kedekatan mereka ia ingin mengambil posisi selangkah lebih maju dari penggemar lainnya dengan mengetahui segala sesuatu yang penting terkait grup ini.

"Tentu. Kita akan comeback akhir Januari tahun depan," jawab Suho santai.

"Akhir Januari? Ini Desember woy," pekik Emlyn tanpa sadar telah menyoraki Suho dengan kata-katanya. Cepat-cepat Emlyn meminta maaf karena berkata kasar efek kekagetan. "Mana bisa aku melakukan itu dalam waktu yang sangat mepet ini," tolak Emlyn dengan keluhan.

"Pasti kamu bisa. Kami sebenarnya diajukan untuk melakukan comeback akhir Desember, tapi mengingat kami juga bekerjasama denganmu, kami meminta tambahan waktu satu bulan. Beruntungnya, mereka mengabulkan permintaan itu."

Jawaban tersebut memukul Emlyn secara keras. Ini pertanda jelas ia tidak bisa menolak. Mereka mengundur waktu karena dirinya. Sekarang yang tersisa hanya kepasrahan dan kerja keras yang ia tidak yakin akan hasilnya.

"Siapa pelatih yang Oppa bilang cocok untukku?" tanya Emlyn mencari tahu.

"Baekhyun."

Let Me Love YouWhere stories live. Discover now