LXVI. Tujuan Hubungan Kita

55 10 9
                                    

"Aku ingin menanyakan satu hal. Apa hubungan kita sebenarnya?" Tanpa basa-basi, Emlyn bertanya sembari bola mata melekat pada iris Chanyeol.

Emlyn menjauh dari kedua temannya dan mengajak Chanyeol berbicara berdua saja. Emlyn tidak peduli dengan desas-desus Nita yang menuding keduanya sudah punya hubungan seperti opini netizen. Ia sendiri baru ingin tahu hubungan keduanya seperti apa.

"Kenapa kamu tanya itu? Bukankah kamu sendiri sudah tahu hubungan kita? Apa ... kita tidak sepemikiran?" Chanyeol mulai ragu dengan yang diyakininya belakangan ini.

"Kita masih sebatas idola dan penggemar, kan? Hanya saja kita saling punya perasaan. Bukan begitu?" Emlyn mengungkapkan isi kepalanya tanpa memikirkan perasaan Chanyeol sama sekali.

Lelaki itu terkulai lemas, menyenderkan diri di badan kursi. "Sebatas," gumamnya. "Itukah yang kamu pikirkan?" Semangat yang sejak awal keberangkatannya guna bertemu Emlyn terempaskan seketika sebab mendengar jawaban Emlyn.

Emlyn mencondongkan tubuhnya ke arah Chanyeol dan berbisik dengan tidak percaya diri, "Apa lebih dari yang kupikirkan?"

Chanyeol menarik napas berat dan mengikuti ekspresi Emlyn yang sedang serius. Emlyn sedang tidak bisa diajak bergurau. "Aku akan menjawab pertanyaanmu sesuai isi pikiranku dan bagaimana perasaanku. Tak perlu lagi lah kujelaskan perasaanku padamu seperti apa. Kehadiranku di sini sekarang pun sedikitnya bisa menjawabmu. Aku tidak pernah lagi menganggapmu sebagai penggemarku, sejak malam itu. Aku tidak pernah lagi menganggapmu sebagai seorang yang tersesat dan kutolong, sejak malam itu. Aku menganggapmu kekasihku, sejak malam itu. Itu malam yang berharga untukku. Itu malam puncak yang selama ini selalu kunantikan, setelah gamangnya aku tentang perasaan kita.

"Jujur saja, pengakuanmu barusan sangat mengecewakanku. Aku mencoba mengerti mungkin karena tidak adanya ucapan jelas dariku tentang kita selama ini. Semua mengalir begitu saja, dan kupikir kamu juga memiliki anggapan yang sama. Ternyata perkiraanku salah. Aku melupakan budaya dua negara yang saling bertolak belakang. Maafkan aku untuk itu."

How sweet! Aku yang salah tangkap dia yang minta maaf. Nggak salah emang aku bucin dengan dia. Ya Allah, tolong aku. Nggak bisa nggak bisa. Jangan sampai aku hanyut duluan dan mati kebawa arus.

Seperti biasa, jika berbicara dengan Chanyeol, Emlyn harus menetralkan hatinya yang seringkali menggebu tanpa tahu waktu. "Aku sering melihat hal tersebut di drama. Kupikir itu hanya untuk mempersingkat cerita, ternyata memang begitu adanya," gumamnya tanpa melihat Chanyeol. "Kamu ingin tahu perasaanku sekarang?" tanyanya dengan wajah bersemu malu.

Menangkap Emlyn yang mulai bergejala seperti tomat matang, Chanyeol melebarkan matanya dengan rasa ingin tahu yang tinggi. Tidak perlu bersuara pun Emlyn pasti tahu bahwa ia harus segera menuntaskan rasa penasaran seorang Chanyeol.

"Aku merasa di atas awan karena mendengar pengakuan seistimewa itu dari idola para idola. Aku merasa perlu membusungkan dada dan berbangga diri karena ada di posisi ini. Ah, aku sangat gila sekarang!" ungkapnya jujur dan masih tertutup malu.

"Imut sekali," puji Chanyeol, rasa-rasa ingin mencubit gemas pipi Emlyn. Namun, urung dilakukan karena tidak akan pantas.

"Tapi, aku tidak bisa diam dalam kegilaan ini," sanggah Emlyn langsung menghapus senyum dan lesung pipi Chanyeol. "Bukan hanya aku yang berpikir bahwa ini tidak akan mulus, kan? Kamu tidak hanya berpikir tentang romansa anak remaja yang tidak berpikir ke arah depan, kan? Maaf, kalau aku terlalu jauh, tapi aku tidak ingin ini sekadar sesaat. Jika memang untuk sesaat, aku ingin segera menyudahi dan kembali pada masaku menggilai kalian semua sebagai idola dan bermain dengan haluku saja."

Terlalu lancang? Emlyn mengabaikan pemikiran itu jika memang demikian tanggapan Chanyeol atas pernyataannya. Ia bukan hanya menghabiskan waktu dalam ketersesatan untuk bertemu Chanyeol, tapi juga harus berkenalan dengan lelaki lain dan menentang mamanya demi mempertahankan Chanyeol, idolanya.

Chanyeol tersenyum miring. Sungguh merinding Emlyn menyaksikannya. Seperti dalam drama korea di mana pemeran antagonis tertangkap basah melakukan penipuan perasaan demi tujuan tertentu. Menyeramkan!

"Itulah resiko kita. Ketidakmungkinan dari berbagai sudut terus bermunculan, memaksa kita untuk mundur. Begitu? Tidak hanya kamu. keluargaku juga pernah membahas hal itu di belakangku. Mereka pikir aku diam dan tidak tahu apa-apa. Bagaimana bisa aku si tokoh utama tidak berpikir demikian? Aku menemukanmu setelah bergerilya di dunia ini, fokus pada karir semata. Setelah mendapatkanmu, haruskah kulepas karena keyakinan yang berbeda? Haruskah aku meninggalkanmu, mengingat negara kita terbentang ribuan kilometer jaraknya?

"Jika aku seorang pecundang, maka aku akan melakukannya. Tapi, aku adalah Kim Chanyeol. Penggemar tahu betapa aku ambis atas sesuatu yang memang kuinginkan. Aku tidak akan berhenti kalau aku belum mencoba. Kita belum bergerak sama sekali, Em. Kita masih di titik awal. Garis finish masih sangat jauh, bahkan belum terlihat sama sekali. kamu salah kalau berpikir aku akan berhenti karena ini."

Terpukau.

Satu kata itu menggambarkan kondisi Emlyn sekarang. Ia terpikat dengan setiap kata yang disampaikan oleh Chanyeol. Entah bagaimana semua kalimat manis itu berhasil terserap oleh indera pendengarannya dan menyusup dalam sanubari. Ia akan mengingat dengan baik kalimat-kalimat itu. Kalimat yang sangat manis. Terlalu manis.

"Ah, satu lagi," ucap Chanyeol menambah titik fokus Emlyn untuk mendengarkan tanpa menyumbat telinga dengan ingar-bingar isi kepala. "Aku memberitahu agensi bahwa aku ke Indonesia untuk kepentingan pribadi. Aku ingin bertemu keluargamu, dalam dua hari ini. Karena aku tidak diberi waktu lama dan harus segera kembali ke Korea."

Terkesiap.

Bertemu anggota keluarga? Secepat ini? untuk apa? Emlyn hanya ingin konfirmasi hubungan mereka, lantas ada apa dengan bertemu keluarga? Bagaimana ia akan menjelaskan pada mamanya nanti? Membayangkan murka mamanya saja sudah sangat menakutkan.

Emlyn dengan keterjutannya. Chanyeol dengan keseriusannya. Dan para manusia lalu-lalang yang mengenal dengan baik wajah Chanyeol yang tidak tertutup masker merekam momen tersebut dalam bentuk video dan foto. Mereka berbisik-bisik tanpa berani menyapa. Hanya menyampaikan asumsi demi asumsi dalam bentuk tulisan yang di post dalam media sosial.

Let Me Love YouOù les histoires vivent. Découvrez maintenant