XX. Dia Idolaku

120 18 0
                                    

Selesai membeli pakaian untuk hadiah perpisahan mereka, kini Emlyn dan Chanyeol sudah berada di bandara Incheon. Ini kali kedua Emlyn menginjakkan kaki di tempat ini. Chanyeol sengaja mengantarkannya karena khawatir perempuan ini akan kembali tersesat dan berujung membuatnya khawatir. Emlyn pun terus berjalan di samping Chanyeol dengan dua jari mencubit lengan jaket tebal yang dikenakan lelaki tersebut. Chanyeol hanya geleng-geleng kepala melihat Emlyn yang seperti anak dibawa om-om tak dikenal. Padahal, baru tadi perempuan kecil itu protes tidak berani dekat dengannya di keramaian.

"Sampai kapan kamu akan mencubit jaketku? Kamu tidak khawatir orang lain akan mengenaliku dan melihat tingkahmu?" goda Chanyeol memandang Emlyn di sampingnya. Sebenarnya, ia tidak suka dengan hari ini, karena harus melihat Emlyn dijemput di depan matanya. Rasanya, ingin menambah waktu untuk membawa perempuan berhijab itu menelusuri seluruh bagian Seoul.

Ah, perasaan apa ini? decaknya.

"Aku hanya perlu berpura-pura tidak bisa melihat dan mengatakan kamu sedang menolongku," sahut Emlyn santai.

Chanyeol tertawa dengan jawaban yang dilontarkan Emlyn. Ingin sekali ia mencubit pipi perempuan yang hanya sebatas ketiaknya itu. Namun, ia sadar, tidak boleh melakukan hal tersebut.

Apa Papa akan langsung membawaku pulang? Ah, rasanya nggak mau pulang kalau mengingat keberuntunganku di sini. Aku bisa bertemu idolaku. Bisa menghabiskan waktu dengannya walau dengan perdebatan. Hmm, rasanya aku bisa menghabiskan waktu beberapa hari dengannya seperti mimpi dalam tidur. Kupikir aku akan terus malu-malu kucing saat bersama dia. Ternyata, sifat asliku keluar juga, batin Emlyn seorang diri sambil sesekali memandang Chanyeol yang menatap lurus ke depan.

"Aku tahu kamu dari tadi melirikku," ucap Chanyeol membuat pipi Emlyn bersemu.

"Eh, ng-nggak kok."

"Aku senang bisa bertemu perempuan sepertimu, punya kepribadian yang menyenangkan dan juga sopan," ungkap Chanyeol membuat jantung Emlyn berdetak lebih kuat dari biasanya.

Apa aku sedang digombali? Kenapa digombali idola rasanya aku ingin segera dilamar? Padahal, kalau laki-laki umumnya yang gombali, aku pasti segera sadar kalau ini hanya jurus mereka untuk mendekatiku. Eits, tunggu sebentar, mendekati? Apa mungkin Chanyeol ingin mendekatiku? Ya Tuhan, kenapa imajinasiku semakin tinggi? Kami memang sudah dekat, kan, kami serumah, cerocos Emlyn dalam hati sambil merutuki diri.

Melihat gelagat Emlyn yang komat-kamit tanpa bersuara, Chanyeol menghentikan langkahnya. "Aku salah berkata demikian?" tanyanya memastikan.

Emlyn tersentak. "Tidak. Hanya saja setiap penggemar kurasa memiliki kepribadian itu," balasnya yang tidak ingin terlena dengan ungkapan Chanyeol.

Chanyeol menggumam. "Kamu berbeda."

"YA!" Emlyn mengentakkan kakinya di lantai hingga membuat Chanyeol kaget. "Kenapa kalian selalu berkata aku berbeda? Apa makna berbeda yang kalian maksud itu?" Bola matanya melebar saat menanyakan hal yang belakangan ini selalu ditujukan padanya.

Chanyeol ingin tertawa melihat ekspresi Emlyn yang sedang kesal. Hal ini mengingatkannya pada malam mereka tidak saling berbicara karena masalah sepele. Apa aku juga saat itu terlihat seperti dia?

Belum sempat Chanyeol memberikannya jawaban, sebuah suara dari kejauhan memanggil Emlyn. Emlyn mengalihkan pandangnya, melihat sosok tinggi dan sedikit berewokan dengan ransel di bahu melambaikan tangan ke arahnya. Melupakan Chanyeol sejenak, Emlyn berlari ke arah orang yang sangat dirindukannya. "Papa...."

Chanyeol melihat dari kejauhan, perempuan kecil itu berlari dan memeluk lelaki tinggi bertubuh tegap itu. Satu penilaian Chanyeol saat melihat lelaki itu. Berwibawa. Turut mendekat pada keduanya, Chanyeol membungkuk memberi salam pada papa Emlyn.

"Apa kamu orang yang telah menyelamatkan anak saya? Terima kasih. Dia pasti sangat menyusahkan selama bersama kalian," ucap Harry sambil menjabat tangan Chanyeol—yang tidak diketahuinya bahwa itu adalah idola anaknya.

"Tapi, bukankah katamu yang menolongmu adalah ibu-ibu? Kenapa kamu diantar oleh seorang lelaki dengan penampilan seperti ini?" bisik Harry di telinga putrinya dalam bahasa Indonesia agar tidak diketahui oleh Chanyeol bahwa mereka sedang membicarakannya.

"Aku akan menjelaskannya nanti, dengan syarat Papa harus tutup mulut dari Mama," balas Emlyn dengan mengulum senyum.

"Kenapa harus ditutupi? Apa yang kamu rahasiakan?" Harry menatap putrinya curiga.

Chanyeol memberanikan diri menyela percakapan kedua ayah dan anak itu. "Apa kita bisa langsung pergi sekarang? Saya khawatir hal yang tidak diinginkan bisa saja terjadi di sini," ucapnya hati-hati.

Harry yang tidak mengerti makna dari apa yang diucapkan Chanyeol, menggaruk kepalanya, "Hal yang tidak diinginkan?"

Emlyn menggandeng lengan Harry dengan sangat girang. Rasanya benar-benar lega bisa kembali bertemu dengan papanya, orang yang selalu mendukung tanpa langsung menghakimi putusannya.

----------------------

"Jadi, maksudmu dia ini ...?" Pertanyaan Harry menggantung setelah mengetahui kebenaran siapa orang yang menolongnya. Kini mereka kembali lagi ke kafe, karena Harry ingin mengucapkan terima kasih secara langsung pada orang yang telah menolong putri semata wayangnya.

Emlyn hanya mengulum senyum dengan pipi yang merona karena ketahuan oleh papanya bahwa ia selama ini hidup bersama idolanya.

"Pasti kamu sangat senang sampai pipimu bisa semerah tomat itu. Tahu begitu, Papa yakin kamu akan lebih betah tinggal di sini daripada harus pulang ke Indonesia," respons Harry melihat kelakuan putri sulungnya.

"Pa, nggak mungkin seperti itu. Walau gimana pun aku akan tetap pulang. Mana bisa aku tinggal di kediaman orang lain dalam waktu lama," kilahnya, meski yang dikatakan Harry tidak sepenuhnya salah.

Harry mendesah ringan dengan senyum tipis. "Papa mengenalmu sejak kamu membuka mata melihat dunia, mana bisa kamu berbohong dengan ekspresi itu."

Harry mengalihkan perhatiannya pada Mama Park dan juga Papa Kim yang duduk di depannya untuk menjamu. "Terima kasih, kalian telah berbesar hati menolong dan menjaga putri saya yang tentu sangat menyusahkan. Saya menyesali kelalaian saya karena ia tersesat seperti itu," ucapnya dengan sopan.

"Tidak. Jangan menyesali apa pun. Dia anak manis yang baik hati. Dia bahkan memberi warna baru dalam keluarga kami. Mengingat dia akan pulang ke negaranya, sepertinya rumah akan kembali sepi karena putraku yang pasti akan kembali jarang pulang ke rumah," lontar Papa Kim yang membuat Chanyeol terbatuk-batuk mendengarnya.

"Saya bersyukur jika memang dia tidak merepotkan," balas Harry dengan mengabaikan fakta yang disebutkan tentang Chanyeol.

"Istirahatlah terlebih dahulu sebelum keberangkatan selanjutnya," ujar Chanyeol yang disambut hangat oleh Harry.

"Terima kasih. Kamu pemuda yang baik. Putriku banyak tersenyum karenamu." Harry menepuk pundak Chanyeol sambil menatap lelaki itu lekat. Ia memang tidak mengenal dunia yang digemari putrinya. Namun, saat melihat ketulusan dari keluarga yang menyelamatkan putrinya, sepertinya tidak ada yang salah jika putrinya tetap menggemari lelaki berlesung pipi tersebut.

Let Me Love YouWhere stories live. Discover now