VII. Kejutan untuk Emlyn

189 29 7
                                    

Emlyn sedang merapikan meja makan bersama Mama Park yang menghidangkan masakan panas yang baru selesai diangkat dari kompor. Emlyn tidak bisa membantu banyak dalam hal memasak, karena ia sama sekali tidak mengerti resep dapur orang Korea.

Ia bangun awal untuk beribadah dan kemudian membersihkan rumah agar tetap rapi dan bersih. Ia harus sadar diri bahwa sedang menginap di rumah orang lain. Tidak mungkin bangun kesiangan apalagi bermalas-malasan. Selain tidak sopan, ini juga bisa menjadi penghalang mendapat restu dari keluarga bermarga Kim tersebut.

"Wah, kamu sudah bangun?" sapa Chanyeol masih dengan rambut acak dan mata yang masih setengah pejam.

"Dia bangun lebih awal dari Mama. Dia juga membantu Mama di dapur," jawab Mama Park sambil tersenyum.

"Ah, tidak. Aku hanya mencuci piring," bantah Emlyn halus. Ia sedikit kikuk dipuji demikian, karena ia memang tidak berbuat banyak.

"Terima kasih telah membantu Mamaku. Dia perempuan hebat yang selama ini selalu melakukan hal-hal kecil untuk keluarga kami. Mungkin itu hal biasa bagi orang lain, tapi sangat bermakna bagi keluargaku. Bukankah semua dimulai dari hal kecil?" ucap Chanyeol sambil merangkul Mama Park dari belakang.

Emlyn tersenyum melihat Chanyeol yang memeluk serta mencium pipi Mama Park. Bukan cemburu. Hanya saja ia merindukan Danita. Andai ia di rumah, pasti ia sedang membantu mencicipi kue buatan Mamanya tersayang. Atau paling tidak ia kini harus mendengar rentetan siraman rohani karena telah kabur dari janji temu yang disiapkan.

Tanpa disadari, air matanya menetes. Hal itu membuat Chanyeol dan Mama Park mengkhawatirkannya.

"Apa ada yang membuatmu sedih?" tanya Chanyeol.

"Aku tidak apa-apa," elaknya.

Mama Park mendekat dan memeluknya, "Aku tahu, kamu pasti merindukan ibumu. Bersabarlah, kita akan menemukan jalan untuk kepulanganmu."

Emlyn tetap menahan diri untuk tidak menangis lebih kuat. Ia tidak boleh cengeng di depan orang lain. Dia adalah pribadi yang kuat. Ia dengan lekas menyeka air matanya dan kembali tersenyum, "Terima kasih telah memelukku," ungkapnya.

Chanyeol menepuk tangannya tiga kali. "Cukup cukup cukup. Sekarang ayo kita makan. Jadwal kita padat hari ini, Em. Kita butuh tenaga banyak."

Padat? Memangnya kita akan melakukan apa saja? Emlyn berpikir tanpa mengutarakannya. Ia mengikuti mereka untuk duduk di meja makan serta menyantap makanan yang telah disediakan.

Berbeda dengan rumahnya yang selalu menyediakan roti bakar atau nasi goreng untuk disantap sebagai sarapan, rumah ini menyajikan berbagai macam menu pilihan yang Emlyn tidak tahu sanggup atau tidak untuk menghabiskannya. Ada semangkuk penuh nasi, sop panas dalam panci kecil yang ditaruh di atas piring, serta beberapa makanan pendamping atau yang biasa disebut dengan banchan. Banchan yang disajikan oleh Mama Park kali ini ada gyeran jim atau telur kukus, sukju namul atau salad taoge, danmuji atau acar lobak, dan semangkuk rumput laut.

Dari semua yang disajikan, tak ada satupun yang pernah dirasa oleh lidah Emlyn, selain nasi tentunya. Ia biasanya melihat meja penuh dengan lauk-pauk seperti ini hanya dalam drama. Saat menonton drama Korea ingin rasanya ia mencicipi hidangan penuh di meja makan, tapi kini saat semua terhidang di depan mata, kenapa ia seolah ragu untuk menyantapnya?

Chanyeol menyumpit sepotong danmuji dan meletakkannya di atas nasi milik Emlyn. "Cobalah."

Dengan membaca basmalah, Emlyn menyuap sesendok nasi dan danmuji ke dalam mulutnya. Matanya berbinar saat kunyahan pertama. Perpaduan rasa asin dan asam bercampur nasi hangat sangat pas di mulutnya. Ini merupakan sensasi rasa yang berbeda. Rasa yang belum pernah ditemukan dalam masakan Danita. Ia mulai berani untuk mencicipi banchan yang lain, hingga nasi semangkuk—yang awalnya dipikir takkan habis—bersih tak bersisa.

-----------------------

Chanyeol mengendarai mobil pribadinya dengan Emlyn yang duduk di samping. Dikarenakan kondisi pandemi seperti sekarang ini, mereka benar-benar harus mengikuti protokol kesehatan yang diterapkan; menggunakan masker adalah salah satunya. Emlyn tidak tahu ke mana tujuan mereka sebenarnya, karena semalam Chanyeol hanya berkata mereka akan mencari ponsel. Tetapi, mereka telah berkendara selama tiga puluh menit, apa toko ponsel sejauh itu?

"Kita akan kemana?" Akhirnya Emlyn membuka suara agar mengakhiri pertanyaan yang bermain di kepalanya.

"Ke tempat yang menyenangkan."

"Bukankah kita akan mencari ponsel?"

"Akan kita lakukan itu nanti."

Chanyeol menjawab tanpa memandangnya. Ia berfokus pada kemudi. Hal itu membuat Emlyn bergidik ngeri. Haruskah ia memercayai lelaki bertubuh tegap ini? Benarkan idolanya ini lelaki baik-baik? Bagaimana jika lelaki yang selama ini diidolakannya ternyata bagian dari kumpulan para penjual manusia? Tubuhnya akan dipotong-potong dan bagian dalam—seperti ginjal, jantung, dan hatinya—akan dijual pada mereka yang rela mengeluarkan biaya milyaran.

"Apa kamu sedang berpikir buruk tentangku?" tanya Chanyeol seolah bisa membaca pikirannya.

Emlyn bungkam. Ia tidak menjawab apa pun. Ia tidak mungkin membenarkan pertanyaan tersebut, karena jika nyatanya salah maka ia sudah menuduh tanpa bukti. Sementara, jika ia mengelak, maka ia telah berbohong. Maka, diam adalah pilihan yang tepat.

"Aku akan membawamu ke suatu tempat yang akan bisa kamu kenang selamanya. Aku yakin, kamu akan berterimakasih karena hal itu," ungkap Chanyeol optimis.

Emlyn hanya berusaha untuk tersenyum, meski itu terlihat jelas dipaksakan. Chanyeol sama sekali tidak masalah dengan hal itu.

Sepertinya mereka sudah sampai di tempat tujuan. Mobil diparkirkan tepat di depan sebuah taman—yang tentu saja belum pernah dikunjungi Emlyn. Tanpa harus menunggu perintah, Emlyn langsung keluar dari mobil dan melihat sekeliling.

Tempat ini agak terpencil namun tetap menarik. Ada area untuk berolahraga juga bersantai dengan kerabat. Lagi, tanpa menunggu aba-aba, langkah kaki Emlyn berjalan menyusuri taman. Udara pagi yang segar dapat dengan bebas dihirupnya. Ia menyaksikan pemandangan yang tampak tak asing. Ada jembatan panjang dan sungai luas di bawahnya. Ia seperti sering melihatnya di drama-drama yang ditonton.

"Ttukseom Hangang Park nama tempat ini. Sungai di seberang sana dikenal dengan Sungai Han. Sering muncul di drama." Suara Chanyeol muncul dari belakang memberi titik terang atas isi pikirannya.

"Kenapa membawaku ke tempat ini?"

"Agar kamu bisa merasakan segarnya udara pagi di Korea bersama para pria tampan."

"Para? Bukankah kata 'para' digunakan untuk jumlah yang lebih dari satu? Sementara kita hanya berdua di tempat ini," sanggah Emlyn, seolah Chanyeol salah menggunakan kata.

"Ada banyak pria yang sedang menunggumu di sana." Emlyn mengikuti telunjuk Chanyeol yang mengarah ke arah Barat.

Mata Emlyn lagi-lagi dibuat membola dengan binar terang. Di sana, ada lima pria tampan melambaikan tangan ke arahnya dengan senyum mengembang seakan berujar 'Selamat Datang'.

Let Me Love YouWhere stories live. Discover now