Chapter 69 | Perpisahan?

Start from the beginning
                                    

Sean dan Auristela duduk di bangku atas, sengaja agar lebih nyaman karena hanya tersedai dua bangku saja.

Auristela asik menikmati pertunjukan Opera, sedangkan Sean terus menatap wajah ceria Auristela. Sederhana, namun bisa membuatnya bahagia. Sean tidak ingin pergi jauh dari Auristela. Sean ingin terus bersama Auristela. Sean ingin tetap menjadikan Auristela satu satunya wanita yang ia puja. Dengan Auristela lah Sean ingin menua bersama dan menemukan akhir usia.

Tapi kenapa seakan akan keadaan terus terusan mempersulit hidupnya?

"Ada apa? Kenapa kau terus menatapku?" tanya Auristela bingung. Sean tersenyum kecil. Tangannya menyentuh bibir Auristela dengan perlahan. "Aku benar-benar mencintaimu. Namun cinta itu belum membutakan hati dan mataku."

"Apa maksudnya?"

"Bukan apa-apa. Sepertinya kau menikmati acaranya."

"Tidak terlalu."

Sean mengecup pelan bibir Auristela. Tangannya menyentuh leher Auristela lembut. "You are sweet," puji Sean pelan. Auristela terkekeh kecil. Tangannya menyentuh wajah Sean. Mengelus pipi Sean dengan prlahan, lalu menyentuh bibir Sean perlahan, dan mengecup bibir pria itu penuh kelembutan.

Tangan Auristela meraba tubuh Sean dengan pelan. Namun rabaan tangan Auristela berhenti tepat di pinggang bagian belakang tubuh Sean. Pistol? Auristela menelan ludahnya sulit. Pikirannya mengingat kembali kalau Sean adalah ketua dari Hell Angels. Auristela menarik napasnya gusar. Kepalanya ia senderkan di dada bidang milik Sean.

Sean mencium pucuk kepala Auristela. Tangannya mengelus elus lembut pucuk kepala wanitanya. "Kenapa berhenti?" tanya Sean. Auristela tidak menjawab. Tatapannya kembali fokus pada pertunjukan Opera. Namun matanya langsung melotot kaget saat salah satu orang yang kemarin ikut ada di dalam ruangan meeting, mengarahkan pistol sniper kearah Sean. Auristela yakin seratus persen kalau itu adalah anggota DSG. Apa yang ayahnya rencanakan? Tapi pastinya Dover ingin menghabisi Sean.

Tangan Auristela langsung mengambil pistol yang ada di belakang pinggang Sean. Auristela segera menarik pelatuk pistol tersebut. Kegaduhan langsung terjadi saat suara pistol itu menggema. Sean segera menarik tangan Auristela. Sean berusaha melindung Auristela.

"Apa yang kau lakukan?!" tanya Sean.

"Kau harus pergi dari sini. Cepat!" perintah Auristela.

"Tidak! Kau juga harus ikut bersamaku!"

"Tidak. Aku tidak bisa."

Sean menarik tubuh Auristela agar menghadap ke tubuhnya. "Ada apa Auristela?!" tanya Sean serius.

"Cepat ikut aku! Cepat!" panik Auristela.

Sean mengikuti Auristela. Wanita itu membawa Sean turun ke bawah. Auristela ingin membawa Sean ke pintu keluar, agar Sean bisa segera menjauh dari gedung Opera. Namun baru saja melangkah beberapa langkah, Auristela sudah ditodongkan pistol.

"Serahkan dia!" titah salah satu pria.

Sean segera menyerang pria yang menodongkan pistol kepada Auristela. Tangannya dengan sigap membuang isi peluru pistol pria tersebut. Sean mengambil pistol yang diselipkan di saku pria tadi, lalu langsung menembak pria tersebut. "Ayo!" Sean sedikit bingung. Kenapa Auristela tidak menyerahkannya? Kenapa Auristela terkesan ingin menyelamatkannya?

Kenapa Auristela tidak langsung menembak dan menghabisinya saja?

Sean dan Auristela segera berlari menuju pintu keluar. "Kau tidak ingin menjelaskan sesuatu kepadaku?!" tanya Sean sambil terus berlari. Auristela tidak menjawab. Auristela lebih memilih bungkam dan terus berlari. Sean menarik tangan Auristela menuju pilar bangunan. "Katakan kepadaku Auristela!" ujar Sean memaksa Auristela untuk menjelaskan suatu hal.

Arco Iris | TAMATWhere stories live. Discover now