Chapter 65 | Membaik

4.1K 160 2
                                    

~8 Letters~

Why Don't We

.

.

.

'Hujan tak butuh alasan untuk jatuh. Seperti mencintaimu, tidak membutuhkan alasan.'
_______________

'_______________

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Sean dan Auristela sudah berada di dalam ruang inap Raka

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Sean dan Auristela sudah berada di dalam ruang inap Raka. Raka sendiri sudah sadar dua jam yang lalu. Tidak hanya Sean dan Auristela yang menemani Raka, namun ada Bagus dan Hendra yang juga ikut menemani Raka. Bagus dan Hendra masih menatap Sean dengan tatapan tidak suka. Sejak Bagus dan Hendra datang, kedunya menatap Sean penuh ketidak sukaan. Terlebih Bagus.

"Rak! Kok lu bisa kalah sih berantem sama itu bule. Lu kan mantan STM! Ya kali kalah Rak. Bukannya waktu masih sekolah, lu suka tauran ya? Mana keahlian lu?! Lu nggak malu apa kalah di depan Auristela?!" omel Bagus.

"Alah bacot banget sih Gus! Lu nggak liat gw tepar? Jadi lu nggak usah bahas tentang kekalahan gw!" kesal Raka.

"Ribet amat sih kalian berdua! Yang jadi permasalahannya teh, siapa yang bayar biyaya ini rumah sakit? Malah masuk VIP segala. Belagu amat sih si Raka! Biasanya juga masuk kelas tiga!" ujar Hendra frustasi.

"Ngutang dulu kali. Kalo nggak ya jual ginjal si Raka," asal Bagus.

"I have paid for the hospital fees. So don't worry about that." Suara Sean memberhentikan pertengkaran ketiganya—Raka, Bagus, dan Hendra. "Lah, dia tau apa yang kita omongin? Ya udah deh, kalo ada dia, kita ngomongnya pake bahasa Sunda aja!" saran Bagus.

"Alah bacot! Pusing ini pala gw. Udah mending lu semua keluar! Cari makan kek," usir Raka. Tanpa basa basi lagi, Bagus dan Hendra keluar dari ruangan Raka, begitupun dengan Sean. Tangan Sean menarik tangan Auristela agar ikut keluar bersama. "Ada apa? Kenapa orang-orang pada keluar?"

"Pria itu mengusir kita. Dia menyuruh kita semua untuk keluar."

Auristela mengangguk mengerti. Kakinya melangkah mengikuti Sean. "Auristela.... Bisa kita bicara?" Suara Raka menghentikan langkah Auristela. Auristela menoleh menatap Raka, lalu menatap kembali Sean.

Arco Iris | TAMATWhere stories live. Discover now