84

363 58 9
                                    

"Ada apaan? Kok gue nggak denger?" Boruto sibuk mencari penjelasan ke kawan kawannya. Tapi, satupun nggak ada yang gubris.

"Kesana yuk, siapa tau mereka disana", kata Ken.

"Perasaan gue ndak enak, tapi yaudah lah, ndak ada pilihan lain juga", Inojin bangkit dari duduknya disusul yang lain.

"Woi apaan sih yang kalian denger? Jelasin dong!" omel Boruto karena sedari tadi nggak dapet penjelasan akurat. Sekali lagi ditekankan, nggak ada yang gubris pertanyaan tuh cowok sama sekali. Mereka semua jalan muter balik ngikutin Ken dan Sarada.

Boruto auto ngambek. Saking ngambeknya jalannya jadi lambat banget kayak keong.

Mitsuki menoleh, "jalan disamping aku, jangan sendirian di belakang", Katanya. Boruto ngedumel lalu mempercepat langkahnya hingga bersisian dengan Mitsuki. Di depan mereka ada Inojin dan Shikadai. Si Cho Cho nggak mau jalan sama timnya sendiri, dia tetep kekeuh bareng si anak uler.

Kabut mendadak menebal di perjalanan sampai sampai kebun teh nggak bisa diliat lagi dengan mata telanjang. 11 12 sama keadaan di Kirigakure. Tapi yang ngebedain tuh, ini bukan lagi di Kirigakure, nggak ada shinobi Kirigakure juga yang berkeliaran apalagi yang nguasain kirigakure no jutsu. pokoknya, shinobi apa aja deh, nggak ada disini kecuali mereka berenam.

Fix situasi makin ngadi ngadi.

"Kabut semua", ujar Ken yang membuat mereka berhenti. Shikadai mengedarkan pandangan, niatnya berusaha menembus kabut. Tapi apalah daya, byakugan nggak punya.

"Bentar", Mitsuki kemudian jongkok dan mengeluarkan uler putihnya dari dalam kaos. Walaupun jutsu menghilang, seenggaknya uler uler putihnya masih bisa diajak kompromi.

Boruto ikutan jongkok di sebelah Mitsuki, "buat apaan tuh?" tanyanya.

"Nyari tanda tanda kehidupan", kata cowok itu, "kalo ada, kita coba kesana".

"Hm bagus juga ide lo", timpal Sarada, "sayang banget sharingan gue nggak bisa digunain".

Inojin menghela napas. Sekarang tinggal nungguin uler putih Mitsuki kembali, plus nungguin kabut sialan ini mereda.

"Ntar kalo musuh tetiba dateng gimana?" Cho Cho menarik narik ujung kaos Shikadai saking takutnya. Padahal ini cewek udah ngejalanin berbagai varian misi, masih bisa ketakutan kayak anak kecil juga.

"Kalo dateng ya dihadanglah, gitu aja pake nanya lo gendut", tukas Inojin sambil melipat tangannya di depan dada. Cho Cho merengut. Dia bungkam kalo Inojin yang ngomong.

"Begal yang ada ini mah keknya", kata Boruto. Ken auto menggeleng.

"Bukan begal, tapi rampok. Kalo begal berarti lo lagi bawa kendaraan".

Boruto terkekeh, "heheh baru aja gue mau ngomong itu".

Detik kemudian uler putih Mitsuki tadi datang dan langsung merayap ke bahu cowok itu. Dia mencerna dengan telaten isyarat dari si uler putih.

"Ada satu rumah di depan. Kita lurus nanti belok ke kiri", kata Mitsuki. Boruto, Ken, Shikadai, Inojin, Sarada dan Cho Cho mengangguk, lalu melanjutkan perjalanan yang kali ini dipandu oleh ulernya Mitsuki. Ternyata, masih ada jalan setapak kalau mereka berbelok kearah kanan dari gerbang kayu tempat mereka masuk pertama kali. Jalan ini nggak bisa dilaluin sama kendaraan karena udah ketutupan ilalang.

Dan bener, ada rumah berwarna hijau jambu yang mereka temuin setelah menempuh perjalanan selama setengah jam. Mitsuki, Boruto, Shikadai, Inojin, Ken, Sarada dan Cho Cho bernapas lega disaat mereka keluar dari jalan setapak yang sesak penuh ilalang.

Shikadai menoleh kearah kanan. Dahinya mengernyit disaat melihat ada kubah mesjid kecil yang menyembul dari bawah jalan.

"Guys", Shikadai berbisik pelan kemudian menunjuk kubah itu. Lantas mereka bertujuh berjalan pelan menuju bangunan yang ditunjuk Shikadai.

"Ternyata masih ada bangunan selain rumah ini", gumam Mitsuki setengah heran. Kenapa uler putihnya bisa nggak tau gitu ya? Tumben banget.

Disaat mereka sampai di depan mesjid yang cuma tampak setengah karena dibangun di bawah jalan, mendadak Inojin lari menghindar dan sembunyi di belakang Mitsuki yang notabene berjarak agak jauh dari depan mesjid tersebut.

"Woi sat!" sorak Shikadai yang kaget karena Inojin tiba tiba lari seolah olah ada yang lagi ngejar dia.

"Jangan liat ke dalem! Jangan liat!" pekik cowok pirang itu tertahan sambil nutupin kedua telinga dan melorot di kaki Mitsuki. Tapi sayang, mata Shikadai udah keburu ngeliat isi mesjid dari jendela jendela yang sengaja dibiarin kebuka. Alisnya bertautan.

"Woi kenape lu?" Boruto berdiri di depan Inojin, sedangkan Mitsuki ikutan jongkok, nggak enak dia ngebiarin orang jongkok di deket kaki.

"Ada setan! AdaㅡAda setan!" racaunya dengan mata tertutup. Keringatnya bercucuran.

"Setan?" Sarada menghembuskan napas, lalu ngeliat kearah mesjid buat mastiin kata kata Inojin barusan, soalnya tuh cewek sama sekali nggak mau percaya sama hantu hantuan atau setan setanan. Kemudian dia menoleh lagi ke cowok itu, "nggak ada apa apa! Kosong!"

"Banyak! Banyak pokoknya! Rame banget!" racau Inojin lagi. Shikadai pun menarik Sarada menjauh dari mesjid itu dan pergi ke dekat Inojin. Fix jantung mereka semua ketar ketir. Sampai...

"Kalian ngapain disitu?"

Seorang bapak paruh baya dengan rambut dan kumis hitam serta kaos plus celana hitam kedodoran, berdiri nggak jauh dari mereka bertujuh. Bagian bawah celana bapak itu penuh lumpur, ada kalung kayu menghiasi lehernya. Rambut beliau yang diikat satu dibiarin lepek begitu aja kayak orang belum mandi berhari hari.

Ken berlari mendekati bapak aneh tersebut, entah apa motivasinya ngedeketin bapak bapak yang tergolong orang asing plus aneh pula.

"Pak, kami terpisah dari rombongan darma wisata. Kami udah nyari nyari rombongan kami tapi nggak ketemu. Kami juga nggak ngeliat satu orang pun berkeliaran", cerita Ken. Bapak itu mengernyit.

"Terpisah? Rombongan darma wisata?"

Pendengaran Mitsuki udah siap siaga dari jauh. Yap, dia mengirim lagi uler putihnya kearah Ken. Cowok itu bahkan nggak sadar ada uler putih nangkring diatas ransel.

"IㅡIya pak", ujar Ken terbata. Sejujurnya dia bingung sama dirinya sendiri, kenapa dia bisa selancar ini ngomong sama orang asing? Padahal dia nggak suka interaksi duluan.

Dan yang paling mengejutkan,

"Ken Ichijouji?"

Mata Ken melebar mendengar beliau menyebut nama panjangnya, "bapakㅡkok tau nama saya?"

Bapak itu malah tertawa kecil, "tebak saja. Rombongan ustadz Takeru, betul? Sedang darma wisata di kebun teh. Ayo masuk dulu kerumah saya".

Bersamaan dengan dirangkulnya Ken oleh si bapak, uler putih Mitsuki kembali menjalar masuk ke dalam habitatnya; dalam kaos sang majikan.

"Aku curiga", tukasnya ke Boruto dan Sarada, mukanya berubah serius, "Sarada, cepat susul Ken. Awasi gerak gerik bapak itu".

"Oke", Sarada langsung berlari menyusul Ken yang hampir sampai di depan rumah hijau jambu yang menjadi tujuan pertama mereka tadi. Setelah kepergian Sarada, Mitsuki, Boruto, Shikadai, Inojin dan Cho Cho mendekat satu sama lain membentuk lingkaran.

"Bapak itu bilang kita rombongan ustadz Takeru. Ustadz Takeru nggak disini. Disini cuma ada kelas 10 C dan kelas Sarada Cho Cho", kata Mitsuki pelan, "ini pasti bagian dari rencana Hanasaki".

"Tapi, kalo itu beneran rencana Hanasaki dan si bapak lagi dirasukin, kenapa dia malah nyebut nyebut ustadz Takeru coba", balas Boruto bingung.

"Aku nggak bilang bapak itu dirasuki", jelas Mitsuki lagi, "aku nggak paham sama hal hal gaib, tapi pendapatku bapak itu sedang di bawah kendali".

Inojin yang tadi sibuk ketakutan setengah mati, akhirnya berhasil pulih dan milih buat angkat bicara, "sumpah gue bingung".

Dah itu doang katanya.

"Gue bingung kuadrat malah", ujar Shikadai, "kalo beneran bapak itu di bawah kendali Hanasaki, beliau seharusnya tau kalo Ken pindah bus".

Mereka berlima mikir keras.

"Atau jangan-jangan..."

[1] Lost in Pesantren ㅡ BORUTO: NARUTO NEXT GENERATIONS ✔️Where stories live. Discover now