04. Orang Tua Sagara

Start from the beginning
                                    

Dengan santai, cowok yang memakai jersey hitam di badannya itu mengambil alih coklat tersebut, lalu memakannya tak berdosa.

Mulut Kiana yang tinggi badannya hanya setara dengan pundak Sagara itu menganga lebar, tak percaya.

Sagara memakan habis setengah dari coklat itu. Kemudian ia memasukkan sisa cokelat gigitannya tadi ke dalam mulut Kiana yang masih terbuka lebar.

"SAGARA AIDEN!"

Kiana berteriak tidak terima karena dia dikasih yang sisa-sisa.

"Jangan mau makan yang dikasih mereka," ucap Sagara seraya menarik tangan Kiana ke kursi yang terletak di pinggir lapangan basket tempat ranselnya berada. Sagara memberi sebuah cokelat bernama La Chuorsa ke tangan Kiana yang menunggunya. "Makan yang ini aja."

La Chuorsa dari Swiss, yang dibuat chocolatier Alain Mettler, dengan harga US$645--dalam rupiah menjadi Rp. 9.100.000 per 80 gram.




яєωяιтє му нєαят





Sagara menelungkupkan lelah kepalanya di meja belajar berwarna hitam miliknya. Kamar apartmennya berantakan seperti keadaannya sekarang.

Ponsel dengan logo apel digigit milik cowok itu tergeletak hancur di lantai. Foto keluarga yang selalu Sagara jaga dan simpan di lemari, sekarang tak lagi berbentuk.

Namun seharusnya Sagara tak lagi heran dan merasa kacau, karena dari dulu Sagara sudah tahu bahwa hal ini pasti akan dialaminya.

Bayangan yang tidak mau Sagara bayangkan, kini menjadi kenyataan.

Child of divorce.

Sagara Aiden is the child of divorce.

"I am a child of divorce."

Hari ini jam 21.27 WIB, untuk pertama kalinya Sagara Aiden merasa dunianya runtuh. Hari ini, jam 21.27 WIB, orang tuanya yang dulu tinggal bersama walau dengan masalah, saat ini telah resmi terpisah.

Seharusnya Sagara tidak perlu lagi merasa sesak, karena kesesakan itu sudah ada tiap hari sejak dulu di rumahnya. Maka dari itu, Sagara pindah ke Indonesia, yang mana adalah negara asing baginya, agar ia tak lagi mendengar pertengkaran orang tuanya.

Namun tetap saja Sagara tidak akan pernah bisa berkata bahwa dia baik-baik saja tentang ini semua.

Sagara memakai kaos abu-abu. Dia duduk meringkuk di sudut dinding lantai kamarnya bersama cahaya temaram.

Sunyi, sepi, suram.

Manusia memiliki titik terendah dan titik tersesak di dalam hidup, dan untuk kesekian kalinya, Sagara berada pada dua titik tersebut.

Tangan Sagara perlahan mengambil ponselnya. Yang ia punya hanya satu. Sagara ingin Kiana berada di jangkauannya. Kiana. Kiana Sharetta Hauri.

"Na.."



яєωяιтє му нєαят




Entah keberapa kalinya Kiana menelepon Sagara. Seharusnya, sekarang Kiana berada di tempat tidur dan mendengar suara sahabat masa kecilnya itu lewat telepon.

Kiana dengan sweater kebesaran yang melekat di tubuhnya itu, saat ini berada di depan perumahan. Menunggu taksi yang sudah ia pesan.

Mamanya barusan mendapat telepon darurat dari rumah sakit, dan Pak Dima--supir keluarga, yang mengantar mamanya ke rumah sakit.

Dua puluh menit lalu, saat Kiana akan memejamkan mata, mendadak tubuhnya menjadi terasa tak nyaman.

Hanya satu yang terlintas di pikiran Kiana. Sahabat masa kecilnya. Sagara Aiden yang sendiri di sana.

Kiana terus merapalkan doa dalam hati agar ia sampai ke apartemen Sagara dengan selamat, dan menemukan Sagara baik di sana.

Sudah berbelas menit menunggu, tetapi taksi yang Kiana pesan tak kunjung datang.

Ini tidak boleh terjadi. Tapi sayangnya tubuhnya menentang kemauan Kiana ketika matanya sudah basah.

Kiana kelebihan air mata.

Bukan.

Bukan juga karena taksi yang tak kunjung datang. Kiana tidak mengerti. Dia tak tahu mengapa dirinya jadi menangis.

Tidak lama setelah itu, sebuah mobil berhenti di depan Kiana. "Maaf lama ya, Mbak. Sedikit macet tadi, maaf ya, mbak."

Kiana segera masuk ke dalam taksi tersebut. Kiana tidak suka memaksa kemauannya pada orang asing, namun kali ini sepertinya Kiana harus melakukan itu. Kiana berulang kali meminta supir untuk mengebut agar ia sampai cepat ke apartment Sagara.

Setelah sampai, Kiana memberi uang berwarna merah pada supir taksi tersebut. Dengan cepat ia masuk ke dalam apartemen dan menekan lift menuju ruang sahabat masa kecilnya.

"Saga..," lirih Kiana saat matanya langsung melihat Sagara meringkuk sendirian di lantai.

Kiana melangkahkan telapak kaki telanjangnya hati-hati karena pecahan kaca berserakan di apartment Sagara yang gelap.

Kiana duduk di lantai tepat di depan Sagara. Kiana menangis sesenggukan bahkan lebih keras dari Sagara.

"It's ok.., something bad happened?" tanya Kiana khawatir.

Sagara mengangkat kepalanya yang sakit dan memberat. Ia melihat mata Kiana yang samar memantulkan wajahnya. Sagara akan mengeluarkan kata, namun akhirnya kepalanya jatuh di pundak Kiana yang memeluknya. "No, nothing is ok. All my life is not okay, Na...."

I'm here to admit, that you were my medicine.

Ikatan Kiana dan Sagara kuat. Seakan jiwa satu sama lain telah terhubung erat. Sagara Aiden dan Kiana Sharetta Hauri adalah dua sosok berbeda, dengan satu jiwa yang sama.

Dunia memberi ruang dan waktu, untuk mengisi hal kosong yang ada, untuk melengkapi perbedaan yang ada.

Yang menjadi pertanyaan, sampai kapan semesta memberi ruang dan waktu tersebut?




яєωяιтє му нєαят





[ follow Wattpad esterspy_ ]

gimme your votes, your sweetest comments.
gulir untuk lembar 5.

follow Instagram;@esterspy@wattpadester @mayoree

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

follow Instagram;
@esterspy
@wattpadester
@mayoree.id
@kianasharettaa
@sagara.aiden

—esterspy

Rewrite My Heart [TERSEDIA DI GRAMEDIA]Where stories live. Discover now