Kepergok

485 72 10
                                    

"Hah," Adit membuang napas kasar diikuti Fariz yang mendesah lesu. Mereka berdua berbaring melihat langit-langit kamar dengan tatapan mata lelah dan sedikit kosong. Hari minggu yang membosankan. Bedanya, hari ini Fariz ditemani Adit di kamarnya. Sejak Sabtu kemarin, Adit menginap di rumah Fariz.

Dan jangan ditebak seperti apa hebohnya suasana rumah begitu Adit datang. Ibu Fariz menjadi lebih berisik sambil terus menatap Adit dengan senyum lebar dan melempar kata-kata pujian yang bahkan mungkin jarang ia berikan pada Fariz.

Lain halnya dengan ayah Fariz, ia tertawa-tawa sambil menepuk pundak Adit dan terus menanyakan apakah Adit masih mengikuti bela diri pencak silat atau tidak. Kakak perempuan FarizㅡAmizah, menjadi tambah cerewet dan terus menceritakan aib-aib Adit sewaktu dulu sambil terus menyuruh Adit untuk berpose seperti model di halaman depan rumah dan memotretnyaㅡ katanya untuk keperluan tugas ilustrasi di kampusnya.

"Riz, gue pengen deh rasanya gak peduli sama orang lain sekali aja," gumam Adit sambil menatap langit kamar Fariz dengan ekspresi wajah datarnya. Fariz yang mendengar gumaman itu menoleh dan melihat wajah Adit. Dari sudut berbaring ini Fariz bisa melihat tulang hidung Adit yang panjang dan rahangnya yang tegas. Juga, luka jahitan di keningnya itu. Fariz terdiam.

"Riz! Lu dengerin gue gak, sih? Jawab, dong!" Adit menoleh melihat Fariz yang ternyata sedang melihat dan memperhatikan wajahnya sambil terdiam membisu. Adit langsung terdiam melihat Fariz yang menatap wajahnya dengan sorotan mata yang tenang dan lalu ia tersenyum simpul.

"Kenapa? Lu, kenapa, sih?" Adit melihat Fariz dengan kedua telinga yang mulai memerah dan nada suaranya mulai terdengar meninggi seperti salah tingkah.

Fariz menyentuh luka jahitan Adit tepat di keningnya,"ini waktu lu dikejar Riko kabur itu, kan? Jatuh, gara-gara lu manjat gerbang sekolah. Nakal, sih, lu!"

Adit terdiam, raut wajahnya langsung berubah murung. Ia kini yang balik menatap kedua manik mata Fariz dalam. Fariz pun membalas tatapan itu dengan senyum tipis. Tiba-tiba tangan Adit memegang pergelangan tangan Fariz cukup kencang, ia masih menatap mata Fariz dengan tatapan mata sedih itu. Terlihat sepasang mata Adit yang mulai berkaca-kaca.

"Lu gak salah, iya, lu gak salah, kok. Riko pergi bukan gara-gara lu. Tenang, dit. Gue bakal selalu ada untuk lu," ujar Fariz seperti mengerti bahasa tubuh Adit. Mereka bersahabat sudah lama. Dan Fariz paham betul setiap makna dan arti yang ingin Adit sampaikan sekalipun itu lewat sorotan mata atau bahkan tatapan sendu.

Adit melepaskan pegangan tangan itu dan berbaring membelakangi Fariz. Fariz lagi-lagi terdiam. Ia melihat punggung lebar Adit yang tertidur tepat di sampingnya. Ia lihat punggung yang terlihat kokoh itu sedikit bergetar dan terdengar tarikan napas tersendat seperti berusaha menahan isakan.

"Dit, lu mau nginep di rumah gue sampai kapan? Kalau lu mau nginep satu minggu atau satu bulan juga boleh, kok," ucap Fariz sambil tertidur melihat ke arah punggung Adit.

"Gak tahu, Riz. Kayaknya gue bakal nyusahin lu terus. Setelah lu tahu sakit gue dan keadaan keluarga gue yang sebenarnya," jawab Adit masih tidur membelakangi Fariz.

Fariz berusaha menahan kepiluan dalam dadanya begitu mendengar ucapan Adit dan menatap punggung Adit yang menurutnya terlihat semakin rapuh. Fariz benar-benar tak menyangka, kalau kehidupan Adit serumit itu. Di saat dulu, Fariz menghakimi Adit begitu kasar dan tak mau tahu tentang perasaan Adit.

Ternyata, Adit adalah anak yang baik dan berhati lembut. Ia hanya sedang tersesat dan terjatuh saja. Dan Fariz pastikan, ia akan bantu Adit menemukan jalan. Agar ia tak tersesat dan terjatuh lagi.

"Dit, lu itu keluarga gue juga. Jadi, jangan sungkan, ya?" Fariz menepuk pundak Adit lembut sambil berusaha tersenyum walau hatinya terluka melihat sahabat terbaiknya ini mengalami kesulitan hidup. Tidak seharusnya Adit menerima perlakuan seperti ini, bahkan dari kedua orangtuanya sendiri. Terus terang, andaikan saja Fariz diberi kesempatan untuk berbicara secara jujur dan panjang lebar. Ia tak akan takut atau merasa bersalah marah-marah pada kedua orangtua Adit.

SEKOLAH 2019Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang