Immortal Witch | Act 25 - Meeting

Start from the beginning
                                    

Mereka berempat mendengus kesal dan berhamburan duduk di hadapan para pria ini. Tidak ada yang berani duduk di hadapan Luke, mau tidak mau Clare yang duduk di ujung tepatnya dihadapan Luke, itu membuatnya merasa kacau. Jules duduk di sebelah Clare karena sejak tadi Clare terus menggenggam tangannya tidak ingin terpisah sedangkan Zoya di paling belakang di depan Eryk.

Suasana menjadi canggung, tidak ada yang saling sapa atau melanjutkan perdebatan tadi. Semua hanya hening begitu juga Clare yang terus menunduk memainkan jari jarinya di bawah meja.

Diam diam Clare melirik Luke, namun Luke cepat menyadari dan berbalik menatap Clare yang kembali menunduk ketika mata mereka bertabrakan.

"Kapan Profesor datang?" tanya Jules.

"Sebentar lagi" jawab Xavier kemudian kembali memainkan gamenya bersama Eryk.

Beberapa menit dilalui, pintu terbuka menampakan Profesor Armstrong dengan santainya berjalan ke arah ujung meja dimana terdapat kursi tunggal di antara Luke dan Clare.

"Sudah saling kenal?" tanya Profesor Armstrong menekan meja menggunakan kedua tangannya.

Hening seketika, tidak ada yang berani menjawab entah apa alasannya. Semua duduk diam dan hanya menoleh menatap Profesor.

"Sepertinya hubungan senior dan junior ini sudah bagus" lanjut Profesor Armstrong.

"Tidak" ucap Jules spontan membuat semua orang menoleh ke arahnya kecuali Luke.

"Jules sepertinya keberatan. Tidak masalah, semua disini awalnya saling keberatan dan tidak akur"

"Bukan berarti sekarang akur kan? Buktinya kedua senior ini selalu membuatku ingin berteriak" kata Jules sangat berani. Dia memang sudah geram dengan aura Luke dan Louis seakan sedang perang dingin.

"Jules, kau sangat berani. Aku suka gayamu. Bagaimana yang lain? Apa keberatan jika aku menyatukan kalian menjadi satu kelompok?"

"Profesor, bisakah membentuk kelompok awal? Akan lebih nyaman jika seperti semula"

"Aku beri kalian pilihan. Pertama, menyatukan kelompok kalian seperti ini. Kedua, kembali dipecah menjadi 2 kelompok tapi senior dan junior di satukan"

Zoya, Blaire, dan Jules saling tatap tidak menerima pilihan tersebut. Mereka tidak ingin berpisah hanya karena masalah ini ataupun bergabung dengan orang orang di depan mereka. Hanya Clare yang masih menunduk diam, bahkan mendongakan kepala saja begitu enggan, dia pasrah dengan semua keputusan.

"Profesor, biarkan kami sendiri sendiri saja seperti tahun lalu" ujar Louis keberatan.

"Baiklah, kalau begitu opsi kedua"

"JANGAN!" teriak para anggota Pretty Savage kecuali Clare yang masih menunduk.

"Profesor, sejak awal kami berempat sudah membentuk tim sendiri selama masa percobaan. Tidak mungkin harus dipisah" Blaire buka suara.

"Ini rumit" gumam Profesor, "Kalau begitu opsi pertama. Tidak ada penolakan, tidak ada sendiri sendiri, tidak ada memilih anggota sendiri" tegas Profesor tidak ingin ambil pusing.

"Kalian anak anak yang disegani, harus bisa bersatu untuk sebuah misi besar. Tidak bisa dilakukan secara individu jika masih sayang diri sendiri. Kalian para gadis, harus bisa mengembalikan poin kalian yang hilang terutama Barker (Zoya). Davish(Clare), ini juga merupakan hukuman untukmu" Profesor kembali berdiri tegak, "Saya harap kalian bisa bekerja sama"

"Sekarang aku ingin membagi posisi. Berdasarkan akademik dan kekuatan, Luke dan Clare lebih unggul. Tapi berdasarkan reputasi, Luke dan Louis lebih unggul. Ketepatan, Luke dan Xavier lebih unggul. Ditakuti, Luke dan Blaire walau berbeda tipis dengan Jules. Dalam hal kecepatan, Zoya dan Eryk lebih unggul. Luke memiliki 5 peringkat, Clare memiliki 2 peringkat, sisianya memiliki 1 peringkat. Jadi, siapa yang bisa jadi pemimpin"

Jules, Blaire, dan Zoya menunjuk ke arah Clare sedangkan Clare menunjuk ke arah Jules. Berbeda dengan para pria yang menunjuk diri sendiri kecuali Luke tapi mereka enggan melakukannya dan lebih baik menunjuk diri sendiri.

"Tidak mungkin perempuan memimpin" kata Louis menurunkan tangannya.

"Aku lebih tidak sudi jika kau yang memimpin" sahut Zoya.

"Kenapa kalian menunjuk adik kalian?" tanya Xavier.

"Bukankah Clare memiliki 2 rangking" sahut Blaire.

"Rangking itu sama sekali tidak penting, yang penting adalah niat. Adik kalian tidak berniat sama sekali" kata Eryk.

"Selama ini Clare lah yang memimpin. Bahkan dia yang memegang tablet pengontrol" kata Zoya.

"Sudah kubilang perempuan tidak bisa memimpin laki laki" tegas Louis.

"Sekali lagi kau mengatakan itu, akan ku patahkan lidahmu" geram Jules.

Mereka saling ribut akan memperebutkan posisi. Itu membuat Clare pusing dan menjatuhkan kepalanya ke meja, dia sama sekali tidak ingin mendapatkan posisi apapun, dia hanya ingin menjadi murid biasa dengan nilai terbaik, itu saja sudah cukup membuatnya bahagia.

Brakk

Mereka semua terdiam ketika Profesor Armstrong menghentakan meja. Profesor berdiri memandangi mereka satu per satu dengan tatapan datar sebelum akhirnya membuat keputusan.

"Lebih baik aku yang menentukan" kata Profesor membuat bahu mereka melemas.

"Luke, kenapa kau tidak mengajukan diri?" tanya Profesor melirik Luke.

"Tidak ada alasan bagiku untuk mengajukan diri. Lagipula kau yang akan menentukannya" sahut Luke datar.

"Kau sudah tahu sejak awal" Profesor terkekeh kemudian melirik Clare yang masih merebahkan kepalanya di meja.

"Clare Davish"

Spontan Clare menegakkan kepalanya dan duduk dengan tegak menghadap Profesor. Dia hanya mendengarkan namanya disebut, bukan hal lain.

"Ya?"

"Kenapa kau seperti itu?"

Clare melirik teman temannya dan terlihat gugup kemudian menggeleng, "Bukan apa apa. Hanya saja, kepalaku terasa sedikit pusing"

Blare nyaris tertawa ketika Clare mengatakan itu mengingatkannya akan kecelakaan tadi di asrama ketika buku Blaire melayang ke kepala Clare.

"Apapun keadaanmu. Kau harus selalu siap dalam segala keadaan" ujar Profesor dapat anggukan Clare.

"Aku akan menentukan posisi masing masing dari kalian. Luke Orlane, kau akan memimpin. Clare Davish yang akan menjadi wakilnya sekaligus pemegang tablet pengontrol, itu cocok untuk kekuatannya. Jules dan Louis harus memastikan bahwa kalian semua aman ketika dalam misi. Zoya akan mengurus segala keperluan kalian termasuk membantu Clare. Xavier dan Blaire menjadi informan kalian. Eryk akan bekerja diluar sebagai pengintai"

Wajah Clare terlihat memucat. Dia benar benar tidak ingin posisi itu, andai saja biaa bertukar dengan Zoya tapi itu tidak mungkin. Mau tidak mau harus menjadi asisten tuan dingin dan itu merepotkan.

"Seperti biasa, dalam misi ini tidak boleh ada satupun orang yang tahu" lanjut Profesor Armstrong.

Wakil = Asisten, pikir Clare melemas. Dia mulai memikirkan pekerjaannya yang kacau itu. Mengikuti Luke kesana kemari seperti robot, dia juga takut Luke akan memberinya tugas yang menggudang membuatnya insomnia, disuruh melakukan berbagai hal dan lain lain seakan dia pelayannya. Memikirkannya membuat Clare ingin berteriak keras tapi dia tetap menahannya jika tidak ingin dianggal gila.

"Untuk misi kali ini, akan kusampaikan nanti. Lebih baik kalian beradaptasi terlebih dahulu untuk posisi kalian masing masing" Profesor pergi keluar ruangan namun langkahnya terhenti ketika sampai di depan pintu, "Clare, jangan lupa atur asrama kalian" hanya itu yang dia ucapkan sebelum akhirnya benar benar keluar dari ruangan. Ini konyol bagi Clare.

Luke pergi dari ruangan menyisakan keheningan di dalam ruangan. Clare yang tidak kuat lagi, berdiri dari duduknya dan pergi begitu saja kembali ke asrama. Teman temannya terlihat linglung dan langsung membuntutinya satu persatu kecuali Jules yang memasang tatapan intimidasi pada Louis sebelum akhirnya dia ikut pergi.

<TBC>

03/25/2021

Immortal Witch ✓Where stories live. Discover now