-DEEP-

By andinienggar

81.3K 6.3K 309

[COMPLETED] Memang awalanya tidak ada yang aneh, semua berjalan mulus selama lima tahun lamanya. Namun sua... More

DEEP [SATU]
DEEP [DUA]
DEEP [TIGA]
DEEP [EMPAT]
DEEP [LIMA]
DEEP [ENAM]
DEEP [TUJUH]
DEEP [ DELAPAN]
DEEP [ SEMBILAN]
DEEP [ SEPULUH]
DEEP [SEBELAS]
DEEP [DUA BELAS]
DEEP [TIGA BELAS]
DEEP [EMPAT BELAS]
DEEP [LIMA BELAS]
DEEP [ENAM BELAS]
DEEP [TUJUH BELAS]
DEEP [ DELAPAN BELAS]
DEEP [SEMBILAN BELAS]
DEEP [DUA PULUH]
DEEP [DUA PULUH SATU]
DEEP [DUA PULUH DUA]
DEEP [DUA PULUH TIGA]
DEEP [DUA PULUH EMPAT]
DEEP [DUA PULUH LIMA]
DEEP [DUA PULUH ENAM]
DEEP [DUA PULUH TUJUH]
DEEP [DUA PULUH DELAPAN]
DEEP [DUA PULUH SEMBILAN]
DEEP [TIGA PULUH]
DEEP [TIGA PULUH SATU]
DEEP [TIGA PULUH DUA]
DEEP [TIGA PULUH TIGA]
DEEP [TIGA PULUH EMPAT]
DEEP [TIGA PULUH LIMA]
DEEP [TIGA PULUH ENAM]
DEEP [TIGA PULUH TUJUH]
DEEP [TIGA PULUH DELAPAN]
DEEP [TIGA PULUH SEMBILAN]
DEEP [EMPAT PULUH]
DEEP [EMPAT PULUH SATU]
DEEP [EMPAT PULUH DUA]
DEEP [EMPAT PULUH TIGA]
DEEP [EMPAT PULUH EMPAT]
DEEP [EMPAT PULUH LIMA]
DEEP [EMPAT PULUH ENAM ]
DEEP [EMPAT PULUH TUJUH]
DEEP [EMPAT PULUH DELAPAN]
DEEP [EMPAT PULUH SEMBILAN]
DEEP [LIMA PULUH]
DEEP [LIMA PULUH SATU]
DEEP [LIMA PULUH DUA]
DEEP [LIMA PULUH TIGA]
DEEP [LIMA PULUH EMPAT]
DEEP [LIMA PULUH LIMA]
DEEP [LIMA PULUH ENAM]
DEEP [LIMA PULUH TUJUH]
DEEP [LIMA PULUH SEMBILAN]
DEEP [ENAM PULUH]
DEEP [ENAM PULUH SATU]
DEEP [ENAM PULUH DUA]
DEEP [ENAM PULUH TIGA]
DEEP [ENAM PULUH EMPAT]
DEEP [ENAM PULUH LIMA]
DEEP [ENAM PULUH ENAM]
DEEP [ENAM PULUH TUJUH]
DEEP [ENAM PULUH DELAPAN]
DEEP [ENAM PULUH SEMBILAN]
DEEP [TUJUH PULUH]
DEEP [TUJUH PULUH SATU]
DEEP [TUJUH PULUH DUA]
DEEP [TUJUH PULUH TIGA]
DEEP [TUJUH PULUH EMPAT]
DEEP [TUJUH PULUH LIMA] EPILOG

DEEP [LIMA PULUH DELAPAN]

304 30 9
By andinienggar

Cek mulmed diatas yaa .....

.

..

...

....

....

......

Dua tahun kemudian ...

Hari - hari Abel disibukkan dengan berbagai adaptasi di kota barunya. Di kehidupan barunya. Di rumah barunya. Bersama orang - orang baru juga. Abel sekarang tinggal di rumah budhenya. Mama dan kakaknya mengurus perusahaan di luar negeri. Di sini,perlahan Abel berusaha melupakan dia yang benar - benar mengisi penuh ruangan hatinya. Abel tahu,  itu membutuhkan waktu tidak sebentar. Namun setidaknya Abel telah mencobanya pelan - pelan. Meskipun terkadang ada beberapa malam yang dia lewati dengan tangisan ketika ingatan itu tiba - tiba datang menyerbunya tanpa aba - aba. 
Perlahan Abel mulai terbiasa mandiri dan sendiri. Tanpa sahabat - sahabatnya. Tanpa dia. Setiap ada sesuatu yang mengingatkannya kepada mereka, Abel melihat foto yang ia bawa. Foto mereka bertujuh. Dan itu adalah satu - satunya foto yang Abel bawa ke sini.  Sekarang keseharian Abel adalah membantu budhenya menjaga toko kue. Toko kue itu tidaklah kecil. Melainkan toko kue terkenal dan sudah buka cabang di berbagai kota di seluruh Indonesia. Dan Abel di percaya memegang salah satunya. Yaitu toko pusat.  Kesibukan itu menguntungkan Abel. Membantunya untuk melupakan dia.

Biasanya setelah beres dengan toko kue,  sorenya Abel membacai buku. Dia berniat kuliah tahun depan. Menyusul mama dan kakaknya di luar negeri.  Untuk saat ini Abel hanya ingin menenangkan diri. Dan rumah budhenya adalah alternatif yang tepat.

Suatu sore, ketika Abel sedang asyik duduk di halaman rumah, tiba - tiba ada sebuah mobil chamry memasuki pelataran rumah budhenya. Tak lama kemudian,  dari mobil itu keluar dua orang manusia. Yang satu wanita seumuran budhe,  dan yang satunya lagi laki - laki. Memakai kacamata berwarna hitam. Seumuran dengan Abel.

Di tutupnya buku yang di baca. Segera Abel bangkit dari duduknya. Dia tersenyum canggung.  Wanita itu tersenyum ramah. Baru saja Abel akan membuka mulutnya,  Budhe Qia sudah muncul dengan kehebohannya.

"Eh jeng? Udah dari tadi ya?"

Budhe Qia heboh menghampiri wanita itu sambil bercipika cipiki ria. Sedangkan Abel hanya diam mematung. Terlebih memandangi laki laki di depannya. Abel sama sekali tidak tersenyum. Padahal laki - laki di depannya itu tersenyum ramah. Kacamata hitamnya masih bertengger manis. Menambah kadar ketampanannya saja.

"Oh iya jeng, ini siapa? Kok ga pernah liat?"

Sekarang wanita di depan Abel ini mengamati Abel lekat - lekat. Macam mengamati barang antik.

"Woalah ini keponakan saya jeng. Namanya Abel. Ini nduk,  namanya Budhe Asti."

Abel lagi - lagi tersenyum canggung dan menyalami Budhe Asti.

"Cantiknya anak ini." Asti memuji Abel dan membelai pipi Abel.

"Oh iya Abel,  ini anaknya Budhe. Namanya Orion. Dia seumuran sama kamu lho. " Asti tersenyum penuh arti. 

Lha terus kenapa kalo seumuran sama gue? Emang gue peduli?

Abel hanya tersenyum kecil. Lebih ke arah judes. Lalu dia pamit undur diri dari ketidaknyamanan itu. Masuk ke dalam kamar dan mengunci diri.  Begitulah dirinya sekarang. Lebih tertutup kepada siapapun yang baru di kenalnya. Bukan apa - apa. Dia trauma atas kehilangan. 

Tak lama kemudian, pintu kamarnya di ketok pelan.

"Nduk bukain pintunya, ini Budhe Qia Nduk."

"Buka aja Budhe, Abel ga ngunci pintunya."

Terdengar suara pintu dibuka.

"Kenapa Budhe?"

"Budhe minta tolong boleh?"

Abel hanya menganggukkan kepalanya pelan.

"Budhe minta tolong kamu belanja keperluan untuk toko kue bisa?"

"Bisa Budhe, bentar ya Abel mau ganti baju dulu."

Qia mengangguk dan meninggalkan Abel di kamar. 

Abel mengganti bajunya dengan celana jeans selutut dan sweeter warna merah kebanggaannya. Tak lupa dengan tas selempang kecil berwarna senada. Abel menghampiri Budhe Qia untuk bertanya mengenai kunci mobil milik Budhenya. Abel berdehem untuk menyela percakapan kedua sahabat itu. Budhenya itu langsung menyadari kehadiran Abel. 

"Emm maaf Budhe, kunci mobilnya di mana ya?"

"Jangan naik mobil sendirian nduk, di anter sama Orion aja ya? Bahaya atuh anak gadis pergi sendiri." Budhe Asti menyambangi. 

"Iya nduk, sama Orion gakpapa ya?"

Belum sempat Abel menolaknya secara halus, Orion sudah bangkit dari duduknya dan memberi isyarat kepada Abel untuk mengikutinya.

Lagi - lagi Abel tersenyum kepada Budhe Asti dan Budhe Qia lalu membuntuti Orion keluar. 

"Saya tidak perlu diantar. Saya naik angkot saja sendiri."

Cowok didepan Abel mengerutkan dahinya.

"Kenapa? saya sama sekali engga mau nyulik kamu. Saya juga ga makan kamu kok. Udah saya anter aja. bahaya. Dan saya maksa." 

Orion membukakan pintu mobil untuk Abel.

"Saya cukup sehat untuk membuka mobil sendiri." celetuk Abel ketus.

Orion tidak menggubrisnya. Ia melajukan mobilnya. Atmosfer canggung memenuhi mobil yang mereka naiki. Tak ada obrolan sama sekali. Bahkan ketika ke toko membeli bahan - bahan untuk kue, sama sekali tidak ada percakapan. Pada saat pulang pun suasana masih sama, canggung dan mencekam. Hingga akhirnya Orion memutuskan untuk memutar lagu - lagunya. Ketika lagu diputar, tanpa sadar Abel ikut bergumam mengikuti alunannya. 

"Kamu dengerin lagu - lagu indie juga?"

"Iya, saya suka dari dulu."

"Kok kita sama ya? wah, sejak kapan?"

Abel tersenyum untuk pertama kalinya kepada Orion "Sejak awal SMA."

Orion tersenyum balik. Dan dia baru saja menyadari gadis di depannya ini mempunyai senyum yang manis. 

"Mau mampir sebentar?"

"Kemana?"

"Ya ada. Dan ga boleh nolak. soalnya kita udah sampe ditempatnya. ayok turun. Kamu cukup sehatkan buat buka pintu sendiri?"

Abel cengo dibuat Orion. Abel turun dari mobil dan membuntuti Orion. Mereka berdua duduk dipojokan kanan.

"Kedai es krim?"

"Iya, kamu suka es krim?"

"Banget." seketika mata Abel berbinar.

"Disini kedai es krim favorit saya."

Abel hanya ber oh ria. Setelah es krim pesanan mereka datang, mereka menikmatinya dalam keterdiaman. Sampai akhirnya Orion memecah gelembung keheningan itu. 

"Kamu unik ya,"

Abel yang hendak menyendokkan es krim ke mulutnya berhenti seketika. Matanya menatap Orion dengan bingung "Maksudnya?"

"Gapapa."

"Jangan gombal ke saya. Gak mempan." 

Setelah berkata seperti itu, diam-diam Orion tersenyum kecil. Entah kenapa sikap Abel membuatnya malah menjadi tertarik. Biasanya gadis mana saja kalau di ajak ngobrol dengan Orion matanya berbinar binar penuh harap bahkan cenderung genit. Namun Abel malah sebaliknya. Ia malah cenderung tak peduli dengan pesona Orion bahkan tidak memapan sama sekali untuk Abel. Entah kenapa dari dalam lubuk hatinya Orion ingin mengenal Abel lebih dalam. 

Setelah menikmati es krim, mereka melanjutkan perjalanan pulang. Jam sudah menunjukkan pukul empat sore. Jalanan mulai dipadati oleh para pengendara yang baru saja pulang dari kerja dengan wajah lesunya. 

"Abel mau ketemu teman saya sebentar gak?"

Abel yang awalnya sibuk menatap keluar jendela menengokkan kepala ke arah Orion. 

"Teman?"

"Ya, kamu pasti akan akrab dengannya."

Abel menimang-nimang sebentar. Kebetulan ia sedang suntuk diluar dan ingin pergi menghirup udara. Sudah lama semenjak kedatangannya pertama kali di sini ia sama sekali belum mencoba berkeliling di kota ini. 

"Ya, gak masalah."

Orion tersenyum, sedangkan Abel kembali sibuk memandang keluar jendela. 

Mereka berdua mampir di sebuah toko. 

"Abel tunggu di sini sebentar ya,"

Abel hanya menganggukkan kepalanya. 

Beberapa menit kemudian Orion kembali dengan menanting sebuah kantong plastik. Sepertinya berisi beberapa makanan kecil dan minuman. 

Mereka melanjutkan perjalanan tanpa satu patah katapun. Hanya lagu-lagu yang mengisi atmosfer mobil. Setengah jam kemudian, mereka sampai disebuah tempat. Abel menatap sekitarnya bingung. Bagaimana tidak? di sekitarnya terbentang hamparan sawah. Abel reflek membuka pintu mobilnya. Ia memejamkan matanya. Dihirup dalam-dalam udara pedesaan. Seketika energi baik diterima syaraf otaknya. Entah kenapa pikirannya menjadi sejernih mata air. Tanpa sadar melengkungkan senyumannya. Selama dua tahun ini dia kemana saja? kenapa baru tahu jika ada tempat sebagus ini?

Orion yang melihat itu tersenyum manis. Ia keluar dari mobilnya sambil menenteng kantong plastik hasil belanjaannya tadi lalu menyenggol Abel. 

"Seneng?"

Abel membuka matanya lalu menoleh ke arah Orion, dia menganggukkan kepalanya. 

"Alam memang punya cara sendiri untuk membuat kita terkesima bukan? Tapi kalo mau ketemu teman saya bukan di sini, di sana kamu bisa lihat teman saya. " Orion menunjuk anak tangga menuju  bukit. Bukit itu hijau dan tidak terlalu tinggi. Mungkin butuh sepuluh menit untuk mencapai puncaknya. 

"ke sana?"

"Iya, yuk."

Abel menganggukkan kepalanya pelan. Mereka berdua menaiki tangga menyusuri bukit. Benar. Sepuluh menit kemudian mereka sampai. Abel langsung dibuat bungkam oleh pemandangan di depannya.

"Lebih indah bukan?"

Abel tersenyum manis.

Deg!

entah kenapa senyum itu membuat Orion merasakan bahagia sendiri. 

"Sini Bel duduk." Orion menepuk tempat di sebelahnya. "maaf ya ga bawa tikar, celana kamu jadi kotor."

"Kenapa? saya bukan cewek yang menye-menye kayak gitu." 

"Galak banget mbak, heran."

Abel diam tidak menggubris.

"Temen kamu mana?"

Orion melihat jam tangannya. jam 5 lebih. Saatnya alam mengenalkan Abel pada teman setianya.

"Sebentar lagi dateng. Tapi cuma empat puluh tujuh  detik. "

Abel tambah bingung. 

"Nah itu dia tuh mulai dateng." 

Abel mengikuti arah ke mana tangan Orion menunjuk. Sejenak mata Abel di bius oleh semburat jingga yang perlahan menuju ke arahnya. Menaungi dirinya. memeluk dirinya dalam warna-warna apiknya. Pelan, perlahan, Abel terhanyut dalam suasana. Sang raja siang seakan berpamitan dengannya. Empat puluh tujuh detik yang mengesankan.

"Temen kamu maksudnya senja?"

Orion tersenyum. 

Abel terkekeh pelan. 

"Kamu ini ada-ada saja." Abel menggeleng gelengkan kepalanya sambil dibarengi tawanya, "Tapi makasih, cukup menghibur. Entah kebetulan atau bagaimana saya juga suka senja, saya temannya senja."

"Oh ya? kenapa kita baru kenal sekarang?"

"Bukannya semesta punya cara tersendiri mempertemukan manusia-manusia bumi?" Abel menaikkan alisnya.

"Ya, benar. Dan kita juga tidak tahu semesta akan melakukan hal mengejutkan apalagi nanti."

"Kita lihat saja." Abel tersenyum.

"Eh, saya tadi beli makanan atau minuman, saya tidak tahu yang kamu suka yang mana. Pilih sendiri saja." Orion menaruh kantong plastik yang ia bawa disamping Abel.

"Ini mah saya suka semua." Abel lagi-lagi terkekeh.

"Oh ya? ini juga makanan kesukaan saya." Orion tertawa. "Semesta memang lucu."

Abel hanya tersenyum. 

"Tadi kita belum kenalan ya?"

"Apa sih, kan udah tau namanya." 

"Ya gakpapa biar resmi. Nama kamu siapa?"

Abel tertawa pelan, "Nama saya Amabel Aracellina Livia, Pada manggil Abel biasanya."

"Nama saya Orion Ursa Minor."

"Nama kamu bagus Yon. Orion. Bintang paling terang."

"Mamah bilang gitu juga sih. Mungkin biar saya bisa nyinari kamu."

"Gombal!" Abel lagi-lagi tertawa. 

Orion runtuh dalam senyum itu. senyum yang seakan-akan benar-benar menguasai dirinya untuk menatap gadis di depannya dalam waktu lama. Oh ya, lihat. kedua matanya itu pasti akan membuat siapa saja ingin mengobrol dengannya semalam suntuk. Abel. Sepertinya gadis di depannya ini mempunyai pesona yang membius. 

Entah benar atau tidak. Tawa yang di perlihatkan Abel tadi seperti tawa yang tidak pernah muncul selama dua tahun belakangan ini. Tawa yang selalu ditahan untuk meledak ke siapapun dua tahun ini. Dan entah benar atau tidak, tawa itu seperti menahan sedih dilain sisinya. menyimpan entah berapa lapis luka yang berusaha ia mampatkan. Tapi Orion tahu, gadis di depannya ini sangat kuat. Gadis di depannya ini sebenarnya periang, gadis di depannya ini sebenarnya asik. Namun ia hanya menutup dari dunia luar. Mungkin saja menutup luka-luka yang akan membuatnya semakin parah lagi. 

Siapa yang tega memberi begitu banyak luka padamu Bel? katakan pada saya. Ceritakan pada saya. Mungkin saya hanya bisa mendengarkan, namun setidaknya perasaan kamu lega. 

Langit mulai menggelap memayungi mereka berdua. Tawa kini memenuhi atmosfer hari itu. Mereka akhirnya bercerita satu sama lain. Mengalir begitu saja tanpa adanya intro. Entahlah. Semesta sedang bercanda atau tidak. Namun satu yang Abel tahu, semesta sedang berbaik hati mengirimkan salah satu makhluk buminya yang baik untuk dirinya. 

🌊🌊🌊

Haiii!! I"m Come Back! semoga sehat selalu ya kalian semua. tetep stay di rumah. jaga kesehatan. Dalam rangka ikut gerakan #dirumahaja , nih aku kasih asupan. semoga mengisi kegabutan hehe. Salam sayang!

Continue Reading

You'll Also Like

812K 11.4K 25
Klik lalu scroolllll baca. 18+ 21+
125K 9.9K 44
Awalnya Savana bertekad untuk naik gunung karena ingin membuktikan pada mantannya bahwa ia bisa. Ia tidak ingin diremehkan. Sampai ia ikut organisas...
A Way Back ✔ By π

General Fiction

3.9K 270 55
[15+] Sarah pikir, menjadi mahasiswa akan jauh menyenangkan daripada masa-masa sekolah dulu. Banyak liburnya, bisa jalan-jalan, berteman dengan maca...
146K 4.7K 62
#5 in Teenfiction 11-09-2018 #113 in Teenfiction 30-06-2018 [DON'T COPY MY STORY] Kalian tau kehilangan seseorang yang kita sayang lebih menyakitkan...