Suatu rombongan besar yang rata-rata orangnya berjubah putih-justru lebih seperti pasukan-datang ke depan tenda terbesar di perkemahan prajurit garis depan. Dari dalam tenda tersebut, keluar tiga orang pria yang menyambut kedatangan rombongan ini.
Seorang wanita berzirah, turun dari kudanya dan lengsung menghampiri ketiga orang tadi.
Ia tunduk sesaat dihadapan ketiganya. "Kami utusan dari Gereja Agung Völuspá, datang untuk membantu pertahanan perbatasan," kata wanita itu.
"Gereja Völuspá?" gumam salah satu laki-laki di sana. "Tunggu dulu! Kau, kan ...?"
"Maaf Pangeran Richard, hamba salah satu petinggi gereja. Seorang shesin bintang lima, Cruseder Class. Salah satu dari Tujuh Belas Pelindung Leavgard, Jean D'Arc."
Pangeran Richard menatap kakaknya, Pangeran Lionel. Sedangkan pangeran kedua itu menatap Jendral Toyotami yang masih ternganga tak percaya.
Dengan datangnya Jean, sudah ada empat orang dari Tujuh Belas Pelindung Leavgard di garis depan. Toyotami Genji, Kagami Shiro, Meyfa Kimberlie dan yang baru saja datang, Jean D'Arc. Ini adalah fenomena yang sangat langkah. Sangat tidak mungkin terjadi beberapa shensin bintang lima berkumpul seperti ini.
"Kenapa kalian di sini? Bukankah Kerajaan Elsia membantu perbatasan di Kerajaan Illinixshina? Apa di sana tidak kekurangan pasukan sampai mengirimnya ke sini?" saut Pangeran Lionel.
"Pasukan kerajaan sudah berada di perbatasan Illinixshina. Kami utusan khusus dari gereja," jawab Jean lagi.
"Baiklah. Lalu?" tanya Pangeran Lionel lagi.
"Tuhan sendiri yang menyuruhku datang kemari."
"Ha?" saut ketiganya.
Memang terdengar aneh. Namun, mereka menyadari jika Jean D'Arc dapat mendengar suara malaikat yang kemungkinan datang dari Tuhan.
"Beliau juga berkata kalau akan ada laki-laki yang akan merubah sejarah Leavgard. Seorang tuan dari semua shensin, Lord Class. Ia ingin aku melihat sendiri kemampuannya," tambah Jelan lagi.
"Aku tidak peduli apa pun itu," saut Pangeran Richard. "Jika kau ingin membantu kami, aku akan sangat berterima kasih."
Jean menunduk sesaat. "Sudah kewajiban hamba, Yang Mulia."
"Kalian bisa mendirikan tenda di mana pun kalian mau," tambah Pangeran Lionel.
Jendral Genji menghampiri Jean, ia mengulurkan tangannya. "Sebagai sesama Tujuh Belas Pelindung Leavgard, mohon kerja samanya, Master Jean."
Jean menjabat tangan Genji. "Begitupun aku, Master Genji."
"Langsung saja suruh pendeta-pendeta itu untuk membuat tenda," ujar Pangeran Richard.
"Benar juga." Jean berbalik dan menatap pasukan gereja yang ia bawa. "Kita sudah disambutbaik dalam aliansi ini. Sekarang mulai mendirikan tenda!"
Semua orang berjubah putih itu membungkuk sesaat pada Jean, lalu berbalik dan mencari tanah lapang untuk membangun perkemahan.
Salah satu pendeta, tanpa disuruh segera menyiapkan tangga lalu ia naik ke atas tenda untuk memasang bedera kebesaran Gereja Agung Völuspá di atas tenda terbesar, berjajar dengan enam bedera negara yang bergabung dalam aliansi. Ia melakukan ini sebagai tanda kalau pasukan gereja ikut ambil bagian dalam pertahanan perbatasan.
"Turunkan sedikit! Karena bendera itu adalah bendera organisasi, bukan negara. Sedikit tidak pantas jika disejajarkan dengan bendera negara." Tiba-tiba datang menghampiri dengan kuda hitamnya, seorang laki-laki berzirah hitam full armor hitam. Pendeta tadi segera menurunkan tiang sehingga bendera kebesaran Gereja Agung Völuspá berkibar sedikit bawah dari bendera yang lain.
Laki-laki berzirah itu tidak sendiri. Ia bersama lima kesatria lain di belakangnya.
"Selamat datang kembali Raja Helicius," saut Pangeran Lionel.
Laki-laki itu hanya mengangguk dengan sedikit berdehem. Ia segera turun dari kudanya dengan kasar dan berjalan cepat mengahampiri Jean D'Arc. "Apa yang dilakukan budak gereja di sini?"
Raja Helicius van Borg merupakan Raja dari Kerajaan Ziheld. Berbeda dari enam pemimpin negara yang tergabung dalam aliansi ini, ia turun langsung dalam peperangan. Dengan ditemani salah satu jendralnya, Jendral Frederik Willem, ia berdiri bersama pasukannya.
Tidak ada unsur kehalusan dalam sifatnya, apa lagi jika menyangkut tentang gejera. Di masa lalu, ia sempat terlibat komflik dengan pemimpin gereja agung mengenai doktrin dari para pendeta saat merangkul jemaat di kerajaannya. Konflik itu hampir memecah belahkan kerajaannya.
Sejak saat itu, ia sangat membenci apa pun yang berhubungan dengan gereja dan membatasi pergerakan gereja di dalam kerajaan.
"Maaf jika lancang, Yang Mulia. Namun kata-kata Anda sungguh kasar," saut Jean.
"Huh, apa gereja ingin mencari muka setelah membuat masalah dengan Kerajaan Elsia," ujar Raja Helicius lagi.
Menurut kabar yang beredar, penganut ajaran gereja mencoba memerdekakan diri dari Kerajaan Elsia. Para jemaat menganggap kalau kerajaan menghalangi mereka untuk beribadah.
"Yang Mulia, Anda sudah berlebihan," kata Jean yang mulai mengangkat nada suaranya.
"Sudahlah Raja Helicius, kita terima saja niat baik mereka," ujar salah satu dari enam orang yang sejak tadi diam di belakng Raja Helicius. Rambut coklat klimisnya yang panjang, ia sisir ke samping dengan rapi. Nampak jelas pada dirinya status seorang bangsawan. "Jangan ungkit masa lalu sekarang."
"Jangan ikut campur Barbatos! Ini urusanku pada tikus gereja ini."
Laki-laki itu, Alonzo Barbatos, pemimpin pasukan perwaklian dari Kerajaan Lumira. Beliau merupakan adik dari raja yang memerintah sekarang. Mengingat hubungan dekat antara Kerajaan Ziheld dan Kerajaan Lumira, sikap yang ditunjukkan Raja Helicius dia anggap biasa.
Sinar kesabaran pada wajah Jean mulai meredup. Sorot matanya begitu tajam menatap Raja Kerajaan Zihelt tersebut. Untuk saat ini, ia hanya diam menunggu hinaan berikutnya. Dan jika itu terjadi, ia tidak akan sungkan menghunuskan pedangnya demi harga diri gereja.
"Sudahlah ... sudahlah ... lebih banyak yang bergabung, kan lebih baik," saut seorang laki-laki berzirah full plate bercorak merah dan jingga, datang dari belakang Raja Helicius. Kumis laki-laki ini tampak unik, bentuknya menhujam ke atas sehingga seperti huruf W.
"Benar yang dikatakan Jendral McGinn. Semakin banyak yang bergabung, semakin baik," tambah seorang lagi. Ia mengenakan zirah dengan bentuk persis seperti Jendal McGinn namun, corak warnanya berbeda. Miliknya berwarna ungu dengan garis warna putih.
Sama seperti jendral satunya, laki-laki ini pun memiliki bentuk kumis yang unik. Kumisnya yang tebal itu dibiarkan tumbuh panjang di bagian samping.
Meski dengan kumis yang nyentrik, kedua orang itu adalah jendral hebat utusan dari Kerajaan West Cape. Mereka menggantikan raja untuk memimpin pasukan dari kerajaan tersebut. Mereka adalah Jendral Albuquer McGinn dan Lew Wallace.
Raja Helicius terdiam namun tetap dengan raut wajah penuh kekesalan. Ia pergi tanpa sepatah kata menuju tenda kerajaan Ziheld. Lima orang yang ikut bersamanya tadi hanya bisa menghela nafas menghadapi sifat Raja Helicius tersebut.
"Kalau begitu, hamba undur diri, Yang Mulia," ujar Jean pada Pangeran Lionel dan pergi dari tempat itu, menuju pertendaan pasukannya yang mungkin sekarang sedang dibangun.
Sebuah tanda tanya besar muncul saat melihat semua bendera di atas tenda pertemuan para pemimpin, seorang laki-laki berwajah oriental dengan mata sipit maju menghampiri Genji. "Jendral Toyotami, di mana kami bisa bertemu utusan dari Kerajaan Albion. Aku dengar, Raja Valdemar yang memimpin langsung pasukan garis depan. Kami ingin berbicara dengannya."
Laki-laki itu snagat elegan dengan hanfu putih yang ia kenakan. Sebagian rambut bagian kepalanya diikat dan selebihnya dibiarkan tergerai. Dan di tangan kananya tergenggal sebuah pedang dengan sarung berwarna hitam.
"Pasukan Kerajaan Albion sudah ditarik mundur beberapa waktu yang lalu," jawab Genji penuh kecewa.
Dari semua bendera negara yang berkibar, bendera Kerajaan Albion menghilang. Padahal sebelum mereka pergi, bendera kerajaan itu masih ada di sana. Hanya ada enam bendera saja, yaitu; bendera Kerajaan Ardesdale, bendera Kekaisaran Sakura, bedera Kerajaan Ziheld, bendera Kerajaan Lumira, bendera Kerajaan West Cape dan bendera Kekaisaran Qin Xia.
"Apa!? Kenapa?" seru Alonzo.
"Aku tidak tahu," jawab Genji walau pun sebenarnya ia tuhu betul kebenarannya. Ia hanya tidak mau orang luar tahu mengenai masalah internal kerajannya.
"Begitu, kah. Sayang sekali," laki-laki oriental terlihat kecewa.
"Sebenarya ada apa, Jendral Han?" tanya Genji lagi.
"Pasukan Albion terlihat di perbatasan Kerajaan Albion dan Kekaisaran Qin Xia. Mereka bukan hanya berjaga, terlihat beberapa aktifitas militer di sana. Kaisar mengutusku untuk menanyakan hal itu pada Raja Valdemar," jelas laki-laki yang disebut Jendral Han itu. "Aku pikir, bisa menemuinya di sini."
Semua orang di sana hanya diam tidak merespon.
*****
Gadis gotic bergaun merah berjalan dengan santainya melewati tenda-tenda prajurit. Kakinya terus melangkah seakan tidak memperdulikan prajurit di sana yang mencoba menahannya. Karena medan pertempuran bukan tempat bermain anak-anak.
Seorang elf menghampiri gadis itu. Ia tidak sendiri, ada gadis kucing bersamanya.
"Lama tidak bertemu, Beatrice," ujar elf tersebut.
"Oh, Tias, aku sehat-sehat saja. Dan kau sepertinya tidak berubah sama sekali," jawab gadis gotik itu. Matanya bergulir ke gadis kecil yang sejak tadi bersembunyi di kaki Tias. "Apa ini? Apa kau berganti profesi menjadi pengasuh?"
"Yah begitulah. Namun ini hanya sementara sampai orang tuanya datang," jawab Tias.
"Tunggu dulu. Dia bukan werebeast, dia spirit." Beatrice merasakan pancaran energi yang berbeda dari gadis kucing itu.
"Matamu jeli seperti dulu, ya."
"Bagaimana makhluk suci seperti dia ada di sini? Di mana kau menemukannya?"
"Pelan-pelan. Ayo ke tendaku, aku akan menceritakan semuanya."
*****
Di ruang terdalam pada penjara, dan merasa bosan, pemuda itu mengikat tumpukan jerami, menyimpilnya sehingga membentuk boneka. Tidak hanya satu, tapu dua boneka. Dan dia bermain dengan dua boneka itu seperti anak kecil yang memiankan action figure.
"Oi anak baru!" seru seseorang di balik jeruji besi sebelah Erix. Sepertinya ia kasihan dengan pemuda tetangganya itu, karena ia menganggap Erix terlalu stres. "Apa yang kau lakukan sehingga bisa masuk ke penjara ini?"
"Aku tidak melakukan apa pun. Aku hanya menantang raja, namun raja tidak suka dan aku di penjara," jawab Erix apa adanya.
Tawa laki-laki itu seketika meledak.
"Sebenarnya sekarang kita di mana? Aku rasa ini bukan penjara untuk para penjahat," tanya Erix.
Erix cukup tahu situasi disekitarnya. Penjara ini minim penjagaan. Di beberapa tempat, terdapat beberapa senjata tergeletak begitu saja. Jika ini penjara untuk tahanan, benda seperti tidak akan ditemukan dengan mudah. Dan lagi, semua orang di sini mengenakan chainmail bahkan armor.
"Penjara ini untuk para pejuang gladiator," jawab laki-laki itu spontan.
"Gladiator?"
"Ya. Rakyat Albion sangat menyukai pertunjukkan gladiator. Mereka bahkan sangat antusias jika salah satu peserta terbunuh."
"Tunggu dulu! Kalau begitu aku ...."
"Kau adalah peserta yang kemungkinan akan ditandingkan besok."
"Apa! Aku tidak mau!"
"Bukan kau yang menentukannya anak muda. Kita hanyalah budak di sini."
"Bagaimana caranya supaya aku bisa keluar?"
"Kau harus memenangkan semua pertarungan. Namun, itu tidak mungkin karena raja akan mengeluarkan monster-monster terhebatnya untuk mengalahkan kita dan ia beserta rakyatnya akan tertawa dikala kita merenggang nyawa."
"Seburuk itu, kah?"
"Sangat buruk."
Tiba-tiba, pintu besi ruang terbuka. Suaranya yang nyaring mengagetkan siapa pun di dalam penjara.
Masuk yang paling depan, seseorang berkulit gelap dan terlihat semakin gelap karena ruangan yang minim pencahayaan.
"Dia sudah kembali," ujar laki-laki yang tadi.
"Siapa dia?" tanya Erix.
"Sang Jawara. Ilrune, seorang dark elf."
"Pantesangelap," gerutu Erix.
_______________________________
Hayoloh, Erix nya dalam masalah.
Jangan lupa vote dan komentranya ya