84 : Hutan Barat Ardesdale

1.5K 148 45
                                    

Seekor babi hutan raksasa – mungkin ukurannya tiga kali lebih besar dari seekor beruang hitam – tergeletak tak berdaya setelah dihantam Lucius dan Selina.

Babi hutan ini sudah beberapa hari terakhir mengamuk tanpa sebab. Ia menghancurkan sebagian hutan, pertanian warga dan beberapa rumah penduduk. Pemimpin setempat merasa resah sehingga mengajukan permintaan pada guild shensin. Hadiah yang ditawarkan pun cukup lumayan, hal itulah yang membuat Erix tertarik dan menyuruh Lucius untuk bekerja.

Sumber masalah sudah diatasi, Selina mengambil tubuh besar itu dan dimasukkan ke dalam body bagnya. Tubuh monster sebesar itu meresap masuk ke dalam tubuh wanita yang ramping. Awalnya Lucius agak tercengang dengan apa yang ia lihat. Ia tidak menyangka body bag dapat melakukan hal gila seperti itu.

Sebenarnya, setiap orang memiliki cara masing-masing menggunakan body bag mereka. Seperti halnya Haldur – werebeast Suku Lepus – saat menggali ruang bawah tanah. Ia meggunakan body bagnya untuk menampung semua tanah lalu dibuang di luar.

Maski terlihat konyol, Lucius rasa penggunaan body bag seperti itu bukanlah suatu yang buruk.

"Baiklah. Ayo kita kembali," ujar selina setelah menelan tubuh bibi hutan raksasa itu. Lucius mengangguk dan mereka mulai meninggalkan hutan itu.

Hutan yang mereka lewati cukup sederhana, tidak ada yang spesial, hanya hutan biasa. Namun, itu justru membuat Lucius sedikit berfikir berbeda. Maski hutan tampak normal, tapi tidak ada sutu hewan pun yang terlihat. Bahkan serangga kecil yang berisik tidak menunjukkan eksistensinya.

Kedua anak masuia itu masih bejalan santai menelusuri hutan, mencari jalan untuk keluar. Tapi Selina mulai merasakan suatu yang berbeda. Sepertinya, sejak tadi mereka hanya berputar-putar.

"Lucius, apa kau juga merasakannya?" tanya Selina.

Lucius yang paham dengan apa yang dimaksud Selina pun menyahut, "Ya. Aku juga merasakannya."

Seuatu gelombang aneh yang tak terlihat terus menyebar di hutan tersebut. Membuat langkah kedua orang itu membuyar dan tampak berputar-putar. Meski mereka hanya berjalan lurus ke depan namun, mereka kembali ke tampat yang sama.

"Sepertinya kita terkena sihir ilusi," tebak Lucius. Menurutnya, anggapan itu cukup masuk akal.

"Sejak kapan?"

"Aku tidak tahu."

Keduanya berhenti melangkah, tidak mau melanjutkan perjalanan yang percuma.

Lucius tidak hanya diam, ia mengeluarkan sebuah pistol dari saku belakangnya. Pistol kali ini sedikit berbeda dari yang pernah ia tunjukkan selama ini. Pistol itu adalah pistol tangan dengan peluru jenis perusak, colt python. Lucius mengancungkan pistol itu ke atas dan menembaknya. Suara ledakan terdengar sangat nyaring. Selina bahkan kaget dengan telinga yang sedikit berdengung.

Tidak hanya satu kali, Lucius menembak habis lima peluru di dalam pistol tersebut.

Secara perlahan, udara di sekitar mereka tampak bergelombang seperti genangan air. Semakin lama, penampakan genangan air itu beriak membentuk pusaran air dan menghilang.

Lucius pernah mempelajari jika terkena mantra ilusi ada beberapa hal yang dapat dilakukan. Salah satunya memberikan gelombang kejut pada otak melalui pendengaran.

Lucius dan Selina menatap sekeliling. Suara deru angin yang menerpa dedauanan berpadu dengan suara kucauan burung-burung hutan. Mereka sudah keluar dari dimensi ilusi.

Tak jauh dari arah mereka, tak sengaja Selina melihat sebuah rumah. Arsitektur rumah itu sedikit aneh. Hiasan yang ada di sekitarnya membuat rumah itu nampak seperti seekor unggas.

"Lucius, itu," tunjuk Selina.

Tentu saja Lucius sedikit curiga akan rumah aneh itu. Bukan karena bentuknya namun, karena lokasinya. Mereka sekarang di tengah hutan dan rumah itu adalah satu-satunya rumah di hutan itu.

Rasa takut muncul pada diri Lucius. Ia menggangam tangan Selina dan membawa temannya itu pergi dari tempat tersebut. Pergi menjauhi rumah mencurigaka itu.

"Kalian mau ke mana, anak muda?" Muncul dengan tiba-tiba seorang wanita sangat cantik sambil menggandeng keranjang piknik di tangannya. Keranjang itu dipenuhi dengan buah apel merah. Siapapun akan tertarik ingin menyantap apel merah tersebut.

Lucius dan Selina terperanjat kaget. Berpikir dalam hati sejak kapan wanita itu ada di sana.

"Kalian kenapa? Seperti baru melihat pasukan raja iblis saja," ujar wanita itu.

"Ah, tidak." Lucius sukses menghilangkan rasa takutnya dalam sekejap. "Kamu siapa?"

"Oh, namaku Cornelia. Aku tinggal di rumah itu," jawab wanita cantik itu. Senyumannya begitu indah membuatnya tampak mempesona. Dan itu justru menambah rasa curiga Lucius terhadapnya karena senyum yang ia lontarkan adalah senyum palsu. "Apa kalian tidak mau mampir? Kebetulan aku masih menyimpan beberapa potong pai apel."

Rasa lapar setelah bertarung dengan babi hutan raksasa membuat Selina mengilangkan kecurigaannya. "Aku suka sekali pai apel. Ayo, Lucius." Ia menarik Lucius untuk ikut bersama Cornelia menuju rumah aneh tadi.
-
-
-
Daaaaan ....

Kelanjutannya ada di buku 🙏

Kelanjutannya ada di buku 🙏

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Dungeon HallowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang