-DEEP-

By andinienggar

81.3K 6.3K 309

[COMPLETED] Memang awalanya tidak ada yang aneh, semua berjalan mulus selama lima tahun lamanya. Namun sua... More

DEEP [SATU]
DEEP [DUA]
DEEP [TIGA]
DEEP [EMPAT]
DEEP [LIMA]
DEEP [ENAM]
DEEP [TUJUH]
DEEP [ DELAPAN]
DEEP [ SEMBILAN]
DEEP [ SEPULUH]
DEEP [SEBELAS]
DEEP [DUA BELAS]
DEEP [TIGA BELAS]
DEEP [EMPAT BELAS]
DEEP [LIMA BELAS]
DEEP [ENAM BELAS]
DEEP [ DELAPAN BELAS]
DEEP [SEMBILAN BELAS]
DEEP [DUA PULUH]
DEEP [DUA PULUH SATU]
DEEP [DUA PULUH DUA]
DEEP [DUA PULUH TIGA]
DEEP [DUA PULUH EMPAT]
DEEP [DUA PULUH LIMA]
DEEP [DUA PULUH ENAM]
DEEP [DUA PULUH TUJUH]
DEEP [DUA PULUH DELAPAN]
DEEP [DUA PULUH SEMBILAN]
DEEP [TIGA PULUH]
DEEP [TIGA PULUH SATU]
DEEP [TIGA PULUH DUA]
DEEP [TIGA PULUH TIGA]
DEEP [TIGA PULUH EMPAT]
DEEP [TIGA PULUH LIMA]
DEEP [TIGA PULUH ENAM]
DEEP [TIGA PULUH TUJUH]
DEEP [TIGA PULUH DELAPAN]
DEEP [TIGA PULUH SEMBILAN]
DEEP [EMPAT PULUH]
DEEP [EMPAT PULUH SATU]
DEEP [EMPAT PULUH DUA]
DEEP [EMPAT PULUH TIGA]
DEEP [EMPAT PULUH EMPAT]
DEEP [EMPAT PULUH LIMA]
DEEP [EMPAT PULUH ENAM ]
DEEP [EMPAT PULUH TUJUH]
DEEP [EMPAT PULUH DELAPAN]
DEEP [EMPAT PULUH SEMBILAN]
DEEP [LIMA PULUH]
DEEP [LIMA PULUH SATU]
DEEP [LIMA PULUH DUA]
DEEP [LIMA PULUH TIGA]
DEEP [LIMA PULUH EMPAT]
DEEP [LIMA PULUH LIMA]
DEEP [LIMA PULUH ENAM]
DEEP [LIMA PULUH TUJUH]
DEEP [LIMA PULUH DELAPAN]
DEEP [LIMA PULUH SEMBILAN]
DEEP [ENAM PULUH]
DEEP [ENAM PULUH SATU]
DEEP [ENAM PULUH DUA]
DEEP [ENAM PULUH TIGA]
DEEP [ENAM PULUH EMPAT]
DEEP [ENAM PULUH LIMA]
DEEP [ENAM PULUH ENAM]
DEEP [ENAM PULUH TUJUH]
DEEP [ENAM PULUH DELAPAN]
DEEP [ENAM PULUH SEMBILAN]
DEEP [TUJUH PULUH]
DEEP [TUJUH PULUH SATU]
DEEP [TUJUH PULUH DUA]
DEEP [TUJUH PULUH TIGA]
DEEP [TUJUH PULUH EMPAT]
DEEP [TUJUH PULUH LIMA] EPILOG

DEEP [TUJUH BELAS]

1.2K 110 0
By andinienggar

Cek mulmednya ya, ada quotesnya 🔝🔝

.
..
...
....
......

Jam menunjukkan pukul 9 malam, Arel baru saja sampai di sebuah kafe langganannya. Dia ada janjian dengan Dekka di sana.

Lima menit menunggu, Dekka akhirnya datang juga.

"Telat lima menit nih,"

"Elah, cuma lima menit doang, kayak cewek lo bawel." jawab Dekka sewot.

"Lha elo juga kayak cewek, sensi mulu. Pms lo?"

"Sialan!" Dekka menjitak kepala Arel. "Udah pesen?"

"Belum, nungguin elo lah. Sweet gak sih gue?" Arel menaikkan alisnya.

"Kok gue jijik ya lama-lama sama elo? Lo homo ya?" Dekka bergidik ngeri.

"Homo pale lo peyang! Enak aja lo, gue punya burung ya, gue masih normal." Kilah Arel.

"Lah tante gue juga punya burung."

"Lah? Serius lo?" Arel kaget.

"Serius, burung hantu gitu, baru beli kemaren sore di pasar hewan." Jawab Dekka tanpa rasa bersalah.

Rasanya saat itu juga Arel ingin menceburkan Dekka ke sumur.

"Anjir! Gue kira beneran punya. Elo ganteng-ganteng kok bego sih?"

"Lah elo lebih bego."

"Jadi kita sama-sama bego ya?" Arel sok berpikir.

"Tos dulu bro, kita komplotan anak bego!" seru Dekka heboh membuat beberapa pasang mata pengunjung kafe menatap mereka dengan tatapan yang tak bisa di jelaskan.

"Emang bener ya kata Abel, kita kalo lagi berdua ngelebihin orang bego."

"Gue jadi inget sesuatu, Abel cerita apa gitu gak sama lo?"

"Emang kenapa?" Arel pura-pura tidak tahu.

"Gue sore tadi habis ketemu sama dia di taman. Dan dia tu kayak kacau banget. Matanya bengkak, ah ngalahin panda pokoknya. Gue tanya, dia bilang gakpapa. Tapi gue yakin dia ada sesuatu. Cuma dia belum mau cerita deh." terang Dekka.

"Nah, ini yang mau gue omongin sama elo. Tapi pesen kopi dulu deh biar yahud." Arel memotong pembicaraan, " Mbak bisa ke sini?" Arel memanggil seorang pelayan.

"Iya, ada yang bisa saya bantu?" pelayan itu berkata dengan ramah.

"Saya pesan Kopi hitam satu, lo apa Ka?"

"Samain aja elah."

"Okey mbak, kopi hitam dua."

"Baik, tunggu sebentar ya,"

Tak lama kemudian kopi mereka datang. Dekka mengeluarkan sebungkus rokok. Mengambilnya satu batang lalu diselipkan di antara bibirnya. Menyalakan ujungnya dengan korek, lalu menyesapnya penuh perasaan dan membumbungkan asapnya di udara.

"Mau?" Dekka menawarkan.

"Satu sini," Arel melakukan hal yang sama. Mereka berdua begitu menikmati setiap sesapan rokok dan kepulan asap yang mereka bumbungkan ke udara. Beginilah cara mereka berdua menemukan ketenangan. Duduk berdua berhadapan tanpa saling bicara. Berteman dua cangkir kopi hitam dan satu bungkus zat berbahaya.

"Lo tau gak apa yang terjadi sama Abel?"

Dekka membenarkan posisinya. Di sesapnya zat berbahaya itu lalu menggeleng pelan seakan dirinya betul-betul tidak tahu.

"Orang tua Abel cerai Ka." kata Arel lirih.

Satu kata itu langsung membuat Dekka menaruh rokoknya. Raut wajahnya berubah.

"Kok lo tau?"

"Malam itu, sekitaran dua kalo enggak tiga hari yang lalu, gue mampir ke supermarket sekitaran daerah rumahnya Abel. Dari jauh gue lihat ada cewek duduk di pinggiran jalan sambil nunduk. Karena gue familiar sama bentuknya, makanya gue nepi terus gue deketin. Taunya Abel. Ya sama keadaanya kayak yang lo bilang tadi. Gue khawatir, terus gue bawa ke rumah, gue biarin dia istirahat di rumah gue. Paginya gue anter dia ke sekolah." terang Arel.

"Kok lo gak bilang gue?"

"Lha ini gue juga bilang sama lo. Soalnya kalo gue bilang sama lo hari itu gak memungkinkan banget Ka. Sorry." ucap Arel menyesal.

Dekka mengacak rambutnya frustasi.

"Kenapa sih dia gak pernah bilang sama gue, sama anak-anak yang lain? Kenapa dia selalu mendem rasa itu sendiri? Berasa gak berguna banget gue, di saat gue rapuh dia selalu ada di samping gue. Di saat dia rapuh, gue gak ada. Dia milih diem. Kenapa sih dia selalu gitu Rel?"

"I know your feel Ka, gue juga ngerasain hal itu. Dia selalu ada buat gue kalo gue lagi butuh teman curhat. Tapi di saat dia kayak gini, kita semua gak ada yang tahu." Arel menjadi serba salah. Dirinya merasa tidak berguna sebagai sahabat.

"Kita yang terlalu bego apa Abel yang pinter nutupin semuanya sih?" Dekka menghela napas panjang. Begitu juga Arel.

"Dia yang terlalu pandai memainkan topengnya sampai kita gak sadar kalau sebenernya dia lagi terluka."

Kenapa lo kayak gini Bel? kenapa lo gak cerita? Gue gak mau lo nanggung beban sendirian. Gue gak bisa lihat lo sedih kayak tadi sore.

"Mending besok kita kumpul di rumah gue. kita omongin semuanya. Kita harus saling jujur jujuran." Dekka menyarankan.

"Jujur jujuran?"

"Iya, kita kan sahabat, harusnya kita lebih terbuka kan?"

"Oke gue sih iya iya aja." Arel mangut mangut.

"Biar gue yang ngabarin grup besok."

Arel mangut mangut.

Malam ini, di temani secangkir kopi, pikiran Dekka melayang ke Abel. Sungguh dia sangat khawatir kepada gadis itu. Bagaimana keadaannya? Apakah dia baik-baik saja? Apakah dia bisa menghadapi semuanya?

Sedangkan Arel juga di hantui rasa yang sama. Rasa kekhawatiran akan gadis di sana. Dia tak bisa membayangkan semuanya. Dia tak bisa melihat gadis itu menangis, sementara biasanya Arel melihatnya tertawa.

Dua lelaki itu larut dalam pikiran masing-masing. Berkonflik batin dengan hati dan pikirannya. Untuk satu gadis yang ada di sana.

🌊🌊🌊

Pagi-pagi setelah melaksanakan sholat subuh, Abel menuruni tangga menuju ruang tamu. Di sana sudah ada bunda dan abangnya.

"Udah semua nak?"

"Udah bun,"

"Kalo gitu kita berangkat sekarang ya?"

"Biar Varo yang nyetir aja Bun."

Bela mengangguk dan menyerahkan kunci mobil kepada anak sulungnya.

"Bagus! Ternyata kalian sudah mau pergi ya? Berati aku tak perlu repot-repot mengangkuti barang-barang kalian." Suara berat itu memenuhi ruang tamu. Siapa lagi kalau bukan Anto.

"Tanpa anda suruh pergipun, kita gak sudi tinggal bersama orang yang telah mengkhianati bunda!" untuk pertama kalinya Abel berani mengatakan kata-kata yang menohok.

"Berani sekali Abel begitu sama ayah. Di ajarin bunda kamu yang tak tahu sopan santun itu kan?"

"Harusnya anda intropeksi diri, siapa yang tidak punya sopan santun sekarang ini." Suara itu begitu dingin

"Dasar anak tak tahu di untung!" bentak Anto.

Bela menenangkan putrinya yang hampir saja kalut. Dia menuntun putrinya keluar rumah," Sudah Bel, kita pergi saja. Ayo Varo bantu bunda angkat koper-koper ini."

Setelah semuanya tertata rapi di bagasi dan tempat duduk belakang. Varo, Abel, dan bundanya pergi meninggalkan rumah mereka.

Abel menatap rumah yang tujuh belas tahun di huninya. Yang lama-lama hilang dari pandangan ketika mobil melaju menjauh. Rumah yang selalu menjadi tempatnya berkeluh kesah dari dunia. Kini semua hanyalah kenang yang akan meradang di sudut pikirannya. Melebur besama luka-luka sebelumnya.

Sedangkan Bela menatap rumah yang sudah di tinggalinya selama dua puluh satu tahun lamanya. Yang berangsur menghilang ketika mobil yang di tumpanginya membelok di tikungan gang. Rumah yang susah payah ia bangun dari uang tabungan yang di sisihkan. Hasil gajinya selama dua puluh satu tahun. Rumah yang membuatnya merasakan kehangatan keluarga. Namun sekarang hanyalah pahit yang tersisa. Kenangan manis sudah terkuras bersama air matanya yang mulai habis. Kini Bela harus berlapang dada. Berbesar hati menerima semua. Yang dia pikirkan sekarang adalah hanya anak-anaknya. Harta berharga yang tidak asa tandingannya.

🌊🌊🌊

Salam jomblo!


Continue Reading

You'll Also Like

245K 8.8K 44
[ TAHAP REPOST ] "Akan aku beri tahu kepada para pendaki, bahwa ada yang lebih indah dari gunung, yaitu kamu." ~Rimba Alfonso. Stevia Edelweiss, gadi...
1.2M 105K 34
Kinara (24 tahun) lahir dari keluarga kaya raya. Ia tidak pernah sekalipun pusing memikirkan soal materi. Sekilas hidupnya benar-benar dambaan bagi s...
5.8K 462 28
"Bener, ya, anak kedokteran itu pada jomlo." "Kata siapa?" "Emang lo nggak?" Tamara Aricia Oxa, sang Virgo harus menerima ketika kehidupannya yang...
1.5M 129K 61
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...