-DEEP-

By andinienggar

81.3K 6.3K 309

[COMPLETED] Memang awalanya tidak ada yang aneh, semua berjalan mulus selama lima tahun lamanya. Namun sua... More

DEEP [SATU]
DEEP [DUA]
DEEP [TIGA]
DEEP [EMPAT]
DEEP [LIMA]
DEEP [ENAM]
DEEP [TUJUH]
DEEP [ DELAPAN]
DEEP [ SEPULUH]
DEEP [SEBELAS]
DEEP [DUA BELAS]
DEEP [TIGA BELAS]
DEEP [EMPAT BELAS]
DEEP [LIMA BELAS]
DEEP [ENAM BELAS]
DEEP [TUJUH BELAS]
DEEP [ DELAPAN BELAS]
DEEP [SEMBILAN BELAS]
DEEP [DUA PULUH]
DEEP [DUA PULUH SATU]
DEEP [DUA PULUH DUA]
DEEP [DUA PULUH TIGA]
DEEP [DUA PULUH EMPAT]
DEEP [DUA PULUH LIMA]
DEEP [DUA PULUH ENAM]
DEEP [DUA PULUH TUJUH]
DEEP [DUA PULUH DELAPAN]
DEEP [DUA PULUH SEMBILAN]
DEEP [TIGA PULUH]
DEEP [TIGA PULUH SATU]
DEEP [TIGA PULUH DUA]
DEEP [TIGA PULUH TIGA]
DEEP [TIGA PULUH EMPAT]
DEEP [TIGA PULUH LIMA]
DEEP [TIGA PULUH ENAM]
DEEP [TIGA PULUH TUJUH]
DEEP [TIGA PULUH DELAPAN]
DEEP [TIGA PULUH SEMBILAN]
DEEP [EMPAT PULUH]
DEEP [EMPAT PULUH SATU]
DEEP [EMPAT PULUH DUA]
DEEP [EMPAT PULUH TIGA]
DEEP [EMPAT PULUH EMPAT]
DEEP [EMPAT PULUH LIMA]
DEEP [EMPAT PULUH ENAM ]
DEEP [EMPAT PULUH TUJUH]
DEEP [EMPAT PULUH DELAPAN]
DEEP [EMPAT PULUH SEMBILAN]
DEEP [LIMA PULUH]
DEEP [LIMA PULUH SATU]
DEEP [LIMA PULUH DUA]
DEEP [LIMA PULUH TIGA]
DEEP [LIMA PULUH EMPAT]
DEEP [LIMA PULUH LIMA]
DEEP [LIMA PULUH ENAM]
DEEP [LIMA PULUH TUJUH]
DEEP [LIMA PULUH DELAPAN]
DEEP [LIMA PULUH SEMBILAN]
DEEP [ENAM PULUH]
DEEP [ENAM PULUH SATU]
DEEP [ENAM PULUH DUA]
DEEP [ENAM PULUH TIGA]
DEEP [ENAM PULUH EMPAT]
DEEP [ENAM PULUH LIMA]
DEEP [ENAM PULUH ENAM]
DEEP [ENAM PULUH TUJUH]
DEEP [ENAM PULUH DELAPAN]
DEEP [ENAM PULUH SEMBILAN]
DEEP [TUJUH PULUH]
DEEP [TUJUH PULUH SATU]
DEEP [TUJUH PULUH DUA]
DEEP [TUJUH PULUH TIGA]
DEEP [TUJUH PULUH EMPAT]
DEEP [TUJUH PULUH LIMA] EPILOG

DEEP [ SEMBILAN]

1.8K 130 0
By andinienggar

Aruna sedari tadi berdiam diri di depan televisi dengan perasaan gelisah. Pikirannya berkecamuk pada pesan yang diterimanya tadi siang. Bahkan televisi yang dia nyalakan hanya sebatas agar suasana rumah tidak sepi. Karena memang hari ini dia ada di rumah sendiri. Jam menunjukkan pukul tujuh malam. Perasaan gelisah semakin membayanginya. Padahal dia sudah berusaha mengenyahkan pikiran itu, namun semakin dienyahkan, semakin pikiran itu membayanginya.

Pikirannya mendadak melayang ke dua tahun yang lalu.

Flashback on

Aruna sedang asik mendengarkan musik di kamarnya. Dia melompat lompat seperti orang kesetanan. Mulutnya terbuka sedikit mengikuti lirik yang di keluarkan CD nya. Sampai akhirnya aktivitas itu terhenti karena pintu kamarnya diketuk oleh seseorang.

Tok ... Tok ... Tok

"Na, dicariin tuh." Mamanya berdiri di ambang pintu, berbicara dengan suara agak keras. Karena suara musik yang distel Aruna cukup kencang.

Aruna menghentikan aktivitas melompat lompatnya. Mematikan musiknya.

"Siapa mah?"

"Bintang." Setelah itu mamanya pergi meninggalkan Aruna menuruni tangga.

Mendengar nama Bintang, senyum di bibir Aruna langsung mengembang. Dia membenahi rambutnya yang acak acakan. Merapikan bajunya dan cepat-cepat menuruni anak tangga menuju ruang tamu.
Dan benar saja, dia sudah menemukan bintang tengah duduk di ruang tamu sambil membawa sebuah album di tangannya.

"Kok gak ngabarin duluan?"

"Maaf, gak sempet Na." Suara itu terdengar datar dan sumbang di telinga Aruna. Ada yang berbeda dari dalam diri Bintang.

"Yaudah gak papa, untung aku pas ada di rumah, mau ngajak pergi ya? Bentar deh aku ganti duluan ya?" Aruna bangkit dari duduknya, namun baru berberapa langkah, suara Bintang menghentikannya.

"Aruna?" Aruna membalikkan badannya, menatap Bintang yang duduk tak jauh dari tempatnya berdiri.

Bintang berdiri dari duduknya. Menghampiri Aruna. Tanpa berkata apapun, Bintang memberikan album yang ada di tangannya. Album yang berisikan kenangan dua tahun mereka.

"Kok dikembaliin? Ini kan emang buat kamu." Aruna mengrenyitkan dahinya tanda bingung.

Namun yang ditanya hanya diam membisu.

Bintang melepas gelang couple pemberian Aruna juga. Lalu diberikannya gelang itu pada Aruna.

Aruna semakin bingung dengan sikap Bintang.

"Kamu kenapa sih? Apa maksudnya?"

Bintang terdiam. Sungguh sorot matanya itu tak terdefinisikan. Banyak luka di sana. Banyak yang tak terbaca maksud dan tujuannya.

Tanpa berkata apa-apa, Bintang memeluk Aruna erat. Awalnya Aruna bingung, namun lama kelamaan dia luluh juga dalam pelukan Bintang. Pelukan itu berlangsung cukup lama.

Entah kenapa tiba-tiba air mata Aruna jatuh lolos begitu saja. Pelukan itu terasa seperti perpisahan. Pelukan itu seperti tanda akan pergi tanpa pulang.

Bintang mengurai pelukannya. Menghapus jejak air mata di pipi Aruna. Lagi-lagi Bintang hanya diam. Menatap Aruna dengan sorot mata yang dalam.

"Maaf dan terimakasih." Hanya dua kata itu yang Bintang ucapkan. Kemudian dia pergi begitu saja tanpa menjelaskan apapun. Meninggalkan Aruna yang diam mematung. Ingin mengejar namun kaki terasa terpaku di tempat. Dan yang dilakukan Aruna hanyalah menangis melihat punggung itu kian lama kian meghilang seiring pintu rumah ditutup rapat-rapat.

Flashback off

Mengingat kembali hal itu membuat Aruna nyeri sendiri. Sebenarnya apa alasan Bintang meninggalkannya tanpa sebab? Apakah ada alasan yang tak dapat di ketahui Aruna?

Tanpa pikir panjang dia langsung menyambar kunci mobil di depannya. Lalu pergi ke rumah Nila. Dia sudah tidak bisa menunggu sampai besok untuk bercerita. Bisa gak tidur semalaman kalau nunggu besok pagi. Aruna juga tidak peduli Nila ada di rumah atau tidak. Yang terpenting sekarang adalah dia harus menceritakan ini.

Tak butuh waktu lama, dia sampai di depan rumah Nila. Dipencetnya bel rumah bercat cream itu beberapa kali. Dan akhirnya sang empu rumah membukakan pintu.

"Astagfirullah, gue kedatangan jalangkung malem-malem." Nila menatap Aruna dengan mimik yang tak terdefinisikan.

"Ye dasar!" Aruna mencubit pipi Nila yang seperti bakpao.

"Sakit bege, lo lagian ngapain sih ke sini? Nyari makan? Numpang toilet karena wc lo mampet lagi?" ucap Nila tanpa rasa bersalahnya.

"Orang kalo ada tamu tu di suruh masuk dikasih makan dikasih minum, lha ini malah ditanya-tanyain, detektif konan lo?"

"Oh elo orang? Lah kirain setan." kata Nila sambil mangut mangut tanpa dosa. setelah itu dia ngeloyor masuk lalu menutup pintu.

"Astagfirullah, woiii!! Gue belum masuk main lo tutup aja pintunya." Aruna berteriak teriak sambil menggedor gedor pintu.

"Berisik! Buka sendiri napa, kagak dikunci juga. Manja lo Na. Jomblo tu mandiri." Teriak Nila gak kalah kencangnya.

"Untung bunuh orang itu dosa, kalo kagak udah gue mutilasi tu anak." Aruna menahan gregetnya pada teman satunya itu dan memilih mengalah. Membuka pintu dan langsung masuk ke dapur menyusul Nila.

"Tuh kan bener, lo ke sini cuma cari makan kan? Buktinya lo ngintilin gue ke dapur."

"Serah La serah. Bodo."

Aruna mengambil air putih dari kulkas Nila, lalu duduk di ruang tamu tanpa memperdulikan Nila yang mengamatinya.

"Nih, sajen buat lo." Nila menaruh sepiring kue dan dua gelas soda gembira.

"Kadang lo tu pengertian ya, tapi tetep aja gak punya pacar." Aruna menggeleng gelengkan kepalanya seakan turut prihatin.

"Minta ditampol pake wajan ya?" Nila menatap Aruna tajam.

"Kagak neng, makasih." Aruna nyengir.

"Jadi, lo ngapain ke sini?"

Aruna diam sesaat. Tangannya yang sejak tadi asik mengaduk aduk gelas soda gembiranya mendadak berhenti. Pikirannya terbang melayang menuju pesan tadi siang. Ah, sungguh pesan itu berhasil meruntuhkan semuanya. Mengobrak abrik hatinya yang sudah di tata rapi sedemikian rupa. Merusak jahitan jahitan yang Aruna perbaiki sedemikian rupa.

"Hello di sini ada yang ngajak ngomong." Nila melambai lambaikan tangannya persis di depan wajah Aruna.

Aruna tersadar dari lamunannya. Dia menatap Nila dengan raut wajah tak terdefinisikan. Hanya dengan sekali melihat, Aruna tahu, sahabatnya ini sedang ada hal berat yang dipikirkan.

"Lo lagi ada masalah?" Dengan hati-hati Nila bertanya.

Aruna yang tadinya menatap gelas soda gembiranya dengan tatapan kosong langsung beralih menatap Nila. Dia memantapkan hati untuk bercerita. Dia sudah tidak bisa memendamnya lebih lama sendirian.

"Bintang La." Hanya satu kata itu yang berhasil keluar dari mulut Aruna.

Hanya satu kata itu langsung membuat Nila mengerti kenapa sahabatnya ini datang malam-malam ke rumahnya.

Nila berdecak, "Dia balik? Lagi?"

Aruna mengangguk lemah. " Dia ngajak gue ketemu besok kamis di kafe."

"Udah lo bales?"

Aruna menggeleng pelan.

"ck, Apa sih maunya tu anak." Nila jadi kesal sendiri mendengar Bintang kembali.

Pasalnya Nila tahu betul apa yang di lakukan terhadap Aruna. Dia tahu bagaimana perasaan Aruna kala itu.

"Lo mau temuin dia?"

"Gak tau, makanya gue ke sini supaya gue dapet jawabannya, kok lo malah tanya balik sih?" Aruna menatap Nila kesal.

"Lah mau gue bilang enggak atau iya pun kalo gak sesuai hati lo percuma kan gue jawab? Sia sia. Tanya tu sama hati lo maunya gimana." Nila menasehati.

Aruna membenarkan kata kata Nila.

"Gue mau nemuin dia La. Gue yakin dia punya alasan buat itu." Aruna mencoba memantapkan keputusan. Meskipun ada keraguan di dalamnya.

"Lo tau resikonya kan?"

"Gue tahu. Gue tanggung resiko itu. Apapun."

"Lo siap sama alasannya?"

"Siap gak siap gue harus siap, gue capek La kayak gini terus."

Nila mengerti. Dia mendekat ke Aruna. Duduk di samping Aruna lalu memeluknya.

"Lo bisa Na, Gue yakin sama lo."

Nila mengurai pelukannya.

"Lo udah tahu apa yang mau lo lakuin kalo udah tahu alesannya?"

"Gue tahu apa yang mestinya gue lakuin Na, Gue gak mau kejebak di zona kayak gini. Gue capek. Dan gue mau keluar." Aruna memantapkan hatinya.
"Wokey, ini nih baru sohib gue." Nila menyenggol bahu Aruna pelan.

"Yoii." Aruna tertawa pelan.

Malam ini Aruna sudah memantapkan hati. Dia harus menemui Bintang. Dia harus mendengarkan alasan cowok itu. Lalu setelah tahu alasannya, barulah Aruna mengambil tindakan yang tepat.

🌊🌊🌊

Continue Reading

You'll Also Like

1M 15.3K 27
Klik lalu scroolllll baca. 18+ 21+
11K 1.2K 35
"Tentang kiblat yang menjadi arahku pulang, dan salib yang membuatmu tenang." ** Pertemuan Rafa dan Ana dimulai dengan cara yang sangat sederhana. Di...
5.8K 462 28
"Bener, ya, anak kedokteran itu pada jomlo." "Kata siapa?" "Emang lo nggak?" Tamara Aricia Oxa, sang Virgo harus menerima ketika kehidupannya yang...
1.2M 105K 34
Kinara (24 tahun) lahir dari keluarga kaya raya. Ia tidak pernah sekalipun pusing memikirkan soal materi. Sekilas hidupnya benar-benar dambaan bagi s...