Anya menatap ruangan kerja yang luas dan rapi dengan tatapan kagum. Anya meletakkan kotak makan siang di atas meja dan segera menuju sebuah lemari kecil yang terdapat di samping dinding dan mengambil sebuah buku yang lumayan tebal, kemudian membacanya.
"Mana bekal makan siang ku?"
Suara Daniel membuat Anya menutup buku bacaannya dengan cepat, ia tersenyum takut kepada Daniel karena telah membaca buku tanpa seizin laki-laki itu terlebih dahulu, ia takut Daniel akan kembali marah seperti yang terjadi ketika ia masuk ke dalam ruang kerja pribadinya.
"Maaf, aku membaca buku mu tanpa meminta izin dulu" Anya menundukkan wajahnya.
"Tidak apa apa, jadi dimana bekal makan siang ku?" Daniel mengibaskan tangannya, sama sekali tidak mempermasalahkannya. Ia mencari barang bawaan Anya dan menatap tas kecil berwarna biru yang berisi bekal makan siang, Daniel segera mengambil tempat duduk di hadapan Anya. Gadis itu langsung membuka tas kecil dan mengeluarkan kotak dan botol termos kecil.
"Kopi?" Tanya Daniel antusias.
Anya ikut tersenyum melihat tatapan cerah Daniel, ia mengangguk lalu mengambil gelas kosong yang terdapat di ujung ruangan, menuangkan kopi panas dan memberikan kepada Daniel.
Daniel menyeruput pelan kopi dan tersenyum puas merasakan enaknya kopi buatan Anya. "Kopi mu memang yang terbaik dan kau memang yang terbaik"
Anya menaikkan alisnya dengan heran. "Apakah akan ada badai hari ini?" Ia menatap langit yang cerah dari balik dinding kaca gedung.
Senyuman Daniel menghilang. "Apa maksudmu?".
"Kau sangat jarang memujiku, aku kira akan ada badai hari ini" Ucap Anya mencoba bergurau.
"Haha, sangat lucu" Jawab Daniel dengan wajah datar.
Anya menjadi tersenyum melihat wajah datar Daniel. "Lalu apa terjadi hal baik?".
Daniel tersenyum miring. "Aku mendapatkan kontrak kerja dengan seorang klien yang selama ini aku kejar" Ia mengangkat wajahnya dengan bangga.
"Ohya, berapa nilai kontrak kerjanya?" tanya Anya ikut senang dengan kabar baik itu.
"Lima puluh juta dollar" Jawab Daniel yang semakin bangga, ia senang melihat tatapan kagum Anya.
Anya membuka lebar mulutnya, ia begitu terperangah dengan jumlah nominal yang Daniel sebutkan. Berapa digit angka yang terdapat dalam nominal itu. "Shut up, Seriously?!!" Matanya membulat sempurna, ia menatap tidak percaya bahkan menutup mulut dengan kedua tangannya.
Sinar bangga semakin mengental di wajah Daniel, ia mengangguk begitu pongahnya.
Anya memekik pelan dan segera memeluk Daniel. "That's so amazing Daniel, haruskah kita merayakannya? Hm aku harus memasak apa ya nanti malam? Kau ingin apa Daniel, aku akan memasak apapun yang kau minta" Ia terus berceloteh sembari merencanakan perayaan apa yang harus ia selenggarakan, seakan ialah yang memenangkan tender itu.
Daniel tertegun, ia tidak menduga bahwa Anya akan memeluknya lalu ia segera membalas pelukan itu.
Anya tersadar akan posisinya saat ini, ia segera melepaskan pelukannya dan duduk kembali dan memperbaiki rambutnya tampak salah tingkah "Ma.. maafkan aku" Wajahnya mulai memanas, jantungnya berpacu dengan sangat cepat.
Daniel tampak sedikit kecewa melihat pelukan kosongnya. "Haruskah kita merayakannya?". Ia tidak tahu harus mengatakan apa. Ia terlalu terkejut dengan pelukan tiba-tiba gadis di sampingnya.
Anya menatap ke lantai di sampingnya karena tiba-tiba menjadi gugup. Wajahnya mulai memerah. Matanya menghindari tatapan Daniel. "Kalau kau mau merayakannya aku bisa memasakkan sesuatu".
Daniel menganggukkan kepalanya dan tersenyum kecil. "Baiklah, kita akan merayakannya".
Beberapa saat, suasana menjadi hening, baik Anya dan Daniel tidak tahu harus bagaimana memulai kembali pembicaraan, pikiran mereka tersita dengan pelukan yang baru saja terjadi.
Anya berdiri dan membungkukkan pelan kepalanya. "Kalau begitu, aku permisi".
Jantungnya akan semakin berdetak tidak karuan jika terus duduk bersama dengan Daniel.
"Kau akan kemana?" tanya Daniel tersadar dari pikiran dalamnya dan tanpa sadar menangkap tangan Anya
"Aku akan bertemu dengan temanku" Anya melepaskan genggaman Daniel dan segera melangkah keluar tanpa memperdulikan reaksi Daniel atas kata-katanya, yang ada di pikirannya menjauh dari laki laki itu supaya ia bisa menenangkan hatinya.
"Damn it" Gumam Anya. Kesal dengan jantungnya yang berdetak cepat. Ia menggelengkan kepalanya. Tidak. Ia tidak akan mengakui perasaan ini, jantungnya berdetak cepat bukan karena ia mulai menyukai Daniel. Tidak. Ia tidak akan pernah menyukai laki-laki itu karena pasti hanya akan membuatnya sakit hati.
Sedangkan Daniel yang ditinggal Anya menatap bingung dengan sikap buru buru gadis itu, ia memikirkan kembali tentang pelukan Anya kepadanya, pikirannya semakin bingung dan heran, ia memegang dadanya. Mengapa tiba-tiba jantungnya berdetak cepat. Ini tidak pernah terjadi sebelumnya ketika ia memeluk wanita lain.
Suara ketukan pintu membuat pikiran Daniel tentang Anya menjadi buyar. "Masuklah"
Arlene masuk dan membungkuk pelan kepalanya. "Mr Erhardt sudah datang sir"
"Suruh dia masuk" Daniel membereskan bekal makan siang yang belum sempat ia sentuh lalu berdiri dan melangkah ke kursi kerjanya.
"Aku melihat Anya di lantai dasar, dia datang kemari?" Tanya Deriel sambil menunjuk pintu.
"Ya. Dia mengantarkan ku bekal makan siang" Jawab Daniel.
Deriel tersenyum miring dan mengangkat alisnya. "Your dearest maid is incredible"
"Akhir akhir ini kau sering mengunjungi ku, kau tidak mencampakkan Mia dan balik mengejar ku kan?" Daniel tidak memperdulikan gurauan temannya.
Senyum seringai Deriel menghilang, ia memutar bola matanya. "Your joke is creepy disgusting"
Daniel hanya tertawa pelan.
"Aku ke sini karena ingin menunjukkan contoh material yang akan kau gunakan dalam proyek nantinya" Deriel menunjukkan sebuah berkas di tangannya.
"Kau bisa menyuruh sekretaris mu untuk mengantarnya kepadaku". Raut wajah Daniel yang mengatakan 'apa cuma itu kerja mu? ' membuat bibir Deriel berdenyut speechless.
"Well, dia sedang mengerjakan pekerjaan lain" Deriel mengeluarkan berkas tentang contoh material bangunan yang akan digunakan dalam proyek Manhattan House.
Daniel melihat gambar struktur bangunan dan penjelasan material seperti batu bata, semen, besi yang digunakan dalam gambar bangunan tersebut.
"Semua bahan materialnya berkualitas tapi mengapa harganya lebih tinggi dari harga pasaran, Kau ingin memoroti ku ya?" tanya Daniel sambil membelai dagunya.
"Ini harga terbaik yang bisa aku berikan kepadamu, kau sendiri yang meminta bahan bahan berkualitas seperti ini kan?" Deriel kembali memutar bola matanya.
Senyum Daniel mengembang. "Well, aku bisa aku mengatur dengan biaya lainnya"
Alis Deriel semakin terangkat melihat senyuman Daniel. "Sepertinya kau sedang senang? Apa hal baik terjadi? Ah. Your dearest maid"
"What you talking about?" tanya Daniel dengan senyum yang masih melekat di bibirnya.
"Tapi Anya memang hebat, dia bisa menjinakkan mu. Tidak heran kalau dia juga mengenal Jason William" ujar Deriel mengerti. Tidak sadar bahwa ia sedang menjatuhkan sebuah bom.
Senyuman Daniel menghilang, ia sangat terkejut akan informasi yang ia dengar. "Apa maksudmu?!" Tangannya terkepal kuat di atas meja.
"Beberapa hari yang lalu aku melihat Anya berbicara dengan Jason William di sebuah restoran Downtown" Deriel menjawab bingung akan raut wajah Daniel yang tiba-tiba berubah.
Mata Daniel semakin membulat, ia teringat bahwa Anya mengatakan akan bertemu dengan temannya. Ia berdiri dengan cepat dan melangkah keluar ruang kerja, ia bahkan melupakan keberadaan Deriel.
"Shit" Umpat Daniel dengan tangan terkepal.
"Hei, Daniel. Kau mau kemana?" Deriel berteriak semakin bingung. Ia keluar dari ruang kerja untuk mengejar temannya namun Daniel sudah menghilang di balik lift.
Daniel berjalan cepat, ia tidak memperdulikan tatapan takut dan bingung karyawannya, di dalam pikirannya ia terus memikirkan Anya yang sedang berjumpa dengan Jason.
"Damn it, Why should be it her?" tanya Daniel kepada dirinya sendiri.
Ia mengemudi dengan kecepatan yang hampir melanggar aturan lalu lintas. Ia menekan beberapa nomor dan menekan tombol speaker.
"Halo, ada apa Daniel?" suara Anya terdengar di seberang telepon.
"Kau ada dimana?" tanya Daniel to the point.
"Memangnya kenapa Daniel?"
"Jawab saja kau ada dimana?" Tanya Daniel setengah berteriak.
Anya terdiam sesaat. "Ak..aku ada di restoran dekat supermarket Downtown"
Daniel mematikan telepon dan membelok dengan cepat mobilnya.
----
Semoga kalian suka dengan bab ini. Jangan lupa vote dan komen ya. Thanks
FB : riantiamna
IG : riantiamna