RADION

By cindeyaur

66.1K 6K 1.8K

"Gue sekarang udah jadi ketua di sini, mau gimana pun, lo harus patuh sama gue." -Radion Geraldo. **** Radion... More

PROLOG
RADION || 01
RADION || 02
RADION || 03
RADION || 04
RADION || 05
RADION || 06
RADION || 07
RADION || 08
RADION || 09
RADION || 10
RADION || 11
RADION || 12
RADION || 13
RADION || 14
RADION || 15
RADION || 16
RADION || 17
RADION || 18
RADION || 19
RADION || 20
RADION || 21
RADION || 22
RADION || 23
RADION || 24
RADION || 25
RADION || 26
RADION || 27
RADION || 28
RADION || 29
RADION || 30
RADION || 31
RADION || 32
RADION || 33
RADION || 34
RADION || 35
RADION || 36
RADION || 37
RADION || 38
RADION || 39
RADION || 40
RADION || 41
RADION || 42
RADION || 43
RADION || 44
RADION || 45
RADION || 46
RADION || 47
RADION || 48
RADION || 49
RADION || 50
RADION || 51
RADION || 53
RADION || 54
RADION || 55
RADION || 56
RADION || 57

RADION || 52

483 47 4
By cindeyaur

Alula meletakkan sekardus berisi ayam goreng ke atas meja belajarnya untuk santapan makan malamnya. Baru saja ayam itu sampai atas nama Galen.

Setelah mengucapkan terima kasih kepada lelaki itu, Alula memutuskan untuk makan malam sambil mengerjakan tugas.

Sebuah notifikasi pesan masuk lewat ponselnya yang membuat Alula seketika tersenyum.

Radion Geraldo :
Lagi apa?

Alula Arabella :
Lagi mau makan.
Kamu udah makan?

Alula melahap ayamnya. Menunggu balasan dari Radion di seberang sana. Tetapi lelaki itu tak kunjung menjawab, padahal chat nya sudah di baca. Keningnya mengernyit, bingung.

Beberapa saat setelahnya, masuk sebuah panggilan dari Radion. Tanpa pikir panjang, Alula pun langsung mengangkatnya. Meletakkan ponsel di telinganya.

"Radion," sapanya.

"Belum makan nih kebetulan." Terdengar suara khas Radion dari seberang telepon.

"Bibi nggak masak?"

"Masak, sih."

"Tapi?"

"Tapi maunya makan sama kamu."

Alula tersenyum. Memegang pipinya sendiri yang mendadak memerah. "Coba aja kalo bisa, aku juga mau kok makan sama kamu. Sekarang makan sendiri dulu, ya?"

"Kata siapa nggak bisa makan bareng?"

"Emang kenyataannya gitu, kan? Mau makan di kantin? Bisa habis kamu sama Galen, Radion."

"Dia kali yang bakal habis sama aku."

"Iya, intinya kalian berantem."

"Coba keluar! Aku di depan rumah." Perkataan Radion yang barusan mampu membuat Alula tercengang.

Ia langsung melompat dari kursi meja belajarnya. Mengintip lewat jendela kamarnya apakah benar bahwa Radion ada di depan rumahnya?

Rupanya benar. Lelaki itu tengah berdiri di depan mobil hitam mengkilapnya. Pakaiannya terlihat santai tetapi Alula tahu bahwa semua yang dipakainya pasti mahal. Lelaki itu tampan malam ini.

"Kamu beneran ke sini?" Alula memperhatikan dirinya terlebih dahulu di cermin sebelum bertemu dengan Radion. Untung saja penampilannya sekarang sedang tidak berantakan.

"Iya. Makanya keluar dulu, dong."

"Tunggu, aku ke bawah!" Alula membuka pintu kamarnya lalu pergi menuruni tangga.

"Hai," sapanya sambil membuka pintu rumahnya.

Radion menoleh. Tersenyum sambil berjalan masuk ke dalam pekarangan rumah Alula. "Udah selesai makannya?"

"Belum, kok. Tadi baru aja makan."

"Bagus, deh. Berati aku datengnya tepat waktu."

"Kamu bawa apa?" Alula melirik kantong plastik yang ada di tangan Radion. Ukurannya besar.

"Pizza. Makan, yuk!"

"Tunggu! Tapi apa nggak lebih baik kamu pulang aja?" Alula menahan lelaki itu.

Radion mengernyit. "Ngusir nih ceritanya?"

"Bukan gitu. Tapi kok kamu berani banget sih ke sini? Kalo ketahuan gimana?"

"Ketahuan siapa? Galen?" Alula mengangguk samar.

"Justru itu aku datengnya malem. Cuma ini waktu yang bisa aku gunain buat ngobrol sama kamu. Di sekolah kan susah."

Benar juga.

Tetapi Alula takut. Galen itu bisa tahu segalanya. Jika mereka ketahuan sekarang, Alula akan lebih khawatir dengan Radion. Pasti Galen akan sangat marah kepada lelaki itu.

"Nggak di ajak masuk, nih? Kalo di dalem kayaknya nggak bakal ketahuan, deh." Radion menggoda.

"Iya, ayo masuk!" Alula tertawa lalu mempersilahkan Radion untuk masuk ke dalam rumahnya.

****

"Cha, Cha, di panggil nih sama Zean!" Teriak Raiden kepada Archa dan teman-temannya yang kebetulan lewat di depan meja mereka.

"Apaan sih lo, Den? Nggak usah iseng." Zean mendelik ke arah lelaki itu. Tetapi Raiden malah tertawa tanpa dosa.

"Kenapa, Ze?" Archa menghampiri meja mereka.

Radion yang sedang sibuk dengan ponselnya pun mendongak. Akhir-akhir ini Alula memang jarang berkumpul bersama teman-temannya.

"Hai, Rad." Radion tersenyum ketika di sapa oleh Nara.

"Nggak apa-apa kok, Cha. Raiden iseng doang." Zean terkekeh.

"Kangen katanya, Cha. Udah lama nggak jalan bareng." Dengan cepat, Zean langsung membekap mulut Raiden.

"Kesambet apa lo jadi suka ngeledek gini, Den? Gue malu anjir."

"Punya malu juga lo?" Raiden menepis tangan Zean. Semua yang ada di sana pun hanya bisa tertawa, begitupun Archa.

"Lo kalo gue ledekin sama Mora juga nggak mau, kan?" Raiden mengabaikan lelaki itu.

"Oh iya, Rad! Emangnya lo nggak kesel setiap hari harus ngeliat pemandangan kayak gitu?" Nara bertanya kepada Radion sambil menatap dua orang di meja pojok kantin.

Semuanya langsung ikut menoleh ke arah pandang Nara. Yang Nara maksud adalah Galen dan Alula. Mungkin Galen memang di benci semua orang, tetapi lelaki itu masih punya Alula yang bisa ia suruh-suruh dan ia mainkan.

Radion melirik mereka sekilas. "Ya nggak usah di liat," jawabnya simpel.

Nara membuang nafasnya pelan. "Maksud gue, gue nggak tahan ngeliat mereka. Gue muak. Kasian Alula, dia pasti mau gabung sama kita."

"Gue juga ngerasain hal yang sama kok, Ra."

"Gue juga," jawab Raiden yang sekarang mulai serius.

"Terus? Kenapa kalian diem aja?" Nara menatap mereka semua bergantian.

Raiden, Arlan, Zean, dan Daplo pun langsung menoleh ke arah Radion. "Gue udah janji sama dia."

Nara menunduk. Memijat keningnya sendiri. Mora yang melihat itu pun langsung menghampiri sahabatnya. "It's okay. Kalian bakal jagain Alula, kan?"

Raiden menatap perempuan itu lalu mengangguk sebagai balasan.

"Lagian kalo Galen macem-macem sama Alula, dia bisa apa, sih? Bukannya cari backingan yang lebih kuat malah berlindung ke Blidvinter. Blidvinter cuma sampah."

"Udahan dong ngomongin Alula sama Galen nya. Kasian, gue takut kuping mereka panas. Mending pesen makan." Zean menyahut. Mencoba mengalihkan pembicaraan.

"Arlan yang bayar," lanjutnya lagi yang langsung mendapat tatapan tajam dari lelaki itu.

"Nggak usah bawa-bawa gue, Ze." Kezia diam-diam melirik Arlan di balik bahu Archa.

Ia menghela nafas. Sepertinya Arlan memang benar-benar tidak bisa digapai. Kezia tidak tahu harus melakukan dengan cara apa lagi.

"Nggak usah, kita semua udah pada kenyang. Kalo gitu kita duluan ke kelas, ya!" Mora berpamitan kepada mereka semua.

"Oke, Mor, hati-hati kata Raiden." Kali ini bukan tatapan tajam lagi yang didapatkan Zean, melainkan pukulan keras dari lelaki berbadan besar di sebelahnya, Raiden.

Setelah para gadis itu pergi, Zean kembali mengobrol bersama teman-temannya. Lelaki itu terus melirik Alula dan Galen yang masih berada di tempat yang sama. Bohong jika ia tidak mau membahas Alula dan Galen. Ia sangat ingin membicarakan mereka berdua.

"Ngomongin Alula, dia keren banget dah waktu nendang si Galen waktu itu. Makin keliatan cantik."

Daplo mendorongnya. "Sadar! Bukan punya lo."

"Emang bukan punya gue. Bukan punya Radion juga. Sekarang Alula udah jadi milik Galen sepenuhnya." Perkataan Zean mampu membuat Radion overthinking.

"Lo ada rasa terpana gitu nggak, Rad, pas liat dia berantem? Jago juga tuh cewek." Kali ini Zean menatap ke arah Radion.

Bukannya menjawab, justru Radion malah membisu. Sama sekali tidak mau menatap ke arah dua insan yang tengah asik bercakap itu.

Mengetahui suasananya yang berubah kaku, Zean pun memukul meja di depannya. "Gue mau pesen makanan lagi. Ada yang mau nitip?"

****

"Kok makannya kayak nggak semangat? Kenapa?" Galen melirik Alula yang hanya menyentuh makanannya sedikit. Sedangkan makanan lelaki itu sudah habis dari beberapa menit yang lalu.

Galen menatap sekelilingnya. "Malu ya makan di kantin bareng gue?"

Alula langsung menggeleng. "Nggak, kok."

"Ya udah, cepet makannya! Biar nggak lama-lama di sini."

Mungkin siswa-siswi SMA Gardapati lama kelamaan akan terbiasa dengan pemandangan mereka. Buktinya, mereka yang lewat hanya melirik sekilas tanpa membicarakan hal yang berlebihan. Seolah-olah sudah tahu bagaimana hubungan Galen dengan Alula.

"Kemarin waktu makanan yang gue pesenin dateng, langsung lo makan nggak?" Galen bertanya agar tidak terjadi kecanggungan di antara mereka.

Jika tidak di ajak ngobrol, jangan harap Alula akan membuka suara untuknya. Tidak akan.

"Iya."

Galen melirik Alula lama. "Malem itu lo bener-bener lagi sendiri, kan?"

"Ya iya, lah. Kan aku emang tinggal sendiri."

"Maksud gue, udah nggak ada orang yang suka main-main ke rumah lo lagi, kan?" Alula membeku untuk sessat. Ia tahu betul kata-kata itu ditujukan untuk Radion. Bagaimana jika Galen tahu bahwa kemarin Radion dateng ke rumahnya?

"Nggak ada. Kamu sadar nggak sih kalo kamu udah ngejauhin aku dari segalanya?"

"Sadar," jawabnya santai.

"Kamu ngejauhin aku dari hobi aku, kegiatan kesukaan aku, sama sahabat-sahabat aku." Alula terkekeh, merasa tidak percaya bahwa Galen akan merespon dengan sesantai dan setidak bersalah itu.

Galen memang tidak pernah sadar. Mau diberikan ceramah panjang lebar pun lelaki itu tidak akan bisa tergerak hatinya.

"Sama satu lagi. Gue udah ngejauhin lo dari Radion. Orang yang lo suka. Bener nggak?" Alula mengepalkan tangannya kesal.

"Lo liat gue sekarang, kan? Sekarang gue lebih sering sendiri. Gue nggak punya sahabat satupun. Orang-orang mana pernah sih liat gue gabung di mejanya anak-anak Blidvinter kalo istirahat? Abimanyu sama anak-anak Blidvinter lainnya nggak pernah gue anggep sedeket itu."

"Gue aja bisa, kenapa lo ngeluh? Punya sahabat itu ngerepotin tau." Galen tersenyum. Puas karena berhasil membuat Alula diam dan tidak bisa menjawabnya lagi.

****

"Tapi ada untungnya juga sih si Galen sama Alula terus. Kan jadinya Alula nggak bisa deket-deket Radion lagi." Seorang perempuan berpakaian sedikit ketat dengan rambutnya yang di jedai bersuara sambil memegang permen di tangannya.

"Iya gue setuju. Hubungan mereka langsung ancur gitu aja semenjak Galen sama Alula."

"Ruby, lo yakin masih suka sama Galen?" Chlo mengganti topik pembicaraan.

"Gue akui dia brengsek banget ke temen-temennya selama ini. Udah di baikin, eh malah begitu." Chlo melahap permennya santai.

"Udah lah, mending lo sama yang lain aja. Galen makin serem tau sekarang. Udah nggak ada Galen yang lucu lagi," ucap Chessy.

"Gue juga lagi coba buat mulai biasa aja kalo ngeliat dia. It's not that easy. Gue akui, gue emang bego udah ngelakuin hal gila demi cowok kayak dia. Jadi ngerasa bersalah sama Shafa, tapi gue nggak bakal mau minta maaf sama tuh cewek," jawabnya angkuh.

"Lagi ngomongin temen gue?" Lelaki berperawakan tinggi tiba-tiba saja muncul di belakang mereka.

"Abimanyu? Kaget tau." Chessy memegang dadanya.

"Temen lo nih sekarang?" Chlo menyeringai.

"Dari dulu, sih." Abimanyu maju selangkah mendekati Chlo lalu memberikan sesuatu kepada perempuan itu.

"Kunciran lo jatuh tadi di tangga."

Chlo menerimanya dengan wajah datar. Perempuan itu lalu membalikkan tubuhnya. Lebih memilih untuk menatap lapangan dari lorong lantai atas.

Kebetulan hari ini jadwal olahraga kelas Radion. Ia bisa melihat Radion dan teman-temannya sedang berjalan menuju lapangan untuk bermain bola.

Abimanyu mengikuti arah pandang Chlo. Ia tersenyum masam. Merasa kasihan kepada dirinya sendiri yang selalu saja diabaikan oleh perempuan dihadapannya.

"Chlo," panggilnya dengan nada rendah.

Ia menatap lama Chlo setelah perempuan itu menoleh ke arahnya. "Lo nggak bisa ya liat gue sekali aja? Gue capek dicuekin terus sama lo."

Detik itu juga jantung Chlo langsung berdetak cepat. Chessy dan Ruby sampai tidak bisa dibuat berkata-kata.

Chlo kaget. Sangat kaget dengan perubahan nada suara Abimanyu yang berubah lembut kepadanya. Tidak ada ucapan lelaki itu yang menjelek-jelekkan Radion di depannya.

Yang ia lihat sekarang adalah Abimanyu yang sangat berharap akan dirinya.

****

Alula terkejut ketika menemukan sesosok Radion berada di balik pintu lokernya. Alula baru saja mengambil buku paket dari dalam sana. Ini sedang jam pelajaran, mengapa Radion berada di luar kelas?

"Radion?! Kamu ngapain disini?" Tanya Alula panik sambil menatap ke sekitarnya.

Lelaki di depannya justru hanya memasang tampang santainya sambil tersenyum. "Kamu sendiri ngapain?"

Alula menunjukkan buku paket yang berada di tangannya. "Ambil buku. Kamu bolos kelas?"

"Sebentar doang," jawabnya.

"Kok gitu, sih? Kurang-kurangin bolosnya, biar Camelion nggak di suruh vakum terus-terusan atau bahkan sampe di suruh bubar."

"Sedikit lagi juga Camelion bakal balik lagi. Anak-anak udah pada nggak bikin masalah, Pak Umam juga udah nggak ngawasin kita."

"Itu dia. Jangan ancurin semuanya dengan kesalahan kamu yang bolos kayak gini. Kalo guru mata pelajaran kamu laporin ke Pak Umam gimana?"

Radion mengusap wajahnya kasar. Seperti tidak mendengarkan apa yang Alula katakan. "Boleh nggak sih aku minta ditemenin sama kamu?"

Alula terkejut dengan pertanyaan Radion. Gadis itu lalu tertawa pelan. "Nggak bisa, Radion. Kalo ketahuan gimana? Kamu kayak gini aja terlalu ngambil resiko tau nggak?"

"Aku lagi capek hari ini. Capek banget."

"Semuanya juga capek. Aku juga capek kayak gini terus."

"Ya udah kalo gitu pergi aja. Pergi dari Galen. Kita sama-sama capek cuma karena dia."

Alula menggeleng. "Aku nggak bisa."

"Aku capek harus pura-pura nggak peduli sama kamu kalo lagi di sekolah. Padahal aku mau nanya gimana hari-hari kamu." Radion mengulurkan tangannya untuk menyentuh rambut Alula. Menyibaknya ke belakang.

Tetapi belum sempat menyentuhnya lama, Alula sudah langsung menepis tangan Radion.

Radion membuang nafasnya pelan. "Udah makan?"

"Udah."

"Ekhm!" Terdengar suara orang berdeham dari belakang mereka. Seolah-olah menegur mereka berdua yang tengah asik berbincang-bincang.

Alula mendadak ketakukan ketika melihat Galen sudah berada di belakang Radion. Berjalan santai menghampiri mereka. Wajahnya datar.

Ini yang Alula yang takutkan. Bagaimana jika Galen melihat semuanya? Atau bahkan mendengar pembicaraan mereka?

Alula menatap Radion. Menyuruh lelaki itu untuk cepat-cepat pergi lewat tatapan matanya.

"Lo bolos?" Galen bertanya setelah sampai di sebelah Radion.

"Mau gue bilangin ke Pak Umam?"

"Lo sendiri ngapain di luar?" Radion bertanya balik.

"Gue sih abis dari toilet. Gue pikir tadi lo ke toilet juga. Tapi kok nggak balik-balik ke kelas. Ternyata ada di sini, ngobrol sama Alula," tekannya.

Radion ingin sekali meninju wajah Galen rasanya. Jika bukan karena tatapan Alula yang sudah memohon kepadanya, mungkin Radion tidak akan memilih untuk mengalah.

Tanpa menjawab Galen, Radion langsung melangkah pergi dari sana.

Galen menatap kepergian Radion sampai lelaki itu hilang di ujung lorong. Matanya lalu beralih ke arah gadis di depannya. "Ngapain dia?"

"Nggak ngapa-ngapain," jawab Alula dengan cepat.

"Beneran? Gue liat lo ngobrol sama dia. Apa yang diomongin?"

"Dia cuma nanya aku ngapain di sini. Aku lagi ambil buku. Udah, gitu doang," jelas Alula. Berharap Galen tidak akan marah.

Galen mengangguk-anggukkan kepalanya. "Ya udah, sana balik ke kelas! Besok-besok kalo disamperin sama dia, nggak usah di bales. Langsung pergi aja. Lo harus inget janji lo buat nggak deket-deket dia lagi."

"Iya, aku inget kok janjinya. Nggak akan pernah lupa." Alula menatap Galen sambil menahan kesal. Perempuan itu lalu memutuskan untuk pergi dari hadapan lelaki gila itu.

"Radion, Radion. Kalo sampe besok gue liat dia nyamperin Alula lagi, liat aja apa yang bakal gue lakuin," gumamnya.

"Sekarang lo bukan ketua gue lagi. Buat apa gue takut sama lo?"

****

Suara pintu yang terbuka membuat Radion cepat-cepat mematikan rokoknya. Membuang puntung rokok itu ke bawah–tepatnya ke halaman rumahnya.

Marissa masuk ke dalam kamarnya lalu menghampiri dirinya yang tengah duduk di balkon. Menatap pemandangan malam sendirian.

"Mami kira kamu udah tidur." Marissa mengambil duduk di sebelah Radion.

"Masih jam segini kali, Mi."

"Mami ngapain ke sini?" Tanya Radion.

"Nggak boleh ya Mami ke kamar anak cowok Mami satu-satunya?"

Radion tertawa. "Boleh."

"Oh, iya! Tadi Raiden cerita sama Mami."

Sekitar satu jam yang lalu teman-teman Radion baru saja pulang. Mereka pergi ke rumah Radion untuk bermain PS dari sore. Radion jadi sedikit terhibur karena rumahnya ramai.

"Cerita apa?"

"Tentang kamu, Galen, sama Alula."

Radion sama sekali tidak menunjukkan wajah terkejut karena Marissa tahu akan masalah itu. Toh, lama-kelamaan Marissa juga akan tahu dengan sendirinya.

"Kamu kenapa nggak cerita ke Mami?"

Terjadi keheningan beberapa saat. Marissa terus menatap putranya–menunggu jawabannya.

"Belum sempet cerita aja, Mi. Radion sibuk."

Marissa mengernyit. "Sibuk apa kamu? Belajar atau sibuk mikirin masalah-masalah kamu?"

Radion membuang nafasnya kasar. Tidak bisa menjawab Marissa lagi. Karena pada kenyataannya, ia memang sibuk memikirkan masalah-masalahnya saat ini.

"Mami tuh tau akhir-akhir ini pasti ada sesuatu yang terjadi sama kamu. Perubahan sifat kamu, semuanya Mami ngerasain. Mami cuma nunggu kamu cerita ke Mami, kayak biasanya. Tapi sampai sekarang, kamu nggak cerita ke Mami. Malah Raiden yang cerita."

"Maafin Radion, Mi. Bukan maksud Radion buat sembunyiin semuanya dari Mami." Radion menunduk. Menatap urat-urat tangannya sendiri.

Marissa tersenyum simpul mendengarnya. Merangkul putra satu-satunya lalu menarik tubuh lelaki itu mendekat kepadanya.

Radion pun tidak menolak. Lebih memilih untuk menyandarkan kepalanya ke bahu Marissa. Pandangannya tetap lurus ke depan. Ke arah lampu-lampu rumah yang menyala menerangi malam.

"It's okay. Mami tau ini berat banget buat kamu. Semangat, ya! Kamu pasti bisa lewatin semuanya." Tangan lembut Marissa mengusap pelan rambut putranya.

"Anak cowok Mami satu-satunya itu yang paling kuat yang pernah Mami kenal. Masa kayak gini aja nggak mampu sih ngehadapinnya?"

"Galen jahat banget ya Mi sama Radion?" Tanyanya pelan.

"Padahal Radion bangga banget punya anggota inti kayak dia."

"Radion emang suka kesel setiap dia larang-larang Alula buat jangan deket-deket sama Radion. Radion pengen banget mukul dia kalo ngeliat mukanya doang. Tapi kadang Radion suka mikir, kalau Galen itu bukan orang asing atau orang yang baru Radion kenal."

"Kita dulu sahabat."

"Kok dia tega banget ya, Mi?" Radion melirik ke arah Marissa. Wajahnya terlihat sendu dan lelah. Tidak seperti Radion yang biasanya gagah dan segar.

"Yang udah nggak ada saat ini, nggak usah kamu inget-inget lagi. Kamu masih punya banyak orang yang sayang sama kamu. Ada Mami, Papi, temen-temen kamu. Semuanya peduli sama kamu. Yang mau pergi, kasih dia pergi. Biarin dia pergi." Marissa memeluk Radion dari samping dengan erat. Menguatkan putra satu-satunya itu.

Radion memejamkan matanya. Apa yang dikatakan Marissa mampu memenuhi otak kepalanya. Apa yang dikatakan Marissa memang benar. Masih banyak yang peduli kepadanya. Harusnya Radion lebih menyadari hal itu. Bukan malah memikirkan sesuatu yang sudah jelas-jelas jauh darinya.

Tapi untuk Alula. Radion tidak bisa berhenti memikirkannya.

Malam itu, Marissa semalaman menemani Radion di balkon kamarnya. Tidak ada percakapan lagi di antara mereka setelah itu. Marissa hanya berharap bahwa putranya bisa kembali seperti dulu lagi.

Menjadi seorang lelaki pemberani yang kuat.

****

"Hai, Rad."

"Hai, Chlo." Radion tersenyum singkat ketika berpapasan dengan Chlo di depan ruang musik. Lelaki itu baru saja selesai meminjam gitar dari sini.

"Abis ngapain?" Tanya perempuan itu.

"Oh, tadi abis minjem gitar. Lo sendiri mau ngapain?"

Chlo mengangguk-anggukkan kepalanya. "Kebetulan jam kosong, jadinya gue mau duduk-duduk aja di ruang musik."

"Oh, iya! Ngomong-ngomong gue abis dari kantin, beli roti. Nih, buat lo! Buat sarapan." Chlo menyodorkan sebungkus roti yang ia beli di kantin.

Radion meliriknya lalu menggeleng. "Nggak usah. Buat lo makan aja."

"Nggak apa-apa, lagian juga gue masih kenyang abis sarapan di rumah. Nih, ambil aja!" Chlo mengambil tangan Radion lalu memberikan sebungkus roti yang ada di tangannya. Radion pun hanya diam menatapnya.

"Thanks, ya." Chlo mengangguk malu.

"Kalo gitu gue–"

"Tunggu!" Chlo menahan Radion.

"Are you okay?" Tanyanya yang membuat Radion mengernyit bingung.

"Akhir-akhir ini gue selalu ngeliat lo diem aja. Lo juga jarang kumpul sama temen-temen lo. Apa gara-gara masalah Galen?"

"Iya, salah satunya itu. Tapi gue nggak apa-apa," jawab Radion.

Chlo mengambil tangan besar Radion. Menggenggamnya dengan pelan. Radion sedikit terkejut dengan aksi Chlo. Lelaki itu hanya bisa diam sambil menatap wajah perempuan di depannya.

"Gue khawatir liat lo. Pengen banget tanya keadaan lo, tapi dari kemarin gue nggak pernah berani nyamperin lo. Gue nggak suka liat lo yang jadi diem kayak gini. Kalo ada sesuatu yang bikin lo kepikiran, lo bisa kok cerita ke gue." Wajah Chlo terlihat tulus ketika mengatakan itu.

Ia sangat ingin menjadi orang yang Radion butuhkan jika lelaki itu sedih. Tetapi sepertinya semua itu sulit. Ia hanya bisa bermimpi.

"Mungkin kita emang nggak sedeket itu, Rad. Tapi gue mau kok jadi temen cerita lo. Seenggaknya lo bisa lega setelah ceritain semuanya."

Terjadi keheningan beberapa saat setelah Chlo mengatakan kalimat yang panjang itu kepadanya. Chlo sendiri merasa atmosfer di sekitarnya berubah. Ia merasa gugup, malu, takut. Semuanya bercampur menjadi satu.

Radion melepaskan tangan Chlo dari punggung tangannya. "Makasih lo udah peduli sama gue. Gue beneran nggak apa-apa, kok."

Gitu doang balesannya?

"Gue duluan ke kelas, ya!" Chlo hanya bisa mengangguk saat itu juga. Entah kenapa ia membiarkan Radion pergi dari hadapannya begitu saja.

Tubuhnya seketika melemas ketika tahu bahwa lagi-lagi Radion menolaknya.

Saat sedang berjalan ke arah kelasnya, langkah Radion dihadang oleh seseorang tepat di dekat tangga sekolah.

"Nggak sama Alula, sekarang sama Chlo juga?" Tanya Abimanyu. Wajahnya datar tapi Radion tahu lelaki itu tengah jengkel terhadapnya.

"Apaan sih lo?" Radion tertawa. Tidak mengerti maksud Abimanyu.

"Apa sih bagusnya lo sampe-sampe Chlo segitunya banget sama lo?" Abimanyu merampas sebungkus roti pemberian Chlo dari tangan Radion.

"Pake pegangan tangan segala. Lo sebenernya cuma mau mainin dia, kan?"

"Gue nggak ada niatan kayak gitu," jawab Radion.

"Kalo nggak ada kenapa lo seolah-olah nerima dia? Kan lo bisa aja nolak ini." Abimanyu mengangkat sebungkus roti yang ada di tangannya.

"Sama nolak pegangan tangan," tambahnya lagi dengan kata-kata yang ditekankan.

"Gue juga udah nolak. Tapi dia maksa. Kalo lo mau rotinya, ambil aja! Anggep aja Chlo yang ngasih langsung ke lo." Abimanyu menggeram.

"Kalo sampe dia bener-bener berharap sama lo dan lo cuma mainin dia, abis lo sama gue! Nggak cuma Camelion yang bakal gue hancurin, tapi semua tentang lo gue hancurin, Rad."

"Tenang aja. Gue nggak bakal mainin cewek punya lo."

Radion menepuk bahu lelaki itu pelan. "Semoga lo bisa bikin dia suka sama lo, ya!"

"ARGH!!" Abimanyu melempar sebungkus roti di tangannya ke sembarang arah setelah Radion pergi. Kesal.

"Kenapa bajingan itu selalu bisa dapetin apa yang gue mau?"

****

"Nih, Rad!" Raiden memberikan banyak tumpukan amplop kepada Radion saat jam istirahat ke dua.

Radion menerimanya. Sedikit kesusahan membawa banyak amplop tersebut karena jumlahnya sebanyak anggota Camelion.

Pak Arthur akhirnya memberikan Camelion kebebasan kembali dengan syarat mereka harus menandatangani surat yang diberikan beliau.

Isinya perjanjian untuk tidak melakukan keributan dan sebagainya.

Sejujurnya Radion masih kesal karena Pak Arthur terus-terusan menyalahkan Camelion. Awalnya Radion juga menolak surat perjanjian ini karena ia merasa bahwa Camelion bukan yang mengawali keributan-keributan kemarin.

Tetapi jika ia menolak, kapan Camelion bisa seperti dulu lagi? Bisa saja Camelion dibubarkan oleh Pak Arthur. Tidak ada cara lain.

"Ini udah semua, kan?" Tanya Radion.

"Udah. Tadi juga udah di data sama Daplo." Radion mengangguk.

"Gue mau langsung ke ruangan dia. Ada yang mau ikut?"

"Kita semua ikut." Zean yang sedang bermain game langsung berdiri dari kursinya. Diikuti oleh Arlan dan Daplo.

"Ya udah."

"Mending lo bantuin Radion bawain ini deh, Ze." Raiden mengambil setengah amplopnya lalu memberikannya kepada Zean.

"Jangankan setengah, Den, semuanya gue yang bawa juga oke gue."

Radion tertawa mendengarnya. "Udah, sisanya gue aja."

Mereka berlima pun langsung berjalan ke luar kelas. Menyusuri lorong-lorong kelas menuju ruang kepala sekolah. Sesekali ada junior-junior mereka yang menyapa ketika berpapasan. Ada Rafael dan teman-temannya juga yang kebetulan sedang nongkrong di depan kelas mereka.

"Doain ya, Camelion bakal berjaya abis ini," kata Zean dihadapan mereka dengan lebay.

"Akhirnya, kita bebas, Bro!"

"Belum, Ze. Lo belum tau kan Pak Arthur beneran mau cabut hukuman kita apa nggak?" Daplo menyadarkannya.

"Udah pasti di cabut, lah. Ini udah berapa bulan kita vakum? Lagian juga kita udah tanda tangan perjanjiannya."

"Bener kata Bang Zean." Rafael setuju.

"Ya udah, kalo gitu kita cabut ke ruang kepsek dulu, ya!" Mereka lalu berpamitan kepada Rafael dan teman-temannya. Kembali melanjutkan jalan mereka menuju ruangan Pak Arthur.

Belum sampai di depan ruangan Pak Arthur, ada saja yang menghalangi mereka menuju ke sana.

Kebetulan anak-anak Blidvinter sedang berkumpul di koridor depan kelas Abimanyu. Ruangan Pak Arthur memang satu lantai dengan kelas mereka.

Abimanyu yang tengah asik tertawa pun akhirnya sadar bahwa ada Radion dan teman-temannya di dekat mereka. Di tambah lagi ada Galen di tengah-tengah mereka yang ikut berkumpul.

Semua pasukan Blidvinter pun langsung menoleh ke arah mereka.

"Gue denger-denger ada yang mau bebas, nih." Abimanyu menyindirnya.

"Kirain nama Camelion bakalan ilang di sekolah ini." Gelak tawa dari mereka semua memenuhi seisi lorong. Sibuk menertawakan inti Camelion.

Bahkan Zean ikut kesal ketika melihat Galen juga ikut menikmati ledekan Abimanyu. Lelaki itu memang benar-benar sudah berubah dan tidak bisa diharapkan lagi. Galen sudah sangat jauh dengannya dan Camelion.

"Udah lah, nggak usah diladenin. Tujuan kita kan mau ke ruangan kepsek. Kalo sampe ribut di sini, sia-sia surat perjanjian kita." Arlan berbicara bijak kepada teman-temannya.

"Iya, gue juga tau, Lan." Raiden menatap tajam ke arah Abimanyu. Tangannya sudah mengepal kuat tetapi ia sebisa mungkin menahannya.

"Kita cuma mau lewat, bukan mau ladenin lo semua," ujar Radion mewakili teman-temannya.

"Nggak mau ngeladenin apa takut?" Celetuk seorang lelaki di tengah-tengah mereka. Galen. Ia tersenyum remeh.

"Apa lo bilang? Takut? Kapan pun juga Camelion bisa ngalahin lo semua! Coba aja kalo yang menang bisa dapet penghargaan. Pasti markas Camelion udah penuh isinya sama penghargaan," seru Zean emosi. Menatap Galen dengan tatapan tajam. Sorot akan permusuhanan.

"Duh, jadi takut," ledek Abimanyu di susul dengan anak-anak yang lainnya.

"Udah lah, Ze! Jangan buang-buang waktu di sini." Daplo menahan lelaki itu yang ingin maju menghampiri mereka semua.

"Ayo cabut!" Raiden lalu memimpin jalan mereka diikuti oleh Radion yang berjalan sejajar dengannya. Mau tidak mau Daplo dan Arlan harus cepat-cepat menjauhkan Zean dari sana sebelum lelaki itu mengamuk.

****

Halo semuanyaa! Puasa day berapa nih? Semangat ya all puasanya, dikit lagi lebaran hehe👍🏻😌

Aku udah capek karena harus minta maaf terus sama kalian😔 maaf banget ini update nya bener-bener lama sampe aku sendiri ngerasa kalo pembacanya pun lama-lama menghilang:(

Gatau kenapa bener-bener sibuk sama sekolah sampe ide nulis aja pun nggak ada, padahal niatnya udah ada💔

Tapi aku selalu inget janji aku sendiri bahwa aku bakal selesain cerita ini sampe ending. Walaupun idenya mentok, tapi aku bakal paksa buat tetep update xixi😎 jadi semangatin aku terus yaa🤟🏻

Semangatin dengan cara vote sebanyak-banyaknya yuhuu😍 jangan lupa juga spam comment sama ramein tiktok khusus konten wattpad ku yaa😘

Don't forget to check👇🏻 :
Instagram : @cindeyaur
Tiktok         : @cramelgurll

Tiktok yang baru double L yaa‼️

Tante kok bisa sih punya anak secakep Radion?🫣

Terima kasih yang masih setia baca cerita aku❤️ buat yang baru mampir, semoga suka sama ceritanya yaa<3 makasih juga udah mau nungguin aku update🫶🏻

See u di next chapter🙌🏻

With love, Cindyy<3

Continue Reading

You'll Also Like

ARSYAD DAYYAN By aLa

Teen Fiction

1.9M 101K 56
"Walaupun وَاَخْبَرُوا بِاسْنَيْنِ اَوْبِاَكْثَرَ عَنْ وَاحِدِ Ulama' nahwu mempperbolehkan mubtada' satu mempunyai dua khobar bahkan lebih, Tapi aku...
2.4K 65 8
⚠️ HARAP FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA ⚠️ PLAGIAT MENJAUH 🔪⚠️ Penasaran yuk baca!! Menceritakan kisah tentang seorang laki laki yang bertemu kembali d...
KANIGARA By 2p

Teen Fiction

33.1K 2.4K 25
{FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA} Jangan nunggu end dulu baru dibaca... Kanigara Zeon Valderon. Lelaki tampan berwajah dingin dan bermulut pedas. Seoran...
990 138 11
BAPER TANGGUNG SENDIRIII --------------------------------------------- ⚠follow dlu sebelum dibaca ❗MENGANDUNG KATA KATA KASAR Bagaimana jadi nya, AL...