RADION

Galing kay cindeyaur

66.2K 6K 1.8K

"Gue sekarang udah jadi ketua di sini, mau gimana pun, lo harus patuh sama gue." -Radion Geraldo. **** Radion... Higit pa

PROLOG
RADION || 01
RADION || 02
RADION || 03
RADION || 04
RADION || 05
RADION || 06
RADION || 07
RADION || 08
RADION || 09
RADION || 10
RADION || 11
RADION || 12
RADION || 13
RADION || 14
RADION || 15
RADION || 16
RADION || 17
RADION || 18
RADION || 19
RADION || 20
RADION || 21
RADION || 22
RADION || 23
RADION || 24
RADION || 25
RADION || 26
RADION || 27
RADION || 28
RADION || 29
RADION || 30
RADION || 31
RADION || 32
RADION || 33
RADION || 34
RADION || 35
RADION || 36
RADION || 37
RADION || 38
RADION || 39
RADION || 40
RADION || 41
RADION || 42
RADION || 43
RADION || 44
RADION || 45
RADION || 46
RADION || 47
RADION || 48
RADION || 49
RADION || 50
RADION || 52
RADION || 53
RADION || 54
RADION || 55
RADION || 56
RADION || 57

RADION || 51

481 42 3
Galing kay cindeyaur

"Woi, Rad! Lo tega ninggalin kita, Rad? Wah gila lo." Radion langsung di sambut oleh Zean yang langsung berlari keluar dari markas. Lelaki itu mendengar suara motor Radion di depan, makanya ia langsung menghampirinya.

Radion melepaskan helmnya. Berjalan masuk menuju markas. Sudah pukul setengah dua malam dan kondisi markas masih sangat ramai.

Sejujurnya Radion merasa sangat bersalah telah meninggalkan teman-temannya di lokasi kejadian. Ia melihat para anggotanya sekarang.

"Sorry, Ze. Gue tadi bawa Alula cabut, takut kenapa-napa." Zean mengekori Radion dari belakang. Masuk ke dalam markas.

Di ruang tamu markas ada Raiden, Arlan, Daplo, Rafael, dan anggotanya yang lain. Sedang menonton televisi.

"Gue minta maaf tadi gue pergi gitu aja ninggalin kalian. Soalnya–"

"Kita semua udah tau kok alesannya. Udah, santai aja! Lagian juga tadi kita bisa ngebuat Blidvinter masuk ke kandangnya lagi." Raiden memotong ucapan Radion.

"Bagus. Thanks, ya." Raiden mengangguk sambil memberikan jempolnya.

"Gimana Alula?" Tanya Arlan.

"Nggak apa-apa dia. Tadi gue ajak dia ngobrol sebentar tentang semuanya. Tentang dia sama Galen. Dia jelasin dan ceritain semuanya ke gue."

"Gue dari dulu emang udah curiga sama mereka berdua," gumam Daplo.

"Kondisinya nggak baik-baik aja mulai sekarang dan besok." Radion mulai menatap teman-temannya satu per satu. Mulai menceritakan apa yang Alula sudah ceritakan kepadanya di rooftop tadi.

Tentang sifat Galen yang sebenarnya, hubungan Alula dengan Galen, masalah Alula yang balas dendam dengan membuat Camelion hancur, sampai Alula yang ingin menyelesaikan masalahnya dengan Galen terlebih dahulu sampai lulus. Semua Radion ceritakan. Tidak ada yang terlewat sedikitpun.

Semuanya menyimak cerita Radion dengan serius. Tentu saja wajah semuanya terkejut, sama seperti Radion saat baru pertama kali mengetahuinya.

"Ternyata Alula belum bisa maafin kita? Padahal gue udah berusaha ngelakuin apa aja buat dia, biar gue bisa dimaafin," kata Zean setelah Radion selesai bercerita.

"Sama, gue juga ngelakuin apa yang gue bisa selama ini."

Radion menatap teman-temannya dengan sedih. "Bukannya nggak mau maafin lo pada. Dia cuma butuh waktu. Gue yakin, dia ngelakuin itu juga ada rasa bersalah sama nggak teganya sama kalian."

"Pantes dulu Galen selalu ngebela Alula habis-habisan. Seolah-olah mereka kayak udah kenal deket gitu. Ternyata emang udah kenal lama," ujar Zean lagi.

"Waktu itu gue juga sempet ngerasa aneh, tapi gue diem aja. Sebelum Radion dateng, Galen selalu ngaret dateng ke markas. Tiba-tiba gue diomelin sama Mora lewat telepon buat berhenti gangguin Alula."

"Gue heran karena gue sama sekali nggak ngerencanain apa-apa buat gangguin Alula pas itu. Gue cuma mau nongkrong di markas. Tapi dia bilang katanya dia liat Galen bawa Alula pergi naik motor. Pas gue tungguin, Galen sampe ke markas nggak sama Alula. Dia sendiri. Terus dia alesan telat karena di suruh sama nyokapnya yang bawel dulu," cerita Raiden.

"Sebenernya banyak yang janggal, cuma kita aja yang baru sadar sekarang." Arlan menyimpulkan.

"Sadarnya telat," tambah Zean.

"Gue tau satu hal," sahut Daplo yang membuat semuanya menoleh.

"Lo pada inget nggak waktu ada penyusup masuk ke markas kita terus nyamar jadi anggota Camelion?"

"Dia cari tau info tentang Camelion dan nyebarin ke Blidvinter. Waktu itu strategi penyerangan kita juga bocor. Kita hampir kalah sama mereka."

"Gue inget. Yang dulu gue ngiranya si Axel kan yang bocorin semuanya?" Tanya Raiden.

"Iya, lo bener."

"Kita sempet mikir kan dari mana dia dapet jaket Camelion dan nyusup ke dalem markas kita? Sedangkan markas selalu keisi sama anak-anak Camelion. Ada yang mukanya asing dikit pasti langsung kita curigain."

"Jadi maksud lo Galen yang bantuin dia biar nggak ketauan sama kita? Bantuin ambil jaket Camelion di gudang terus bikin kita percaya kalo orang itu anggota Camelion?"

"That's it." Daplo menjentikkan jarinya. Asumsi Zean tepat sasaran.

"Udah lah, semuanya nggak usah di bahas. Lagian juga udah berlalu." Raiden bangkit untuk mengambil minum. Tidak mau membahas lebih lanjut. Rasanya masih shock mengetahui Galen mengkhianati mereka. Raiden pun yakin semua teman-temannya merasakan hal yang sama.

"Kenapa sih harus Galen?" Sahut Zean.

"Kenapa Galen harus bohongin kita semua? Dia cowok kurang ajar yang pernah gue kenal. Gue rela-relain nemenin dia di saat dia ada masalah. Kasih solusi. Gue sayang banget sama sahabat gue yang satu itu. Tapi kenapa dia tega banget sama gue? Dia pergi ninggalin gue."

"Tenang, Ze!" Arlan menenangkan lelaki itu disebelahnya.

"Bukan cuma lo yang ngerasain hal itu. Kita semua juga ngerasa ditinggalin sama Galen," lanjutnya lagi.

Radion melirik Zean. Lelaki itu tengah menunduk. Bersedih. Sebagai ketua dari mereka, tentu Radion tidak tega melihat anggota-anggotanya.

Ia pun merasa begitu, tetapi ia berusaha tetap kuat di depan anggotanya. Bahkan banyak junior-juniornya yang ikut sedih dan kecewa terhadap Galen.

Galen itu dekat dengan semua orang. Lelaki itu anaknya supel dan memiliki banyak teman. Bisa dibayangkan betapa kecewanya semua teman-teman Galen setelah mengetahui yang sebenarnya.

"Rad, lo yakin ngebiarin Alula ngelakuin hal itu? Galen itu sekarang bahaya tau, Rad. Apalagi backingannya anak-anak Blidvinter." Raiden berbicara kepada Radion setelah meneguk minumannya.

Radion mendongak. Merasa ragu tetapi ia sudah memutuskannya. "Iya. Gue percaya sama Alula. Kalo Galen macem-macem, gue nggak bakal ngampunin tuh orang."

"Kalo emang udah begitu keputusan kalian berdua, gue cuma bisa ngikut. Gue bakal bantu lo, kok. Bantu lo jagain Alula."

"Kita. Kita semua bakal bantuin lo, Bang," ralat Rafael.

Radion merekahkan senyumannya. "Makasih. Kalo nggak ada kalian, gue nggak bisa apa-apa."

****

Berita tentang Galen benar-benar menyebar cepat di SMA Gardapati. Di mading sekolah, akun twitter, bahkan dari bisik-bisik siswa membahas tentang Galen.

Bagaimana tidak? Galen yang dulunya anggota inti Camelion ternyata selama ini berada di pihak Blidvinter?

Tentu semuanya sangat tidak menyangka. Terutama para siswi yang sangat menyukai ke-enam inti Camelion. Tidak bisa dipungkiri lagi rasa kecewa mereka setelah anggota inti Camelion berkurang satu.

Pagi ini Radion dan teman-temannya berjalan bersama di lorong sekolah dipimpin oleh Radion. Membuat siswa-siswi langsung menyingkir untuk memberikan mereka jalan.

Hanya berlima sekarang. Anggota inti Camelion berjumlah lima, bukan enam lagi.

Kejadian kemarin benar-benar merubah semuanya. Merubah hari ini dan mungkin hari-hari seterusnya. Terasa janggal bagi mereka, tetapi pada kenyataannya beginilah kondisinya.

"Mereka bener-bener dateng berlima doang? Nggak sama Galen? Padahal gue berharap berita itu hoax. Gue berharap Galen masih join di tengah-tengah mereka," ujar salah satu siswi yang bisa di dengar jelas oleh Zean.

"Iya, semuanya pasti nggak percaya liat berita itu. Gue kecewa banget sama Galen. Temen-temennya kurang apa ya sampai dia kayak gitu?"

Mora, Archa, Nara, dan Kezia yang berada di tengah-tengah kerumunan itu pun ikut menatap kelima lelaki yang tengah menjadi pusat perhatian pagi ini.

Mereka tentu sudah mendengar beritanya. Reaksinya sama. Kaget dan tidak percaya. Masih menganggap bahwa semua ini mimpi. Galen akan selalu tetap menjadi bagian dari inti Camelion.

Radion menatap lurus ke depan. Matanya tidak salah melihat lagi. Bahkan teman-temannya pun sudah pasti bisa melihat jelas apa yang ada dihadapannya.

Alula dan Galen. Tengah berjalan bersama.

Bukan rasa cemburu lagi yang Radion rasakan seperti dulu, melainkan tatapan penuh peringatan. Dirinya bisa bernafas lega ketika melihat Alula baik-baik saja. Wajahnya juga cerah, walaupun tidak menunjukkan senyum sedikitpun.

"Itu Galen sama Alula? Mereka masih bareng sampe sekarang?" Gosip-gosip itu kembali hadir di tengah-tengah kerumunan.

"Padahal Galen kan jahat. Berati si Alula ngebelain Galen, dong? Nggak tau terima kasih banget udah di jagain Radion sama temen-temennya," sinis salah seorang siswi.

Mata mereka saling bertemu ketika Radion dan Alula hanya berjarak beberapa meter. Radion ingin sekali menyapanya tetapi ia tidak bisa. Alhasil ia membiarkan Alula dan Galen melewati dirinya dan teman-temannya.

Raiden yang menyadari itu langsung menepuk pundak sahabatnya. "Tenang aja, dia nggak bakal kenapa-napa. Kita udah janji kan bakal awasin mereka terus?"

Radion masih saja menatap ke belakang sampai Alula dan Galen benar-benar menghilang dari pandangannya. Lelaki itu lalu mengangguk sebagai balasan kepada Raiden.

"Sombong banget gayanya. Semua orang di sekolah ini udah ilang respect sama modelan kayak lo, Len." Zean geleng-geleng kepala. Menyindir mantan sahabatnya sendiri.

Ia memang dekat dengan Galen. Dekat sekali. Jika dibandingkan dengan anggota inti yang lain, Zean paling dekat dengan Galen. Tetapi ia jauh lebih memilih teman-temannya yang setia ketimbang Galen.

"Udah, biarin aja," sahut Arlan. Lelaki itu tampak tidak peduli, sama seperti Daplo. Bahkan mereka berdua tidak menghiraukan orang-orang disekitarnya yang jelas-jelas tengah membicarakannya.

"Kapan kalian tau berita ini?" Archa bertanya setelah para anggota inti Camelion melewati mereka.

"Baru hari ini. Dari kemarin Raiden nggak pernah cerita," jawab Mora tanpa menoleh.

Kezia geleng-geleng kepala. "Gue shock banget. Galen itu moodboster di antara mereka. Gue nggak nyangka aja dia bisa ngelakuin hal kayak gitu."

"Semua orang pun nggak nyangka. Gue nggak bisa ngebayangin mereka di kelas bakal kayak gimana."

"Yang dulunya duduk sebarisan, nyontek bareng, diomelin guru bareng, ke kantin bareng, harus terpaksa pisah karena keadaannya udah berubah," lanjutnya lagi sedih.

Walaupun Mora tidak berada di antara pertemanan mereka, tapi ia jelas merasakan kesedihan dan kehilangan mereka.

"Gue udah nggak punya temen berantem lagi. Ternyata Galen sejahat itu, ya? Selama ini sifatnya manipulatif banget." Nara tersenyum masam.

"Alula kok masih sama Galen, ya? Apa mungkin dia nggak tau beritanya?" Tanya Kezia.

"Dia pasti udah tau. Semua yang ada di sini lagi pada ngomongin Galen. Coba nanti kita tanyain dia di kelas." Semuanya mengangguk setuju kepada Mora lalu pergi meninggalkan lorong untuk kembali ke kelas mereka. Niatnya ingin menghampiri Alula.

****

Setelah mendengar bel masuk berbunyi, anggota inti Camelion yang sebelumnya tengah berkumpul di pojok kelas pun langsung menuju kursinya masing-masing. Kebetulan juga Bu Grizelle sudah memasuki kelas mereka.

"Siapa yang belum ada di kelas?" Tanya guru blasteran itu setelah meletakkan buku dan laptopnya di meja guru.

Semuanya terdiam. Tidak ada yang menjawab. Bu Grizelle yang menyadari bangku sebelah Zean kosong langsung menyahut. "Zean, mana teman kamu?"

"Siapa, Bu?" Tanya Zean.

"Ya siapa lagi kalau bukan Galen? Teman sebangku kamu."

Zean melirik bangku sebelahnya yang kosong. Berdecih. Mungkin sekarang ia akan lebih nyaman duduk sendiri.

Belum sempat Zean menjawab, pintu kelas terbuka. Menunjukkan seorang lelaki tinggi dengan rambut yang sedikit berantakan dan tas yang ia sampirkan di bahu kanannya. "Maaf telat, Bu. Abis di panggil Pak Umam."

Galen menghampiri Bu Grizelle lalu menyalaminya. Semua teman sekelasnya memperhatikan lelaki itu sampai ia mengambil duduk di barisan paling depan. Tepanya di sebelah Agara, ketua kelas mereka.

Zean pun tidak peduli lagi. Sekarang lelaki itu sudah bersandar di dinding belakangnya sambil menyumpalkan kedua telinganya dengan earphone.

"Kamu kenapa duduk di depan, Galen? Kesambet apa kamu?" Bu Grizelle heran. Semua yang ada di kelas ini tentu sudah tahu masalahnya. Tetapi mereka tidak berani menyahut karena ada anggota inti Camelion dan juga Radion.

Galen mengeluarkan buku pelajarannya dengan santai. "Nggak kesambet apa-apa, Bu. Saya udah keluar dari Camelion. Saya mau berubah aja jadi yang lebih baik."

Raiden yang sedari tadi memperhatikan gerak-gerik Galen dari belakang mendadak kesal dengan ucapannya yang kurang ajar. Jika saja tidak ada Bu Grizelle dan Radion yang menyuruhnya diam, pasti Galen sudah ia habisi.

Ia ingin sekali melempari Galen dengan buku paket tebal di mejanya.

"Kamu keluar dari Camelion?" Wajah Bu Grizelle tampak tak percaya. Bagaimana tidak? Semua guru tahu bahwa Galen selalu bersama dengan teman-temannya. Tidak terpisahkan.

Galen mengangguk. "Iya."

Bu Grizelle langsung menatap ke arah Radion di barisan belakang. Meminta penjelasan lewat ketua Camelion itu. Sedangkan teman-teman Radion yang lain sudah malas menanggapi. Bahkan mendengarnya saja pun malas.

"Iya, Bu, Galen udah keluar dari Camelion. Nggak ada masalah yang berat banget, intinya dia udah bukan bagian dari Camelion lagi." Radion menjelaskan dengan tenang.

"Tapi kalian masih baik-baik aja, kan?" Bu Grizelle menatap mereka semua bergantian.

Lagi-lagi tidak ada yang menjawab di antara mereka. Semuanya menunjukkan wajah acuh seolah-olah tidak suka ditanya seperti itu. Bu Grizelle pun menyadari hal itu dan merasa tidak enak kepada anak muridnya.

Guru cantik itu lalu tertawa. "Lupain aja! Sekarang kita mulai pelajarannya."

"Agara, bantu Ibu buat nyalain proyektor!" Agara segera bangkit lalu membantu Bu Grizelle.

Pada saat itulah Galen dan Zean saling bertatapan. Tidak ada sapaan, atau bahkan senyuman yang terukir di wajah mereka masing-masing.

Keduanya saling membuang muka lalu sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Seolah mereka tidak pernah kenal sebelumnya.

****

"Serius?! Tapi lo nggak apa-apa kan kemarin?" Kezia mengecek keadaan Alula setelah Alula menceritakan kepada teman-temannya tentang kejadian kemarin.

"Nggak apa-apa kok, Kez."

"Untung aja ada Radion sama yang lainnya nolongin lo." Alula mengangguk pelan.

"Kenapa sih lo nggak pernah cerita sama kita kalo lo sering digituin sama Galen? Dia sering sakiti lo, kan?" Tanya Mora.

"Nggak sering. Cuma sesekali kalo aku nggak nurutin kata-kata dia."

"Itu sama aja. Lo itu hidup di bawah kekuasaannya Galen. Emangnya dia siapa berani kayak gitu?" Alula hanya diam.

"Dia nggak bakal sakiti aku kalo aku nurut. Setelah lulus SMA, semuanya bakal berakhir." Alula berujar pelan.

"Tapi kita khawatir sama lo. Masih ada beberapa bulan lagi kita lulus. Dan kita nggak tau apa yang bakal dia lakuin ke lo selama beberapa bulan itu." Nara menepuk pundak Alula.

"Udah lah, nggak usah di bahas terus-terusan. Alula juga banyak yang jagain. Gue percaya, Radion pasti nggak bakal ngebiarin Alula kenapa-napa. Kita juga harus bantuin jaga Alula." Archa menyahut setelah meliat raut wajah Alula yang enggan sekali berada di topik ini.

Mora mengangguk setuju. "Iya, gue juga yakin kok Raiden sama temen-temen yang lain bakal jagain Alula. Backingan Camelion itu banyak. Lo juga harus tetep hati-hati sama dia, ya?" Perempuan itu lalu menatap Alula lama, sampai gadis itu mengangguk.

Tak beberapa lama, Kezia menyikut lengan Mora dengan keras. Ke-empat perempuan itu langsung terkejut dengan kedatangan Galen ke meja mereka. Membawa sepiring nasi dan minuman. Meletakkannya di atas meja, tepatnya dihadapan Alula.

Alula mendongak. Ikut terkejut.

"Buat lo makan," katanya singkat.

Dengan cepat, Alula langsung merubah raut wajahnya. Tersenyum. "Makasih, Galen."

Mora, Archa, Nara, dan Kezia yang melihat itu tentu tahu bahwa senyuman yang diberikan Alula adalah terpaksa.

"Hm."

"Tunggu, Len!" Ketika Galen ingin melangkah pergi, Nara menahannya.

Galen membalikkan tubuhnya secara perlahan. Menatap Nara dengan tatapan datar. Tidak ada Galen yang menyebalkan seperti dulu. Semuanya hilang.

"Kenapa lo ngelakuin itu, Len?" Tanya Nara berani. Bahkan Mora, Archa, dan Kezia saja enggan bertanya kepadanya.

"Maksud lo?"

"Gue nggak percaya lo bisa sekurang ajar itu sama Alula." Mendengar kalimat itu membuat Galen mengepalkan tangannya kesal, tetapi masih menunggu ucapan Nara selanjutnya.

"Ra, udah, lah! Kamu tuh ngomong apa, sih?" Alula mencoba menahannya.

"Harusnya gue dari dulu nggak kenal sama orang kayak lo. Lo ngambil hati orang lain dengan sikap lo yang so nice, tapi nyatanya lo brengsek banget, Len. Orang kayak lo lama kelamaan nggak bakal di terima di sekolah ini. Lo lihat aja nanti!"

Di luar dugaan Alula, Galen sama sekali tidak membalas Nara. Lelaki itu justru malah mengangguk-anggukkan kepalanya sambil tersenyum. Seolah-olah ucapan Nara tidak penting baginya dan hanya sebuah lelucon.

"Gue tau, gue sama temen-temen gue nggak bisa maksa keputusan yang udah Alula ambil. Tapi satu peringatan keras dari gue buat lo, jangan pernah lo manfaatin Alula dan sakitin dia!"

"Then if i do that?" Galen mengangkat satu alisnya ke atas.

"Gue bakal bikin lo di DO dari sekolah ini. Bikin lo dipenjara kek, atau mati sekalian."

Galen saat itu juga tertawa. Lagi-lagi menganggap bahwa apa yang dibicarakan Nara hanyalah candaan semata. Padahal jelas-jelas Nara serius mengatakan itu.

"Gue serius. Kalo sampe itu terjadi, gue yang bakal ketawa pertama kali di depan muka lo."

"Nggak usah terlalu banyak mimpi deh, Ra. Kayaknya lo mau banget nyingkirin gue dari sini."

"Emang itu yang gue mau."

"Tapi sebelum lo ngelakuin itu, gue bisa bikin lo keluar dari sekolah ini duluan. Gue juga bisa bikin semua orang di sekolah ini benci sama lo, melebihi mereka benci sama gue. Lo pikir gue takut setelah gue udah keluar dari Camelion? Justru gue lebih suka sendiri, tanpa orang-orang nyebelin itu."

"Ra, udah, lah!" Lagi-lagi Alula menariknya. Membisikkannya untuk berhenti karena ia takut dengan apa yang barusan Galen katakan. Ia tidak mau Nara kenapa-napa.

Sebelum Galen benar-benar pergi dari meja mereka, lelaki itu menoleh untuk yang terakhir kalinya. "Lo tadi nanya kan kenapa gue ngelakuin hal itu? Kayaknya gue nggak perlu capek-capek jelasin ke lo, kalo ada berita yang bisa jelasin semuanya."

"Fyi, gue suka jadi bahan perbincangan orang." Lelaki itu tersenyum miring lalu pergi meninggalkan mereka.

****

Chlo, Chessy, dan Ruby sedang duduk di depan kelas mereka untuk mengerjakan tugas kelompok. Fokus mereka bertiga teralihkan ke arah koridor sekolah, dimana terlihat empat orang lelaki tengah berjalan sejajar sambil mengobrol.

Tepat ketika berada dihadapan mereka, ke-empat lelaki itu berhenti. Salah satunya menatap mereka. "Kenapa lo ngeliatinnya gitu banget?" Tanya Zean.

Chlo memalingkan wajahnya. "Gue cuma nyariin Radion. Dia dimana?"

"Lo masih nyariin dia? Emangnya lo nggak kapok udah di tolak mentah-mentah sama dia?" Ucapan Zean seketika menusuk hati Chlo.

"Kapok? Gue tuh suka sama dia. Nggak bakal ada rasa kapok buat bikin dia suka sama gue balik. Wajar gue gagal, gue lagi usaha buat deketin dia."

"Tapi lo udah di kasih gagal berkali-kali. Dia tuh udah nggak bisa lo perjuangin lagi. Bedain usaha sama yang namanya maksa. Lo itu jatohnya maksa."

"Apa-apaan sih lo, Ze?! Kayak nggak pernah suka sama orang aja." Ruby yang membalas. Tentu saja membela sahabatnya, Chlo.

Tatapan Zean kali ini beralih kepada Ruby. Menatap perempuan itu dengan kekehan singkat. "Gue pernah suka sama orang. Bahkan sekarang gue lagi suka sama orang. Seenggaknya sukanya gue nggak se-norak lo."

"Ze, udah lah, cabut aja!" Raiden membisiki lelaki itu dari belakang.

Tujuan mereka kan ingin ke kantin, kenapa malah berhenti di sini?

"Lo tau apa tentang gue, Ze? Emangnya lo tau cara gue suka sama orang kayak gimana?" Balas Ruby.

"Kalo gue bilang tau gimana?" Tantang Zean.

"Lo suka kan sama Galen? Si pengkhianat itu?"

"Emangnya gue nggak tau kelakuan psikopat lo? Lo pernah bikin anak orang celaka, kan? Emang stress lo." Seketika Ruby, Chlo, dan Chessy langsung kaget karena Zean mengetahui rahasia itu.

Pasalnya rahasia itu hanya mereka yang tau.

"Lo nabrak dia, ngancem, terus nyuruh dia buat nolak Galen karena lo iri dia pernah di lirik sama Galen sedangkan lo nggak." Teman-teman Zean di belakang hanya diam.

"Sekarang Galen gimana? Lo lihat sendiri kan orang yang lo taksir dan ngebikin lo ngelakuin hal-hal gila demi dapetin dia? Lo liat sekarang! Bahkan dia aja udah nggak peduli sama kita, sahabatnya yang udah nemenin dia dari lama."

"Masih suka lo sama dia sekarang?" Zean geleng-geleng kepala.

"Lo tau dari mana gue pernah gituin Shafa?" Tanya Ruby pelan.

"Kaget ya lo? Lo nggak perlu tau gue dapet berita ini dari mana. Untung aja Shanon nggak jadi korban lo yang selanjutnya. Besok-besok kalo suka sama orang tuh yang sewajarnya aja. Bukannya dapetin orangnya, lo malah tau kelakuan busuknya, kan?" Kali ini Ruby di buat tidak bisa berkata-kata oleh Zean.

Mengingat betapa jahatnya dirinya dulu saat iri dengan Shafa, satu-satunya cewek yang dikabarkan di taksir Galen. Padahal ia hanya kemakan gosip. Galen tidak pernah menyukai Shafa. Ia hanya pura-pura.

Dengan teganya ia membuat Shafa terluka lalu mengancamnya untuk jangan pernah menerima Galen. Besoknya berita Galen di ghosting Shafa pun langsung menyebar ke seluruh SMA Gardapati.

Semuanya menjelek-jelekkan Shafa. Mengatainya tidak tahu diri karena sudah berani menolak orang setampan Galen. Shafa menjadi korbannya.

Arlan menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. "Gue kaget bisa ketemu cewek modelan kayak lo. Menghalalkan segala cara buat bikin orang yang lo suka nengok ke lo. Sekarang coba lo deketin dia lagi! Siapa tau sekarang dia luluh sama lo."

Bukannya semakin bersemangat mendekati Galen, justru Ruby langsung di buat takut dan merinding. Perlu berfikir dua kali untuk tetap melanjutkan rasa suka ini ketika tahu bahwa Galen sebenarnya jahat. Ia anggota Blidvinter.

"Ya tapi kalo ada apa-apa, jangan minta tolong ke kita. Kita kan bukan temennya Galen lagi. Lo coba aja minta tolong ke anak-anak Blidvinter yang deket sama Galen. Abimanyu kayaknya deket, tuh!" Ujar Raiden.

"Abimanyu juga pernah suka sama lo kan, Chlo?" Daplo yang awalnya tidak mau ikut-ikutan pun akhirnya mengeluarkan suara.

"Bukan pernah suka, tapi masih suka kali, Dap," ralat Zean.

"Apaan sih kalian? Lagian gue nggak suka sama Abimanyu." Chlo memalingkan wajahnya kesal.

"Tapi dia kan suka sama lo, Chlo. Coba aja lo deketin dia, pura-pura nanya tentang Galen. Pasti dia bakal kasih tau semuanya ke lo. Segarang-garangnya Abimanyu, kalo berhadapan sama cewek yang dia suka juga dia luluh." Teman-teman di belakang Zean langsung tertawa. Menganggap hal tersebut adalah sebuah lelucon yang sangat lucu bagi mereka.

"Kasian tuh Ruby, udah berharap banget sama Galen. Lo nggak mau bantu sahabat lo sendiri gitu, Chlo?" Kali ini wajah Ruby sudah memerah. Menahan malu. Bagaimana tidak? Ia diledek habis-habisan oleh Zean dan teman-temannya.

"Udah kan, Ze? Ayo cabut!" Raiden kembali berbicara kepada lelaki itu.

"Udah. Ayo!" Zean lalu berjalan di paling depan, di susul dengan teman-temannya dibelakang.

Chlo, Chessy, dan Ruby hanya bisa menatap kepergian empat lelaki itu tanpa berbicara apa-apa lagi.

****

"Mau makan dulu nggak?" Galen melirik Alula yang sedari tadi hanya berjalan di belakangnya.

Bahkan semenjak di koridor sampai sekarang di parkiran sekolah, Alula tidak mau berjalan sejajar dengan dirinya. Entahlah mengapa. Mungkin malu karena masih jadi bahan perbincangan orang-orang. Galen mengakui itu. Dan ia tidak peduli.

Alula juga berani jujur bahwa akhir-akhir ini Galen sudah jarang bermain fisik dengannya. Dulu hampir setiap hari Galen mendatangi rumahnya lalu membentaknya. Tak segan-segan lelaki itu mendorongnya dan menyakitinya.

Mungkin karena sekarang Alula sudah berhasil berjaga jarak dengan Radion dan teman-temannya. Alula sekarang jadi lebih tertutup. Bahkan berkumpul dengan sahabat-sahabatnya saja jarang.

Padahal ia sangat ingin menemani Kezia belanja untuk menghilangkan stress. Tetapi Galen selalu menunggunya di depan kelas tepat setelah bel berbunyi. Ia tidak bisa ke mana-mana.

Pernah suatu waktu Mora berbicara kepada Galen untuk mengajaknya pergi, tetapi Galen tetap saja tidak memperbolehkan. Karena tidak mau urusannya jadi panjang dan malah ribut, akhirnya Alula mengalah saja.

"Len, kita mau ngajak Alula ke toko buku. Gue kebetulan mau nyari buku." Mora menghampiri Galen saat itu di depan kelasnya. Lelaki itu sudah berdiri di sana sebelum guru mata pelajaran terakhirnya keluar dari kelas. Sibuk memainkan ponselnya.

Galen mendongak. Menatap Mora, Alula, Archa, Nara, dan Kezia yang baru saja keluar dari kelas. "Kenapa ngajak Alula? Kan lo bisa sama mereka."

Nara dibelakang sudah menatap Galen dengan tatapan jengkel. Siap menyerangnya, tetapi sayangnya Archa menahan gadis itu.

"Ya kan Alula juga temen gue. Gue mau ngajak dia jalan-jalan."

"Tapi gue mau ngajak dia jalan juga hari ini," jawab Galen tak mau kalah.

"Dari kemarin lo selalu gini tau, Len. Kita mau ngajak Alula nongkrong, nggak pernah lo izinin. Mau ngajak Alula ke kantin aja susah banget kayaknya. Lo siapa sih ngatur-ngatur dia?" Nara meledak saat itu juga.

"Ra, kok ngomongnya gitu, sih?" Alula ketakutan disebelahnya.

"Emangnya lo seneng jalan sama dia? Sekali-kali lah lo jalan sama kita. Akhir-akhir ini kita jarang ngabisin waktu kalo bukan di kelas. Dia siapa ngatur-ngatur jadwal lo? Harusnya hari ini lo bisa kan jalan sama kita ke toko buku?"

Alula membuang nafasnya pelan. "Lain kali aja ya aku ikut kalian. Masih ada waktu lain, kok. Hari ini aku nggak ikut dulu."

Mora, Archa, Nara, dan Kezia langsung memasang wajah bingungnya ketika Alula malah berjalan menghampiri Galen lalu mengajaknya untuk segera pulang. Sedangkan Galen hanya memasang senyum penuh kemenangan kepada mereka.

"Nice try," kata Galen. 

"Kok bengong? Laper nggak?" Alula tersadar dari lamunannya. Galen bahkan sudah menghentikan langkahnya. Menatap dirinya.

Alula langsung menggeleng. "Nggak. Nggak laper."

Mereka lalu kembali melanjutkan jalannya sampai dimana motor Galen terparkir. "Ya udah langsung pulang aja. Nanti gue gojekin lo makanan buat makan malem."

Disepanjang perjalanan Alula hanya bengong. Sama sekali tidak membuka suaranya.

Jika di lihat dari perubahan sifat Galen, mungkin orang-orang berfikir lelaki itu tidak sebegitu menyeramkan. Kata-kata dan perilakunya berubah manis akhir-akhir ini kepada Alula. Mengajaknya makan, membelikannya makan.

Tetapi tidak bagi Alula. Bagi Alula itu meresahkan. Ia seperti anjing peliharaan. Ia terpaksa duduk di jok motor Galen. Ini bukan karena kemauannya.

"Sampe sekarang gue masih nggak percaya lo lebih milih sama gue daripada sama cowok sok jagoan itu." Galen berbicara.

"Siapa cowok sok jagoan?" Tanya Alula.

"Radion. Dia pikir gue bakal terus-terusan ngehormatin dia gitu? Ogah banget. Dia Tuhan kali?" Lelaki itu tertawa.

"Lo nggak lagi kerja sama kan sama dia?" Pertanyaan Galen tersebut mampu membuat Alula bungkam.

"Nggak. Buat apa kerja sama?"

"Ya siapa tau aja gitu kan, lo kayak gini karena lo udah ngerencanain sesuatu sama dia."

"Nggak ada," jawab Alula singkat.

"Lo masih deket-deket sama dia?"

"Nggak. Udah lama nggak pernah ngobrol sama dia."

"Bagus. Kalo sama temen-temennya yang belagu itu gimana?"

"Sama. Nggak pernah ngobrol lagi sama mereka."

Galen tersenyum di depan. "Jangan sampe gue marah cuma gara-gara liat lo deket-deket sama anak-anak Camelion itu."

"Iya."

"Tapi lo masih suka sama dia?"

Masih.

Tentu saja Alula tidak berani mengatakannya sekarang kepada Galen. Rasanya capek harus berbohong terus-terusan seperti ini. Harus berpura-pura bahwa ia tidak mencintai Radion lagi. Pada kenyataannya hanya Radion lah tempatnya untuk pulang.

"Nggak."

"Serius? Gue nggak bego kali, Alula. Gue tau pasti lo masih ada rasa kan sama dia?" Alula tidak bisa menjawabnya.

"Inget apa yang gue suruh, kan? Jangan pernah deket-deket sama Radion. Gue nggak akan biarin lo sama dia balik lagi. Lo ngobrol sama dia satu kata aja nggak bakal gue biarin."

"Ngerti nggak?" Tanya Galen ketika tidak mendengar jawaban dari Alula.

"Iya, ngerti," jawab Alula terpaksa.

Hanya menuruti kemauan lelaki itu lah yang bisa membuat dirinya puas. Ini adalah keputusan Alula, maka Alula harus kuat menjalaninya.

Galen pun menambah laju kecepatan motornya agar tidak terlalu sore untuk sampai di rumah.

****

Malem-malem gini masih ada yang gercep nggak? Coba nongol!!

Karena udah banyak banget yang nagih, akhirnya ku keluarkan sekarang aja. Jujur, sebenernya kemarin masih dilema buat ngeluarin chapter ini. Tapi semoga kalian enjoy🙏🏻 aku nggak mau kalian pada kabur gara-gara aku php in terus hehe.

Nungguin cerita ini end? Jangan harap cerita ini ending sebelum rame😌 MAKANYA AYO RAMEIN‼️

Jangan lupa tombol vote di pojok kiri bawah xixi🫢🤟🏻 ramein juga dengan cara spam comment dan mampir ke tiktok baru aku‼️

Sedih banget karena pasti akun aku udah jarang lewat fyp kalian. Ini semua gara-gara nggak bisa masuk ke akun lama🥹 aku lupa akun itu aku bikin pake apa ya? Email, no hp, line pun nggak kesambung.

Kira-kira ada yang tau ngembaliinnya gimana? Capek ngumpulin followersnya🥲

Yuk bantu ramein tiktok aku juga yu🫶🏻

Don't forget to check👇🏻 :
Instagram : @cindeyaur
Tiktok         : @cramelgurll

Kira-kira Chlo bakal deketin Radion lagi nggak, ya? Apakah dia nggak kapok pernah di bikin berdarah sama Alula?😬

"Awas aja kalo lo macem-macem sama Alula." —Radion Geraldo.

Mundur, Alula! Lo terlalu cantik🫣

Makasi semuanyaa yang masih selalu ada di sini buat semangatin aku dan baca kisahnya Radion & Alula❤️😍

Aku nggak tau bakal up chapter selanjutnya kapan, tapi makasih banyak buat kalian yang akan tetep nungguin aku update🙏🏻 aku nggak akan mengecewakan kalian & akan berusaha sebisa mungkin buat update cepet hehew✌🏻

Spam comment for next chapter‼️

With love, Cindyy<3

Ipagpatuloy ang Pagbabasa

Magugustuhan mo rin

1.4M 38.4K 13
[ GENGSTER ARION GENERASI 2 ] "Boleh Ghea pergi! Boleh Ghea pergi kak!! Ghea capek sama hidup Ghea!! Ghea mau nyusul bunda sama ayah!! Percuma Ghea h...
124K 10.2K 57
[CERITA INI AKU BUAT MURNI DARI HASIL HALUAN KU. JADI TOLONG JANGAN ADA YANG BERNIAT COPAS. HARGAI USAHA KITA SEBAGAI SESAMA AUTHOR WATTPAD. TERIMA K...
607 88 13
"Selain lo dingin irit bicara dan nggak suka ngomong ternyata lo gila juga ya? Otak pinter tapi mulut lo nggak bisa nganga" "Terus kenapa? Lagian gue...
9.2K 1.8K 170
__Novel Terjemahan__ Xie Chi adalah pasien dengan gangguan kepribadian ganda. Di permukaan, dia berpendidikan dan lembut tetapi kepribadian sekundern...