RADION

By cindeyaur

66.6K 6K 1.8K

"Gue sekarang udah jadi ketua di sini, mau gimana pun, lo harus patuh sama gue." -Radion Geraldo. **** Radion... More

PROLOG
RADION || 01
RADION || 02
RADION || 03
RADION || 04
RADION || 05
RADION || 06
RADION || 07
RADION || 08
RADION || 09
RADION || 10
RADION || 11
RADION || 12
RADION || 13
RADION || 14
RADION || 15
RADION || 16
RADION || 17
RADION || 18
RADION || 19
RADION || 20
RADION || 21
RADION || 22
RADION || 23
RADION || 24
RADION || 25
RADION || 26
RADION || 27
RADION || 28
RADION || 29
RADION || 30
RADION || 31
RADION || 32
RADION || 33
RADION || 34
RADION || 35
RADION || 36
RADION || 37
RADION || 38
RADION || 39
RADION || 40
RADION || 41
RADION || 42
RADION || 43
RADION || 44
RADION || 45
RADION || 47
RADION || 48
RADION || 49
RADION || 50
RADION || 51
RADION || 52
RADION || 53
RADION || 54
RADION || 55
RADION || 56
RADION || 57

RADION || 46

566 50 10
By cindeyaur

"Gimana restoran rekomendasi gue? Lo suka nggak?" Radion menatap sekeliling restoran tempat mereka makan malam. Suasanya serba hitam disertai alunan musik pelan yang mengalun.

"Gue suka." Chlo tersenyum senang mendengar balasan Radion.

"Silahkan pesanannya!" Obrolan mereka terhenti sebentar ketika seorang pelayan menghampiri mereka untuk meletakkan pesanan.

"Makasih, ya."

"Selamat makan, Radion." Chlo mengambil alat makannya. Buru-buru ingin mencicipi makanannya.

"Selamat makan juga."

"Gimana penampilan gue hari ini? Cantik nggak?" Tanya Chlo sembari mengunyah makanannya. Menatap Radion dengan tatapan senang.

Radion meneguk minumannya. Matanya menatap penampilan Chlo pada malam ini. Perempuan itu memakai dress hitam panjang yang sangat indah. Memperlihatkan kakinya yang jenjang.

Radion mengangguk tanpa mengatakan apa-apa. Lelaki itu lalu memutuskan untuk melanjutkan aksi makannya.

Chlo membuang nafasnya pelan. "Cantik atau nggak? Kok malah diem aja, sih?"

"Cantik," jawab Radion singkat.

Justru jawaban singkat Radion membuat jantung Chlo berdebar-debar. Radion memujinya. Perempuan itu tersenyum, mengusap puncak kepala Radion gemas. "Thank you."

Satu jam mereka habiskan untuk makan malam dan berbincang-bincang, walaupun yang banyak mengeluarkan suara adalah Chlo. Tetapi tidak apa-apa, Chlo sangat senang malam ini. Ia tidak sabar menanti hari esok.

Menanti fotonya dengan Radion yang akan di pajang di mading sekolah dan membuat seantero sekolah heboh.

"Gimana kalau abis ini kita makan ice cream? Gue juga tau tempat ice cream yang enak banget."

"Terserah lo."

"Oke, sekarang aja gimana? Biar nggak kemaleman juga gue pulangnya."

Radion mengangguk. "Tunggu sebentar, gue bayar dulu!"

Setelah Radion pergi untuk membayar, Chlo mengeluarkan ponselnya. Mengetikkan sebuah pesan dilayarnya.

Angelina Chlo :
Ruby, jangan lupa foto gue sebanyak-banyaknya sama Radion.
Abis ini gue mau ke tempat ice cream.

Chlo memasukkan kembali ponselnya ke dalam tas kecilnya. Berjalan menghampiri Radion yang ingin selesai membayar.

Setelah Radion selesai, Chlo langsung menarik lelaki itu ke sebuah toko ice cream yang tak jauh dari restoran tempat mereka makan malam.

Tempatnya lumayan besar dan ramai. Harus mengantri untuk membeli.

"Lo mau rasa apa?" Chlo menggandeng tangan Radion sambil melihat-lihat menu yang di pajang.

"Mm...vanilla aja." Radion mencoba melepaskan tangan Chlo dari lengannya.

Ia merasa risih dengan sifat Chlo sedari awal. Radion ingin cepat-cepat pulang saja.

"Oke, vanilla sama matcha, ya! Kita makan satu berdua aja. Sharing is caring." Chlo semakin mengeratkan tangannya.

Mungkin orang-orang disekitarnya akan berfikir mereka berpacaran, padahal kenyataannya tidak sama sekali.

Setelah memesan dan membayar, Chlo menarik Radion untuk duduk di salah satu kursi yang ada di sana. Pas sekali, kursi yang tersisa tinggal dua.

"Percobaan pertama, buat lo dulu. Nih!" Chlo menyendok sesendok ice cream vanilla, lalu menyodorkannya ke arah Radion.

"Gue aja sendiri." Chlo menjauhkan sendoknya dari Radion. Menolak.

"Gue mau suapin lo tau. Nih!" Dengan terpaksa, Radion membuka mulutnya. Merasakan dinginnya ice cream yang menyentuh lidahnya. Setidaknya lumayan untuk meredakan perasaan tidak mood nya kepada Chlo.

"Gimana? Enak, kan?" Radion mengangguk.

"Nggak mau gantian gitu suapinnya? Lo gantian suapin gue balik." Chlo memberikan kode.

"Lo suka matcha?" Radion bertanya sambil menyendokkan ice cream matcha untuk Chlo.

"Suka banget." Chlo tersenyum senang.

****

Acara sekolah diadakan pada hari ini. Berbagai stan-stan bazar sudah berjejer rapi disepanjang lapangan.

Cuaca hari ini juga cukup cerah dan tentunya suasananya sangat ramai.

Tetapi sepertinya keramaiannya bukan dari bazar-bazar. Ada hal lain yang membuat suasana hari ini begitu ramai.

Radion berjalan santai menyusuri bazar–bazar. Mencari teman-temannya. Orang-orang yang dilewatinya langsung membicarakannya.

Ia menemukan teman-temannya di stan bazar yang masih kosong. Mereka sedang duduk-duduk di sana.

"Woi, Rad! Kemarin beneran lo jalan sama si Chlo?"

Ya, keramaian di sekolah ini rupanya dari siswa-siswinya sendiri yang sibuk bergosip berita baru.

Kemarin malam Radion dan Chlo kepergok jalan berdua. Foto-fotonya sudah tersebar di akun twitter sekolah mereka, bahkan di mading sekolah juga.

"Permintaannya si Chlo. Sebagai rasa terima kasih Radion, makanya dia jalan sama tuh cewek." Raiden yang menjelaskan.

"Oh, masalah itu. Gue kaget kalau si Chlo ternyata bisa kenal sama si Naka. Orang yang kita cari-cari selama ini." Radion duduk di sebelah Daplo.

"Lo nggak dinodain kan Rad sama si Chlo?!" Zean tiba-tiba saja menghampiri Radion. Mengecek kondisi lelaki itu.

Radion menepis tangan Zean. "Apaan sih, Ze?"

Raiden tertawa melihat tingkahnya. "Semalem gue juga kepikiran sama Radion. Kira-kira dia diapain aja ya sama Chlo? Kasian gue."

"Pasti di paksa-paksa. Terus di gandeng-gandeng gitu," tebak Zean.

"Bener nggak, Rad?" Radion hanya mengangguk singkat.

"Tuh kan bener."

"Tolong jangan bikin keributan di acara ini, ya!" Abimanyu datang bersama Cakra dan Nevan. Mendengar suara berisik dari arah mereka, membuat lelaki itu bergegas menghampirinya.

Galen menatap lelaki itu sinis. "Apaan dah lo? Kita aja nggak ngapa-ngapain."

"Mungkin sekarang lo nggak ngapa-ngapain, tapi nanti juga bertingkah. Gue harus mastiin acara ini berjalan lancar, tanpa orang-orang rusuh kayak lo pada."

"Ceilah, gaya lo selangit banget. Semangat jadi babu dah ya di acara ini!" Seru Zean.

"Kenapa? Pak Arthur sendiri yang setuju kalo Blidvinter bantuin ngurusin acara. Siapa lagi kalo bukan kita yang di suruh? Camelion? Camelion kan lagi vakum," sindir lelaki itu.

"Gue tau kok niat awal lo pengen bantuin sekolah ngurusin acara, kan? Biar pandangan Pak Arthur ke Camelion berubah. Nyatanya, pandangan dia ke Camelion makin buruk setelah kejadian waktu itu."

"Itu semua juga salah lo. Kita sama sekali nggak merasa bersalah dan nyesel. Gue yang bakal bikin lo nyesel di akhir nanti." Radion bergumam. Berbicara dengan nada santai tetapi serius.

Lelaki itu mencoba sabar dan tidak terpancing emosi. Untungnya teman-temannya, terutama Raiden juga tidak terbawa emosi. Jika Raiden meledak, bisa hancur acara ini.

"Kalo emang bisa, gue tunggu. Gue juga penasaran, apa sih yang bisa bikin gue dan Blidvinter nyesel?"

"Untung aja hari ini gue lagi good mood," ujar Raiden sambil menatap kepergian Abimanyu.

"Kalo nggak, Den?"

Raiden melirik Arlan tajam. "Kayak nggak tau gue aja kalo lagi bad mood. Gue bisa patahin lehernya."

"Raiden bad mood nya bukan kayak cewek, tapi kayak psikopat. Liat yang nyebelin dikit aja langsung di hajar."

Raiden tertawa. Bangkit dari duduknya. "Siapa yang mau temenin gue cari minuman? Kayaknya bazar udah pada buka."

"Yuk, gue ikut." Radion ikut berdiri.

****

"Yang lain masih pada di sana?" Tanya Radion setelah menemukan stan minuman bersama Raiden.

Sudah sekitar satu jam mereka memutari bazar. Mencari-cari stan minuman segar yang menarik perhatian mata mereka. Sedangkan yang lain entah ke mana.

"Nggak tau. Kayaknya sih ikut muter-muter juga."

Pupil mata Raiden tertuju ke arah stan bazar makanan yang tak jauh dari tempat mereka berdiri. "Rad, gue beli makanan dulu ya di sana! Nanti minumannya lo yang bawa."

"Oke."

Sembari menunggu minumannya jadi, Radion sibuk melihat-lihat sekitarnya. Siapa tau ia menemukan teman-temannya.

Tetapi nihil. Yang ia temukan hanyalah beberapa anak Blidvinter yang tengah berjaga-jaga di sekitar stan bazar.

"Alula!"

Radion tentu tidak salah mendengar. Telinganya tidak tuli mendengar seseorang meneriakkan nama Alula dari arah belakangnya.

Radion menoleh. Mendapati Galen yang tengah berlari kecil menghampiri Alula di stan bazar seberangnya. Karena suasana ramai, jadi pandangan Radion sedikit tertutup oleh siswa-siswi yang berlalu lalang.

Walaupun begitu, mata Radion tidak akan lepas dari mereka. Radion penasaran dengan apa yang ingin dilakukan oleh Galen kepada Alula.

"Beli apa di sini?" Tanya Galen setelah menyapa Alula dan teman-temannya.

"Oh, aku cuma anterin Kezia liat-liat." Galen mengangguk-anggukan kepalanya.

"Len, temen-temen lo pada ke mana?" Nara bertanya.

Perempuan tomboy itu tampil cantik hari ini dengan seragam sekolahnya yang dilapisi jaket kulit hitam. Nara juga memakai hiasan bandana di kepala sambil memakan sebuah permen lolipop.

"Gue juga nggak tau pada ke mana. Tadi sih Radion sama Raiden nyari minuman, kalo Zean bilangnya mau ke toilet. Arlan sama Daplo gue nggak tau mereka ke mana."

"Tadi kayaknya gue liat Raiden deh di stan bazar sana. Lagi beli makanan gitu," ujar Mora.

"Tapi nggak tau juga bener dia atau bukan. Soalnya gue liatnya dari belakang doang."

"Penglihatan lo nggak pernah salah, Mor. Lo kan udah tau banget gimana postur badannya Raiden." Mora hanya geleng-geleng kepala mendengar jawaban Archa.

"Wah lo sering ngintipin Raiden buka baju ya di kamarnya, Mor."

"Ngaco lo, Len! Ngintip gimana coba?"

Galen tertawa menggoda. "Ngintip dari jendela kamar lo, lah. Kan sebelahan tuh sama kamarnya Raiden."

"Gila lo! Ya nggak, lah."

"Bercanda, Mor."

"Oh, iya! Sebenarnya gue cuma mau kasih ini buat lo." Galen teringat akan tujuan awalnya. Memberikan Alula sebuah cookies lucu yang ia temukan di bazar kelas sepuluh.

Bentuknya bulat tetapi ada bentuk hati lagi di dalamnya. Galen membelinya karena tiba-tiba saja ia teringat Alula.

Alula menerima cookies tersebut dengan senang hati. Ia tersenyum ke arah Galen. "Makasih, ya! Sebenernya nggak usah repot-repot beliin aku ini."

"Santai aja. Gue keinget lo pas liat cookies itu, makanya gue beli. Biar lo tau juga seberapa banyak cinta gue ke lo. Bisa di hitung tuh dari jumlah cookies nya! Walaupun cinta gue sebenernya lebih banyak dari itu."

"Bisa aja," gumam Alula.

"Lo kalo mau beliin Alula, beliin buat kita juga dong, Len." Kezia menghampiri mereka setelah selesai membeli barang yang ia mau.

"Mana lucu banget lagi cookies nya. Gue juga mau."

"Minta beliin Arlan aja, Kez. Hati gue udah nggak cukup lagi buat lo. Udah abis."

Kezia berdecih. "Gue juga nggak mau hati lo, terima kasih."

Radion mengepalkan tangannya kuat. Melihat interaksi mereka membuatnya kesal. Sepertinya ia sudah tidak bisa menahan amarahnya lagi.

Awalnya ia mencoba diam dan tidak peduli. Tetapi kalau tentang Alula, ia tidak bisa kalau tidak peduli.

Kakinya berjalan mantap menghampiri tempat Galen dan Alula berdiri. Tatapannya berubah tajam dan garang.

Bahkan minuman pesanannya yang sudah jadi pun tak dihiraukan olehnya. "Kak, minumannya udah jadi!"

Radion seolah-olah menulikan pendengarannya. Tinggal satu langkah lagi untuk bisa mencapai Galen.

Mata lelaki itu bertatapan dengan Alula beberapa detik, sebelum ia menarik baju Galen dari belakang.

BUKKK!!!

"Radion!" Pekik Mora kaget.

Galen sudah tersungkur karena mendapat bogeman dari Radion. Sudut bibirnya berdarah. Perhatian semuanya langsung terfokus ke arah mereka.

"Rad, lo kenapa, sih?" Galen mengernyit heran.

"Radion, kamu ngapain, sih?" Kali ini giliran Alula yang bertanya.

Radion menatap gadis itu yang langsung membantu Galen untuk berdiri. Menyebalkan sekali rasanya melihat itu. Mata Radion memanas. Tak bisa dipungkiri lagi bahwa sekarang dirinya tengah cemburu.

"Sejak kapan lo deket sama dia?!" Radion kembali menarik Galen dari Alula.

"Makasih." Di stan bazar makanan, Raiden baru saja selesai membayar dan membawa makanan pesanannya.

Dari jauh ia lihat seperti ada sebuah keributan di tengah-tengah. Tetapi lelaki itu tidak peduli dan memutuskan untuk menyusul Radion yang sepertinya masih di stan minuman.

"Radion sama Galen berantem?" Samar-samar, Raiden mendengar percakapan dua orang siswi yang kebetulan lewat didepannya.

Lelaki itu langsung was-was. Takut-takut jika yang dibicarakan siswi tersebut benar adanya. Tanpa pikir panjang, Raiden segera berlari ke arah keributan itu.

"Lo suka kan sama Alula?!" Bentak Radion.

"Sejak kapan, Len?!"

Semua yang ada di sana tidak berani berseru ataupun menahan Radion. Hal tersebut justru menjadi tontonan yang seru bagi mereka.

"Nggak, Rad."

"Nggak apanya? Gue dari kemarin tau apa yang lo lakuin sama dia. Lo pikir gue selama ini diem itu berati gue nggak tau?"

"G–gue minta maaf, Rad."

"Kenapa nggak bilang dari dulu?"

"Lo baru berani deketin dia setelah gue sama dia udah nggak deket, kan?"

"Radion! Bisa nggak, lo jangan bikin ribut di sini?" Mora menarik baju Radion. Kesal.

Tetapi Radion sepertinya sudah tidak peduli. Ia lebih memilih menepis tangan Mora. Memberinya isyarat untuk tidak ikut campur.

"Rad, ada apaan?" Raiden datang tepat waktu sebelum Radion menghajar Galen untuk kedua kalinya. Lelaki itu langsung memisahkan mereka.

"Gue giniin lo karena lo duluan yang bikin gue kesel, Len. Bukan dari hari ini, tapi dari kemarin," kata Radion penuh penekanan.

"Lo tau nggak sih, seberapa gue kecewanya sama lo? Kecewa banget gue, Len. Gue nggak nyangka lo bisa kayak gini." Radion geleng-geleng kepala.

"Lo selama ini suka sama Alula, Len?" Raiden juga sepertinya terkejut setelah mengetahui kebenaran itu.

Galen hanya menunduk. Tidak berani menjawab. Orang satu-satunya yang tahu adalah Zean. Wajar jika Radion dan Raiden kaget mendengarnya.

Galen tidak pernah menceritakannya kepada mereka. Tetapi sekarang, sepertinya semua orang perlahan-lahan akan tahu.

"Radion!" Chlo tiba-tiba saja masuk ke tengah kerumunan. Berlari menghampiri Radion.

Alula hanya diam melihat perempuan itu. Ia tahu berita tadi pagi yang menjadi pembicaraan hangat di SMA Gardapati. Radion pergi bersama Chlo kemarin. Alula penasaran, sudah sedekat apa mereka?

Kenapa Radion mau pergi berdua dengan Chlo? Apakah Radion mulai suka kepada perempuan itu?

Bohong jika Alula tidak merindukan Radion. Bohong jika Alula tidak merindukan jalan-jalan bersama Radion. Bohong jika Alula tidak sedih melihat foto-foto Radion dan Chlo yang tengah jalan berduaan.

"Lo ngapain?" Radion melirik Chlo.

"Gue panik aja, takut lo kenapa-napa. Gue denger dari orang, lo berantem sama Galen. Kenapa bisa? Kalian ada masalah apa?"

Radion memutar bola matanya malas. "Bukan urusan lo."

"WOI BUBAR LO SEMUA!!" Suara teriakan itu berhasil membubarkan sebagian siswa-siswi yang awalnya bergerombol.

Abimanyu datang menghampiri Radion. "Bener kan lo buat ribut di sini? Bisa nggak lo cari tempat lain buat berantem?"

Radion mendekati Abimanyu—masih di tahan oleh Raiden, takutnya lelaki itu malah menghajar Abimanyu. "Nggak bisa. Gue maunya berantem di sini."

Abimanyu mendorong tubuh Radion. "Nggak usah belagu kalo lagi vakum! Masih berani aja lo ya cari masalah?"

"Ini juga masalah gue sama Galen, bukan masalah lo!" Radion balas mendorong Abimanyu.

"Mending lo kerja lagi aja sana!"

"Kenapa? Lo iri semuanya udah di ambil sama Blidvinter? Lihat Camelion sekarang! Ancur, kan?! Bahkan lo sama sahabat sendiri aja berantem."

"Bukan urusan lo juga, bangsat!"

"Udah, Rad! Nanti kalo Pak Umam ke sini gimana?" Raiden menarik tubuh lelaki itu ke belakang.

"Bubar lo sekarang! Kalo sampe gue liat lo ribut lagi di sini, gue bilangin Pak Arthur." Radion berdecak. Menatap Galen dan semuanya yang ada di sana sebelum lelaki itu pergi meninggalkan mereka.

Beberapa detik setelahnya, Raiden dan Chlo ikut menyusul Radion.

Perasaan Galen jadi campur aduk sekarang. Ia tidak menyangka bahwa Radion akan mendatanginya dan menghajarnya seperti tadi.

Hal yang ditakutinya benar-benar terjadi. Ia tahu ini sangat berisiko untuknya jika Radion tahu semuanya. Galen tidak ingin mereka menjadi seperti ini.

"Alula, lo mau ke mana?" Galen mendongak ketika melihat Alula sudah meninggalkan tempatnya.

Perlahan, teman-teman Alula mulai menyusul gadis itu. Menyisakan Galen yang berdiri sendiri di tengah lalu-lalangnya siswa-siswi.

****

Alula berlari masuk ke dalam kamarnya. Menutupi wajahnya sendiri dengan telapak tangannya.

Ia mencoba menahan tangisannya disepanjang perjalanan pulang. Dan akhirnya, ia bisa mengeluarkan tangisannya di rumah.

Teman-temannya sepertinya khawatir kepadanya. Setelah acara sekolah selesai, Alula langsung melesat begitu saja untuk pulang.

Entah kenapa mengingat pertengkaran Radion dan Galen tadi benar-benar membuatnya sakit dan sedih.

Suara ponselnya berdering. Tertera nama Chlo di sana. Alula lupa kalau hari ini seharusnya jadwal ia mengajari Chlo belajar. Ia tidak peduli, perasaannya sedang tidak karuan sekarang.

Ia akhirnya memutuskan untuk membuka buku diary nya. Hanya buku itu lah yang menarik perhatiannya sekarang.

Minggu ke delapan belas.

Sabar, Alula.

Sedikit lagi semuanya akan berakhir.

Kesakitan ini, kehampaan ini, semuanya akan digantikan oleh kebahagiaan.

Jika bisa.

Jika bisa meminta kebahagiaan kepada Tuhan, aku hanya ingin Radion.

Jauh darinya membuatku tersiksa. Aku merasakan sakit dan menghadapi masalah sendirian. Tidak ada lagi dia yang selalu ada disampingku.

Jika semuanya sudah berakhir, apakah ia akan membenciku? Apakah ia akan tetap menerimaku?

Apakah ia akan kesal dan meninggalkanku setelah tahu apa yang sudah kulakukan selama ini?

Kuharap tidak.

Tetapi jika ia pergi, mungkin itu karmaku.

Tuhan, tolong buat dia bahagia, walau sekarang aku tidak bersamanya.

Jangan biarkan ia merasa sendiri dan merasa kesepian. Cukup aku saja yang merasakan hal itu.

Aku merindukan sifatnya yang lembut dan pendiam. Bukan pemarah dan kasar seperti sekarang.

Aku rindu wajahnya yang teduh dan menenangkan hati, bukan wajahnya yang garang dan sangar.

Tolong, jangan buat dia berubah, Tuhan.

Aku suka Radion yang dulu.

Sama seperti aku yang suka kita yang dulu.

****

Angin sepoi-sepoi sore menemani mereka bertiga di sebuah lapangan basket dekat rumah Zean.

Zean, Galen, dan Arlan.

Hanya ada mereka bertiga di sini.

Mereka semua, bahkan semua anak-anak Camelion sudah tahu apa yang terjadi antara Radion dan Galen.

Arlan menghampiri Zean dan Galen yang sudah terlebih dahulu duduk di tepi lapangan. Lelaki itu menyeka keringatnya. Duduk di samping Galen sambil membawa bola basket di tangannya.

"Kenapa sih lo nggak pernah cerita ke kita-kita?"

"Gue terlalu takut, Lan." Galen menjawab pelan.

Mulai siang tadi, Galen yang ceria mendadak hilang. Seolah ada awan mendung di kepalanya yang membuat Galen berubah seratus delapan puluh derajat.

"Dua tahun hampir tiga tahun."

"Itu bukan waktu yang lama, Len."

"Gue tahu, Lan."

"Kenapa sebelum Radion dateng, lo nggak pernah bilang?"

"Gue bilang, gue terlalu takut, Lan. Apalagi pas itu kita masih suka gangguin Alula. Gimana caranya gue bilang ke lo semua?" Galen meledak kala itu juga.

Mereka semua terdiam. Mendadak hening.

"Sorry," gumam Arlan.

"Gue takut banget hal ini terjadi. Sekarang bener, kan? Ini semua terjadi." Galen menatap Zean dan Arlan bergantian.

"Bener kan kalo misalnya Radion lama kelamaan bakal tau? Dan sekarang, gue sama dia berantem."

Galen mengusap wajahnya kasar. "Apa gue harus keluar dari Camelion? Ada di sana kayaknya percuma. Gue nggak bisa perbaikin hubungan gue sama Radion. Gue ngehancurin semuanya. Ngehancurin Camelion, ngehancurin persahabatan kita."

"Lo ngomong apa, sih? Pokoknya lo nggak boleh keluar dari Camelion." Zean menolak.

"Bukan kayak gitu jalan keluarnya, Len."

"Terus gimana, Lan? Gue mau jelasin sampe mulut gue berbusa ke Radion? Percuma! Semuanya salah gue, kan?"

"Terus kalo lo keluar apa semua masalahnya bakal selesai? Lo mikir, Len! Itu bukan jadi solusi buat lo." Zean mendadak kesal.

Tentu saja lelaki itu sangat marah setelah Galen mengatakan ingin keluar dari Camelion. Mereka sudah bersama-sama dari kelas sepuluh.

"Terus gimana solusinya, Ze?"

Ponsel Arlan berdering. Memotong aksi pembicaraan mereka.

Lelaki itu mengeluarkan ponselnya yang berada di dalam tas. Mengangkat panggilan telepon yang masuk dari Daplo.

"Halo, Dap."

"..."

"Raiden?!"

"Oke-oke, gue langsung ke sana."

"Kenapa, Lan?" Zean langsung bertanya setelah Arlan menutup teleponnya.

"Raiden jatoh pas mau balik ke rumah. Katanya rem motornya blong."

"Terus dia di mana? Mau kita susulin?"

"Udah di rumahnya. Gue sih mau ke sana. Lo mau ikut?" Arlan membereskan barang-barangnya.

Zean langsung mengangguk. "Ikut lah gue. Sebentar, gue ambil motor dulu di rumah!"

"Len, lo nggak usah ikut dulu, ya!" Arlan melirik Galen yang masih pada posisinya.

"Pasti Radion bakal nemuin Raiden. Ya walaupun dia belum dihubungin. Kalo dia tau ada lo, pasti dia nggak mau dateng, Len."

Galen mengangguk pasrah. "Iya, lo sama Zean ke sana aja! Gue mau cabut pulang. Jangan lupa kabarin kondisinya Raiden."

"Sorry, Len." Arlan merasa tidak enak karena menyuruh Galen untuk tidak ikut.

"Santai, Lan. Kabarin gue kalo udah sampe, ya! Hati-hati di jalan lo."

****

Sudah sekitar satu jam Radion berada di dalam ruang musik pribadinya. Lelaki itu belum berganti baju sehabis pulang sekolah. Ia langsung pergi ke ruang musik, memainkan gitar listrik nya keras-keras.

Jika sudah seperti itu tandanya Radion sedang banyak masalah. Saking banyaknya, sampai ia lampiaskan ke gitar-gitarnya. Tangannya sampai lecet karena terus memetik senar gitar tanpa henti.

Kebiasaan Radion sedari dulu yang tak pernah berubah.

Pintu ruang musik terbuka. Marissa menutup telinganya. Menghampiri putranya—menyuruhnya untuk menghentikan permainan gitarnya.

"Ada apa, Mi?"

"Kamu yang kenapa, Radion. Mami dari tadi panggilin kamu dari bawah."

Radion terdiam sebentar. Menyembunyikan tangannya yang berdarah akibat tergores senar gitar.

"Kamu tuh kalo main gitar jangan emosi. Yang luka tangan kamu, Radion." Marissa yang selalu menyadari itu pun langsung menarik tangan putranya. Menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Udah berapa kali tangan kamu luka cuma gara-gara main gitar? Mami masih inget, kejadian yang paling parah pas kamu lulus SMP. Tangan kamu sampai harus di jahit." 

"Cuma ini kan yang bisa Radion lakuin?"

Marissa membuang nafasnya pelan. "Kamu ada masalah apa lagi? Mami ada di rumah, Radion. Kalo ada apa-apa, cerita sama Mami!"

"Nanti aja Mi Radion ceritanya. Radion capek."

"Kalo capek kenapa nggak istirahat? Kamu malah main gitar. Udah satu jam kamu di dalem. Belum makan, kan?" Radion menggeleng.

"Nanti makan dulu, ya! Tapi kamu mandi sama ganti baju dulu!"

"Mami kenapa nyamperin Radion ke sini?"

Marissa memberikan ponsel putranya. "Dari tadi ada yang neleponin kamu."

"Siapa?"

"Nggak tau, Mami lupa namanya. Coba aja kamu telepon balik!"

"Ya udah."

"Mami keluar dulu, ya! Abis itu jangan lupa mandi! Oh, iya! Obatin dulu tangannya di bawah." Marissa mengecup kening putranya. Berjalan keluar meninggalkan ruang musik.

Radion membuka ponselnya. Rupanya sudah ada dua belas panggilan tak terjawab dari Daplo dan sisanya dari Arlan.

Ya, lelaki itu memang meninggalkan tasnya di ruang tamu.

Tanpa pikir panjang, Radion langsung menghubungi Daplo balik.

"Halo, Dap! Sorry gue tadi lagi di ruang musik, HP nya gue tinggal di bawah. Ada apa?"

"..."

"Raiden?! Terus gimana anaknya sekarang?" Nada suara Radion berubah panik.

"Lo pada udah kumpul di sana?"

"Ada Galen?"

"..."

"Oke, gue otw ke sana."

****

Hanya butuh waktu dua puluh menit perjalanan dari rumah Radion ke rumah Raiden.

Sesampainya lelaki itu di rumah Raiden, ia langsung dipersilahkan masuk oleh Bibi yang ada di rumahnya.

"Den!" Radion menghampiri Raiden yang tengah duduk di ruang tamu rumahnya. Di sana sudah ada Arlan, Zean, Daplo, dan juga Mora.

"Kenapa bisa rem lo blong?" Radion memeriksa kondisi Raiden.

"Nggak apa-apa, kok. Cuma luka biasa. Untung gue pake helm, kalo nggak, bisa bocor pala gue kena aspal." Lelaki itu terkekeh.

"Kebiasaan sih lo suka nggak pake helm setiap mau ke sekolah. Untung aja gue selalu ingetin lo buat bawa dan di pake helm nya," omel Mora.

"Bawel lo, Mor! Pulang sana!" Mora mendengus.

"Ini kalo Mama tau, abis lo!"

"Dia pasti bakal tau abis pulang nanti. Lo jangan bilang ke dia sekarang, ya! Nanti dia pulangnya cepet."

"Biarin, abisnya lo bandel."

"Bandel dari mana, sih? Gue kecelakaan, bukan sengaja. Lagian siapa juga yang mau kayak gini?"

"Lama-lama gue yang sakit kalo denger kalian berdua ngoceh mulu." Zean menghentikan mereka.

"Kenapa bisa rem nya blong?" Radion bertanya lagi setelah pertanyaan sebelumnya diabaikan.

"Gue juga nggak tau, Rad. Kayaknya ada yang mutusin kabel rem gue, deh."

"Tapi sebelum lo pulang, aman-aman aja kan motor lo?"

Raiden mengangguk. "Nggak lama, gue kaget gara-gara nggak bisa nge rem. Pas itu posisinya gue lagi ngebut. Mau nggak mau, gue banting stang motor, dari pada gue nabrak motor di depan."

"Kalo di pikir-pikir, akhir-akhir ini banyak masalah ya kita?" Sahut Zean.

"Kemarin baru aja Daplo. Sekarang Raiden," sambung lelaki itu.

"Padahal Camelion lagi vakum. Masih ada aja yang ngejahatin kita."

"Apa mungkin ulahnya Blidvinter?" Zean melirik Radion.

"Gue nggak tau, Ze."

"Udah lah, nggak usah dipikirin dulu. Siapa tau emang kebetulan kecelakaan aja." Mora berfikir positif. Perempuan itu masih saja mengkhawatirkan Raiden.

Setelah mendengar suara bising dari rumah tetangga, Mora langsung buru-buru mengeceknya. Rupanya Raiden sudah luka-luka, di bawa pulang ke rumah oleh Daplo dan satu orang bapak-bapak yang membawa motornya.

"Mor, stop liatin gue kayak gitu! Gue kayak dikasihanin banget sama lo." Raiden jengkel.

"Itu yang di dengkul, masih sakit nggak?" Tunjuk Mora ke arah luka yang ada di dengkul Raiden.

"Ya masih, lah. Lo pikir langsung sembuh gitu aja? Mikir pake otak!"

"Lo bukannya terima kasih udah gue obatin, malah ngomel. Sakit-sakit masih aja galak."

"Gue galak karena ada lo di sini. Kalo lo nggak ada, gue biasa aja. Resek lo."

Arlan berdeham. Kuping lelaki itu juga lama kelamaan ikut panas seperti Zean.

"Den, nanti motor lo gue bawa ke bengkel, ya!"

****

Sekarang Raiden nih tergetnya. Masih jadi misteri kenapa inti Camelion dari kemarin di incer terus🤔

Kemaren sempet nemu komen 'banyakin momen Raiden sama Mora nya' emangnya kalian pada tertarik sama kisah mereka?😭 kalo banyak yang tertarik, why not kalo aku bikin cerita Raiden & Mora?🤩

Camelion kabarnya bakal gimana ya setelah hubungan Radion & Galen udah nggak kayak dulu lagi?

Kalian tim Radion & Alula atau Galen & Alula? Coba kasih tau ya, siapa tau ada yang lebih dukung Galen & Alula😎

Anw, happy new year all 🎆 semoga tahun 2023 lebih baik lagi, doain cerita ini juga lebih baik lagi yaa❤️

Jangan lupa vote & spam comment nya, dukung aku terus supaya cerita ini tembus 100k😍 mustahil ga ya? Agak susah sih, tapi tanpa kalian, aku ga bisa apa-apa🫶

Oh, iya! Jangan lupa mampir ke twitter aku buat liat au yang lagi on going! Hope u like it😻 kalo aku nggak update di sini, berati aku lagi update au yaa✌️

Don't forget to check👇 :
Instagram : @cindeyaur
Tiktok : @cramelgurl
Twitter : @cramelgurl

Once again, thankyou buat dukungannya, ily sm guys❤️💋 see u di next chapter!

Spam comment for next chapter🙌

With love, Cindyy<3

Continue Reading

You'll Also Like

1.3M 58.4K 42
Menjadi istri antagonis tidaklah buruk bukan? Namun apa jadinya jika ternyata tubuh yang ia tepati adalah seorang perusak hubungan rumah tangga sese...
ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

4.4M 257K 31
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...
ARSYAD DAYYAN By aLa

Teen Fiction

2.3M 122K 60
"Walaupun وَاَخْبَرُوا بِاسْنَيْنِ اَوْبِاَكْثَرَ عَنْ وَاحِدِ Ulama' nahwu mempperbolehkan mubtada' satu mempunyai dua khobar bahkan lebih, Tapi aku...
3.2M 266K 62
⚠️ BL Karena saking nakal, urakan, bandel, susah diatur, bangornya Sepa Abimanyu, ngebuat emaknya udah gak tahan lagi. Akhirnya dia di masukin ke sek...