RADION

By cindeyaur

68.9K 6.1K 1.8K

"Gue sekarang udah jadi ketua di sini, mau gimana pun, lo harus patuh sama gue." -Radion Geraldo. **** Radion... More

PROLOG
RADION || 01
RADION || 02
RADION || 03
RADION || 04
RADION || 05
RADION || 06
RADION || 07
RADION || 08
RADION || 09
RADION || 10
RADION || 11
RADION || 12
RADION || 13
RADION || 14
RADION || 15
RADION || 16
RADION || 17
RADION || 18
RADION || 19
RADION || 20
RADION || 21
RADION || 22
RADION || 23
RADION || 24
RADION || 25
RADION || 26
RADION || 27
RADION || 28
RADION || 29
RADION || 30
RADION || 31
RADION || 32
RADION || 33
RADION || 34
RADION || 35
RADION || 36
RADION || 37
RADION || 38
RADION || 39
RADION || 40
RADION || 41
RADION || 42
RADION || 44
RADION || 45
RADION || 46
RADION || 47
RADION || 48
RADION || 49
RADION || 50
RADION || 51
RADION || 52
RADION || 53
RADION || 54
RADION || 55
RADION || 56
RADION || 57

RADION || 43

587 58 7
By cindeyaur

"Oh, halo, Tante. Galen nya ada di rumah, kan, Tante?"

"Galen lagi di rumah sakit. Kemarin malem kecelakaan. Tante juga kaget pas di telepon sama rumah sakit di suruh ke rumah sakit."

"Kecelakaan?! Kondisinya gimana sekarang, Tante?"

"Alhamdulillah, Galen nggak apa-apa, kok, tenang aja. Cuma luka-luka. Tapi Tante nyuruh dia buat di rawat, biar nggak keluyuran dulu."

"Rumah sakit mana, Tante? Radion boleh ke sana sama temen-temen?"

"Gue minta maaf ya udah ngeyel semalem. Terutama sama lo, Rad. Gue minta maaf karena udah berani ngelanggar lo." Radion mengangguk sambil menatap Galen yang sedang berbaring di atas ranjang rumah sakit.

Sebenarnya kondisi lelaki itu tidak ada yang serius. Hanya luka-luka biasa.

Radion baru bisa menghubungi Galen pada pukul delapan pagi. Itu pun yang mengangkat telepon Mamanya, karena pada saat itu Galen masih tidur.

Setelah diberitahukan Galen berada di rumah sakit, Radion langsung memberikan info tersebut kepada anak-anak Camelion yang lainnya. Mereka baru sampai pada pukul sepuluh pagi.

Tetapi yang tersisa di sini hanyalah Radion dan anak-anak inti Camelion. Tadi lumayan banyak anggota lain yang menjenguk. Rafael juga datang membawa teman-temannya, tetapi tadi baru saja pulang.

"Kebiasaan lo mah, Len."

"Ya maaf, Den. Semalem gue udah kesel banget, makanya nggak dengerin lo pada."

"Makasih ya lo pada udah mau jengukin gue. Tau aja gue suka dibawain banyak makanan." Lelaki itu terkekeh karena senang di mejanya banyak sekali buah dan makanan.

"Untung lo temen gue, Len." Zean menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Gue nggak jadi dapet sepuluh juta, deh."

"Sepuluh juta apaan?" Tanya Daplo.

"Itu, kemarin gue di ajak taruhan sama Cakra. Kalo Galen menang, gue harusnya bisa dapet sepuluh juta, tuh."

"Berani banget lo ikutan taruhan begitu. Sama aja kayak Galen," omel Raiden.

"Ya abisnya si Cakra ngeselin. Lagian juga pas babak pertama Galen udah menang. Gue udah yakin banget tuh kalo gue bisa dapet sepuluh juta."

"Tapi polisi malah bubarin semuanya." Saat mengucapkan itu, nada bicara Zean berubah pelan.

"Pertama kalinya gue dikejar-kejar polisi. Biasanya cuma satpam sama warga-warga," ujar Arlan.

"Iya, sama. Sampe deg-deg an gue."

"Untung semalem pintu rumah gue belum di kunci."

"Semalem lo ketangkep sama polisi, Len?" Semuanya langsung menoleh ke arah Radion.

Galen menggaruk-garuk kepalanya. "Alasan gue bisa kecelakaan gara-gara gue panik mobil polisi ngikutin gue. Awalnya gue nggak tau apa yang sebenernya lagi terjadi."

"Abis itu gue nabrak batu gede, terus jatuh. Gue di bawa ke rumah sakitnya sama tukang ojek yang kebetulan lewat. Jadi, intinya gue nggak ketangkep polisi, sih." 

"Kalo kita tiba-tiba di tangkep gimana?! Tuh polisi bisa aja ke sekolah kita kan besok?" Zean langsung panik.

"Paling yang di tangkep Galen, kan dia yang balapan liar."

Galen mendelik ke arah Arlan. "Sialan lo, Lan!"

"Untuk di tangkep atau nggak nya, gue juga nggak tau. Kalo di tangkep, kita paling bakal di introgasi sama polisi. Tapi gue yakin kok kita nggak bakal salah di sini. Tenang aja."

"Bener kata Raiden," timpal Radion.

Suara pintu kamar rawat Galen tiba-tiba saja di ketuk dari luar. Tak beberapa lama, pintu terbuka. Masuklah lima orang lelaki sepantaran mereka dengan jaket kulit yang dipakainya.

Salah satu lelaki dari mereka membawa sebuah bingkisan yang sepertinya isinya makanan.

"Hi, guys!"

Kamar rawat Galen mendadak sepi. Semuanya langsung menunjukkan wajah malasnya. Tidak percaya bahwa orang-orang itu punya nyali untuk datang ke sini.

"Ngapain lo pada jenguk gue? Kita kenal?" Galen menyapa Abimanyu dan kawan-kawannya dengan malas.

Abimanyu berdeham. Berjalan mendekati Galen. "Lo jangan begitu, lah. Kita saling mengenal, walaupun sebagai musuh."

Lelaki itu lalu berjalan melewati Radion.
Meletakkan bingkisan yang dibawanya di atas meja lalu kembali ke tempatnya semula.

"Gue juga masih punya hati. Gue sama temen-temen gue dateng ke sini pure mau jenguk dan liat kondisi lo."

Zean yang sedari tadi duduk di sofa pun melayangkan tatapan tajamnya ke arah Cakra. Mengingat aksi taruhan mereka semalam yang entah keputusan akhirnya seperti apa.

"Semalem itu kacau gara-gara ada polisi yang dateng. Lo bahkan nggak mau minta maaf atas kejadian semalem?"

Abimanyu mengangkat kedua bahunya. "Gue sama sekali nggak tau datengnya polisi itu dari mana. Gue sama anggota gue nggak ada yang manggil polisi buat ngancurin semuanya."

"Gue nggak nanya hal itu. Gue cuma minta kesadaran diri lo aja. Lo yang ngajakin balapan semalem. Lo yang ngajak taruhan. Semua yang terjadi semalem, mau nggak mau terjadi karena lo." Radion hanya diam saat itu. Membiarkan Raiden saja yang berbicara.

"Oke, I'm sorry for last night."

"Sebagai permintaan maaf gue, gue mau cabut taruhannya. Jadi, anggep aja semalem nggak ada taruhan apa-apa."

Tidak ada yang bereaksi.

"Malem itu lo di kejar polisi?" Radion akhirnya membuka suara.

Abimanyu dengan santainya menjawab dengan gelengan kepala. Reaksi tersebut membuat Radion kesal.

Radion beranjak dari duduknya. Menarik kerah baju Abimanyu dengan kasar. "Kejadian semalem semuanya karena lo. Galen kayak gini semuanya karena lo. Jadi, kalo selanjutnya ada apa-apa lagi, semua tetep karena lo, anjing!"

Abimanyu menepis tangan Radion dari kerah bajunya. "Gue udah cabut taruhannya, kan? Apa sih yang masih lo permasalahin sekarang?"

"Kalo sampe polisi manggil kita, lo harus ngaku kalo semua masalah ini awalnya dari lo!" Radion menunjuk Abimanyu dengan penuh peringatan.

Suasana tegang itu sirna ketika pintu kembali terbuka—menunjukkan sosok wanita muda yang datang sambil membawa beberapa tas yang isinya barang-barang Galen. Ambar.

"Aduh, makin rame aja nih yang jengukin Galen."

"Tante!" Abimanyu datang menyalami Ambar.

"Abimanyu?! Tante udah lama nggak liat kamu. Apa kabar?"

"Baik, Tante."

"Makasih ya udah dateng ke sini. Kalo kamu nggak dateng, Tante nggak tau deh kapan lagi ketemu sama kamu."

"Iya, Tante. Kapan-kapan Abimanyu nyamperin Tante, biar ketemu lagi."

"Kok Nyokapnya Galen bisa kenal sama Abimanyu?" Bisik Zean kepada Daplo.

"Mana gue tau."

"Kalo gitu Abimanyu sama temen-temen pulang ya, Tante! Maaf nggak bisa lama-lama, ada urusan soalnya." Abimanyu dan teman-temannya lalu berpamitan untuk pulang.

Jika mereka semua masih di sini, suasana pasti sekarang tambah kacau.

"Ma, besok Galen bisa sekolah, kan?" Tanya Galen.

Ambar menatap kondisi putranya dengan ragu. "Kayaknya belum bisa, deh."

"Kenapa, Ma? Galen nggak apa-apa. Alay banget." Galen langsung menunjukkan wajah memelasnya.

Jika orang-orang merasa senang karena tidak harus masuk ke sekolah, berbeda dengan Galen. Galen sangat amat suka datang ke sekolah, walaupun ada ulangan harian atau tugas yang harus dikumpulkan.

Karena menurut dirinya, di rumah itu membosankan. Ia tidak memiliki teman dan hanya melakukan hal-hal sendirian. Oleh karena itulah Galen lebih memilih berada di luar, bertemu teman-temannya, terbebas dari suasana rumah yang sepi dan sunyi.

"Luka-luka kamu itu banyak. Nggak bisa kalo kamu langsung beraktifitas di sekolah. Mama tau di sekolah kamu nggak bisa diem." Galen mendengus, sedangkan teman-temannya yang lain tertawa.

"Tau aja Tante kelakuan anaknya di sekolah gimana."

"Galen pikir Mama nggak tau apa-apa tentang Galen di sekolah."

"Mor, berat tau ini! Bawa sendiri, kek! Kan lo sendiri yang beli ini buat Gal—" Kezia tersenyum masam ketika semua mata tertuju ke arahnya sekarang. Bahkan Arlan sekalipun. Ia tidak bisa membayangkan bahwa Arlan dan teman-temannya juga ada di sini sekarang.

Kezia tertawa pelan. "Hi, guys!"

Radion tersenyum ke arah Alula ketika mata mereka saling bertemu. Senyuman itu sedetik kemudian langsung hilang karena Alula langsung mengalihkan tatapannya tanpa membalas senyumannya.

Padahal Radion hanya ingin menyapa.

"Hai, Tante!" Alula justru malah menghampiri Ambar lalu menyalaminya. Memberikan sebuah bingkisan yang berisi buah-buahan kepada beliau.

"Hai, Alula! Tante pikir kamu nggak bakal ke sini. Makasih ya udah dateng sama temen-temen kamu." Mora, Archa, Nara, dan Kezia gantian menyalami Ambar.

"Sama-sama, Tante. Semoga Galen cepet sehat lagi, ya."

"Makasih, Alula." Alula mengangguk ke arah Galen.

Setelah itu mereka sibuk berbincang-bincang. Mama Galen dengan teman-teman Alula, sedangkan Alula sendiri sibuk mengobrol dengan Galen.

Mereka semua seperti nyamuk di sini. Terlebih lagi Radion yang matanya sudah memanas melihat interaksi antara Alula dan Galen.

Lelaki itu akhirnya memutuskan untuk mengalihkan tatapannya.

"Nanti coba ngomong sama dia! Selesain masalah lo sama dia. Jangan diem-dieman terus kayak gini." Radion mengangguk setelah Raiden berbisik ke arahnya.

Sudah sekitar sepuluh menit Alula dan teman-temannya ada di dalam ruang rawat Galen. Sudah sepuluh menit juga Radion curi-curi pandang ke arah dua insan yang masih tengah asik mengobrol.

Sungguh membosankan dan Radion berharap bahwa percakapan mereka selesai.

"Thank you ya udah jengukin gue. Kayaknya sih bakal cepet baiknya kalo udah di jenguk lo gini." Galen tertawa-tawa.

"Lagi sakit masih aja lo ngegodain anak orang!" Nara memukul bahu Galen pelan.

"Kenapa lo bawa dia ke sini, sih? Bukannya sembuh, gue malah tertekan kalo Nara ada di sini." Galen mendengus sambil mengusap-usap bahunya.

"Sialan lo! Gitu-gitu gue juga bawain makanan buat lo. Seneng kan lo kalo liat makanan?"

"Kalo itu mah seneng gue, Ra. Makasih juga ya lo sama yang lain udah dateng ke sini. Giliran gue sakit begini, lo pada baik banget sama gue. Giliran gue nggak kenapa-napa, kok pada jahat semua, ya?"

"Ini sih cuma sebagai rasa kemanusiaan gue aja, Len." Galen memaki Nara dalam hati.

"Lagian lo ngapain sih pake sok balapan segala? Kayak bisa aja." Mora menggumam.

"Lo tau dari mana kalo gue kayak gini gara-gara balapan?" Mora menutup mulutnya rapat-rapat. Melirik Raiden disebelahnya lalu memaki dirinya sendiri.

"Dari Raiden tuh pasti. Cie Mora Raiden berlayar lagi!" Zean langsung berseru heboh.

"Diceritainnya lewat apa tuh, Mor? Chat atau ketemuan langsung di depan rumah lo?"

Belum sempat Zean melanjutkan kata-katanya lagi, tangan Raiden sudah terlebih dahulu membungkamnya. "Mau gue kick lo dari Camelion, Ze?"

"Cie, Mor. Kok tadi malem nggak cerita kalo abis ngobrol sama Raiden?" Archa menyenggol lengan Mora pelan.

"Apaan sih, Cha? Orang dia ceritainnya lewat chat, nggak ketemu."

"Oh jadi lewat chat, Mor. Tapi kok nggak cerita sih sama gue?" 

"Apaan sih, Cha? Udah deh, nggak usah ledekin gue. Sama aja lo kayak Zean." Archa hanya tertawa.

"Kalo gitu Alula sama temen-temen pamit ya, Tante! Soalnya kita mau ada kerja kelompok."

Radion menunggu Alula selesai berpamitan di dekat pintu. Lelaki itu sudah memantapkan dirinya. Ia mau berbicara dengan Alula dan menjelaskan semuanya sekarang.

Jika bukan sekarang, lalu kapan lagi? Alula selalu menolak jika di ajak bertemu.

Ia tidak bisa berlama-lama dalam kondisi seperti ini. Ia harus secepatnya meluruskan masalahnya dengan Alula agar hubungannya dengan Alula seperti semula lagi. Radion sangat menyayangi Alula.

"Alula!" Radion memanggil gadis itu tepat ketika gadis itu dihadapannya.

Alula melirik lelaki itu sekilas, lalu kembali berjalan keluar ruangan.

"Alula gue mau ngomong sama lo," cegah Radion.

"Gue nggak di kasih waktu ya buat ngobrol sama lo? Gue nggak di kasih kesempatan juga buat jelasin semuanya ke lo?" Radion tidak peduli bahwa semua orang, bahkan Ambar sekarang tengah menontonnya.

"Lo tiba-tiba ngejauh dari gue, dan gue udah tau alesannya. Alesannya karena mantan gue yang tiba-tiba dateng ke Jakarta."

"Lo tau kenapa gue selalu kirim lo pesan, nyariin lo di sekolah, bahkan ngajak lo ngobrol berdua?"

"Itu karena gue mau jelasin semuanya. Lo pasti mau denger juga kan dari sisi gue? Apa yang lo lihat nggak kayak yang aslinya. Ayo, lah, gue nggak mau lama-lama kayak gini." Nada suara Radion terdengar serius dan memohon.

Alula sempat terpaku mendengarnya. Tetapi entah kenapa hati dan otaknya tidak sejalan. Hatinya mengatakan bahwa ia harus mendengarkan penjelasan Radion. Ia juga ingin seperti dulu.

Tetapi otaknya berkata sebaliknya. Otaknya seakan-akan menyuruhnya untuk pergi.

"Intinya udah jelas, kalo Alice dateng ke Jakarta buat janjian sama kamu." Alula pada akhirnya mengikuti kata-kata di otaknya.

"Gue nggak janjian—" Radion membuang nafasnya kasar ketika Alula meninggalkannya begitu saja.

Raiden, Arlan, Zean, Galen, dan Daplo merasa sedih melihat hal itu. Radion sudah berusaha keras, tetapi Alula sama sekali tidak mau mendengar penjelasannya.

"Mor!" Hanya Mora yang bisa di tahan oleh Radion sebelum mereka semua menghilang di lorong rumah sakit.

"Apa lagi?" Mora menepis tangan Radion sambil berkata jutek.

"Gue minta maaf. Tolong sampein maaf gue ke Alula."

"Minta maaf? Kalo gue jadi Alula pun gue nggak bakal maafin lo semudah itu, Rad." Mora meletakkan kedua tangannya di atas dada.

"Kenapa, Mor? I'm trying to explain, tapi dia nggak mau denger. Apa gue minta maaf ke dia juga salah di mata lo?"

"Selama ini lo deketin dia, bahkan orang-orang sampe mikir lo ada hubungan sama dia. Tapi setelah tau kebenaran bahwa lo masih sayang sama mantan lo itu, lo bisa ngerasain nggak sih perasaan dia?"

"Ternyata perhatian sama sayang lo itu busuk! Kalo lo sayang, lo pasti tau gimana perasaannya sekarang."

"Mor!" Raiden mencoba menenangkan Mora. Ia tidak tega kata-kata Mora yang menyakitkan itu harus tertuju ke arah sahabatnya. Apa yang dibicarakan Mora tidak benar.

"Gue udah nggak sayang sama mantan gue."

"Really? Janjian kemarin itu apa maksudnya? Nggak usah pura-pura lagi mulai sekarang, Rad. Jangankan Alula, gue sama yang lain aja udah muak liat lo." Mora menatap Radion terutama Raiden untuk terakhir kalinya, sebelum perempuan itu juga memutuskan untuk menyusul teman-temannya.

Raiden membuang nafasnya pelan. Lelaki itu lalu menghampiri Radion, mengusap punggung sahabatnya.

****

"Hai, gue Alice! Lo kenal Radion nggak?" Sudah sekitar sepuluh menit yang lalu Alice menunggu Radion keluar dari sekolah.

Ia mencoba bertanya kepada anak-anak yang berhamburan keluar, tetapi jawaban mereka tetap sama. Mereka tidak tahu Radion sedang berada di mana. Apakah Radion sudah pulang?

"Siapa sih yang nggak kenal dia? Lo siapanya emang?" Seorang gadis yang di tanya itu menatap penampilan Alice dari atas sampai bawah. Takjub akan kecantikan perempuan itu.

"Gue Alice, pacarnya. Gue ke sini mau cari dia. Nama lo siapa?" Gadis yang diajak Alice berbicara sepertinya terkejut setelah mendengar kata 'pacar' yang keluar dari mulut Alice.

"Gue Karfa. Jadi Kak Radion selama ini punya pacar? Gue pikir dia single, soalnya akhir-akhir ini rumornya dia lagi deket sama Kak Alula."

Alice langsung tersenyum masam. "Mereka masih deket sampe sekarang?"

"Ah, gue tau, nih. Ada rumor juga kalo Kak Radion sempet punya pacar pas masih di Bali. Pacarnya lo?" Alice mengangguk.

"Gue kurang tau sih mereka sekarang masih deket atau nggak. Tapi gue denger-denger, katanya mereka lagi renggang. Gue nggak tau apa masalahnya."

"Thank you. Lo bisa cabut sekarang!" Karfa mengangguk lalu pergi meninggalkan Alice.

Selang beberapa menit Alice menunggu, mata perempuan itu membulat sempurna ketika melihat seseorang yang sangat familiar di matanya.

"Wow, I can't believe i'll meet you here. Chlo, sepupu Jakarta gue." Chlo, perempuan yang tengah asik berbincang-bincang bersama Chessy dan Ruby pun tak bisa dipungkiri rasa terkejutnya.

"Alice?" Chlo tiba-tiba saja teringat kata-kata Naka beberapa waktu yang lalu, bahwa lelaki itu mengatakan Alice akan pergi ke Jakarta.

Sepupunya itu sekarang sudah berada di Jakarta, bahkan di depan sekolahnya sendiri.

"Lo ngapain di sini?" Chlo menghampiri Alice, sedangkan Chessy dan Ruby berdiri dibelakangnya.

"You know what? Siang ini gue mau ngajak Radion jalan. Gue kangen pas masa-masa kita di Bali. Gue sama dia selalu jalan-jalan setiap pulang sekolah."

Chlo tertawa singkat. "Itu cuma masa lalu kali. Sekarang gue nggak yakin dia mau lo ajakin jalan."

"Why not?"

"Karena sekarang dia milik gue. Gue yang bakal deket sama Radion."

Alice menepuk-nepuk tangannya. "Nggak ada yang bisa gantiin posisi gue. Radion itu masih labil sekarang. Gue yakin kok, dia bakal balik lagi ke gue."

"Urusin aja saja tunangan lo di Bali," desis Chlo.

"Jadi itu mantannya si Radion? Ada ya orang secakep dia?" Ruby menyikut lengan Chessy.

"Itu dia orangnya. Ion!" Alice melambai-lambaikan tangannya ke arah Radion.

Chlo menoleh, mendapati Radion dan teman-temannya yang ingin pergi dari area sekolah dengan motor mereka masing-masing.

Di balik helm nya Radion mengernyit, menghentikan motornya tepat di depan gerbang sekolah di susul dengan teman-temannya.

Lelaki itu meletakkan helmnya di atas tangki motornya. Menatap Alice dan Chlo bergantian sambil berjalan ke arah mereka.

"Jalan, yuk! Ajak aku ke Mall yang ada di sini. Kira-kira yang bagus di mana?" Alice langsung merangkul Radion.

"Gatel banget," gumam Chlo.

Radion melirik lengannya, menepis tangan Alice dengan kasar. Ia lalu menatap perempuan itu dengan tatapan tidak suka. "Lo ngapain sih ke sini?"

"Gue nggak mau berurusan sama lo lagi. Lo ngerti kan sekarang? Intinya gue nggak mau berhubungan apapun lagi sama lo." Radion langsung menembak Alice dengan kata-kata menusuknya.

Ia tidak mau terus-terusan di kejar Alice seperti ini.

"C'mon, Ion! Aku dateng ke sini mau berusaha buat hubungan kita. Aku berusaha biar kamu terbiasa sama aku lagi, aku juga berusaha biar kamu bisa sayang dan buka hati lagi buat aku." Radion menatap Alice dengan malas.

Ia merasa malu karena Alice harus mengatakan kalimat berlebihan seperti itu di depan banyak orang. Kalimat tersebut bahkan tidak mempan sama sekali untuknya.

"Chlo." Bukannya membalas perkataannya, justru Radion malah memanggil Chlo.

"Iya?"

"Gue bisa ngobrol sama lo nggak? Ada yang mau gue omongin." Alice menatap Radion dengan tatapan bingung. Apa yang ingin Radion bicarakan dengan sepupunya itu? Apakah ada hal penting?

"Ngobrol?" Wajah Chlo terlihat tidak percaya.

"B–bisa, kok. Tapi hari ini gue harus belajar di rumah. Jadi, besok bisanya."

"Oke, besok aja. Nanti gue kabarin lagi." Chlo mengangguk.

"Kamu mau ngomongin apa sama dia?" Tanya Alice kepo.

"Bukan urusan lo."

"Aku tau kamu sama Alula Alula itu udah nggak deket lagi," ujarnya.

"Iya, itu semua karena ulah lo."

Alice mengernyit. "Ulah aku? Lagian ngapain coba kamu sama dia? Kamu ke Jakarta makin down grade tau nggak? Jelas-jelas aku sama dia jauh banget."

Alula yang kala itu kebetulan ingin pulang terpaku mendengar namanya di sebut. Walaupun jaraknya tidak terlalu dekat, tetapi percakapan mereka masih terdengar sampai ke tempatnya berdiri.

"Jangan berani lo ngehina dia."

"Why? Kenyataannya gitu, kan? Aku sempet kaget waktu tau kamu deket sama dia? Kayak anak kampung gitu tampangnya."

Alula meremas tasnya sendiri. Ia ingin sekali menghampiri mereka sekarang juga. Kalau bisa menarik Alice, mencakar-cakar wajahnya, atau kalau bisa, ia ingin memukul Alice habis-habisan.

Tetapi jika ia melakukan itu semua di sekolah, hancur lah sudah identitas dirinya. Semua orang akan melihatnya seperti apa nanti?

Daripada mendengar kata-kata yang membuatnya tambah sakit, Alula segara bergegas keluar dari sekolah. Cepat-cepat menaiki angkutan umum untuk pergi. Ia tidak mau tahu apa-apa tentang percakapan mereka di gerbang. Ia harus mencoba tidak peduli dengan Radion.

"Sekarang apa? Sekarang kamu deket sama sepupu aku ini? Apa hebatnya dia juga?"

Alice langsung tertawa setelahnya. "Oke, kalau kamu emang lagi coba-coba buat pdkt sama cewek. Tapi liat aja nanti, kamu nggak akan bisa nemuin kenyamanan selain di diri aku."

Radion dan teman-temannya terkejut. Bahkan Chessy dan Ruby yang masih ikut mendengar percakapan mereka juga tak kalah terkejut mendengar pengakuan dari Alice.

"Lo berdua sepupuan?" Chlo mengumpat dalam hati ketika Radion bertanya tentang itu.

Perempuan itu akhirnya hanya diam. Tidak menjawab, bahkan ketika Chessy dan Ruby bertanya kepadanya. Ia membiarkan Alice saja yang menjawab.

"Chlo sepupuan sama mantannya Radion?!" Zean menganga.

Lelaki itu lalu memukul bahu Daplo keras. Daplo pun meringis, menatap Zean dengan tatapan tidak terima. "Apaan sih lo? Kenapa jadi mukul gue?"

"Galen harus tau how news ini! Beberapa bulan yang lalu kita pernah ngomongin sepupunya Chlo yang cakep banget itu. Lo inget nggak, Dap?" Bisik Zean.

Daplo membalasnya dengan gelengan kepala, membuat Zean berdecak.

"Intinya kita pernah ngomongin. Dan gue nggak nyangka, ternyata yang kita omongin itu mantannya Radion. Yang kita bilang cakep banget itu mantannya Radion." Zean memukul keningnya sendiri.

"Bukan kita kali yang bilang cakep. Lo sama Galen doang," ralat Arlan.

"Cakep, sih. Tapi liat kelakuannya, kayaknya nggak dulu, deh." Zean menatap Alice lamat-lamat.

"Gue kalo jadi Radion bisa gila punya mantan kayak begitu. Sama Mora aja gue udah gila," gumam Raiden tanpa sadar.

"Asik, mikirin Mora nih, Den?" Senggol Zean.

"Apaan sih, Ze?"

"Iya, dia sepupu aku. Kamu kaget, kan? Aku nyari tau tentang kamu dari dia. Semua hal tentang kamu di sekolah ini, aku tanya ke dia. Tapi nggak lama, dia udah nggak pernah kasih kabar tentang kamu lagi ke aku." Radion menggeleng tidak percaya.

"Kamu tau kenapa dia berhenti bantuin aku? Karena dia mulai suka sama kamu. Dia mau ngerebut kamu dari aku. Dia pikir dia bisa rebut kamu dari aku? Sampe sekarang aja belum bisa dapetin kamu." Alice terkekeh sambil melirik Chlo.

"Maksud lo apa?! Jelas-jelas lo udah di tolak mentah-mentah sama Radion. Mending lo balik ke Bali! Lo sia-sia ke sini."

"Lebih sia-sia mana sama lo? Percuma lo kejar-kejar dia. Dia nggak bakal suka balik sama lo. Gue tau itu. Tipe Radion bukan yang kayak lo."

"Terus? Tipenya Radion kayak lo gitu? Jangan mentang-mentang lo mantannya Radion, lo bisa bilang kayak gitu. Sekarang lo udah nggak ada harganya lagi dimatanya Radion. Apa yang mau lo sombongin? Lo cuma mantannya, just it." Alice di buat skakmat oleh Chlo.

"Oh, iya, sama satu lagi! Sifat lo itu." Chlo menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Banyak hal udah lo lakuin buat nyari info tentang Radion. Bahkan lo pernah pake gue buat jadi mata-matanya Radion. Lo tau, Rad? Mantan lo ini sebenernya banyak ngelakuin hal-hal jahat yang nggak pernah lo tau sebelumnya," tunjuk Chlo.

"Asal lo tau aja, mantan lo ini lebih licik, Rad. Dia nggak pantes ada di lingkungan ini."

"Jaga omongan lo!" Bentak Alice.

Radion segera menarik tangan Alice. Menatapnya dengan tatapan penuh peringatan untuk tidak berbuat masalah disekolahnya.

"Lo ikut gue!" Dengan segera, Radion menggiring Alice pergi menuju motornya.

Chlo, Chessy, dan Ruby hanya bisa menatap mereka dengan tatapan kesal. Raiden, Arlan, Zean, dan Daplo pun tidak berani bertanya apa-apa kepada Radion.

Mereka semua membiarkan Radion pergi bersama Alice.

****

"Lo nggak usah buat keributan di sekolah gue," ucap Radion di tengah jalan.

Dibelakangnya Alice sibuk memegang pundak Radion karena takut jatuh. Alice tidak biasa naik motor seperti ini. Apalagi motor besar.

"Awalnya sih nggak mau ribut. Coba aja kalo kamu mau jalan sama aku, pasti nggak bakal kayak gini akhirannya." Radion tidak memedulikan jawaban Alice.

"Aku minta maaf ya, Ion. Aku minta maaf kalo kamu risih selama aku ada di sini. Aku cuma mau—"

"Nggak usah dijelasin lagi. Gue udah males dengernya." Alice langsung bungkam.

"Kamu mau bawa aku ke mana?"

"Lo tinggal di mana? Gue anterin lo balik. Mulai besok, gue harap lo nggak usah ikut campur sama kehidupan gue."

"Tapi kayaknya nggak bisa," lanjut lelaki itu lagi.

"Lo kapan pulang?" Radion mengganti pertanyaan lain.

"Aku nggak bakal mau pulang sebelum balikan sama kamu dan kita sama-sama tinggal di Bali lagi."

"Shit! Harus berapa kali gue ngomong biar lo ngerti? Gue nggak bakal balikan sama lo. Gue juga nggak bakal balik lagi ke Bali."

"Kenapa? Kamu nggak kangen sama Bali? Tempat kelahiran kamu sendiri." Tangan Alice bergerak memeluk pinggang Radion dengan manja.

"Gue benci tempat kelahiran gue sendiri. Gue dapet banyak luka di sana. Gue nggak mau balik lagi ke sana." Radion melepaskan tangan Alice dari pinggangnya.

"Pegang tas gue aja kalo takut jatoh." Alice membuang nafasnya kasar.

Beberapa saat kemudian, terdengar suara sirine mobil polisi. Suara yang awalnya jauh, kian lama semakin dekat dan sepertinya sekarang sudah persis berada di belakang motor Radion.

Alice menoleh ke belakang dengan panik. "Ion, mobil polisi ada di belakang kita!"

"Polisi?" Radion melirik kaca spionnya.

Ada satu mobil polisi yang tengah mengikutinya di belakang. Mobil tersebut terus mencegahnya untuk jalan. 

Karena takut beresiko, Radion akhirnya memutuskan untuk menghentikan motornya di pinggir jalan.

"Kok berhenti? Kenapa nggak jalan aja?" Alice menatap Radion bingung.

Radion membuka helm nya. "Turun!"

"Apakah benar anda saudara Radion?" Salah satu polisi menghampiri Radion. Alice hanya bisa mengumpat di belakang tubuh lelaki itu.

"Iya, saya sendiri. Ada apa ya, Pak?"

"Kamu terlibat atas pelaksanaan balap liar kemarin malam. Ikut saya ke kantor polisi!"

"B–balap liar?" Alice terkejut.

****

Halo, gimana chapter ini?🤲

Kemarin aku abis ada acara, jadi belum sempet edit sama update. Sekali lagi, sorry ya all🙏😭

Di chapter kemarin ada yang spam comment sampe 100an😭 kaget banget karena bener-bener se-excited itu buat nungguin chapter selanjutnya. Makasii yaa❤️

Kira-kira Radion bakal diapain ya sama polisi?

Dari Alice sama Chlo, kalian lebih pilih siapa?

Kira-kira kapan ya si Alice ini balik lagi ke Bali? Udah gondok banget ga si sama dia?😛

Jangan lupa vote sama spam comment nya!!❤️❣️kasih aku dukungan terus biar semangat nulis sama ngontennya di tiktok🫰

Don't forget to check👇 :
Instagram : @cindeyaur
Tiktok         : @cramelgurl

Sekali lagi, makasih ya yang udah nunggun aku update sama jadi pembaca setia🤍 buat yang baru jadi pembaca aku, semoga suka ya sama cerita ini🫶

See u di next chapter!!🙌

With love, Cindyy<3

Continue Reading

You'll Also Like

2.8M 221K 45
Madava Fanegar itu pria sakit jiwa. Hidupnya berjalan tanpa akal sehat dan perasaan manusiawi. Madava Fanegar itu seorang psikopat keji. Namanya dike...
290K 887 10
Affair | warning konten dewasa 21+ Yumi, wanita yang kesepian karna sering di tinggal suaminya, merasakan godaan dari Dimas, tetangga barunya yang t...
453K 14.6K 33
( ON REVISION ) Nadia Akhbar seorang pelajar universiti. Jiwa nya tiba tiba termasuk ke dalam satu novel "My Girl Selena". Lebih parahnya dia menjad...
AV By s h e y

Teen Fiction

3.1M 258K 45
Sequel ALTHAIA. Asgara Ardew Lazarus. Pria dingin anti sosialisasi ini menyebut perempuan adalah mahluk yang merepotkan, kecuali Mommy tersayang nya...