RADION

By cindeyaur

66.6K 6K 1.8K

"Gue sekarang udah jadi ketua di sini, mau gimana pun, lo harus patuh sama gue." -Radion Geraldo. **** Radion... More

PROLOG
RADION || 01
RADION || 02
RADION || 03
RADION || 04
RADION || 05
RADION || 06
RADION || 07
RADION || 08
RADION || 09
RADION || 10
RADION || 11
RADION || 12
RADION || 13
RADION || 14
RADION || 15
RADION || 16
RADION || 17
RADION || 18
RADION || 19
RADION || 20
RADION || 21
RADION || 22
RADION || 23
RADION || 24
RADION || 25
RADION || 26
RADION || 27
RADION || 28
RADION || 29
RADION || 30
RADION || 31
RADION || 32
RADION || 33
RADION || 34
RADION || 35
RADION || 36
RADION || 37
RADION || 38
RADION || 39
RADION || 40
RADION || 42
RADION || 43
RADION || 44
RADION || 45
RADION || 46
RADION || 47
RADION || 48
RADION || 49
RADION || 50
RADION || 51
RADION || 52
RADION || 53
RADION || 54
RADION || 55
RADION || 56
RADION || 57

RADION || 41

651 65 20
By cindeyaur

"Selamat malam, Den Radion!"

Seperti biasa, Radion sampai rumah pukul tujuh malam. Pelayan rumahnya membukakan pintu sembari menyapanya.

"Malem juga. Garasi kunci aja, Radion nggak keluar lagi nanti malem. Mami sama papi juga udah pulang, kan?"

Pelayan rumahnya mengangguk. "Iya, Den. Cuma Den Radion aja yang baru balik. Nanti saya suruh Pak Santoso buat kunci garasi."

"Makasih, ya."

Radion melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumahnya. Langkah laki-laki itu mendadak terhenti di ruang tamu rumahnya.

Iris matanya menangkap seorang perempuan yang tengah duduk santai sambil memakan sebuah cemilan di sofa ruang tamunya. Perempuan itu belum menyadari kehadirannya karena sedang sibuk dengan ponselnya.

"Lo ngapain ada di rumah gue?" Radion menyadarkan perempuan itu.

Alice mendongak, tersenyum mendapati orang yang sudah ia tunggu sekitar dua jam yang lalu.

"Hai, baru pulang? Dari mana aja jam segini baru sampai rumah?" Radion berdecak.

"Dari mana aja? Main ya sama temen? Kayaknya dulu kamu nggak pernah keluyuran, deh. Kalau nggak pulang sama aku, pasti kamu langsung ilang karena dijemput supirnya cepet banget." Alice tertawa pelan.

"Jadi kangen deh kamu nungguin aku di depan kelas sambil ngobrol sama kucing penghuni kelas aku. Siapa deh namanya?" Alice mencoba mengingat-ingat.

"Ah, namanya Jasmine! Kucing putih yang cantik banget dan nggak pernah kotor."

"Gue tanya lo ngapain di rumah gue?"

Alice tersenyum masam. Nada bicara Radion benar-benar sudah berubah. Ia pikir nada bicaranya kemarin hanya karena Radion sedang marah. Rupanya hari ini sama saja.

Padahal ia berharap hari ini Radion bersikap lembut layaknya lelaki itu dulu. Menyambutnya dengan hangat, mengajaknya makan malam bersama sambil bercerita.

"Aku mau main aja. Lagian boleh kok sama mami sama papi."

"Lo belum izin ke gue, kan? Gue nggak mau lo dateng ke sini. Mending lo balik ke rumah!" Radion mengusir.

"Oke, kalau kamu emang nggak mau ketemu aku. Kamu bisa langsung ke kamar, and done. Anggep aja aku ke sini karena mau main dan ketemu sama papi mami kamu."

Radion meletakkan tasnya di atas meja lalu duduk di sebelah perempuan itu. "Gue tau kemarin lo udah ketemu sama Alula."

"Terus?" Alice masih menjawab dengan santai.

"Lo bilang apa sama dia?!"

Alice tersenyum kecil. "Dia cantik. Kayaknya anaknya pendiem, ya? Pas aku liat dia, aku bisa tau kalau dia cewek yang malu-malu gitu. She's cute."

"Lo halu apa gimana, sih? Gue sama sekali nggak nungguin lo dateng ke Jakarta. Gue juga sama sekali nggak ngajak lo janjian."

"Motif lo apa ngelakuin itu? Lo masih berharap sama gue?"

"Iya, aku masih berharap sama kamu. How many times do i have to tell you that i still love you?" Potongnya.

"But i don't." Kata-kata tersebut berhasil menusuk Alice.

"Lo tau nggak tingkah lo kemaren ngehancurin hubungan gue sama Alula?"

"Kalian pacaran?" Tanya Alice.

"Nggak perlu tanya hal itu. Intinya semuanya berantakan karena lo."

"Mau kemana, Ion?" Tahan Alice melihat Radion beranjak dari tempatnya berdiri.

"Kalo lo nggak mau pergi, gue aja yang pergi. Mungkin nyokap bokap gue nerima lo dateng ke sini, tapi gue sama sekali nggak."

Ketika ingin menaiki anak tangga, Radion berpapasan dengan Marissa.

"Mi, ngapain dia ke sini?"

Marissa melirik Alice yang masih berada ditempatnya. Tidak menjawab.

"Ngapain, Mi? Ada urusan apa dia di sini? Gara-gara dia, Radion sama Alula berantem sekarang."

"Kamu berantem sama Alula?"

Radion menggumam. "Dia nggak seharusnya dateng ke rumah. She's just my ex and now we're living separately."

"Mami tau, dan Mami nggak mungkin nolak dia buat ke sini. Mami juga kecewa sama Alice, tapi Mami nggak bisa sejahat itu, Radion."

"Terserah Mami." Radion membuang nafasnya kasar lalu pergi menaiki anak tangga menuju kamarnya.

Meninggalkan Marissa dan Alice yang masih berada di ruang tamu rumahnya.

****

"Abis nganterin Alice ke kafe nyokapnya, Radion langsung nyari lo. Dia teleponin lo, tapi katanya HP lo nggak aktif. Khawatir banget dia sama lo. Takut lo kenapa-napa."

Alula tersenyum kecil mengingat cerita Raiden tadi siang. Alula tahu pada saat kejadian itu, pasti Radion sangat khawatir kepadanya. Pasti lelaki itu akan mencarinya.

Buktinya saat ponsel Alula aktif, banyak panggilan serta pesan yang masuk dari Radion.

Malam ini Alula sedang duduk di depan meja belajarnya. Gadis itu sedang merangkum salah satu tugas dari guru disekolahnya.

Karena keheningan disekitarnya, membuat pikiran gadis itu jadi kemana-mana.

"Dia akhirnya ke rumah lo. Karena pas itu lo belum balik, akhirnya dia nungguin lo. Niatnya mau nembak lo pas di rumah."

"Radion mau nembak gue?"

"Awalnya gue pikir hal itu mustahil dan cuma mimpi gue. Tapi pas jadi kenyataan, gue sendiri malah menghancurkan semuanya," ucap Alula lirih.

"Tapi nggak jadi, karena lo balik bareng Galen pas itu."

Perlahan air matanya mulai menetes. Menjadi bulir-bulir bening yang jatuh membasahi buku tulisnya.

"Akhirnya dia pulang setelah mastiin lo baik-baik aja sampe rumah. Dia nggak jadi nembak lo."

Bulir-bulir air mata itu berubah menjadi deras disertai suara sesenggukan. Entah kenapa mengingat kata-kata itu benar-benar sangat menyakitkan baginya.

Dirinya jahat telah melakukan hal ini. Jika ia tidak merusak hari itu, mungkin sekarang sudah menjadi hari paling bahagia sepanjang hidupnya.

Alula menyesal dan benci dirinya sendiri. Benci kenapa ia harus lahir dengan kehidupan yang seperti ini.

Benci kenapa ia harus dipertemukan dengan sesosok lelaki yang sangat baik, perhatian, dan bisa mengisi hari-hari sepinya.

Benci kenapa ia harus dipertemukan dengan seorang lelaki bernama Radion yang membuat dirinya jatuh cinta sangat dalam.

Alula membuka ponselnya. Menatap kontak Radion di dalam aplikasi chatnya.

Ia sangat merindukan pesan dari Radion. Pesan random lelaki itu yang kadang menanyakan dirinya sudah makan atau belum, atau menanyakan bagaimana hari-harinya.

Sekarang ia sama sekali tidak mendapatkan pesan dari lelaki itu lagi.

Terakhir bertemu di sekolah saat istirahat. Setelah itu Alula sama sekali tidak melihat Radion lagi sampai pulang sekolah.

Bahkan lelaki itu tidak menghampiri kelasnya untuk mengajaknya pulang bersama.

Rasanya benar-benar hampa dan Alula tersiksa. Padahal ini baru hitungan sehari.  Bagaimana dengan hari-hari selanjutnya?

Alula sempat berfikir, apakah di rumahnya Radion juga tengah memikirkannya, seperti ia yang sedang memikirkan Radion sekarang?

Entah kenapa Alula merasa bahwa di sana Radion juga tengah memikirkannya.

Saat sedang asik membaca ulang pesan-pesannya dengan Radion, sebuah notifikasi chat masuk ke ponselnya.

Mama Chlo :
Alula, gimana kalo besok kamu mulai ngajarin Chlo belajar?
Nanti pulang sekolahnya bareng Chlo sama supirnya aja ke rumah.
Itu juga kalo besok kamu ada waktu.
Kalo kamu sibuk nggak apa apa, nanti bisa cari lain hari buat mulai ngajarin Chlo.

****

"Pak, nasi ayam satu, ya! Sambelnya jangan banyak-banyak. Nih uangnya!" Radion pergi ke tukang penjual nasi. Niatnya untuk membelikan Alula makan.

Gadis itu jarang makan nasi akhir-akhir ini. Tentu saja Radion sering memperhatikannya. Gadis itu lebih sering membeli batagor, mie ayam, atau bakso.

"Oh iya, Pak, saya sekalian mau minta tolong boleh nggak?" Ujar Radion lagi.

"Minta tolong apa, Dek?"

"Nanti nasinya saya minta tolong kasih ke cewek itu, yang lagi duduk sama temen-temennya. Tapi jangan bilang dari saya, bilang aja itu dari Bapak." Radion menunjuk Alula yang sedang asik mengobrol bersama teman-temannya.

"Oh, siap-siap, Dek. Emang kenapa Adek nggak langsung kasih aja ke dia?"

Radion tertawa pelan. "Lagi berantem, Pak. Sebelumnya makasih ya udah mau bantuin saya. Kembaliannya nggak usah, buat Bapak aja."

"Saya ikhlas kok bantuinnya. Lagian juga kembaliannya masih banyak, jangan buat saya. Nih, ambil buat kamu tabungin!" Penjual itu pun memaksa Radion untuk mengambil kembaliannya. Pada akhirnya Radion pun mengambilnya.

"Abis dari mana, Rad?" Tanya Raiden setelah Radion kembali duduk di meja kantin yang sudah diisi oleh teman-temannya.

"Beliin makan buat Alula. Akhir-akhir ini gue jarang liat dia makan nasi," jawab Radion.

Raiden terdiam sejenak. Ia sama sekali tidak memberi tahu Radion bahwa kemarin ia mengajak Alula berbicara.

Sepertinya Raiden tidak akan bercerita kepada Radion, mengetahui Alula sepertinya tidak percaya akan ceritanya kemarin.

"Kenapa nggak kasih langsung aja? Sekalian jelasin. Kemarin sama sekali belum ngobrol kan lo?" Radion mengangguk.

"Terus? Kenapa segala diem-dieman?"

"Nggak tau gue juga. Masih mikirin kata-kata yang jelas biar Alula percaya sama gue. Kayaknya bakal susah."

"Semangat, Rad! Pasti nggak akan lama, kok. Kalau lo bisa jelasin dan sama-sama ngerti, pasti bisa kayak dulu lagi sama Alula."

Radion mengangguk. "Thanks semangatnya, Ze."

"Galen kemana?" Radion bertanya ketika baru menyadari bahwa Galen tidak ikut bergabung bersama mereka.

"Katanya nyusul. Abis diceramahin sama Agara gara-gara matahin sapu kelas. Kayaknya dia disuruh gantiin," beritahu Zean.

"Dia nyapu apa perang sampe sapunya patah kayak gitu?" Zean membalas pertanyaan Arlan dengan kedua bahu yang terangkat.

"Oh, iya! Jadi masalahnya si Naka gimana? Mau clear aja sampe disini?" Raiden mengalihkan topik.

"Clear gimana maksud lo?" Tanya Daplo.

"Ya, kita udah nyari dia kemanapun, tapi nggak pernah nemuin identitas lengkap sama orangnya. Mau cari kemana lagi?"

"Gue sih terserah Radion aja. Kalo lo masih penasaran sama orangnya, kita nggak bisa langsung clear-in masalah ini," seru Zean.

"Tapi mau cari kemana lagi, Ze?"

"Luar sekolah? Kita baru nyari di sekolah ini, kan?"

"Bisa aja. Tapi pasti bakal susah," gumam Arlan.

"Gue tau itu susah. Jadi, semua gue serahkan kepada kalian."

"Sialan lo!" Decak Arlan kepada Zean.

Radion tiba-tiba teringat akan Chlo yang pada waktu itu sempat mengejar si lelaki bermata hijau dengan supirnya.

Tetapi satu permasalahan yang Radion tidak tahu, apakah Chlo berhasil mengejarnya atau tidak?

Sebenarnya masalah ini bukanlah hal yang besar lagi bagi Radion. Alula juga baik-baik saja setelah kejadian itu. Hanya saja, Radion penasaran siapa orang itu dan apa tujuannya. Radion tidak ingin dilanda rasa penasaran lagi.

"Masalahnya belum clear. Kayaknya gue tau harus tanyain ke siapa." Setelah lama diam, akhirnya Radion membuka suara.

"Siapa?" Sontak semuanya bertanya.

"Ada lah pokoknya. Biar gue aja yang tanyain sendiri nanti."

"Serius? Butuh bantuan gue nggak?" Tawar Arlan.

"Kalo gue butuh, gue bakal minta tolong sama lo, Lan." Arlan menunjukkan jempolnya.

"Eh, tuh si Galen! Deketin siapa lagi tuh bocah?" Raiden memecah keheningan mereka. Menunjuk ke arah Galen yang tengah berada di meja Mora dan teman-temannya.

"Kenapa? Lo takut dia deketin Mora ya, Den?"

"Apaan sih lo?!" Desis Raiden ke arah Zean.

"Ngasih Alula coklat." Radion langsung menoleh ketika mendengar itu dari Daplo.

Ia melihat Alula tersenyum sambil menerima coklat dari Galen. Sedangkan teman-teman disekitarnya sibuk menggoda gadis itu.

Raiden terdiam. Melirik Radion sekilas, lalu kembali fokus kepada makanannya. Ia tahu bahwa Radion sedang menahan kesal.

Zean menepuk keningnya. Pura-pura tidak melihat. "Goblok banget lo, Len," gumamnya pelan.

"Hai guys! Jahat banget lo pada udah ninggalin gue makan." Galen menepuk pundak Radion dan Raiden secara bersamaan. Lelaki itu datang dengan senyuman lebarnya lalu duduk disebelah Zean.

"Lo mau makan apaan?"

"Nggak usah, Lan. Gue udah kenyang sama omelannya si Agara. Gila, tuh cowok omongannya kayak cewek banget dah." Galen mengusap keringatnya.

"Lo disuruh ganti rugi sapu?"

"Iya, katanya sama sekalian pel, kemoceng, pengki, sama lap buat kaca. Katanya gara-gara gue nunggak uang kas mulu."

"Makanya, rajin bayar kas. Kayak Arlan tuh, langsung dibayar buat setahun." Zean tertawa.

"Lo juga suka nunggak kan, Ze? Kok lo nggak diomelin kayak gue, sih?"

"Banyakan lo nunggaknya, Len. Minimal kalo suka nunggak kas, jangan bertingkah di kelas. Ini mah, lo bertingkah mulu. Kemarin matahin kaki bangku, sekarang sapu. Gimana nggak diomelin, Len?" Galen hanya cengengesan.

"Lo ngapain Len ke Alula tadi?" Pertanyaan Daplo sangat mewakilkan Radion yang sedari tadi diam saja. Berpura-pura tidak peduli, padahal ia penasaran.

"Oh, ngasih coklat. Lo pada mau? Tinggal tiga tapi," jawabnya santai.

"Abis dari mana lo?"

"Nggak dari mana-mana. Iseng aja beli coklat kemarin karena lagi buy 2 get 2." Semuanya terdiam. Saling tatap untuk beberapa detik, lalu semuanya menatap Radion secara bersamaan.

Galen yang tahu akan kondisi itu pun segera menjelaskan. "Jangan salah paham, Rad. Gue kasih coklat ke Alula sebagai ucapan terima kasih gue. Soalnya kemarin gue dikasih tau kisi-kisi ulangan sama dia."

"Nggak apa-apa." Raiden menatap Radion dengan ragu. Ragu akan balasan lelaki itu.

"Udah dapet kisi-kisi aja nilai lo masih remed, Len. Heran gue." Arlan geleng-geleng kepala.

"Yang penting kan udah usaha, Lan."

"Lo ngapain sih pake ngasih coklat ke Alula segala? Ngasihnya di depan kita-kita lagi. Di depan orang banyak." Setelah itu Zean berbisik pelan ke arah Galen.

"Gue nggak ada niatan apa-apa, serius. Bener-bener cuma mau berterima kasih sama dia. Kebetulan ketemu di kantin, ya udah sekalian aja. Daripada nanti nyari-nyari." Zean menghembuskan nafasnya pelan.

Ia sedikit khawatir dengan Radion. Akhir-akhir ini lelaki itu sedang sedih karena hubungannya dengan Alula sedang tidak baik-baik saja.

Sekarang Radion berangkat dan pulang sekolah sendiri, ke rooftop sekolah sendiri, kadang lelaki itu juga suka menghilang entah kemana. Kadang ditemukannya lelaki itu di ruang musik—sedang bermain gitar sendirian.

Dan barusan lelaki itu baru saja melihat Galen yang tengah memberikan Alula coklat. Harusnya Galen tidak melakukannya di depan Radion. Apalagi disituasi yang sedang seperti ini. Hal itu bisa menimbulkan salah paham.

Zean juga tidak mengerti maksud dari kata 'nggak apa-apa' yang keluar dari mulut Radion.

Radion membuang nafasnya pelan setelah membaca pesan dari Alula. Gadis itu menolak untuk bertemu dengannya. Padahal Radion ingin menjelaskan semuanya. Menjelaskan tentang Alice dan juga kesalahpahaman di antara mereka.

Lelaki itu menatap punggung Alula dari jauh. Gadis itu meletakkan ponselnya di atas meja lalu kembali mengobrol bersama teman-temannya.

"Kenapa?" Raiden yang menatap gerak-gerik Radion pun bertanya. Teman-temannya yang lain sedang sibuk bercanda.

Radion mengangkat kedua bahunya. Menunjukkan layar ponselnya supaya ia tidak perlu menjelaskannya lagi kepada Raiden.

Raiden menepuk pundak kawannya setelah membaca isi pesan tersebut. "Ya udah, nggak apa-apa. Pelan-pelan aja dulu, Rad, pasti nanti bisa kok ngomong sama dia."

Radion mengangguk sambil menatap Alula yang sudah berjalan meninggalkan kantin bersama teman-temannya. "Iya, Den."

****

"Siapa yang chat?" Alula tersadar akan pertanyaan Nara. Padahal ia pikir Nara sedang asik mengobrol dengan yang lainnya. Rupanya perempuan itu menyadari gerak-geriknya.

Seketika Mora, Archa, dan Kezia ikut menatap ke arahnya.

Alula menggeleng sambil meletakkan ponselnya. "Nggak ada, cuma ngecek HP aja."

"Abis ini langsung ke kelas, ya! Gerah banget, nggak tahan gue lama-lama di kantin yang sepanas ini." Kezia mengibas-ngibaskan tangannya.

"Yakin nggak mau lama-lama? Kan ada Arlan, tuh. Biasanya juga lo mau kalo ada Arlan."

Kezia melirik Arlan di meja Camelion. "Udah bosen ngeliatin terus. Capek juga, nggak ada kemajuan dari kemarin. Pura-pura reply story dia juga cuma di read doang."

"Yang sabar ya, Kez. Emang rada susah ngedeketin cowok berduit kayak Arlan begitu."

"Iya, Mor, sabar juga ya deketin Raiden. Susah juga sih deketin cowok pemarah sama emosian kayak Raiden." Mora mendengus mendengar balasan Kezia.

"Jadi sekarang sama Galen, nih?" Archa mengalihkan pembicaraan sambil menatap coklat pemberian Galen yang ada di atas meja.

Alula menggeser piring makannya, lalu mengambil coklat tersebut. "Kalian mau?"

"Buat lo aja, kan itu Galen yang kasih buat lo."

"Lo sekarang beneran sama Galen?" Tanya Kezia sambil memutar-mutar ujung rambutnya.

"Nggak, kok. Dia cuma mau bilang makasih aja, makanya kasih aku coklat. Nggak ada apa-apa lagi."

"Masa? Nggak yakin gue. Makasih buat apa coba?" Tanya Nara curiga. Bagaimana tidak? Galen kan playboy seantero SMA Gardapati. Semua perempuan harus berhati-hati dengan tingkahnya.

"Ada lah pokoknya."

"Tuh kan lo nggak mau kasih tau. Pasti ada apa-apa nih sama Galen," tunjuk Mora.

"Mor, jangan berisik! Aku beneran nggak ada apa-apa." Alula menenangkan Mora yang tiba-tiba berisik.

"Lagian nggak apa-apa kali kalo lo sama Galen. Galen tuh sebenernya nggak banyak ceweknya, cuma dia suka sok-sok an aja ngegombalin semua cewek. Daripada sama cowok yang masih mikirin mantannya, kan?" Perkataan Nara berhasil menyindir Radion.

"Iya, di depan lo sih manis, perhatian, tapi di belakang, semuanya bohong tau nggak?"

"Gue sih ogah sama cowok kayak gitu. Mending Arlan yang ketauan nolak gue mentah-mentah." Kezia menambahkan.

"Aku beneran nggak ada apa-apa, kok."

"Percaya buat hari ini. Tapi kalo besok ada apa-apa sama Galen lagi, lo bakal kita interogasi." Alula tertawa pelan.

"Eh, guys, balik sekolah makan dessert, yuk! Gue lagi kepengen banget cake yang ada es krimnya itu," ajak Kezia.

"Apa lagi sih mau lo, Kez? Dari kemarin ngajak main mulu perasaan. Gue ada bimbel balik sekolah nanti," jawab Mora.

"Tumben Mor ikut bimbel. Biasanya lo bolos mulu."

"Kapok deh kemarin abis ketauan sama nyokap gue. Itu semua gara-gara Raiden yang bilang ke nyokap kalo misalnya dia ketemu gue lagi ngopi di starbucks."

"Cie!" Yang lainnya tertawa.

"Aku juga nggak bisa sih pulang sekolah ini. Harus ke rumahnya Chlo."

"Wait-wait, ke rumah Chlo? Ngapain lo?" Tanya Kezia.

"Bukan apa-apa kok, guys. Kemarin kan aku ketemu sama orangtuanya. Aku kenalan juga. Terus orangtuanya minta bantuan aku buat ngajarin Chlo belajar." Semuanya terdiam. Menatap Alula dengan tatapan anehnya.

"Aku cuma mau bantuin dia, terutama orangtuanya. Nggak salah kan ngebantu temen?"

Nara menepuk dahinya. "Temen? Orang modelan kayak Chlo lo bilang temen? Gila lo, ya? Kalo gue sih najis anggep dia temen."

Sudah Alula duga teman-temannya pasti akan protes dan tidak terima.

"Ngapain sih lo bantuin? Biarin aja kali. Dia udah jahat sama lo, Alula. Kalo nanti di rumahnya lo diapa-apain gimana?"

"Nggak bakal, kok. Aku yakin orangtuanya baik."

"Lo tau nggak sih kalo Chlo itu temen SMP gue? Pasti bokap nyokapnya nyuruh lo ngajarin dia buat bikin nilai dia naik lagi, kan?" Alula mengangguk pelan.

"Lo nggak perlu ngelakuin itu. Orangtuanya keras, nilainya turun sedikit aja dia udah nggak dibolehin main musik. Biar dia ngerasain tuh karmanya!"

Alula kembali tersenyum sambil geleng-geleng kepala. "Nggak apa-apa, aku cuma mau bantu aja. Aku janji, kalo ada apa-apa aku bakal bilang kalian."

"Terserah lo deh."

"Kalian udah selesai kan makannya? Gimana kalo balik ke kelas?!" Alula mengajak teman-temannya.

"Udahan, sih. Yuk, gue juga mau ngadem di kelas!" Mora beranjak dari duduknya disusul dengan yang lainnya.

****

"Frans, i need your help!" Alice berbicara dengan seseorang lewat telepon.

Perempuan cantik yang hari ini memakai dress selutut tengah menikmati secangkir teh dengan kue manis di teras rumahnya yang menghadap langsung ke arah danau disertai bunga warna-warni yang hidup disekitarnya.

Ia tersenyum tipis sambil menghirup udara segar disekitarnya. Pemandangan dihadapannya benar-benar sangat indah.

"Nggak, nggak perlu dateng ke sini, kok."

"I just wanna ask, Radion tuh biasanya pulang sekolah jam berapa, ya?"

Setelah mendengar jawaban dari seberang, Alice mengangguk-anggukkan kepalanya. "Okay, sekitar jam empat, ya?"

"Biasanya abis pulang sekolah dia suka kemana? Maybe tempat nongkrong dia sama temen-temennya?"

"Markas Camelion," gumam Alice.

"Bisa bantu cari markasnya ada di mana?"

"No, no, i don't need it right now. Tapi sore ini harus udah ada bisa, kan?"

****

"Lo beneran langsung cabut? Kita berdua mau beli makeup, loh." Ruby memastikan kepada Chlo.

Mereka bertiga—dengan Chessy sedang berdiri di depan gerbang sekolah menunggu jemputan Chlo datang.

Chlo harus langsung pulang ke rumah dan belajar, sedangkan Chessy dan Ruby ingin jalan-jalan ke Mall untuk membeli perlengkapan makeup baru.

"Iya, gue langsung cabut. Kalo gue ikut kalian berdua, bisa abis gue. Udah, lo berdua aja sana!"

"Satu jam aja nggak boleh apa? Buat istirahatin pikiran lo dari materi-materi bejibun tadi."

"Lo mau tanggung jawab kalo gue disamperin pas kita lagi belanja makeup?" Chessy dan Ruby sama-sama menggelengkan kepalanya.

"Udah, lo berdua tenang aja. Mulai sekarang gue mau fokus dulu biar ga diomelin bokap nyokap. Kalo masalahnya udah kelar, gue bebas mau ngelakuin apa aja sama kalian."

"Okay, semangat belajar!" Chessy dan Ruby mengangguk pasrah.

"Chlo, kita mau langsung ke rumah kamu hari ini?" Ketiganya sama-sama menoleh ke belakang. Terkejut dengan kehadiran Alula yang tiba-tiba saja muncul di tengah-tengah mereka.

Chlo melirik gadis itu sinis. "Jangan bilang lo pergi ke rumah gue naik mobil gue?"

"Non, Chlo! Kata Nyonya, Non Chlo nanti ajak temennya yang mau belajar bareng di rumah. Katanya disuruh bareng aja naik mobil." Suara supir Chlo menginterupsi mereka.

Chlo membuang nafasnya kasar. Menatap Alula yang masih berada di posisinya dengan tatapan tajam. "Seneng kan lo berasa di spesialin banget sama bokap nyokap gue? Lo nggak pernah kan sebelumnya naik mobil kayak gini?"

Alula hanya mengangguk singkat. Tidak mengeluarkan sepatah kata pun lagi.

"Good luck for you, Chlo. Gue nggak yakin deh si cupu ini bisa ngajarin lo belajar. Palingan juga cuma sok pinter," sinis Ruby.

"Jangan macem-macem ya di rumah Chlo! Gue cuma takut lo nyuri aja, sih. Lo kan nggak punya apa-apa." Chessy mengusap pelan pundak Alula.

Chlo dan Ruby tertawa. "Kalo mau sesuatu lo bisa bilang. Gue mampu kok beliin lo dua kali lipat."

Alula mendongak, menatap Chlo yang tengah berkacak pinggang sambil meledekinya. Gadis itu mengepalkan tangannya dengan kuat.

Ia lalu menepis tangan Chessy yang berada di bahunya dengan kasar. "Wow, Chill, Alula."

"Aku bukan pencuri. Lagian juga aku nggak butuh apa-apa dari kalian."

"Whatever!" Chlo memutar bola matanya malas. Berpamitan kepada kedua temannya lalu memasuki mobilnya disusul dengan Alula.

"Lo bisa geseran? Nggak usah deket-deket gue." Chlo mengibas-ngibaskan tangannya setelah mobilnya mulai melaju. Menyuruh Alula untuk duduk sedikit menjauh darinya.

Alula pun menggeser duduknya sampai ke pinggir jendela. Memutuskan untuk diam sambil menatap pemandangan jalanan dari jendela mobil.

"Kenapa sih lo nggak di bagasi aja? Ribet banget." Samar-samar Alula mendengar gumaman yang keluar dari mulut Chlo.

****

"Menurut lo gimana caranya biar Pak Arthur nggak curiga lagi ke anak-anak Camelion?"

Sore ini Radion mengadakan rapat di markas Camelion. Semua anggota Camelion datang memenuhi area markas. Membicarakan perihal Camelion yang akhir-akhir ini selalu sensitif di telinga kepala sekolah dan guru-guru mereka.

"Kalian ada saran biar guru-guru di sekolah nggak curiga lagi sama kita? Biar mereka nggak nganggep kita biang keroknya lagi?" Radion berdiri, menatap anggota-anggotanya.

Arlan menunjuk tangannya.

"Kita bantuin kerja buat acara sekolah yang katanya sebulan lagi."

"Acara apa?" Tanya Radion.

"Gue juga masih nggak tau, sih. Denger-denger nanti bakal ada acara malem kumpul-kumpul gitu seangkatan kita."

Radion mengangguk-anggukkan kepalanya. "Ada lagi yang mau kasih saran?"

Kali ini Galen yang angkat tangan. "Tumben lo angkat jari. Biasanya diem aja," bisik Zean.

"Gue menyarankan kalo kita bagi-bagi makanan ke guru-guru. Pasti mereka seneng kalo di kasih sesuatu. Apalagi sesuatunya itu sangat bermanfaat."

"Bermanfaat buat perut," kekehnya.

Radion membuang nafasnya pelan. Yang lainnya pun langsung menyoraki Galen karena sarannya yang ngawur tersebut.

"Kenapa pada nyorakin gue? Salah gue? Ya kan itung-itung buat pahala juga. Lo pada nggak mau nilainya di tambahin? Pada jelek-jelek kan nilai ulangan lo? Ngaku aja, tau gue." Galen tidak terima.

"Itu mah namanya lo nyogok guru, Len." Raiden geleng-geleng kepala.

"Ya jangan bilang ke gurunya kalo kita mau nyogok. Langsung kasih aja. Ujung-ujungnya juga dimakan sama mereka."

"Mending lo diem deh, Len!" Zean menyikutnya.

"Permisi!" Suara pintu diketuk membuat semuanya menoleh.

Radion serta anggota inti Camelion terbelalak kaget melihat siapa yang ada di ambang pintu markas Camelion.

Sedangkan anggota yang lain mulai berbisik-bisik dan berubah menjadi rusuh. Membicarakan orang tersebut yang berhasil menjadi satu-satunya perempuan disini.

Radion memicingkan matanya. Menghampiri perempuan berkacamata hitam itu. "Lo ngapain disini?"

Alice membuka kacamatanya santai. Melambaikan tangannya singkat ke teman-teman Radion dan anggota yang lain. "Mau nyusulin kamu, Ion."

Radion mendesis. Menarik Alice keluar dari markas. "Lo ngapain disini?"

"Nanya lagi? Kan aku udah jawab kalo mau ketemu kamu."

Perempuan itu lalu menatap ke sekitar markas. "Oh, jadi ini markas geng kamu? Tadi itu anggota-anggota kamu?"

"Keren juga ya kamu sekarang, udah jadi ketua geng motor. Yang suka ada di film sama di novel-novel itu. Scary."

Radion mencoba mengontrol emosinya. "Orang bayaran lo gila apa gimana? Mau aja disuruh-suruh sama lo begini."

"Frans? He's not crazy kali. Dia mau ngelakuin ini karena aku kasih dia uang. Aku punya banyak uang buat dia."

"Boleh duduk? Capek—" Radion menarik tangan perempuan itu. Tidak mengizinkannya untuk duduk di salah satu bangku yang ada di teras markas.

"Galak ya kamu sekarang."

"Lo mau ngikutin gue sampe kapan, sih? Apa lagi yang mau lo tau?!"

"Nggak ada, sih. Cuma pengen bikin kamu suka lagi sama aku. Aku yakin kalo di dalem hati kecil kamu, kamu itu masih sayang sama aku."

Radion mengusap wajahnya kasar. "Gue harus ngomong berapa kali sih biar lo ngerti? Gue udah nggak sayang sama lo. Kita udah nggak ada apa-apa."

"Rad!" Suara Raiden menghentikan pembicaraan mereka.

Lelaki berjaket Camelion itu keluar dari markas—menghampiri Radion dan Alice.

Ia tersenyum singkat. "Suara lo kedengeran sampe dalem. Mending kalo mau ngobrol jangan di sini, takut yang lain denger."

"Lo bisa pergi nggak? Gue ada urusan yang lebih penting dari pada ngurusin lo." Radion kembali menatap Alice.

"Okay. Oh btw, nice too meet you, Raiden." Alice menatap Radion sekali lagi sebelum perempuan itu pergi dari markas Camelion.

Raiden menatap mobil Alice sampai menghilang dari pandangannya. Setelahnya lelaki itu menoleh ke arah Radion. "Kok mantan lo bisa tau nama gue?"

****

Siapa yang kangen akuu!!

I'm really sorry buat kalian semua yang nungguin kepastian aku, nungguin update an aku, dan nungguin lanjutan cerita Radion & Alula🙏

Thank you juga buat kalian yang udah sabar nunggu, dan selalu comment di akhir chapter buat aku update hehe. Semoga kalian nggak lupa ya sama alur ceritanya. Aku juga lagi usaha buat kaya dulu lagi, update sesuai jadwal seminggu sekali dan sebagainya😿

Cuma karena waktunya lagi padet banget sama urusan sekolah, belum lagi kegiatan-kegiatan di sekolah yang bikin aku capek banget dan selalu nggak jadi buat lanjutin cerita ini🤧

But I'm promise, aku bakal nulis cerita ini sampe ending dan nggak akan ninggalin cerita ini di tengah jalan✌️

Jangan lupa vote, spam comment, sama support nya yaa buat aku😻💐 Karena kalo nggak di support ga yakin bakal semangat nulis🥲

Don't forget to check👇 :
Instagram : @cindeyaur
Tiktok : @cramelgurl

Once again, thank you all yang udah vote, comment, dan nungguin aku update. Hope y'all enjoy my story, dan tetep jadi pembaca setia aku yaa🖤😘

Radion Geraldo.

Raiden Gautama.

Kalo ga dapet Radion, dapet temennya juga aku mau kok😝🤭

Spam comment for next chapter!

With love, Cindyy<3

Continue Reading

You'll Also Like

875K 86.5K 48
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...
1.3M 58.4K 42
Menjadi istri antagonis tidaklah buruk bukan? Namun apa jadinya jika ternyata tubuh yang ia tepati adalah seorang perusak hubungan rumah tangga sese...
3.8M 303K 50
AGASKAR-ZEYA AFTER MARRIED [[teen romance rate 18+] ASKARAZEY •••••••••••• "Walaupun status kita nggak diungkap secara terang-terangan, tetep aja gue...
2.4M 141K 42
Kanaya Tabitha, tiba tiba terbangun di tubuh seorang figuran di novel yang pernah ia baca, Kanaya Alandra Calash figuran dingin yang irit bicara dan...