RADION

By cindeyaur

66.5K 6K 1.8K

"Gue sekarang udah jadi ketua di sini, mau gimana pun, lo harus patuh sama gue." -Radion Geraldo. **** Radion... More

PROLOG
RADION || 01
RADION || 02
RADION || 03
RADION || 04
RADION || 05
RADION || 06
RADION || 07
RADION || 08
RADION || 09
RADION || 10
RADION || 11
RADION || 12
RADION || 13
RADION || 14
RADION || 15
RADION || 16
RADION || 17
RADION || 18
RADION || 19
RADION || 20
RADION || 21
RADION || 22
RADION || 23
RADION || 24
RADION || 25
RADION || 26
RADION || 27
RADION || 28
RADION || 29
RADION || 30
RADION || 31
RADION || 32
RADION || 33
RADION || 34
RADION || 35
RADION || 36
RADION || 38
RADION || 39
RADION || 40
RADION || 41
RADION || 42
RADION || 43
RADION || 44
RADION || 45
RADION || 46
RADION || 47
RADION || 48
RADION || 49
RADION || 50
RADION || 51
RADION || 52
RADION || 53
RADION || 54
RADION || 55
RADION || 56
RADION || 57

RADION || 37

685 62 4
By cindeyaur

02.00

"Archa, gue sayang banget sama lo. Lo selalu care sama gue, itu yang ngebuat gue makin cinta kalau lagi deket sama lo." Zean berjalan sempoyongan dibantu Arlan dan Radion yang memapahnya.

Lelaki itu sedari tadi hanya meracau tidak jelas akibat dirinya yang terlalu mabuk.

"Nara, gue juga sayang banget sama lo. Lo galak, gue kadang takut sama lo. Tapi gue suka sifat galak lo. Lo tetep cantik walaupun galak, Ra."

"Huek. Muak banget gue dari tadi dengerin si Zean bahas Archa Nara. Kenapa nggak langsung tidur aja sih dia?" Galen yang berjalan di paling belakang—tanpa membantu apa-apa pun menutup telinganya.

"Lo bisa bantuin dikit nggak sih, Len? Kenapa setiap ada sesuatu selalu gue yang bopong?" Arlan mendengus.

"Ya mana gue tahu. Lagian lo sukarela banget. Gue bilang juga apa, pasti tuh bocah tumbang. Biarin aja, besok dia harus cium kaki gue."

"Lo pada mau bawa gue ke mana, hah?" Zean mendongak. Menatap Radion dan Arlan dengan mata yang sedikit lagi terpejam.

"Ya pulang, lah. Ke rumah lo."

"Oh, bukannya ke rumahnya Archa sama Nara, ya? Gue belum kenal orang tuanya, mau kenalan."

"Stress." Galen geleng-geleng kepala.

"Lo balik sama gue. Gue anterin ke rumah lo," jawab Arlan.

"Jangan! Nanti nyokap gue marah gimana? Lo mau babak belur? Anterin ke rumah Archa Nara aja, biar gue bisa ketemuan sama orang tuanya."

"Yang ada lo yang digebukin kalau malem-malem ke rumah mereka." Kali ini Radion yang berujar.

"Nggak apa-apa, gue rela kok—" belum sempat menyelesaikan ucapannya, mata lelaki itu sudah sepenuhnya terpejam. Tubuhnya melemas dengan kepala yang terjatuh tepat di atas pundak Radion.

"Akhirnya lo berhenti ngoceh, Ze. Gue mau pulang, mau tidur nyenyak." Galen berjalan menuju motor Zean yang terparkir tepat di sebelah motor Daplo.

Karena Zean akan dibawa pulang oleh Arlan—karena tidak memungkinkan untuk dibawa naik motor, maka Galen memutuskan untuk pulang menggunakan motor Zean.

"Lo nggak akan bisa tidur nyenyak. Tiga jam lagi juga lo harus bangun. Prepare ke sekolah." Daplo melirik Galen.

"Lo beneran mau bawa Zean ke rumahnya? Nggak ke rumah lo aja, Lan?" Tanya Radion. Lelaki itu membantu Zean masuk ke dalam jok belakang mobil Arlan.

Arlan menutup pintu belakang mobilnya. "Ya udah, gue bawa ke rumah aja. Dari pada gue bawa balik, terus malah jadi nggak beres."

"Titip, ya!" Radion berjalan ke depan mobil disusul Arlan.

"Santai, dia kan temen gue juga. Walaupun beban sedikit." Radion tertawa.

"Rad, pulang nggak lo?!" Dari parkiran motor, Raiden berteriak. Lelaki itu sudah duduk di atas motornya—tinggal menyalakan mesin motornya lalu pergi dari sana.

Sedangkan Daplo dan Galen baru bersiap-bersiap naik ke atas motornya masing-masing.

"Gue cabut, Lan!" Radion berpamitan kepada Arlan.

"Hati-hati lo pada!"

"Thanks for malem ini ya, Bray!" Setelah berteriak, Galen langsung menancapkan gas motornya.

****

"Mana janji lo kemarin? Sini cium kaki gue!" Galen sudah menunggu Zean di kantin bersama teman-temannya.

Zean menyusul karena pagi ini ia mendapat banyak sekali masalah. Lelaki itu duduk di bangku yang masih kosong.

"Lo bisa diem dulu nggak sih, Len? Lo nggak tahu gue lagi apes hari ini? Gue di hukum gara-gara nggak bawa buku mata pelajaran hari ini. Gue telat dan Arlan nggak mau bangunin gue, padahal kita udah satu atap! Terakhir, nyokap gue nyangkanya gue bolos sekolah. Untung dia langsung percaya pas Bu Grizele ngirimin foto gue lagi dihukum berdiri di depan kelas." Zean memijat keningnya.

"Enak aja, gue udah bangunin lo berkali-kali ya, Ze! Tapi emang dasarnya lo masih dalam pengaruh alkohol, makanya nggak bangun-bangun."

Zean meletakkan jari telunjuknya tepat di depan mulut Arlan. "Diem, Lan! Jangan nambah beban gue."

"Kita semua belum pesen makanan nih gara-gara nungguin lo. Kan perjanjiannya kemarin, siapa yang mabuk duluan, dia yang jadi babu buat sehari ini. Cepetan Ze pesenin kita makanan!" Suruh Galen.

"Oh, iya! Jangan lupa janji semalem buat traktir gue karena lo kalah main basket. Gimana, sih? Katanya masuk club basket Jaksel, tapi kok masih kalah sama gue?"

"Berisik lo!" Zean beranjak dari bangkunya.

"Lo pada mau pesen apaan?"

"Nih, udah di tulis di note! Lo tinggal pesenin aja. Oh, iya! Duitnya pakai duit lo dulu, ya? Biar nggak ribet. Nanti di ganti, kok." Zean menerima sebuah kertas kecil yang isinya pesanan teman-temannya.

Lelaki itu mendengus pelan. "Baik, Tuan. Di tunggu ya pesanannya!"

"Eits, sebentar!" Galen menarik ujung seragam Zean.

"Apa lagi, Tuan Galen?"

"Sebelum pesen makanan, cium kaki gue dulu." Zean melirik kaki Galen yang masih berada di dalam sepatunya.

Ia meneguk ludahnya sendiri. Menyesal telah membuat perjanjian bodoh dengan Galen kemarin. Ternyata, ia yang kalah.

"Itu kan perjanjian nggak serius, Len. Lo lupa? Gue lebih tua dari lo. Dosa tau. Nggak sopan banget lo."

"Ya elah cuma lebih tua beberapa bulan aja. Lagian kemarin kan lo udah janji. Cuma cium kaki gue, kayaknya lo ogah banget." Kali ini Galen sudah melepas sepatu dan kaos kakinya.

Tidak bisa Zean bayangkan sebau apa kaki Galen. Ya walaupun lelaki itu belum pernah menciumnya.

"Emang ogah. Kalau kaki lo bekas injek tai gimana?"

"Ya itu derita lo berati."

"Bangsat," desis Zean.

"Udah lah, Len, buang-buang waktu aja. Gue udah laper," imbuh Raiden yang sedari tadi hanya mendengarkan percakapan tidak penting antara Zean dan Galen. Begitupun Radion, Arlan, dan Daplo.

"Zean udah janji mau nyium kaki gue kalau dia mabuk kemarin."

"Ya udah, cepetan," potong Raiden.

"Nih, cepetan cium!" Galen menyiapkan ponselnya untuk merekam, lalu kakinya ia sodorkan ke arah Zean.

Zean menutup hidungnya sendiri dengan wajah nelangsa. Perlahan lelaki itu berjongkok—tepat di depan telapak kaki Galen.

"Cium, cium, cium!" Apa yang tengah mereka lakukan mengundang simpati pengunjung kantin. Semua pasang mata mendadak tertuju ke arah meja Camelion. Terutama ke arah Zean.

Hal tersebut membuat Galen semakin kegirangan sendiri. Sedari tadi ia tak bisa berhenti menahan tawanya. Mengerjai Zean adalah hobinya.

Cup!

Semua yang menyaksikan itu pun langsung menunjukkan wajah jijiknya. Ada pula yang ikut tertawa puas—sama seperti Galen saat ini.

Radion, Raiden, Arlan, dan Daplo yang ikut menyaksikan itu hanya bisa geleng-geleng kepala.

"Gila, kaki lo abis di bawa jalan ke mana, sih? Asem banget baunya." Zean menjauhkan diri dari Galen.

"Yang penting kan nggak bau tai, Ze," kekehnya.

"Kayaknya gue lebih mabukan nyium kaki lo deh, Len, dari pada mabuk gara-gara minum."

"Gue udah dapet vidio lo nyium kaki gue. Kalau gue send ke grup angkatan gimana, ya?"

"Nggak usah aneh-aneh deh, Len. Tar gue nggak traktir makanan lo." Zean merampas ponsel Galen lalu menghapus vidio tersebut sampai benar-benar hilang dari ponselnya.

"Yah, Ze, kenapa di apus, sih? Gue kan cuma bercanda. Vidionya cuma buat lucu-lucuan aja."

"Lucu-lucuan juga nanti viral di twitter SMA Gardapati." Zean berdecak.

"Udah cukup nama gue di sekolah ini tercemar. Gue udah nggak di cap cowok cool lagi sekarang."

"Mauan banget lo di cap cowok cool."

"Zean muka lo kenapa? Kok kayak orang nahan muntah gitu?" Kebetulan saat itu Nara melewati meja Camelion.

Mereka sudah menyelesaikan aksi makannya dan ingin kembali ke kelas. Tetapi perhatian Nara tertuju ke arah Zean yang sedari tadi tengah bercekcok keras dengan Galen.

Sontak Zean langsung membalikkan tubuhnya. Iris mata lelaki itu justru beradu dengan iris mata Archa. Padahal jelas-jelas yang ada di hadapannya sekarang adalah Nara. Archa hanya berdiri di belakang bersama Alula.

"Nggak, gue nggak apa-apa." Zean langsung mengubah nada suaranya. Tak lupa merapihkan rambut kesayangannya dan juga seragamnya yang sedikit berantakan.

"Cha, maaf ya chat terakhir baru gue cek tadi. Soalnya gue abis di hukum sama Bu Grizele."

Zean itu jika di depan Archa benar-benar berbeda dengan di depan teman-temannya juga orang lain. Satu sekolah sudah hampir tahu bagaimana sifat Zean yang sebelas dua belas dengan Galen. Tidak bisa diam, bandel, dan juga iseng.

Tetapi jika di depan Archa, beda lagi sifatnya. Mungkin sifat bandel dan jahilnya masih ada. Dan jangan lupakan juga sifat Zean yang suka gombalin Archa. Selain itu ia juga sok ganteng di depan Archa, kadang bisa terlihat manis dan kalem.

"Nggak apa-apa, Ze. Lo nggak capek ya emang di hukum terus?"

"Udah makanan gue sehari-sehari, Cha. Lo udah makan belum?"

Archa mengangguk. "Udah, kok."

"Giliran Archa aja, ditanyain udah makan atau belum, dibeliin makanan. Giliran sama yang lain nggak, tuh. Pelit banget lo, Ze!" Nara meletakkan kedua tangannya di atas dada.

"Ya iya, lah. Emangnya yang lain siapa gue tanyain udah makan atau belum? Lo mau gue tanyain udah makan atau belum, Ra?" Zean bersandar di meja kantin.

"Nggak! Ngapain juga?"

"Kirain. Kalau lo belum makan sih, biarin aja. Biar lo koit terus tenang duluan Ra di alam sana. Nggak ada yang suka ngomel-ngomel lagi di sini."

"Sialan lo! Lo pikir lo siapa, Ze?!" Nara memukul keras kepala lelaki itu.

"Gue? Cowok ganteng di sekolah ini."

"Najis." Nara membuang mukanya.

"Berantem mulu lo berdua. Lama-lama gue jodohin tau rasa," celetuk Galen.

"Ogah!"

Zean mengernyit menatap Nara. "Gue juga ogah, Ra. Lo bisa nggak sih bener sedikit kayak temen-temen lo? Kayak Archa misalnya."

"Cha, coba temen lo jinakin. Kayaknya obatnya habis." Zean menoyor kepala Nara pelan yang langsung ditepis gadis itu.

"Nggak usah pegang-pegang!"

"Udah, lah. Kalau terus ngurusin lo, gue sama temen-temen gue nggak bakal makan, Ra." Zean kembali teringat tujuan awalnya, yaitu memesankan makan untuk teman-temannya.

Lelaki itu berpamitan kepada Archa sebelum dirinya pergi menuju satu per satu pedagang untuk memesankan menu makanan teman-temannya yang beragam.

"Arlan!" Kezia berbisik memanggil lelaki yang tengah sibuk memasang dasi sekolahnya.

"Arlan!" Panggilnya untuk kedua kalinya.

"Kez, ayo! Ngapain sih lo manggil-manggil Arlan? Gue nggak mau lama-lama di sini. Ayo, ah!" Mora menarik lengan Kezia, menyuruhnya untuk cepat-cepat pergi dari hadapan lima inti Camelion.

"Terus ini permen gimana? Ini kan bagian dari rencana gue sama Nara. Harus gue kasih ke Arlan, lah."

"Please, Kez!"

"Sini, gue kasihin! Dia lagi sibuk kayaknya." Daplo yang duduk tak jauh dari tempat Kezia berdiri pun menawarkan.

Sedari tadi lelaki itu bisa mendengar jelas percakapan antara Mora dan Kezia.

"S–serius?" Daplo mengangguk sambil mengulurkan tangannya.

Dengan buru-buru, Kezia memberikan satu buah permen kepada Daplo. Iya, hanya satu buah permen untuk Arlan kepada Daplo.

"Thanks, ya!"

"Ayo!" Detik itu juga, Mora langsung menggiring Kezia untuk pergi dari sana, diikuti dengan Alula, Archa, dan Nara.

Budeg banget sih lo. Emang nggak denger atau pura-pura nggak denger, sih?

Sebelum mengikuti langkah kaki teman-temannya, Alula kembali melirik ke belakang.

Rupanya saat itu Radion tengah menatapnya. Senyumannya terukir, memberikan senyuman manis untuk Alula.

Tak beberapa lama, kedua sudut bibir Alula terangkat. Membalas senyuman Radion.

****

"Gue denger lo mengundurkan diri dari ekskul musik?" Mora mengambil duduk di sebelah Alula setelah mereka sampai di kelas.

"Iya, Mor." Alula tertawa kecil.

"Kenapa? Bukannya lo suka banget main musik? Kenapa keluar?" Nara ikut ke dalam pembicaraan mereka.

"Aku mau fokus belajar. Lagian juga aku bisa main musik di rumah."

Mora memicingkan matanya. Merasa curiga. "Yakin? Bukan gara-gara Chlo sama temen-temennya, kan?"

"Ya nggak lah, Mor. Mereka nggak pernah gangguin aku pas ekskul, kok."

"Gue juga nggak percaya, kalau lo keluar ekskul gara-gara kemauan lo sendiri. Pasti ini gara-gara Chlo, kan? Dia ngomong apa sama lo sampai ngeluarin lo dari ekskul musik gitu?"

"Nggak, Nara. Aku emang mau keluar sendiri, bukan karena Chlo ngeluarin aku."

Nara berdecak. "Pasti lo kena tekanan kan ketemu mereka selama hampir tiga tahun di ekskul musik?"

Alula hanya mengulum senyumnya. Memutuskan untuk mengeluarkan buku novel yang ia bawa, lalu membacanya. Sebenarnya iris matanya hanya menari-nari di atas tulisan-tulisan itu tanpa membacanya sama sekali.

"Emang tuh anak nggak pernah berhenti bikin masalah, ya? Mau deket sama Radion aja sampai segitunya." Mora geleng-geleng kepala.

"Lo keluar dari ekskul musik emang pilihan yang bener. Lagian juga tuh ekskul paling nggak jelas di sekolah. Lo lihat aja sendiri ketuanya. Pantes aja dulu Pak Arthur sempet lupa sama ekskul musik."

"Tapi, yang nggak bakal bisa gue biarin itu tingkah lakunya si Chlo sama lo. Pasti dia sering banget gangguin lo di sana. Bikin lo malu, ngancem-ngancem lo. Iya, kan? Pokoknya lihat aja nanti dia sama gue!" Lanjut Nara lagi sambil mengepalkan tangannya kesal.

Alula kembali tertawa. Gadis itu menutup bukunya, lalu menepuk pundak Nara pelan. "Nggak usah, Nara. Dia udah nggak berani gangguin aku lagi, kok."

"Masa? Nggak mungkin dia berhenti gangguin lo. Ya kecuali kalau dia bener-bener bisa dapetin Radion."

"Kalau dia bisa dapetin Radion, bagus, dong? Usaha dia nggak sia-sia."

"Ya nggak bisa gitu, lah. Radion kan punya lo." Mora menyambar.

"Apa lo itu sebenernya nggak tau kalau Radion itu suka sama lo?" Nara berbisik.

"Wah, Ra! Parah sih kalau Alula nggak tahu. Jelas-jelas dari kemarin tuh Radion nunjukkin kalau dia suka sama Alula. Harusnya lo nyadar dong, Alula. Harusnya si Chlo juga nyadar kalau Radion nggak bakal suka sama cewek setan kayak dia." Mora meledak kala itu juga, membuat beberapa orang di dalam kelas menoleh ke arah mereka.

Yang suka Radion duluan itu aku. Pas pertama kali dia nolongin aku di koridor, aku langsung suka sama dia.

"SHIT! NARA, GUE SALAH KASIH PERMEN BUAT ARLAN!" Suara cempreng itu memenuhi ruangan kelas mereka. Tepatnya dari arah Kezia.

"Oh God! Gimana ini? Bego banget gue. Ini gara-gara tadi tuh buru-buru, makanya gue salah kasih permen ke Daplo." Kezia menepuk-nepuk kepalanya sendiri.

Alula, Mora, dan Nara yang berada di meja sebelah pun sontak melayangkan tatapannya ke arah Kezia. Archa yang sedang berada di papan tulis kelas pun juga langsung berjalan menghampiri tempat Kezia.

"Kenapa, sih?" Manik mata Nara melihat wajah Kezia yang tengah sumringah. Di tangannya terdapat satu bungkus permen dengan tulisan 'i love you crush' di belakang kemasannya.

"Lo lihat ini! Sesuai rencana kita, harusnya gue kasih permen dengan tulisan ini ke Arlan." Kezia menunjukkan permen tersebut tepat di depan wajah Nara.

"Hah?! Lo serius salah kasih?" Wajah Nara berubah panik.

"Ya iya, Ra. Lo lihat sendiri nih yang tulisan i love you crush nya ada di gue."

"Berati yang tulisannya itu ada di Arlan, dong?" Kezia mengangguk pasrah.

"Aduh, Kez!" Nara menepuk dahinya sendiri. Memutuskan untuk duduk kembali ke bangkunya dan tidak memedulikan Kezia yang masih ribut.

****

"Gimana, Lan?" Tanya Radion setelah Arlan duduk di kursinya.

"Gimana apanya, Rad?"

"Yang kemarin gue bilang. Si Naka."

"Aneh, Rad. Gue tanyain ke setiap kelas, setiap angkatan, dan cek data-data semua siswa di sini, tapi semuanya sama. Nggak ada murid yang namanya Naka di sini," jelas Arlan.

"Bahkan gue tanya guru-guru, mereka sama sekali nggak tau Naka itu siapa."

Dahi lelaki itu berkerut. Heran. "Nggak ada? Jelas-jelas kemarin dia pakai seragam sekolah kita."

Zean yang mendengar itu pun ikut mengernyit. Menghampiri meja Radion dan Arlan yang berdekatan. "Mungkin nama terkenalnya di sekolah ini bukan Naka. Mungkin dia punya nama depan. Mungkin Naka cuma nama panggilan atau nama tengah dia doang."

"Lo coba cek sendiri deh, Ze! Lo aja nggak mau bantuin gue. Gue diem-diem masuk ke ruang kepala sekolah buat cek semua data murid, tapi nggak ada yang namanya Naka di sini."

"Lo nggak punya fotonya ya, Rad?" Tanya Raiden.

"Nggak. Itu pertama kalinya juga gue lihat dia."

"Mungkin kalau ada fotonya jadi lebih gampang nyarinya. Tapi kita aja nggak punya fotonya. Gue juga nggak tahu pasti kan ciri-ciri tuh cowok gimana."

"Matanya hijau, mungkin karena blasteran. Nggak ada yang matanya hijau di sini. Masa gue mau pelototin satu-satu." Zean dan Galen sontak tertawa.

"Nanti langsung pada ngira lo gila kalau begitu caranya, Lan."

Radion membuang nafasnya pelan. Lelaki itu lalu kembali melanjutkan aksi menulis tugas di buku tulisnya. Sedangkan teman-temannya yang lain menunggu Radion selesai, baru menyalin jawaban lelaki itu.

"Lan!" Daplo masuk ke dalam kelas setelah pergi dari toilet, katanya.

Lelaki bertato itu meletakkan satu buah permen di atas meja Arlan, membuat Arlan mendongak bingung. "Apaan?"

"Dari Kezia," gumam lelaki itu.

Galen tertawa di depan meja Arlan. "Kezia nggak modal banget deketin lo, Lan. Cuma kasih permen. Mending sekardus, lah ini? Satu biji doang."

"Berisik lo!" Tangan Arlan meraih bungkus permen tersebut. Membaliknya, lalu membaca tulisan yang tertera di balik bungkus permen itu.

Lo itu jelek, gak usah sok ganteng😜

"Sialan," umpatnya setelah membaca bagian belakang bungkus permen itu.

Pasti Kezia sengaja memberikannya untuk meledekinya. Ternyata gadis itu menyebalkan.

Karena rasa keponya yang tinggi, Zean dan Galen melirik tulisan tersebut lewat ekor matanya. Selang beberapa detik, tawa kedua lelaki itu pecah. Terbahak-bahak.

"Kayaknya Kezia pinter, deh. Walaupun cuma kasih Arlan satu permen, tapi ada pesan tersiratnya."

Galen memukul meja Arlan keras. "Lo tuh sok ganteng berati di matanya Kezia, Lan."

"Diem lo! Nggak usah ikut-ikutan."

"Ini pasti dari lo kan, Dap, bukan dari Kezia?" Arlan menoleh ke arah Daplo.

"Itu dari dia. Dia ngasih sendiri ke gue pas di kantin tadi. Gara-gara lo pura-pura nggak denger pas dia manggil."

Arlan berdecak. Kembali menatap tulisan dibalik bungkus permen tersebut lamat-lamat.

Lama menatapnya, ujung bibir lelaki itu tertarik sedikit. Sangat samar, sampai teman-temannya tidak menyadari bahwa Arlan tengah tersenyum sekarang.

****

"Heh cewek setan! Sini lo!"

"Awh! Apa-apaan sih lo?!" Satu tamparan berhasil mendarat di pipi kanan Chlo.

Perempuan cantik itu meringis sambil memegang pipinya sendiri.

"Kenapa? Sakit?" Nara menatap perempuan sok di depannya dengan tatapan menantang.

"Ya lo pikir aja sendiri! Lagian lo ada urusan apa sih sama gue?"

"Gue tahu, lo yang sebenernya ngeluarin Alula dari ekskul sampah lo, kan?"

Chlo tersenyum miring. "Iya, kenapa? Lo nggak suka kalau sahabat lo itu gue keluarin?" Chlo menekankan kata 'sahabat' di perkataannya.

"Oh, atau sebenernya tujuan lo nyamperin gue, karena lo mau mohon-mohon biar sahabat lo itu bisa join ekskul gue lagi?"

"Nggak akan, sialan!"

"Awh! Lepasin, anjing!" Chlo spontan memegang rambutnya sendiri yang tiba-tiba di jambak kuat oleh Nara.

Perempuan itu tenaganya benar-benar seperti laki-laki yang kasar. Chlo sampai tidak bisa membalas tingkah Nara karena kekuatannya yang terlampau lebih lemah.

Tepat di depan koridor ruang musik, terjadi aksi jambak-jambakkan antara Chlo dan Nara.

"Kalau bisa, gue pengen bikin rambut lo putus biar lo tahu rasa. Biar lo ngerasain sakitnya jadi Alula. Dasar penindas!"

"Gue nggak peduli seberapa besar rasa sakit dia. Tujuan gue, menambah rasa sakit dia."

"Bangsat lo!" Tangan Nara turun mencakar bagian tubuh serta lengan Chlo. Alhasil, terdapat banyak goresan memanjang yang berdarah di lengan perempuan itu.

Chlo pantas mendapatkannya. Sebenarnya ini belum seberapa. Ia belum merasakan penderitaan Alula selama ini yang selalu disakiti. Tetapi setidaknya, Nara memberikannya pelajaran sedikit.

Sedari kemarin, tangannya sudah gatal ingin mengobrak-abrik wajah serta penampilan Chlo.

"Nara, lepasin gue! Lo nggak mau kan gue panggilin bokap nyokap gue ke sekolah buat menghadap lo?"

Nara tertawa mengejek. "Panggil aja! Gue nggak takut. Bukannya bokap nyokap lo keras, ya?"

"Mereka nggak suka lo main musik. Tapi mereka ngizinin lo main musik, dengan syarat lo peringkat tiga besar di kelas lo. Selama ini lo berusaha mati-matian buat belajar dengan otak kecil lo ini, kan?" Nara mengetuk-ngetuk kepala Chlo.

"Kalaupun bokap nyokap lo ke sini, gue bisa bilang yang sebenarnya, kalau lo yang pertama kali buat masalah. Kalau sebenernya anak mereka adalah pem-bully, bukan anak pinter peringkat tiga besar dan bertalenta dalam hal musik!"

Nara mendekatkan wajahnya ke arah Chlo. Wajah perempuan itu sudah memerah. Menahan malu dan kesal.

"Kenapa? Lo kaget gue bisa tahu semua tentang keluarga lo?"

"Kalau lo lupa, kita temen SMP. Jadi gue tahu semuanya tentang lo serta kehidupan keluarga lo. Mungkin lo bisa nakut-nakutin Alula, tapi lo nggak akan bisa nakutin gue." Nara kembali menarik rambut Chlo ke belakang. Ia berjanji, ini adalah yang terakhir. Maka dari itu, ia keluarkan seluruh tenaganya.

"Bangsat! Lo tunggu pembalasan gue!"

"Oke, gue tunggu."

"NARA!"

"Nara, lepasin, Ra!"

"Apaan sih lo?!" Nara melirik lelaki yang baru saja datang di tengah-tengah mereka.

Zean.

"Lepas!" Zean berhasil menarik Nara menjauh dari Chlo.

"Udah, cukup!" Kedua pundak Nara di tahan oleh Zean—membuat gadis itu tidak bisa melakukan apa-apa lagi selain menatap tajam Chlo yang tengah kesakitan.

"Lo sengaja ya lewat sini?" Nara menepis tangan Zean dari bahunya.

"Kalau iya kenapa?"

"Ganggu. Ini bukan urusan lo!"

"Lo lihat Chlo, Ra! Kesakitan gara-gara lo." Nara melirik Chlo tidak peduli.

"Ya emang itu alasan gue nyamperin dia. Lo nggak mikir, Ze, sesakit apa Alula dibanding ini?"

Zean membuang nafasnya pelan. Lelaki itu lalu menghampiri Chlo yang hanya menunduk. "Lo nggak apa-apa, Chlo? Tangan lo yang berdarah ini nanti obatin ke UKS aja, ya!"

Chlo mendongakkan kepalanya. Matanya bertatapan dengan Nara beberapa detik sebelum ia menatap ke arah Zean. "Iya, gue nggak apa-apa."

Selang mengatakan hal itu, Chlo beranjak pergi dari sana. Berjalan cepat agar menghilang dari hadapan Zean dan Nara.

"Itu tuh belum seberapa." Nara menggumam.

"Lo mau bikin dia kayak gimana emang?" Zean kembali menghampiri Nara.

"Ancur. Lebih ancur dari Alula."

Zean terkekeh. Seolah-olah perkataan Nara barusan adalah sebuah lelucon dan kemustahilan.

"Kenapa lo?!" Bentak Nara.

Zean menggeleng. "Kejam banget lo, Ra."

"Peduli apa lo sama gue?"

"Peduli gue, Ra."

"Peduli apa gue tanya, Ze? Peduliin aja Archa sana! Lo kan cuma peduli sama dia."

"Oh, jadi lo nggak suka kalau gue peduliin Archa doang?"

Nara memukul bahu Zean keras. "Bego lo!"

"Gue pernah bilang sama lo, Ra. Kalau lo galak banget kayak gini, cowok mana ada yang mau deket sama lo. Mereka udah takut duluan liat lo."

"Gue juga nggak minta dideketin. Kalau dia nggak suka gue, ya udah."

"Emang cuma gue yang tahan sama lo, Ra."

Nara mendelik ke arah Zean. "Maksud lo?"

"Cuma gue, Zean yang baik hati dan ganteng, yang mau deket sama cewek galak kayak lo, Ra."

"Sialan lo, Ze! Mau ngeledekin gue?!" Nara kembali memukul lelaki itu. Sedangkan yang di pukul hanya tertawa puas.

"Ayo, gue anterin lo balik ke kandang!" Zean memiting pelan leher Nara. Menariknya untuk pergi dari sana bersama-sama.

"Lepasin, Ze!" Nara memukul-mukul lengan Zean.

"Nggak mau."

Nara mendengus. "Ngeselin lo!"

****

Tim Zean Archa atau Zean Nara?👆

Siapa yang dukung Kezia Arlan sampe jadian?☝️

Kira-kira Naka kemana ya? Kok bisa tiba-tiba menghilang terus Arlan dkk nggak bisa nemuin identitas dia?🤔

Aku mau spill sedikit chatan Zean sama Nara nih😙

Lucu ya, tapi endingnya sedih amat. Hug for Nara🫂

Maybe di akhir cerita nanti aku bakal kasih chatan random dari tokoh-tokoh di cerita ini yaa😘

But jangan ketinggalan vote & spam comment nya‼️☝️💋 terus ramein sampe cerita ini tembus 100k, AMIIN PALING KENCENG😻 walaupun emang masih jauh banget, tapi bisa lah kalo dibantuin kalian, readers setia acu❤️

Don't forget to check👇 :
Instagram : @cindeyaur
Tiktok : @cramelgurl
Twitter : @cramelgurl

Tambahan twitter aku yaa, soalnya kan soon mau bikin au. Biar nanti kalo au nya udah jadi, nggak perlu repot-repot cari twt aku. Arigatoo❤️‍🔥

Zean & Nara💓

Makasii semua yang udah kasih vote, comment, dan supportnya💞🤎 semoga hari-hari kalian indah jangan pernah bosen buat baca kisahnya Radion & Alula yaa, apalagi sama authornya😌😘

See u di next chapter all💋

With love, Cindyy<3

Continue Reading

You'll Also Like

ARSYAD DAYYAN By aLa

Teen Fiction

2.3M 122K 60
"Walaupun وَاَخْبَرُوا بِاسْنَيْنِ اَوْبِاَكْثَرَ عَنْ وَاحِدِ Ulama' nahwu mempperbolehkan mubtada' satu mempunyai dua khobar bahkan lebih, Tapi aku...
ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

4.4M 257K 31
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...
396K 4.7K 21
Klik lalu scroolllll baca. 18+ 21+
6.5M 213K 74
"Mau nenen," pinta Atlas manja. "Aku bukan mama kamu!" "Tapi lo budak gue. Sini cepetan!" Tidak akan ada yang pernah menduga ketua geng ZEE, doyan ne...