RADION

By cindeyaur

66.6K 6K 1.8K

"Gue sekarang udah jadi ketua di sini, mau gimana pun, lo harus patuh sama gue." -Radion Geraldo. **** Radion... More

PROLOG
RADION || 01
RADION || 02
RADION || 03
RADION || 04
RADION || 05
RADION || 06
RADION || 07
RADION || 08
RADION || 09
RADION || 10
RADION || 11
RADION || 12
RADION || 13
RADION || 14
RADION || 15
RADION || 16
RADION || 17
RADION || 18
RADION || 19
RADION || 20
RADION || 21
RADION || 22
RADION || 23
RADION || 24
RADION || 25
RADION || 26
RADION || 27
RADION || 28
RADION || 29
RADION || 30
RADION || 31
RADION || 32
RADION || 34
RADION || 35
RADION || 36
RADION || 37
RADION || 38
RADION || 39
RADION || 40
RADION || 41
RADION || 42
RADION || 43
RADION || 44
RADION || 45
RADION || 46
RADION || 47
RADION || 48
RADION || 49
RADION || 50
RADION || 51
RADION || 52
RADION || 53
RADION || 54
RADION || 55
RADION || 56
RADION || 57

RADION || 33

683 72 4
By cindeyaur

"Kasian ya Camelion. Sebelumnya mereka nggak pernah dapet masalah yang begini-begini." Mora bersuara.

Malam ini, Mora mengajak teman-temannya untuk bertemu di sebuah restoran. Niatnya Mora ingin mengobrol-ngobrol saja. Alula juga ada di sana.

"Iya, bener. Sekolah mendadak sepi nggak ada mereka. Biasanya Zean sama Galen paling berisik di kantin. Nyamperin meja cewek satu-satu terus ngegombal." Nara geleng-geleng kepala memikirkan tingkah kedua lelaki playboy itu.

"Ini baru hari pertama mereka di skors, tapi gue udah kangen lihat muka Arlan." Kezia menggumam sambil memakan spaghetti carbonara pesanannya.

"Kangen? Sejak kapan lo jadi kangenin dia?" Mora berdecih.

"Sejak kemarin. Gue kangen lihat ATM berjalan di sekolah. Gue nggak bisa modus minta dibayarin mie ke dia lagi, deh."

"Dasar tukang modus." Nara geleng-geleng kepala.

"Harus modus, Ra. Kalau gue nggak modus di depan dia, mana bisa gue bikin dia kenal sama gue? Sekali kedip aja, dia udah lupa kali sama bentukan muka gue."

"Terserah deh, Kez. Nggak biasanya gue lihat lo gencar banget deketin cowok. Biasanya kan lo nggak peduli tentang cowok, yang penting shopping lancar."

"Eh, iya! Ngomongin shopping, gue kemarin abis beli parfum. Tapi sayang, gue nggak bawa parfumnya sekarang. Tapi kecium nggak wanginya? Gue tadi pakai banyak soalnya." Kezia mencoba mendekati Nara, menyuruh perempuan itu untuk mencium aroma tubuhnya.

"Iya, wangi. Berapaan tuh parfum?"

"Murah. Lo mau? Nanti besok gue beliin, deh. Lo tinggal kasih uangnya aja ke gue."

"Murah nya berapa? Gue nggak percaya kata murah yang keluar dari mulut lo. Murahnya lo tuh biasanya bikin kantong gue kering, Kez."

Kezia mengalihkan tatapannya malas. "Ya elah Ra, cuma tiga juta. Itu juga lagi diskon kok dari lima jutaan."

"Tuh kan bener, mahalnya lo tuh biasanya bikin gue jantungan. Nggak dulu, deh. Mending duitnya buat gue beliin yang lain aja."

"Yakin? Nanti keabisan lo nangis. Masalahnya parfumnya lagi banyak di incer orang. Pas gue tahu di jual di Mall itu, langsung gue beli hari itu juga."

"Gue nggak kayak lo, Kez." Nara meneguk minumannya.

"Sebenernya ATM lo masih di sita nggak, sih? Katanya lo di kasih duit pas-pasan, tapi kok masih mampu beli parfum tiga jutaan?" Archa heran sendiri.

Alula pun sedari tadi hanya menyimak pembicaraan mereka sekaligus menunggu notif balasan yang masuk dari ponselnya.

Ya, beberapa jam yang lalu Alula sempat mengirimkan pesan kepada Radion. Menanyakan keberadaan lelaki itu. Tetapi sampai sekarang, lelaki itu belum membalasnya. Radion bukan tipe lelaki yang suka mengacangi pesan orang. Pasti akan ia balas, walaupun sesingkat apapun.

Alula ingin menghubungi Radion, tetapi merasa tidak enak karena sedang bersama teman-temannya.

"Masih di sita. Ya tapi kan gue punya duit simpenan sendiri. Untungnya waktu itu belum gue setor ke ATM. Jadi masih bisa gue pake, deh."

"Kurang-kurangin borosnya lah, Kez! Kalo lo bisa dapetin si Arlan mah nggak apa-apa. Kalo nggak bisa, terus duit lo udah abis duluan gimana? Lo nanti jadi sengsara."

"Enak aja! Gue pasti bisa dapetin Arlan. Semua duit yang gue keluarin buat belanja, bakal tergantikan setelah gue deket sama Arlan. Jadi, tenang aja." Kezia berkata dengan optimis.

"Kezia-Kezia, kapan sih lo berhenti mikirin tentang uang terus?" Nara memijat keningnya sendiri.

"Kenapa? Udah kemaleman, ya? Kalo nggak biasa pulang jam segini, lo pulang duluan juga nggak apa-apa, kok." Mora menoleh ke arah Alula yang sedari tadi hanya diam saja.

Gadis itu sama sekali tidak membuka suaranya. Jika yang lain sibuk bercerita dan bercanda, Alula hanya menjadi pendengar.

"Ah, nggak kok, Mora. Aku nggak apa-apa pulang agak maleman. Lagian juga besok nggak ada tugas, kok."

"Mau pesen minuman lagi? Biar lo nggak ngantuk gitu."

"Nggak usah. Minuman aku masih ada." Mora mengangguk.

Setelah itu mereka mengajak Alula mengobrol. Menanyakan beberapa hal kepada Alula agar gadis itu berbicara.

Walaupun pikirian Alula setengahnya masih memikirkan Radion, tetapi gadis itu mencoba tetap menyembunyikannya di hadapan teman-temannya. Ia hanya tidak ingin teman-temannya tahu bahwa ia sedang resah memikirkan keberadaan Radion sekarang.

Semoga saja Radion ada di rumahnya. Mungkin ketiduran, jadi tidak bisa membalas pesannya.

****

Tidak membutuhkan waktu satu jam untuk mereka sampai di Autograph Tower. Hal itu karena kecepatan motor mereka yang di atas rata-rata, membuatnya sampai lebih cepat dibandingkan jalan dengan kecepatan standar.

Tetapi sayang, tidak ada yang menang di balapan mereka malam ini. Baik Radion maupun Abimanyu sampai di sana secara bersamaan. Padahal Abimanyu sendiri sangat berharap bisa memenangkan balapan kali ini, agar ia bisa melakukan apapun kepada Radion.

Abimanyu melepas helm nya lalu mendengus. "Sialan, harusnya gue bisa menang!"

Radion ikut melepas helm nya. Meletakkan helm miliknya di atas tangki motornya, lalu menyugar rambutnya ke belakang. Terkekeh. "Nyatanya kita seri. Lo nggak menang, gue juga nggak menang. Jadi, kubur dalem-dalem deh kemauan lo buat nyuruh gue ngelakuin apa aja."

"Gue emang berharapnya lo kalah, biar lo bisa jadi babu gue. Tapi ngelihat temen-temen lo yang sengsara itu, ngebuat gue udah ngerasa cukup puas." Radion mengepalkan tangannya kuat. Ia benar-benar tidak suka jika Abimanyu membahas teman-temannya. Apalagi sampai menghina dan meledek mereka.

Abimanyu turun dari motornya. Berdiri persis di sebelah Radion lalu mendekatinya. "Denger-denger, cuma lo yang nggak di skors sama Pak Athur, ya? Pakai orang dalem siapa lo? Lancar banget."

"Bangsat!"

"Weits, santai dulu, Bro!" Abimanyu menahan kepalan tangan Radion yang ingin melayang ke arahnya.

"Yang sebenernya lo harus tahu adalah, you don't deserve to be a leader!"

Dengan cekatan, Radion berhasil memelintir lengan Abimanyu ke belakang. Menahan lelaki itu agar tidak bisa bergerak.

"Lepasin gue!" Bentaknya.

Urat-urat mulai bermunculan di leher Radion. Bukannya melepaskan, ia justru malah semakin menguatkan tenaganya.

"Gue bilang lepasin, loser!"

Abimanyu memang seharusnya tidak ia biarkan lepas. Lelaki itu tambah marah. Kali ini ia sudah beralih mencengkeram baju Abimanyu dengan kuat. 

"Ikut gue lo!" Ia menarik Abimanyu masuk ke dalam gedung Autograph Tower.

Gedung yang sepi itu dikelola oleh paman Radion. Ia sengaja mengajak Abimanyu ke sini untuk diberikan pelajaran.

Ditekannya tombol lift sambil terus mencengkeram baju Abimanyu. Setelah lift terbuka, barulah Radion melepaskan cengkeramannya dan mendorong Abimanyu masuk ke dalam lift begitu saja.

Abimanyu terjatuh di lantai lift. Menatap pintu lift yang sudah tertutup dan ia melihat Radion menekan tombol lantai tujuh puluh lima di sana. Lantai paling atas.

"Gue nggak akan biarin lo ngancurin Camelion," tekan Radion.

"Selama masih ada gue, lo nggak akan bisa bikin Camelion jatuh."

Abimanyu berdiri. Lelaki itu tertawa setelah mendengar kata-kata Radion. "Yakin? Kemarin kayaknya lo frustasi banget. Gue pikir, lo mau resign dari ketua Camelion."

BUKKK!!!

Abimanyu berhasil menghidari pukulan Radion dengan sempurna. "Nggak kena."

Radion menggeram. Detik itu juga Radion menyerang Abimanyu habis-habisan. Di dalam lift yang tidak besar ini, mereka berkelahi sambil menunggu lift sampai di lantai paling atas.

BRUKKK!!!

Radion mendorong Abimanyu hingga tubuh lelaki itu terbentur ke dinding lift dengan kencang.

Abimanyu meringis sambil memegang punggungnya sendiri. Lelaki itu balas menyerang Radion. Memukulnya, lalu menendangnya dengan kuat di bagian perut.

BUKKK!!!

"Shit," umpat Radion. Menatap tangannya sendiri yang berdarah.

"Gue nggak takut sama lo, Radion! Dikit lagi, gue bakal ngancurin Camelion. Lo siap-siap aja."

"Lo yang harusnya siap-siap sekarang!"

Pintu lift terbuka. Radion langsung menggiring Abimanyu keluar. Memasuki tangga darurat untuk kembali naik ke rooftop gedung tertinggi itu.

Abimanyu mencoba memberontak. Cengkeraman Radion seperti mencekik lehernya sendiri. Membuat pernafasannya menyempit.

Abimanyu memukul-mukul tangan Radion. Tetapi Radion tidak peduli. Tatapan matanya fokus ke depan. Menaiki anak tangga dengan sangat cepat.

BRAKKK!!!

Pintu rooftop terbuka. Mereka di sambut dengan turunnya hujan yang lebat malam ini. Membuat udara di sekitarnya dingin. Terlebih lagi angin malam yang berhembus kencang menusuk kulit mereka.

Abimanyu terduduk setelah Radion melepaskan cengekramannya. Cengkeraman yang hampir membuatnya kehabisan nafas dan mati.

Radion menyeka rambutnya yang sudah basah. Ia tidak akan memberikan jeda sedetik pun untuk Abimanyu.

"Sini lo, anjing! Lo pikir gue bakal kasih lo waktu buat ngatur nafas?" Dengan nafas yang memburu, Radion menghajar Abimanyu sampai lemas.

Wajah lelaki itu berdarah. Air hujan yang membasahi wajahnya, membuat darahnya mengalir sampai baju lelaki itu.

Tentu saja Abimanyu tidak mau menyerah sampai di situ. Lelaki itu masih kuat melawan Radion. Ia ingin menunjukkan bahwa dirinya bisa mengalahkan Radion dan membuatnya lebih parah darinya.

Hujan yang semakin deras serta petir yang menggelegar menemani aksi perkelahian sengit mereka malam ini. Di tambah lagi, dua insan itu berdiri tepat di atas gedung pencakar langit. Memberikan sinyal permusuhan satu sama lain.

"Argh!" Abimanyu mengerang ketika Radion mencekik lehernya. Melihat mata Radion, seolah ada lingkaran kebencian yang menyorot Abimanyu.

Ia seperti melihat, bahwa Radion ingin sekali membunuhnya. Beberapa kali Abimanyu melawan, Radion tetap sangat kuat. Abimanyu kewalahan, tetapi ia tidak mau mati di sini. Apalagi di tangan Radion, musuhnya sendiri.

Radion mendorong tubuh lelaki itu. Memojokkannya sampai Abimanyu berada persis di ujung pembatas gedung.

Abimanyu menoleh ke bawah. Matanya terbelalak kaget ketika melihat lampu-lampu jalanan dari ketinggiannya saat ini. Kaki cowok itu lemas. Semakin brutal untuk melepaskan tangan Radion yang mencekik lehernya.

"Kenapa? Lo takut ketinggian?" Goda Radion.

Abimanyu mendesis. Matanya perih karena hujan langsung menusuk wajahnya begitu saja. "L–lepas–in gue!"

Radion tertawa puas. Melongok sebentar ke bawah, lalu pura-pura terkejut. "Tinggi juga ya kita sekarang? Kalo lo jatuh dari sini, kira-kira langsung mati atau sekarat doang?"

Abimanyu mengernyit. Ia tidak habis pikir. Radion tiba-tiba berubah seperti psikopat. Gila dan mengerikan. Abimanyu seperti melihat sisi kelam Radion. Ini tidak seperti biasanya saat mereka bertengkar antar kubu.

"Ini balesan lo karena udah macem-macem sama temen gue." Lama kelamaan, Radion semakin memojokkan Abimanyu ke pinggir. Mungkin jika Radion mendorongnya, Abimanyu sudah bisa jatuh dari atas gedung tinggi itu.

BUKKK!!!

Abimanyu sempoyongan. Jika saja tidak di tahan oleh Radion, lelaki itu bisa jatuh ke bawah. "Gue bisa bikin lo lebih parah dari Zean. Gue nggak perlu bawa orang banyak-banyak buat bikin lo kayak gini. Kenyataannya, gue sendiri mampu kan buat lo kayak gini sekarang?"

Abimanyu sekarang sadar, bahwa sedari tadi dirinya sudah dijebak oleh Radion. Di mulai saat lelaki itu mengajaknya balapan, lalu berujung dihabisi di sini.

PLAKKK!!!

Radion memukul pipi Abimanyu. "Sadar! Kalo lo pingsan, gue buang lo ke bawah."

Dengan mata yang berat, Abimanyu tetap menahan diri untuk tidak memejamkan matanya. Ingin mendorong Radion lalu kabur saja Abimanyu tidak bertenaga.

"Sadar! Lo beneran mau gue buang ke bawah?" Radion mengangkat dagu Abimanyu. Menepuk wajahnya lagi dengan keras.

"Gue bakal bikin lo di kasih hukuman berat sama Pak Arthur pas lo masuk ke sekolah nanti," ujar Abimanyu dengan pelan.

"Coba aja kalo bisa. Pak Arthur nggak bakal ngelakuin itu ke gue. Lo lupa? Di antara temen-temen gue yang lainnya, cuma gue yang nggak pernah di hukum sama dia." Radion tersenyum miring.

"Kalaupun gue dinyatakan bersalah atas ini, gue rela harus pindah dari SMA Gardapati. Bukan jadi masalah buat gue, yang penting gue bisa bikin lo di rawat di rumah sakit selama seminggu lebih," lanjutnya lagi setelah melihat kondisi Abimanyu yang sudah sangat miris.

BRUKKK!!!

Radion menarik Abimanyu dari pembatas gedung. Membiarkan lelaki itu terkapar di bawah.

"Lo gue biarin hidup, karena gue bukan pembunuh."

Abimanyu kembali meringis. Matanya menyipit—hampir terpejam. Suara langkah kaki Radion terdengar mulai menjauh. Ia masih bisa mendengarnya dengan jelas, hanya saja ia tidak bisa bergerak lagi.

"Fuck!" Makinya sebelum ia mendengar suara pintu rooftop di banting oleh Radion.

****

Minggu ke lima belas.

Cowok misterius itu benar-benar menakutiku. Aku memiliki firasat yang tidak enak setiap melihat wajahnya. Dia baik, sering menyapaku dan menanyakan kabarku. Tetapi aku tidak tahu maksud dia melakukan itu untuk apa.

Apakah dia mencoba mendekatiku? Tetapi aku tidak tertarik kepadanya. Aku hanya tertarik kepada Radion.

Lelaki itu juga semakin membuatku ketakutan. Aku tidak mau mendapat luka lebam di lengan lagi. Bentakannya dan kekerasan fisiknya menyiksaku.

Kemarin, ia mulai mengancamku. Ia tidak suka melihat kedekatanku. Tetapi aku tidak peduli, sebisa mungkin aku mencoba membangkang perkataannya.

Aku tidak tahu apakah nanti aku akan terus membangkang, atau justru terpaksa mengikuti kata-katanya. Jika pada akhirnya aku tidak kuat, maaf aku harus pergi menjauhimu.

Alula membuang nafasnya kasar setelah menuliskan itu di buku catatan hariannya. Sudah sekitar tiga bulan ini Alula suka menulis hari-harinya di sana. Entahlah, menurutnya itu seru dan menjadi hobi baru baginya.

Ia meletakkan pulpennya lalu menutup buku tersebut. Menatap nanar ponselnya yang berada persis di sebelahnya.

Layarnya menyala, menampilkan notif chat tiga puluh menit yang lalu dan belum ia balas sama sekali.

Radion Geraldo :
Udah makan?

****

Alula baru saja membeli minuman segar dari kantin sekolah. Cuaca sedang panas, membuat dirinya ingin sekali meneguk air dingin nan segar. Ia sekarang sedang berjalan di koridor untuk kembali ke kelasnya.

Seorang lelaki menjajarkan langkahnya dengan langkah Alula. Melihat hal itu, membuat Alula mendongak—menatap lelaki tinggi yang sedang ikut berjalan di sebelahnya.

Ia terkejut. Mendadak tubuhnya berkeringat dan jantungnya berdetak dua kali lebih cepat. Ia sedang sendirian dan kebetulan koridor yang dilewatinya sepi, tetapi lelaki misterius yang ditakutinya itu tiba-tiba saja muncul.

Iya, lelaki yang ada di perpustakaan waktu itu. Alula sebenarnya sudah mengenali wajahnya sebelum lelaki itu menghampirinya di perpustakaan.

Lelaki itu selalu mengamatinya diam-diam. Itulah yang membuat Alula ketakutan sekarang. Ia seperti diikuti dan diawasi.

"Kenapa ngejauh? Biasa aja kali." Lelaki itu bersuara ketika Alula sedikit menjaga jarak dan berjalan lebih cepat darinya.

Karena langkahnya yang lebih panjang dari Alula, lelaki itu jadi bisa mengejar Alula dengan mudah.

"Bisa jangan ganggu aku?" Pinta Alula pelan.

"Gue nggak ada niat gangguin lo. Emangnya gue kesannya kayak lagi gangguin lo?"

"Iya, sedikit."

Terdengar suara kekehan dari sebelahnya. "Gue nggak kayak anak-anak cowok yang suka gangguin lo dulu kali. Gue jauh lebih baik dari mereka."

Alula membelalakkan matanya kaget. "D–dari mana kamu tahu tentang mereka?"

"Semua orang di sekolah ini juga tahu."

"Oh, iya! Lo belum tahu nama gue, kan? Kenalin, gue Naka." Ia mengulurkan tangannya ke arah Alula.

Tentu saja Alula tidak berani untuk membalasnya. Karena merasa dicueki, lelaki bernama Naka itu akhirnya kembali menarik tangannya.

"Lagi haus, ya?" Naka melirik botol minuman segar di tangan Alula.

"Tadi gue juga kebetulan abis dari kantin, sih. Kira-kira, kenapa gue nggak ketemu lo, ya?"

"Aku nggak tahu," jawab Alula cepat.

"Waktu itu kenapa lo mau nyakitin diri lo sendiri di rooftop? Sekarang udah baikan, kan? Udah nggak ada kepikiran buat ngelakuin itu lagi, kan?"

Alula benar-benar di buat terkejut setiap mendengar perkataan yang keluar dari mulut Naka. Dari mana lelaki itu bisa tahu? Saat kejadian itu, Naka tidak ada di sana dan tidak melihat kondisinya.

"Lo itu gadis pinter di sekolah. Walaupun nggak terlalu aktif, apalagi buat ikut-ikutan olimpiade, tapi lo banyak punya kemampuan. Lo bisa main alat musik dan nyanyi, kan? Suara lo emas banget." Alula membiarkan Naka berbicara sendiri. Ia tidak ada niatan sama sekali untuk membalasnya.

Gadis itu masih berusaha berjalan cepat, tetapi Naka selalu mengejarnya. Lorong terasa sangat panjang baginya. Ia tak kunjung sampai di tangga yang dekat dengan kelasnya. Jika sudah sampai di sana, pasti suasananya sudah ramai dan lelaki itu tidak akan mengikutinya lagi.

Naka menoleh. Melirik Alula dari samping dengan tatapan yang tidak bisa diartikan. Sudut bibirnya tertarik melihat setiap lekukan wajah Alula yang menurutnya sempurna.

"Ngomong-ngomong, lo udah ada cowok?" Tanyanya lagi.

"Aku mohon, jangan gangguin aku dan berhenti ngikutin aku lagi! Aku nggak nyaman," ujar Alula dengan cepat.

Detik itu juga, Alula langsung berlari kecil meninggalkan Naka. Ia berharap, Naka sudah tidak mengikutinya lagi. Secepat mungkin ia berlari untuk menghindari Naka.

Naka menghentikan langkahnya. Kedua tangannya ia masukkan ke dalam saku celananya. Menatap Alula yang kian lama menjauh darinya dan hilang di ujung lorong.

Lelaki itu terkekeh lalu geleng-geleng kepala.

****

Siang itu anggota Blidvinter memutuskan untuk kumpul di markas mereka. Kebetulan ini hari terakhir mereka di skors dan besok mereka sudah bisa masuk ke sekolah lagi. Sama seperti Camelion.

Anggota inti Blidvinter mulai berjalan menuju arah markas mereka. Ada Cakra dan Nevan juga di sana. Tetapi Abimanyu tidak ada bersama mereka.

Saat sampai di depan markas, mereka terkejut melihat kondisi markas yang sudah berantakan. Sangat berantakan.

Kursi dan meja kayu berserakan di mana-mana, dan yang lebih mengejutkan mereka adalah dinding markas yang di coret-coret dengan pilox.

"Siapa yang bikin markas kayak gini?" Tanya Cakra kaget. Ia berjalan memasuki teras markas diikuti yang lainnya.

"Gue nggak tahu. Semalem nggak ada yang ke sini. Pasti ada orang yang sengaja ngelakuin ini."

Cakra berdecak kasar. Pasalnya markas mereka tidak dilengkapi cctv. Mereka jadi tidak bisa melihat siapa pelakunya. Lelaki itu lalu memotret kondisi markasnya saat ini lalu mengirimkannya kepada Abimanyu.

"Kalau Abimanyu tahu gimana?" Tanya Nevan.

"Dia emang seharusnya tahu kondisi markas kita sekarang. Gue kirim foto sama chat dari pagi aja nggak di bales-bales. Dia ke mana, sih?" Nevan mengangkat kedua bahunya.

"Coba lo telepon pakai HP lo!" Pinta Cakra kepada Nevan.

Sambil menunggu jawaban dari Abimanyu lewat ponsel Nevan, Cakra dan anggota inti yang lainnya berjalan menyusuri sekitaran markas. Siapa tahu ia mendapatkan sesuatu yang membuat markasnya jadi seperti ini.

"Nggak di angkat, padahal HP nya aktif."

"Telepon lagi! Dia harus tahu dan dateng ke sini."

"Gue udah telepon berkali-kali, sama aja nggak di bales."

Cakra menghembuskan nafasnya kasar lalu berjalan menghampiri Nevan. "Mana kunci markas!"

Nevan mengeluarkan kunci pintu markas lalu memberikannya kepada Cakra. Setelah kunci tersebut sudah ada di tangannya, Cakra lalu membuka pintu markas dan masuk ke dalam.

Lelaki itu menyalakan lampu dan menatap ke seluruh penjuru ruangan. "Di dalem aman. Cuma di luar aja yang berantakan."

Nevan melongok ke dalam. Kondisi di dalam markas memang baik-baik saja. Tidak ada tanda-tanda orang yang masuk karena semuanya masih tertata di tempatnya semula.

"Menurut lo siapa yang ngelakuin ini?" Tanya Nevan.

"Gue nggak tahu. Tapi siapa lagi yang bisa kita curigain selain Camelion? Cuma mereka musuh kita. Gue yakin, mereka pelakunya."

"Gue juga mikirnya begitu. Pasti mereka yang ngelakuin ini semua. Bajingan!"

"Bukan mereka yang ngelakuin ini!" Cakra dan Nevan sama-sama menoleh ke arah salah satu anggota inti Blidvinter yang sedang berdiri di halaman markas. Ia terlihat sedang memegang sesuatu.

"Maksud lo? Siapa lagi yang ngelakuin ini kalau bukan mereka?" Cakra berkacak pinggang. Menghampiri lelaki itu.

"Radion yang bikin markas kita kayak gini. Gue nemuin dompetnya di sini." Lelaki itu mengangkat sebuah dompet yang di dalamnya ada KTP milik Radion.

Cakra dan Nevan saling tatap. Mengecek dompet itu, dan ternyata benar bahwa dompet itu milik Radion.

****

"Masih lama sampenya?" Tanya Mora sambil menatap jam di ponselnya.

Perempuan itu sedang menunggu Alula di jemput di gerbang sekolah. Sedangkan jemputannya sendiri sudah datang dari dua puluh menit yang lalu.

"Mungkin. Kan aku bilang, kamu nggak usah nungguin aku. Mending kamu langsung pulang! Katanya kamu ada acara juga sama kakek nenek kamu."

"Iya, sih. Kalau nggak ada acara, gue bisa aja nungguin lo. Masalahnya acaranya udah mepet banget. Nyokap gue juga udah teleponin gue dari tadi."

"Gimana kalau lo bareng gue aja? Nanti gue pulang dulu ke rumah, abis itu gue suruh supir gue buat anterin lo ke rumah. Sekolah udah sepi, mendingan lo sama gue dari pada lama lagi nunggunya."

"Nggak usah! Aku udah biasa nungguin lama. Udah sana kamu pulang aja, Mor! Nanti kamu telat, loh."

Dengan berat hati, Mora pun mengangguk. Mau bagaimana lagi? Ia sedang ada acara penting hari ini. Yang lainnya juga sama sibuknya. Biasanya Alula selalu pulang cepat, tetapi entah kenapa hari ini Alula harus menunggu sedikit lama.

"Kalau gitu gue duluan, ya! Tunggu di pos satpam aja, jangan keluar-keluar!" Alula mengangguk sambil melambai-lambaikan tangannya ke arah Mora yang sudah berada di dalam mobil.

Setelah Mora pergi, Alula kembali menunggu sendirian. Gadis itu memutuskan untuk menunggu di depan halte bus sekolahnya saja.

Karena sudah sangat sore, bus sudah tidak lewat di depan sekolahnya. Angkutan umum pun juga mulai jarang lewat.

Radion Geraldo :
Udah pulang sekolah?
Kalo belum, gue jemput sekarang.

Alula tersenyum sambil menatap ponselnya sendiri. Akhir-akhir ini Radion jadi sering mengiriminya pesan. Lelaki itu bahkan mengirimi pesan yang menurut Alula sangat menggemaskan dan menunjukkan sisi perhatiannya.

Mungkin karena selama tiga hari belakangan lelaki itu tidak masuk sekolah karena di skors, jadi ia sedikit mengkhawatirkan Alula.

"Ada-ada aja." Alula tertawa sambil geleng-geleng kepala.

Alula sekarang seperti orang yang sedang jatuh cinta. Padahal hanya modal di chat. Tidak tahu kalau Radion mengatakan langsung kepadanya. Mungkin ia akan pingsan. Sangat lebay.

"Baru kali ini gue lihat lo senyum. Cakep juga."

Alula menatap terkejut seseorang yang tengah menghampirinya. Lelaki misterius itu. Kenapa ia masih ada di sini?

Alula langsung memasukkan ponselnya. Duduk menjauh dari lelaki misterius yang baru dikenalnya tadi di sekolah. Naka.

"Pulang sama siapa?" Tanya Naka.

"Kenapa nggak jawab? Kan gue nanya. Lo lagi nungguin siapa?" Tanya Naka lagi ketika Alula tak kunjung membalas pertanyaannya.

"Nungguin cowok lo, ya?"

"Aku nggak punya cowok," jawab Alula pelan.

"Masa, sih? Gue nggak percaya cewek secantik lo single."

Detik ini Alula berharap ada keajaiban datang. Entah itu angkutan umum atau orang dikenalnya yang bisa langsung membawanya pulang.

Jika terus-terusan seperti ini, apa yang bisa Alula lakukan? Ia yakin, Naka tidak akan pulang begitu saja.

Naka tersenyum lalu menaikkan buff di lehernya agar menutupi setengah wajahnya. Lelaki itu lalu berdiri, matanya menyipit tanda lelaki itu masih melayangkan senyumannya ke arah Alula.

"Pulang sama gue aja, yuk?!"

Alula terbelalak. Gadis itu menggeleng dengan cepat. "N–nggak usah! Aku bisa pulang sendiri."

"Nggak apa-apa, sama gue aja. Sekalian biar gue tahu rumah lo. Kebetulan gue bawa mobil." Naka melirik mobilnya yang ada di seberang jalan.

Firasat Alula tidak enak. Tentu saja ia tidak akan menerima ajakan Naka begitu saja. Lelaki di depannya itu benar-benar tidak beres.

"Nggak! Aku nggak mau!" Tak sengaja, nada bicara Alula berubah sedikit membentak.

Mendengar jawaban Alula, membuat Naka senang. Di balik buff nya, lelaki itu semakin melebarkan senyumannya.

"Udah, ikut gue aja!" Tiba-tiba Naka memegang pergelangan tangannya.

Alula kaget. Mencoba menepis tangan Naka, tetapi cengkeramannya lama kelamaan semakin kuat.

Naka tertawa pelan. "Makanya nurut aja, biar lo nggak kenapa-napa."

Nada bicara Naka langsung berubah menyeramkan. Walaupun bicaranya masih terlihat santai, tetapi mampu membuat bulu kuduk Alula berdiri. Merinding.

Tanpa aba-aba, Naka menarik Alula. Membawa gadis itu paksa ke mobilnya.

"Lepas!"

"Lepasin aku!"

"Kita lagi nyebrang, Alula. Nurut sebentar bisa? Nanti kalo ada mobil gimana?" Naka masih terus menahannya dengan kuat. Tidak membiarkan Alula memberontak atau lepas sekalipun.

"Kamu mau bawa aku ke mana?! Jangan macem-macem! Ini masih di area sekolah, ya!"

"Nggak ada yang macem-macem. Kan gue bilang, kalau gue mau anterin lo pulang."

"Tapi aku nggak mau!"

"Udah terlanjur. Tinggal masuk aja ke mobil. Ayo!" Naka membuka pintu belakang mobilnya lebar-lebar. Mendorong Alula masuk lalu kembali
menutup pintunya.

Dari dalam mobil, Alula menatap Naka dengan tatapan kesal. Sebelum Naka masuk ke kursi kemudinya, Alula langsung membuka kembali pintu mobilnya yang belum di kunci. Ia lalu cepat-cepat keluar dari sana.

"Alula!" Naka berteriak memanggil gadis itu. Ia berdecak lalu mulai berjalan cepat menyusul Alula yang sudah ingin menyebrang kembali ke depan sekolah.

Sialnya Alula tidak melihat bahwa ada mobil yang melintas. Ia gagal melarikan diri karena Naka berhasil menyelamatkannya dengan menarik tubuhnya kembali ke pinggir jalan.

"Hati-hati Neng kalau mau nyebrang!" Seorang pria sedikit berumur itu membuka kaca mobilnya.

"Gue bilang juga apa. Kalau ada mobil gimana? Masuk!" Lelaki itu kembali memaksa Alula untuk masuk ke dalam.

Alula hanya bisa pasrah ketika Naka sudah mengunci pintu mobilnya. Naka lalu menjalankan mobilnya entah ke mana, membawa Alula bersamanya.

Disepanjang jalan hanya terjadi keheningan di antara mereka. Perubahan sifat Naka sangat berubah drastis sekarang. Biasanya lelaki itu suka basa-basi dan pura-pura care kepadanya. Tetapi kali ini, sama sekali tidak ada kata-kata itu lagi.

Bahkan Naka melajukan mobilnya dengan kecepatan yang di atas rata-rata. Padahal mereka bukan sedang di jalanan besar.

Lelaki itu juga sama sekali tidak menanyakan alamat rumahnya. Alula akan di bawa ke mana? Apa ia akan di bawa ke markas Blidvinter lagi seperti waktu itu? Siapa tahu Naka salah satu bagian dari mereka.

Diam-diam Alula mengeluarkan ponselnya. Ia ingat bahwa tadi ia sedang saling mengirim pesan kepada Radion. Mungkin ia bisa meminta tolong Radion untuk datang ke sini menolongnya. Kebetulan juga Naka belum membawanya terlalu jauh, jadi Alula masih tahu jalan yang sedang dilewatinya.

Naka melirik Alula dari kaca di dalam mobilnya. Lelaki itu melihat Alula yang sedang diam-diam mengetikkan sesuatu di ponselnya. Tangan gadis itu gemetar, menandakan bahwa ia ketakutan.

Naka geleng-geleng kepala. Mencoba mengabaikan apa yang gadis itu lalukan dan membiarkannya melakukan apa saja.

****

Naka itu siapa sih sebenernya?🤔 ada yang bisa tebak? Apakah Naka ada hubungannya sama tokoh-tokoh lain?

Apa mungkin, Naka itu orang yang sama dengan si lelaki yang suka maksa Alula? Tau kan? Yang ada di buku catatan harian Alula itu, loh.

Silahkan menerka-nerka menurut pendapat kalian masing-masing, guys. Semoga tebakan kalian bener, dan nanti akan terjawab seiring berjalannya cerita ini😘

Bisa bayangin nggak gimana Radion berantem sama Abimanyu di rooftop gedung tertinggi? Pas ujan-ujan lagi. Keren banget😎

Jangan lupa kasih vote & spam comment buat bikin aku semangat nulis sama updatenya😻💓 mampir & ramein tiktok ku juga yaa.

Don't forget to check :
Instagram : @cindeyaur
Tiktok         : @cramelgurl

Gumawo mentemen yang udah setia nungguin update an Radion serta kasih vote & dukungan. Ily so much all, semoga kalian bahagia selalu yaa✨💘

With love, Cindyy<3

Continue Reading

You'll Also Like

MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

775K 37.2K 51
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

4.4M 257K 31
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...
758K 27.6K 50
"Gue tertarik sama cewe yang bikin tattoo lo" Kata gue rugi sih kalau enggak baca! FOLLOW DULU SEBELUM BACA, BEBERAPA PART SERU HANYA AKU TULIS UNTUK...
5M 377K 53
❗Part terbaru akan muncul kalau kalian sudah follow ❗ Hazel Auristela, perempuan cantik yang hobi membuat kue. Dia punya impian ingin memiliki toko k...