RADION

By cindeyaur

66.5K 6K 1.8K

"Gue sekarang udah jadi ketua di sini, mau gimana pun, lo harus patuh sama gue." -Radion Geraldo. **** Radion... More

PROLOG
RADION || 01
RADION || 02
RADION || 03
RADION || 04
RADION || 05
RADION || 06
RADION || 07
RADION || 08
RADION || 09
RADION || 10
RADION || 11
RADION || 12
RADION || 13
RADION || 14
RADION || 15
RADION || 16
RADION || 17
RADION || 18
RADION || 19
RADION || 20
RADION || 21
RADION || 22
RADION || 23
RADION || 24
RADION || 25
RADION || 26
RADION || 27
RADION || 28
RADION || 30
RADION || 31
RADION || 32
RADION || 33
RADION || 34
RADION || 35
RADION || 36
RADION || 37
RADION || 38
RADION || 39
RADION || 40
RADION || 41
RADION || 42
RADION || 43
RADION || 44
RADION || 45
RADION || 46
RADION || 47
RADION || 48
RADION || 49
RADION || 50
RADION || 51
RADION || 52
RADION || 53
RADION || 54
RADION || 55
RADION || 56
RADION || 57

RADION || 29

786 73 8
By cindeyaur

"What are you waiting for, Chlo? Radion nggak bakal dateng ke bandara. Nyokap Bokap lo udah nungguin tuh di belakang."

Chlo berdecak mendengar seruan Chessy. "Ya, i know. Dia nggak mungkin dateng. Dia cuma bales chat gue, bilang safe flight. Gila, kan?! Tapi gue masih berharap dia tuh dateng. Seenggaknya ada keajaiban gitu."

"It's not gonna work. Percuma lo chat kayak gitu, paling dia cuma bales pakai chat juga. Nggak mungkin sampai nyamperin lo ke bandara," ujar Ruby.

Chlo membuang nafasnya kasar. Ia sebenarnya tidak ingin meninggalkan Jakarta. Bagaimana jika ia pergi terus nanti Radion dan Alula semakin dekat? Atau mungkin jadian? Chlo tentu saja tidak bisa membiarkan mereka. Tetapi mau bagaimana lagi? Kedua orang tuanya memaksa dirinya untuk ikut ke Bali.

Gadis polos dan cupu itu pasti merasa bebas karena dirinya tidak ada di sekolah. Terlebih lagi kemarin Chlo tidak sempat membuat gadis itu panas.

Iya, pada saat acara pentas musik kemarin. Malah sebaliknya, Chlo yang dibuat kepanasan karena ia mendapat info bahwa Radion dan Alula tengah jalan-jalan mengelilingi bazar bersama.

Benar-benar menyebalkan dan tidak tahu diri gadis polos dan cupu itu.

"Ya udah, lo berdua baik-baik di sini! Selain lo berdua harus jagain anak-anak musik, lo juga harus jagain Radion sama Alula. Jangan biarin mereka deket-deket!"

"Kalau misalnya lo pada lihat Alula mulai deket-deket sama Radion, lo pada tahu kan harus apa?" Chessy dan Ruby sama-sama mengangguk.

"Tenang aja, kita bakal kasih pelajaran ke Alula kalau dia berani caper lagi ke Radion."

"Iya, pokoknya lo tenang aja! Have fun di Bali, dan enjoy sama acara keluarga besar lo," lanjut Chessy.

"Love you, guys! Gue cuma sebentar kok di sana." Chlo menghampiri kedua sahabatnya lalu memeluknya dengan erat. Walaupun cuma dua minggu, tetapi Chlo akan sangat merindukan kedua sahabat terbaiknya.

Mereka sudah saling mengenal sejak masuk di SMA. Selalu bermain bersama, jalan-jalan bersama, shopping, bahkan orang tua mereka juga sudah kenal dekat.

"Jangan lupa selalu kebarin gue, apalagi tentang si Radion sama Alula!"

"Gue pasti kabarin lo," jawab Ruby.

"Oh iya, Chlo! I forgot kalau misalnya Abimanyu kasih ini buat lo. Dia nggak dateng ke bandara, karena pasti lo nggak suka sama kedatangan dia." Chessy memberikan sebuah kotak kecil pemberian Abimanyu kepada Chlo.

"Ah, resek banget sih tuh cowok. Gue berharapnya Radion yang kasih sesuatu, bukan dia." Walaupun begitu, Chlo tetap mengambil kotak kecil pemberian Abimanyu.

"Nggak tahu, deh. Bukannya lo kemarin sama dia lagi berantem, ya? Gara-gara si Abimanyu buat masalah sama Radion, biar Radion di cap jelek sama kepala sekolah."

"Emang. Gue kesel banget sama dia setelah kejadian itu. Tapi lo berdua tahu sendiri lah dia orangnya gimana. Dikit-dikit berubah. Cowok nggak jelas." Chlo memasukkan kotak tersebut ke dalam tasnya.

"Gue cabut sekarang, ya!"

****

"Alula, gue ke rak sebelah dulu, ya!" Ucap Nara.

"Oh, iya, Nara! Kamu belum dapet buku buat di pakai penelitian emang?"

Nara menggeleng. "Belum, nih. Masih kurang pas aja buku-buku yang lainnya."

"Mau aku bantuin?"

"Nggak usah, biar cepet juga. Yang lain udah pada balik ke kelas, tuh." Alula hanya mengangguk lalu kembali melanjutkan tugasnya.

Kebetulan buku yang Alula pakai lumayan tebal, jadi ia harus menyelesaikannya dengan waktu yang lumayan lama. Sekalian juga untuk menemani Nara yang sedari tadi sibuk mencari-cari buku. Sedangkan yang lainnya, termasuk Mora, Archa, dan Kezia sudah kembali ke kelas terlebih dahulu.

"Hai, belum selesai juga tugasnya?" Alula tersentak ketika bangku di hadapannya di duduki oleh seorang lelaki. Lelaki dengan seragam rapi, walaupun rambutnya agak acak-acakan.

Mendadak tubuh Alula bergetar menatap lelaki itu. Pulpen yang sebelumnya ada di genggamannya mendadak terjatuh. Ia seperti melihat hantu. Ketakutan sendiri, padahal lelaki di depannya tengah tersenyum ke arahnya.

"Kenapa? Kok kaget gitu? Kemarin-kemarin kan udah sering ketemu kita." Alula menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia menjauhkan tubuhnya dari lelaki itu. Mencoba mengatur nafasnya yang mendadak tidak beraturan.

"Santai aja! Gue cuma mau bantuin tugas lo kalau lo kesusahan. Nggak bakal ngapa-ngapain juga, kok."

"A–aku bisa sendiri."

"Kalau bisa sendiri kenapa jadi yang paling terakhir di sini? Tadi gue lihat temen-temen sekelas lo udah pada keluar semua."

"Gue juga masih ada di sini, ya! Jangan macem-macem lo!" Nara menolong Alula. Perempuan itu menarik Alula untuk berdiri di belakangnya. Tubuh Alula masih bergetar takut walaupun sudah sedikit lega karena ada Nara yang datang tepat waktu.

Lelaki itu ikut berdiri. Menatap Nara dengan tatapan yang sama seperti sebelumnya. "Hai, Ra! Sorry kalau misalnya gue bikin temen lo takut."

"Pergi lo dari sini! Kalau lo nyari ribut di sini, gue suruh petugas perpustakaan buat ngusir lo!"

Lelaki itu akhirnya mengangguk. Dari pada ia di usir dan dimarahi petugas perpustakaan karena membuat keributan, lebih baik ia pergi dari sini.

"Oke, gue pergi ya kalau gitu!" Sebelum lelaki itu pergi, ia menyempatkan untuk melirik Alula yang masih bersembunyi di belakang tubuh Nara.

"Alula, lo nggak apa-apa? Sini duduk!" Nara kembali menyuruh Alula untuk duduk setelah lelaki itu pergi.

****

"Nyari siapa di sini? Radion? Radion nya nggak ada. Dia sama Raiden lagi di panggil ke ruang guru, nggak tahu kenapa." Galen keluar dari kelas ketika melihat Alula yang sedang celingak-celinguk di koridor depan kelasnya. Tepatnya koridor anak ipa.

"Eh, Galen. Nggak lagi nyari Radion, kok."

"Terus? Masa nyari gue? Nggak mungkin, kan?"

Alula tertawa pelan. "Nggak, lah. Aku mau kasih buku ini, kebetulan buku kelas kamu."

Galen melirik setumpuk buku yang ada di tangan Alula. Setelah menyadarinya, cowok itu langsung mengambil alih buku tulis di tangan Alula. Membantunya.

"Oalah. Sini, biar gue aja yang bawa masuk ke dalem!"

"Makasih, Galen."

"Sama-sama. Pasti lo di suruh bantuin koreksi lagi, ya?"

"Iya, biasa, lah. Temen-temen kamu yang lainnya ada di dalem?"

"Ada, kok. Mau ketemu?"

"E–eh, nggak. Cuma nanya aja."

Galen mendadak tersenyum. "Pasti cuma mau ketemu Radion aja. Sayang banget, tuh cowok nggak ada di kelas."

"Apaan sih, Galen?!" Cowok itu langsung tertawa.

"Ya udah, gue mau taruh ini dulu di dalem. Lo sendiri gimana? Mau langsung ke kelas?"

Alula mengangguk. "Iya, aku mau langsung ke kelas aja."

"See you, ya!"

"Dulu Radion, sekarang lo mau pepet Galen juga, hah?!" Baru beberapa langkah meninggalkan kelas Galen, tubuh Alula sudah di tarik oleh dua orang perempuan. Siapa lagi kalau bukan Chessy dan Ruby? Sahabat dekatnya Chlo.

Alula pikir dengan tidak adanya Chlo, dirinya bisa bernafas lega karena terhindar dari perlakuan jahat mereka. Tetapi sepertinya Alula tidak boleh berharap besar. Jika tidak ada Chlo, maka masih ada Chessy dan Ruby yang mengganggunya.

"Ngapain lo tadi? Mau caper ke Galen?" Semua orang di sekolah ini tahu bahwa Ruby sangat menyukai Galen. Tetapi Galen tidak pernah membalas cinta perempuan itu.

"N–nggak! Aku cuma mau kembaliin buku anak-anak kelas mereka dari ruang guru."

"Halah, balikin bukunya sekalian mau modus, kan? Dasar anak pinter yang suka cari kesempatan. Lama-lama, gue bilangin ke guru kalau lo sebenernya bantuin ngoreksi cuma buat caper."

"Chessy, aku nggak kayak gitu. Aku sama sekali nggak mau caper ke siapapun."

"Sini lo! Ikut kita!" Tanpa aba-aba, pergelangan tangan Alula sudah di tarik oleh Chessy dan Ruby.

Toilet.

Tempat itu membuat Alula sedikit trauma. Mengingat kejadian beberapa bulan lalu saat Chlo membawanya ke toilet dan mendorongnya. Benar-benar membuat Alula terus teringat sampai sekarang.

"Heh, Alula mau di bawa ke mana?!" Samar-samar, Alula mendengar ada salah satu siswa yang mengkhawatirkannya. Mungkin setelah pentas musik kemarin, pandangan siswa-siswi terhadapnya berubah.

Tetapi mereka semua juga tidak bisa menolong Alula. Mereka tidak akan berani melawan Chessy dan Ruby. Apalagi jika di sini ada Chlo juga.

BRAKKK!!!

Suara pintu kamar mandi tertutup dengan keras. Chessy lalu membuka satu per satu pintu kamar mandi—memastikan bahwa di dalam sana tidak ada seorang pun. Alula benar-benar di kepung.

"Aman nggak?" Tanya Ruby.

"Aman, nggak ada siapa-siapa."

"Sekarang, lo ambilin selang yang ada di dalem kamar mandi!" Chessy mengangguk—menarik selang air yang ada di salah satu kamar mandi lalu membawanya kepada Ruby.

Alula bergerak menjauh. Tubuhnya gemetar hebat. Keringat keluar dari pelipisnya. Ingin pergi secepatnya dari sana, tetapi Chessy sudah terlebih dahulu menahannya.

"Makan, tuh!" Ruby memencet selang tersebut, membuat air di dalamnya muncrat keluar. Kedua perempuan itu tertawa puas sambil mengarahkan selang tersebut ke arah Alula.

"Chessy, Ruby, stop! Aku minta maaf." Alula mencoba menutupi wajahnya sendiri, tetapi usahanya sia-sia. Dalam hitungan beberapa detik, sekujur tubuhnya sudah basah kuyup. Toilet yang semulanya kering jadi basah dan berantakan.

"Mampus lo! Sekalian aja lo mandi di sini. Apa kata orang nanti pas lo keluar dalam keadaan basah kayak gini?" Tawa Chessy.

"Aku minta maaf. Aku minta maaf, Ruby. Aku nggak bermaksud deketin Galen."

"Gue lihat sendiri tadi lo ngobrol berdua di depan kelas. Pasti lo seneng kan bisa ngobrol berdua sama Galen? Galen itu cuma punya gue. Stop deketin dia kalau lo nggak mau berurusan lagi sama kita, apalagi sama gue!"

"Dasar cewek gatel!" Ruby semakin mengarahkan selang tersebut ke wajah Alula. Tidak peduli bahwa perempuan itu sudah basah kuyup dan terlihat kedinginan. Yang terpenting, mereka bisa puas memberi pelajaran kepada gadis itu.

Ruby menghentikan aksinya, melempar selang itu ke sembarang arah, lalu berjalan menghampiri Alula yang sedang menunduk. "Gue itu suka sama Galen udah lama. Semua adik kelas yang berani deketin Galen, udah habis gue kasih pelajaran."

"Lo tahu Shafa? Cewek yang pernah ghosting Galen? Lo tahu alasan tuh cewek nge-ghosting Galen? Itu karena dia satu-satunya cewek yang dapet perhatian lebih dari Galen. Pas gue tahu, gue langsung tabrak tuh cewek pakai mobil gue. Dia sampai masuk rumah sakit, dan setelah itu ngejauhin Galen karena nggak berani sama gue."

Ruby memegang seragam Alula yang sudah basah. "Jadi, ini peringatan pertama buat lo. Ini masih nggak ada apa-apanya. Lo mau gue buat masuk rumah sakit kayak Shafa?"

Alula langsung menggeleng dengan cepat.

"Makanya, jangan macem-macem!" Setelah mengatakan itu, Ruby mengajak Chessy untuk pergi meninggalkan Alula.

Sekarang, hanya tersisa Alula di sini. Gadis itu menatap toilet di depannya yang sudah berantakan. Di bawah, tangannya mengepal kuat. Giginya bergemeletuk tanda kesal. Ia menatap pantulan dirinya sendiri di cermin. Sangat mengenaskan.

Tetapi Alula akan membuat mereka yang terlihat lebih mengenaskan. Mungkin sedikit demi sedikit, seiring berjalannya waktu.

Gadis itu mengeluarkan sesuatu dari dalam saku roknya.

Sebuah spidol merah.

Dengan tatapannya yang berubah tajam, Alula menuliskan sesuatu pada kaca di hadapannya. Ia menulisnya dengan cepat dan juga besar-besar.

Gadis itu menutup kembali spidol di tangannya sambil tersenyum miring. Menatap hasil tulisannya barusan.

Setelah puas, ia pun segera meninggalkan toilet perempuan. Tidak peduli dengan bajunya yang sudah basah kuyup. Ia bisa berganti baju di ruang ganti.

I want you to die.

****

"Iya, Grandma. Chlo baik, kok."

"Kamu jangan sendirian terus di sini. Sepupu-sepupu kamu udah pada ngumpul di taman belakang."

Chlo tersenyum ke arah Neneknya. "Iya, Grandma. Chlo nanti gabung sama yang lainnya."

Perempuan itu mendengus setelah neneknya pergi dari hadapannya. Di rumah yang sangat besar ini, keluarga besar Chlo tengah berkumpul.

Hal yang membuat Chlo memilih sendirian di sini karena ia tidak terlalu dekat dengan sepupu-sepupunya. Chlo juga malas bergabung dengan para sepupunya.

Bukan. Bukan karena sepupunya tidak keren atau tidak seperti dirinya. Justru sepupunya banyak yang lebih cantik dan berbadan bagus melebihi dirinya. Sebagian sepupunya juga ada yang tinggal di luar negeri dan bersekolah di sana.

Hanya saja Chlo terkenal sebagai cucu yang paling sombong di antara yang lainnya. Saat datang ke acara-acara besar keluarganya, Chlo selalu duduk sendiri, makan sendiri, bahkan menjauh dari keluarganya. Maka sepupunya yang lain juga merasa enggan untuk berbicara atau bermain bersamanya.

Kecuali satu.

Hanya satu sepupunya yang bisa di bilang paling dekat dengan Chlo. Ia selalu mengajak Chlo berbicara atau mengobrol terlebih dahulu.

"Akhirnya gue ketemu sama lo." Perempuan berambut pirang itu datang menghampiri Chlo.

"Kenapa nggak gabung sama yang lain? Perasaan kalau di sekolah, lo adalah orang terkenal yang banyak idolanya. Kenapa di sini kayaknya lo di buang banget, ya? Jarang di perhatiin grandma sama grandpa, banyak di jauhin sama sepupu-sepupu yang lainnya—"

"Bisa diem nggak?!" Chlo membentak pelan sepupunya tersebut.

"Chill! Harusnya lo seneng, di antara sepupu-sepupu yang lainnya, cuma gue yang inget sama lo. Udah makan belum?" Tanyanya.

"Pertanyaan lo nggak penting," decak Chlo.

"Gue nanya kayak gitu, karena gue perhatian sama sepupu gue. Ke mana aja lo kemarin di Jakarta? Kenapa chat gue nggak pernah lo bales lagi? Di lihat aja nggak. Lo mulai berani sama gue?"

"Gue nggak pernah takut sama lo, Alice."

Ya, Alice adalah sepupunya yang tinggal di Bali. Rupanya sepupunya itu adalah mantan Radion. Sebenarnya Chlo sudah tahu lama karena mereka juga sudah berpacaran hampir dua tahun. Karena Alice dijodohkan, maka mereka harus berpisah. Chlo senang akan hal itu.

Ia pikir pacar Alice di Bali saat itu biasa-biasa saja. Tetapi saat Radion pindah ke Jakarta, Chlo juga tergila-gila dengan lelaki itu.

Ia pasti bisa mendapatkan Radion. Sepupunya saja bisa berpacaran dengan Radion hampir dua tahun, masa ia tidak bisa?

"Oh, gitu, ya? Jadi lo udah nggak mau bantuin gue lagi? Karena apa? Jangan-jangan karena lo suka ya sama Radion? Lo kan lihat cowok ganteng sedikit aja langsung di pepet," sindir Alice.

"Emang kenapa kalau gue suka sama Radion? Toh, lo sendiri juga udah jadi mantan dan udah punya tunangan, kan? Btw mana tuh tunangan lo?" Balas Chlo.

"Ternyata bener lo suka sama Radion. Demennya yang bekas gue, ya?" Kekeh Alice.

"Malu kali, udah punya tunangan masih aja mata-matain mantannya di Jakarta. Radion di Jakarta udah banyak dikelilingi cewek, nggak bakal sempet juga tuh cowok mikirin lo." Mendadak, mereka melakukan aksi sindir-menyindir di acara keluarga besar ini.

"Mungkin dia emang nggak mikirin gue karena ada si cewek sialan itu. Siapa namanya? Alula? Lo bahkan kalah sama cewek yang katanya lugu itu. Padahal lo primadona sekolah, loh."

"Gue juga sebenernya nggak butuh lo buat jadi mata-mata Radion. Dari awal, gue bisa ngelakuin semuanya sendiri dengan sewa orang buat mata-matain Radion. Jadi, kalau lo udah nggak mau bantuin gue, gue juga nggak masalah."

Chlo meletakkan kedua tangannya di depan dada. "Yakin mau ngelakuin hal seribet itu? Gimana sama Garvin, tunangan lo? Inget, tuh cowok pasti bayar orang juga buat mata-matain segala kegiatan lo. Lo nggak akan bisa ngelakuin apa-apa tanpa gue."

Alice merasa dijatuhkan kala itu juga oleh Chlo. Garvin, tunangannya itu memang sangat menyebalkan. Saat sibuk dengan urusannya, cowok itu pasti selalu tahu apa yang sedang ia lakukan.

Tentu saja Garvin tahu dari anak buahnya. Alice tidak bisa macam-macam karena perempuan itu ada di bawah pengawasan Garvin.

"Gue bisa ngelakuin semuanya, bahkan buat ngalahin tunangan gue sekalipun. Inget juga! Gue tunangan bukan karena cinta, tapi karena suruhan nyokap bokap gue. Lo pikir sekarang gue udah cinta sama Garvin?"

Alice lalu menggeleng. "Salah besar. Gue masih cinta dan sayang banget sama Radion. Gue bakal bawa dia balik, dan ubah semuanya kayak dulu. Gue nggak akan ngizinin Alula, atau bahkan lo sekalipun buat deketin Radion!"

"Jangan harap lo bakal dapetin Radion, mantan gue. Gue yakin, Radion juga masih cinta sama gue. He doesn't love people like you," tunjuk Alice tepat di depan wajah Chlo.

"Gue akan menang mengalahkan lo, Chlo. Sepupu gue yang paling sok jagoan dan bad attitude."

"Ngaca, lo lebih bad attitude dari pada gue! Gue bakal buktiin juga ke lo, kalau dalam waktu dekat, Radion bakal jadi pacar gue. He will never come back to you again, bitch!"

****

Jam istirahat kedua, Chessy dan Ruby memutuskan untuk pergi ke toilet terlebih dahulu sebelum masuk ke dalam kelas.

Kebetulan toilet terdekat dari mereka sekarang adalah toilet perempuan di dekat kelas ipa. Toilet yang sebelumnya mereka gunakan untuk memberi Alula pelajaran dan membuat gadis itu basah kuyup.

Jika di pikir-pikir, bagaimana kabar Alula sekarang, ya? Pasti sangat malang. Ah sudah lah, Chessy dan Ruby tidak peduli. Yang penting mereka puas.

"Ruby, l–lo lihat ini!" Baru saja masuk ke dalam kamar mandi, Chessy sudah di buat ketakutan dengan tulisan yang ada di cermin wastafel.

Ruby ikut masuk ke dalam. Membelalakkan matanya kaget ketika melihat kamar mandi yang dimasukinya masih sangat berantakan. Padahal sudah tiga jam setelah mereka mengganggu Alula di sini.

"Siapa yang nulis ini, Ruby? Serem banget. Apa mungkin Alula?"

Ruby menatap tulisan 'i want you to die' itu lamat-lamat. "Nggak mungkin lah Alula yang nulis itu. Dia mana berani sama kita, Chessy? Mungkin aja itu orang lain yang nulis. Sengaja biar bikin kita ketakutan."

"Tapi tadi kita keterlaluan nggak, sih? Kalau misalnya Alula selama ini beneran dendam sama kita gimana? Terus pas lagi tidur, kita di bunuh sama dia gimana?"

"Bisa diem nggak sih, lo?! Nggak mungkin dia berani bunuh kita. She's not psychopath. Dia cuma cewek cupu yang nggak bisa apa-apa."

"Panggilan kepada Ruby Patricia dan Chessy Magdalena, diharapkan ke ruangan kepala sekolah sekarang juga!"

Chessy menengadah ketika mendengar itu dari pengeras suara yang ada di seluruh penjuru ruangan. Bukan hanya Chessy yang mendengar, Ruby juga mendengarnya.

"Panggilan kepada Ruby Patricia dan Chessy Magdalena, diharapkan ke ruangan kepala sekolah sekarang juga!"

"Mampus, di panggil ke ruang kepsek! Lo tahu sendiri kan apa kata orang tua gue nanti kalau gue di panggil ke ruang kepsek? Lo sih!" Chessy malah menyalahkan Ruby. Pasalnya perempuan itu benar-benar sangat panik sekarang.

"Kenapa lo jadi nyalahin gue, sih? Emangnya lo mau kalau Alula makin caper ke cowok-cowok? Nggak, kan?!"

"Lagian juga siapa sih yang berani lapor ke kepsek? Alula nggak mungkin seberani ini. Dari kemarin, dia nggak pernah lapor ke kepsek tentang kejadian apapun. Gue nggak percaya kalau yang ngelakuin semua ini beneran Alula," lanjutnya lagi.

"Lo selalu aja nggak percaya. Kalau misalnya dia udah kesel banget sama kita, dia bisa ngelakuin apapun sama kita. Gimana dong sekarang?" Chessy mengacak-acak rambutnya sendiri sambil mondar-mandir.

Ruby membuang nafasnya kasar. "Lo jangan bikin gue panik juga, dong. Kita cuma di panggil ke ruang kepsek. Itu juga belum tentu karena masalah Alula. Lo tenang aja, dia nggak mungkin bisa ngalahin kita!"

****

Baru saja Alula keluar dari kelasnya, tiba-tiba dirinya ditarik oleh seseorang menuju tangga sekolah.

"Radion?! Aku kaget tau." Alula menatap sekeliling lorong yang masih sepi karena siswa-siswi belum banyak yang keluar dari kelas.

"Mau jalan-jalan nggak?" Tawarnya.

"Jalan-jalan ke mana? Aku sibuk, banyak tugas sekolah yang numpuk."

"Sebentar doang. Jam tujuh malem, lo udah gue pulangin, deh."

"Gimana? Ayo lah, sebentar aja." Radion membujuk gadis itu.

Sebenarnya Alula sangat bingung dengan tingkah Radion sekarang. Cowok itu terlihat sedikit berbeda. Buktinya ia ingin mengajak Alula jalan-jalan. Sekarang juga.

"Kalau misalnya ke markas Camelion, aku nggak ikut deh, Radion. Aku nggak enak kalau harus ke sana terus sama kamu."

Radion membuang nafasnya pelan. "Bukan ke markas."

"Terus ke mana?"

"Belum aja jalan, lo udah nanya mau ke mana. Nanti juga lo tahu pas kita jalan."

"Ya udah, aku ikut kamu."

Radion tersenyum. "Oke. Langsung aja sekarang, biar nanti bisa lama."

"E–eh, tapi aku belum pamitan sama Mora, Archa, Nara, sama Kezia."

"Udah, nanti mereka juga tahu kalau lo lagi jalan sama gue." Radion sudah terlebih dahulu membawa Alula menuruni tangga.

****

Rupanya Radion mengajak dirinya ke sebuah Mall besar di Jakarta. Mereka berdua sekarang tengah berjalan menyusuri Mall, seperti anak sekolah yang sedang berpacaran.

"Kenapa kamu ajak aku jalan-jalan ke sini?" Tanya Alula di sela-sela berjalannya.

"Nggak apa-apa. Menurut gue seru ngajak lo jalan-jalan ke Mall. Gue pengen aja ngabisin waktu dua jam kedepan sama lo."

Alula hanya mengangguk-anggukkan kepalanya. Ia jarang sekali pergi ke Mall seperti ini. Karena menurut Alula, sangat membosankan jika pergi ke Mall sendirian. Untung saja sekarang ia ditemani Radion. Suasanya jadi lebih berbeda, dan Alula lebih suka seperti ini.

"Kalau waktu dua puluh empat jam sama lo, kapan-kapan, ya?"

Alula sontak tertawa mendengarnya. "Oke, kalo aku free."

Mereka berdua lalu melanjutkan jalan mereka. Menyusuri toko-toko di dalam Mall. Sesekali Radion memberikan lelucon lucu yang membuat Alula tertawa.

Alula bahkan seperti tidak merasakan ramainya suasana Mall. Di sini seolah-olah hanya ada mereka berdua. Orang-orang yang lain tidak terlihat.

"Lihat apa?" Radion menghampiri Alula yang berdiri tepat di depan salah satu toko pajangan-pajangan lucu. Kebanyakan pajangan tersebut berukuran kecil tapi sangat mahal.

"Nggak lihat apa-apa. Yuk, lanjut jalan lagi!"

"Bagus, ya?" Alula mengernyit ketika Radion mengatakan itu.

"Bagus apanya?"

Radion menunjuk salah satu pajangan berbentuk piano yang dipajang di etalase toko. Barang itu sangat bagus dan tertera tulisan limited edition.

Alula menatap ke arah pandang Radion. Ya, sebelumnya gadis itu juga tertarik dengan pajangan piano tersebut. Karena harganya yang sangat mahal, sepertinya Alula harus mengumpulkan uang terlebih dahulu untuk bisa membelinya.

"Iya, bagus banget. Terbuat dari emas."

"Cocok banget buat lo. Lo kan suka banget sama piano. Pasti bagus kalau itu dipajang di kamar lo."

Alula tersenyum. "Aku harus ngumpulin uang dulu biar bisa beli itu. Aku nggak mungkin ada uang segitu sekarang."

"Nanti keburu barangnya di beli orang kalau nunggu lo ngumpulin uangnya dulu."

"Kalau emang barangnya di beli duluan sama orang, ya berati barang itu bukan buat aku. Semoga aja nanti barangnya masih ada sampai uang nya kekumpul."

Radion mengangguk-anggukkan kepalanya. "Semoga aja."

Setelah itu mereka memutuskan untuk makan terlebih dahulu di salah satu restoran yang ada di sana.

Tidak mungkin kan Radion memulangkan Alula dalam keadaan gadis itu kelaparan? Radion harus membuat Alula kenyang saat membawanya jalan-jalan.

"Nih, uang buat bayar makanan! Sekalian aja sama punya kamu. Hari ini aku yang bayarin kamu." Alula menyodorkan uangnya ke arah Radion.

Radion yang belum menyelesaikan aksi makannya pun mengernyit. Menatap uang yang ada di hadapannya tersebut, lalu memberikannya kembali kepada Alula.

"Nggak usah. Kan yang ngajak lo jalan gue. Gue aja yang bayarin semuanya, lo nggak perlu keluar uang."

Alula meneguk ludahnya sendiri. Hal ini sering sekali dialami oleh gadis-gadis yang ada di buku novel atau di film ketika sedang jalan bersama cowoknya. Tetapi sekarang, Alula juga mengalami hal yang serupa. Bukannya norak atau apa, Alula hanya terkejut saja dan tidak terbiasa.

"Nggak apa-apa?" Tanya Alula hati-hati.

"Santai aja. Mending uang itu lo tabung buat beli pajangan piano tadi. Kan lo mau banget, tuh."

"Makasih, Radion."

"Anything for you, Alula."

Setelah menyelesaikan aksi makannya, mereka memutuskan untuk pulang. Sesuai janji Radion, cowok itu akan memulangkan Alula tidak lewat di atas jam tujuh malam. Ini baru pukul enam lewat.

Sebenarnya dua jam kurang bagi Radion. Mereka banyak mengobrol hal seru dan bercanda, seolah-olah waktu yang mereka habiskan hanya setengah jam. Tetapi tidak masalah, Radion bisa mengajak Alula jalan-jalan lagi lain waktu. Hari ini benar-benar hari mereka berdua.

"Sebentar, gue ada telepon!" Alula ikut menghentikan langkahnya ketika Radion tiba-tiba berhenti.

"Halo."

"Woi, lo di mana, anjir? Gue di markas nih, tapi nggak ada lo, Rad." Suara Zean memenuhi pendengaran Radion saat ini.

"Sebentar, gue lagi di luar."

"Luar mane? Luar tuh banyak. Di jalanan, di depan rumah lo, di—"

"Gue lagi di Mall. Sama Alula."

"Wih, rupanya lagi nge-date dia, Den. Lo sih dari tadi nanya-nanya Radion ke mana. Kayak nggak bisa kehilangan temen beberapa jam aja."

Radion mendengus ketika suara sahut menyahut terdengar dari seberang telepon. Sepertinya teman-temannya sedang berkumpul di markas.

"Dikit lagi gue ke sana. Tungguin aja."

"Iya, siap. Lama juga nggak apa-apa, kok. Gue nggak mau ganggu date lo sama Alula. Lanjutin aja, Rad!"

"Hm." Radion memutuskan sambungan teleponnya secara sepihak. Jika ia masih menanggapi teman-temannya, akan lama selesai karena mereka sangat mengganggu.

"Temen kamu?" Tanya Alula setelah Radion memasukkan ponselnya kembali ke dalam saku celananya.

"Iya, si Zean."

"Abis ini gue anterin lo pulang. Tapi, gue ke toilet dulu boleh?" Lanjut Radion.

"Boleh. Aku tunggu di sini kalau gitu." Radion mengangguk.

Sambil menunggu Radion, Alula sengaja mengitari toko-toko di dekatnya untuk melihat-melihat. Kebetulan ada bazar buku di dekat tempatnya berdiri. Ia memutuskan untuk melihat-lihat buku sebentar.

"Eh, ada anak sekolah juga, nih. Dari sekolah mana btw?" Alula menoleh ke arah segerombolan lelaki berpakaian sekolah juga yang sudah ada di belakangnya. Ada sekitar enam orang.

Alula berdiri menjauhi mereka. "SMA Gardapati."

"Oh, sekolah yang terkenal itu, kan? Katanya sih ceweknya cantik-cantik. Bener ya ternyata? Lo cantik banget." Salah satu diantaranya mengedipkan sebelah matanya genit ke arah Alula.

Alula benar-benar merasa takut dan risih. Kenapa orang seperti ini harus ada di lingkungan Mall yang banyak sekali pengunjung?

"Minta lah nomor HP nya. Kalau ngobrol doang mana bisa ketemu lagi? Lo mau nyariin ke sekolahnya emang?" Ujar salah satu temannya.

"Boleh nggak minta nomor HP lo? Tenang, gue nggak bakal macem-macem di sini, kok. Gue cuma mau kenal deket aja sama lo. Gue dari sekolah Bina Bangsa. Nggak jauh dari sekolah lo."

"Kenalin, gue Rafi." Lelaki berambut seperti brokoli yang sedang diidamkan wanita-wanita saat ini pun mengulurkan tangannya ke arah Alula. Mengajaknya untuk berkenalan.

Tetapi siapa sangka bahwa ternyata yang membalas uluran tangan lelaki itu adalah Radion yang tiba-tiba saja sudah berdiri di hadapan Alula.

"Kenalin juga, gue Radion." Lelaki itu tersenyum ke arah Rafi.

"Lo siapa? Gue nggak kenal sama lo." Rafi langsung menarik kembali tangannya. Teman-teman Rafi di belakangnya pun langsung berbisik-bisik.

Radion terkekeh. "Makanya kenalannya sama gue, biar kenal siapa gue."

"Gue nggak mau tahu lo siapa."

"Oh, gitu. Dari sekolah mana lo pada?"

"Bina Bangsa." Radion mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Mohon maaf nih sebelumnya, lo kalau mau kenalan sama anak sekolah gue, boleh aja. Lo boleh ke sekolah gue kapan aja buat kenalan sama cewek-cewek yang jadi tipe lo."

"Tapi, jangan pernah lo ngajak kenalan dia." Radion menarik Alula, lalu merangkul gadis itu.

Alula membelalakkan matanya kaget. Melihat tangan Radion yang berada di bahu kanannya. Memegangnya kuat seolah-olah tidak membiarkan Alula lepas ke mana-mana.

Lelaki yang bernama Rafi itu terlihat kesal dengan sifat Radion barusan yang terlihat sangat sok. Ia ingin memaki Radion, tetapi mencoba menahannya karena sedang ada di tempat umum.

"Lo siapa larang-larang gue? Lagian juga gue cuma mau kenalan sama dia. Sensi banget lo kayaknya."

"Lah, lo yang sensi. Dia juga nggak akan mau kenalan sama lo."

"Udah lah, Bro! Masih banyak cewek cakep di sekolah gue selain dia. Lo relain dia aja, ya?! Gue udah lama deket sama dia," lanjut Radion sambil melirik Alula sekilas.

Alula sampai tidak bisa berkata-kata lagi. Memang benar apa yang Radion katakan sebelumnya. Ia tidak akan mau berkenalan dengan lelaki itu. Alula terlalu takut untuk kenal dengan orang baru. Traumanya masih terbawa. Ia tidak tahu lelaki itu orang baik atau tidak.

"Percuma kalau lo maksa, Raf. Tuh cewek juga kayaknya takut sama lo. Nggak bakal mau kenalan sama lo," bisik teman Rafi.

"Iya, lagian juga biasa aja kalau gue lihat-lihat. Udah ada cowoknya lagi. Itu pasti cowoknya, tuh."

Rafi menghembuskan nafasnya kasar. Tanpa berkata apa-apa lagi, cowok itu langsung meninggalkan Radion dan Alula begitu saja disusul dengan teman-temannya yang lain.

Radion melepaskan rangkulan tangannya ketika kumpulan lelaki tadi sudah pergi. "Jangan mau di ajak kenalan."

"Siapa juga yang mau?"

"Siapa tau aja lo mau, kan? Tuh cowok lumayan mulus, siapa tau lo tertarik."

Alula mendengus. "Aku aja nggak kenal sama dia, gimana mau tertarik, Radion. Lagian juga aku nggak akan mau kenalan sama dia. Aku kan nggak tahu sebenernya dia itu baik atau nggak."

Radion tersenyum kecil mendengarnya. "Bagus. Sebelum lo kenalan sama orang asing, mending gue lihat dulu orang asing itu kayak gimana. Dia orang yang baik atau cuma modus doang sama lo. Kalau dia baik, gue nggak masalah lo mau kenalan sama dia atau nggak."

"Tapi lebih mending lagi, kalau lo deket sama gue aja. Gue itu udah di jamin baik dan bisa ngelindungin lo."

"Ih, pede banget." Radion hanya tertawa, lalu berjalan terlebih dahulu untuk keluar dari area Mall.

"Tapi emang bener, sih. Cuma Radion yang bisa ngelindungin aku. Cuma dia, cowok yang aku percaya," gumam Alula setelahnya.

"Mau pulang atau nggak? Cepetan, keburu malem!" Suara Radion menyadarkan Alula. Rupanya cowok itu sudah menunggunya di depan.

"Iya, tunggu!"

Lelaki yang tengah memakai jaket serta wajahnya yang ditutupi buff pun keluar dari salah satu toko yang ada di sana. Menatap ke arah pintu Mall, tepat ke arah dua insan yang baru saja berjalan keluar bersama.

Mata hijaunya memicing. Sedikit berfikir, sebelum ia juga pergi dari sana.

****

Asik hidup tenang selama dua minggu karena nggak ada Chlo🤗 tapi inget, masih ada Chessy sama Ruby🫠

Ruby itu suka sama Galen ya kalo kalian lupa. Makanya sesensitif itu dia pas liat Alula interaksi sama Galen.

Siapa yang baru tahu alesan Shafa nge ghosting Galen tuh sebenernya karena udah dapet peringatan keras dari Ruby🤫

Buat kisah percintaan Chessy yang demen sama Raiden, maybe di sini aku nggak ceritain terlalu detail. Cuma ya hubungan Chessy sama Mora mungkin bakal kurang baik.

Kaget nggak kalo ternyata Alice itu sepupunya Chlo? Jadi selama ini yang suka chatan sama Chlo itu Alice, ya🤔

Menurut kalian siapa orang yang bikin Alula takut pas di perpustakaan sama Nara?

Jangan lupa kasih vote dan comment nya buat bikin aku semangat nulis & updatenya🥰💓 support aku terus biar bisa nulis cerita ini sampai ending😗💞💞

Don't forget to check👇 :
Instagram : @cindeyaur
Tiktok : @cramelgurl

Makasii yaa yang udah nungguin aku update & langsung cepet-cepet baca pas liat notifnya😻💘 love u all sm❤️‍🔥 jangan lupa ramein tiktok kuu!!🔥🔥

Alula.

Alice.

Cakepan Alula atau mantannya Radion, nih?

Chlo.

Spam comment for next chapter!!🌈

With love, Cindyy<3

Continue Reading

You'll Also Like

884K 75.8K 47
Setelah kematian ibunya Rayanza yang tadinya remaja manja dan polos. Berubah menjadi sosok remaja mandiri yang mampu membiayayi setiap kebutuhan hidu...
6.3M 179K 57
"Mau nenen," pinta Atlas manja. "Aku bukan mama kamu!" "Tapi lo budak gue. Sini cepetan!" Tidak akan ada yang pernah menduga ketua geng ZEE, doyan ne...
618K 49.7K 29
ace, bocah imut yang kehadirannya disembunyikan oleh kedua orangtuanya hingga keluarga besarnya pun tidak mengetahui bahwa mereka memiliki cucu, adik...
RAYDEN By onel

Teen Fiction

3.6M 222K 67
[Follow dulu, agar chapter terbaru muncul] "If not with u, then not with anyone." Alora tidak menyangka jika kedatangan Alora di rumah temannya akan...