RADION

By cindeyaur

66.5K 6K 1.8K

"Gue sekarang udah jadi ketua di sini, mau gimana pun, lo harus patuh sama gue." -Radion Geraldo. **** Radion... More

PROLOG
RADION || 01
RADION || 02
RADION || 03
RADION || 04
RADION || 05
RADION || 06
RADION || 07
RADION || 08
RADION || 09
RADION || 10
RADION || 11
RADION || 12
RADION || 13
RADION || 14
RADION || 15
RADION || 16
RADION || 17
RADION || 18
RADION || 19
RADION || 20
RADION || 21
RADION || 22
RADION || 23
RADION || 24
RADION || 25
RADION || 26
RADION || 28
RADION || 29
RADION || 30
RADION || 31
RADION || 32
RADION || 33
RADION || 34
RADION || 35
RADION || 36
RADION || 37
RADION || 38
RADION || 39
RADION || 40
RADION || 41
RADION || 42
RADION || 43
RADION || 44
RADION || 45
RADION || 46
RADION || 47
RADION || 48
RADION || 49
RADION || 50
RADION || 51
RADION || 52
RADION || 53
RADION || 54
RADION || 55
RADION || 56
RADION || 57

RADION || 27

699 86 6
By cindeyaur

Hari yang di tunggu-tunggu pun tiba. Di halaman SMA Gardapati, sudah berdiri panggung yang sangat megah di lengkapi dengan stan-stan bazar yang didirikan oleh masing-masing kelas dan anak osis.

Bahkan Camelion memiliki stan bazar sendiri. Walaupun mereka tidak menjual apa-apa, karena semua yang ada di Camelion bersifat rahasia, tetapi Galen merubah stan itu untuk photo booth dengan para anggota Camelion.

Caranya dengan menukarkan uang ke loket dan digantikan tiket yang bisa digunakan untuk photo booth dan juga jajan di semua bazar yang ada di sini.

"Camelion nggak pernah ya kayak gini buat nambahin uang kas. Dari dulu juga Camelion nggak pernah join kalau ada bazar-bazar kayak gini. Kita mau jual apa emangnya? Jaket kita? Stiker kita? Nggak mungkin, kan?" Zean duduk di depan bazar sambil meneguk minuman yang ia beli di bazar sebelah.

"Justru itu gue bikin photo booth. Pasti bakal banyak banget yang mampir ke sini. Apalagi fans-fans gue. Lumayan juga kan uangnya? Udah lo ikutin aja cara gue! Radion juga nggak ngelarang, kok." Zean hanya bisa mendengus mendengarnya.

"Gimana? Photo booth udah beres?" Raiden datang bersama Arlan setelah kedua cowok itu sibuk mengitari bazar.

"Aman, Den."

"Daplo di mana?" Tanya Arlan.

"Tuh di belakang! Lagi rapi-rapihin yang lainnya."

"Bazar udah ramai?"

"Belum. Ini juga masih pagi. Acara belum mulai. Bazar masih pada sepi," jawab Raiden.

Cowok itu sibuk melihat-lihat bazar Camelion sendiri. Entahlah Galen menghiasnya dengan konsep seperti apa. Semua benda seperti pajangan berbentuk motor, mobil, serigala, poster bergambar Camelion, semuanya ia letakkan di sini.

"Len, itu aib gue bisa nggak jangan lo taruh di situ?" Arlan menatap Galen tajam ketika di bagian atas photo booth ada foto Arlan yang menurut cowok itu sangat aib.

Pasalnya foto itu sudah lama sekali di ambil. Saat ia masih kelas sepuluh dan masih culun-culunnya karena belum bergabung ke dalam Camelion.

Galen tertawa sambil menatap foto Arlan tersebut. "Aib kata lo? Itu ganteng tau, Lan. Sengaja gue taruh di situ, biar fans-fans lo dateng ke sini semua. Siapa sih yang nggak nge-fans sama cowok sultan kayak lo, Lan?"

"Gue yang punya fans, lo yang ribet. Pokoknya gue nggak mau foto gue ada di sana. Cepet lepas!"

Galen mendengus. "Iye, nanti gue suruh si Daplo lepasin. Gue nggak nyampe soalnya."

"Gitu doang berantem lo berdua." Raiden geleng-geleng kepala.

"Photo booth nya udah buka belom? Soalnya kita mau foto sama Radion, nih!" Tak lama, dua orang perempuan dari kelas bahasa menghampiri stan bazar mereka.

"Aduh, buka sih udah, tapi lo pada lihat sendiri kan di sini cuma ada siapa?" Galen menyapa mereka.

"Radion nya nggak ada, dia lagi gladi sebelum pentas musik di mulai. Nanti balik lagi aja ke sini kalau mau foto sama Radion. Atau nggak, lo bisa foto sama gue."

Kedua perempuan itu membuang nafasnya kecewa. Padahal mereka sengaja datang pagi untuk berfoto dengan Radion sebelum ramai.

"Yah, ya udah, deh. Nanti kita balik lagi ke sini kalau Radion nya udah ada."

"Boleh. Coba sini nomor telepon lo! Biar nanti kalau Radion nya udah ada, bisa gue kabarin."

"Itu mah modus lo aja, anjir!" Zean memukul kepala cowok itu dari belakang.

"Siapa yang mau modus sih, Ze? Otak lo nggak pernah mikir yang positif ke gue, ya?! Gue kan mau kasih kemudahan buat mereka, karena photo booth ini juga gue yang nyaranin sama gue yang megang:"

"Iya, lo megang photo booth sambil modus sama cewek-cewek. Apalagi nanti yang dari sekolah lain. Tau gue."

"Nggak apa-apa, kok. Nanti kita balik lagi aja ke sini. Sekalian mau muter-muter ke bazar yang lain." Salah satu dari mereka menghentikan aksi perdebatan Galen dan Zean.

"Ya udah deh kalau gitu."

"Udah selesai rapi-rapinya?" Radion datang dengan memakai kemeja putih dipadukan celana jeans. Cowok itu hari ini terlihat berkali-kali lipat lebih berkharisma.

"Nah ini dia orangnya! Lo udah selesai, Rad?" Tanya Galen merangkul cowok itu.

"Udah. Sebentar lagi gue juga harus balik ke belakang panggung."

"Sebelum lo balik, ini ada yang mau foto sama lo. Ladenin dulu, gih! Sebentar doang, Rad. Ini demi kemakmuran bazar kita."

Zean melengos. Cowok itu memutuskan untuk kembali duduk sambil merokok. Ia pusing mendengar omongan konyol dari mulut Galen.

Radion menanggapi dua perempuan di depannya dengan ramah. "Ayo kalau mau foto, sebelum gue balik lagi ke belakang panggung."

"Ayo, Radion! Tapi fotonya ganti-gantian, ya?!" Radion mengangguk.

"Langsung masuk aja ke photo booth nya, Rad!" Suruh Galen sambil menerima dua tiket dari kedua perempuan itu.

"Lo parah si, Len. Lo bikin photo booth ini buat bikin kaum jomblo halu kalau dia lagi foto sama pacarnya. Kan biasanya yang foto di photo booth kebanyakan orang pacaran," sahut Raiden.

"Halu itu salah satu kebahagiaan tersendiri buat kaum jomblo, Den. Lo juga bisa kok foto sama Mora di dalem. Khusus lo, gue gratisin, deh. Kesempatan, nih."

"Siapa yang mau foto sama dia? Dia kali yang adanya mau foto sama gue," jawab Raiden enteng.

"Makasih ya, Radion!" Kedua perempuan itu keluar dari photo booth setelah selesai berfoto dengan Radion.

"Sama-sama."

"Makasih ya, Galen! Kalau gitu, kita pergi dulu!" Mereka juga berpamitan kepada Galen dan anggota inti Camelion yang lainnya.

"Sama-sama, Neng cantik. Walaupun nggak dapet nomornya, nggak apa-apa, deh. Yang penting cuci mata pagi-pagi begini."

"Gila tambah ganteng aja lo, Rad." Zean memuji penampilan Radion dari atas sampai bawah.

"Masih gantengan mana ama gue, Ze?" Galen berdiri di sebelah Radion.

"Kebanting lah gila. Minggir lo! Nggak nafsu gue lihat lo berdiri di situ."

"Jahatnya." Galen memegang dadanya sendiri—pura-pura sakit hati.

"Lo pada lihat Alula nggak?" Tanya Radion mengalihkan pembicaraan.

"Lah, bukannya harusnya dia sama lo ya tadi? Kan dia ikut tampil juga nanti. Harusnya dia barengan sama anak-anak musik, dong?"

Radion membuang nafasnya kasar. "Gue juga nggak tahu. Tadi cuma dia yang nggak ada. Dia ke mana, ya? Apa nggak dateng? Mana mungkin dia nggak dateng."

"Coba aja lo chat atau lo telepon," usul Raiden.

Radion mengiakan usulan Raiden. Cowok itu lalu mengeluarkan ponselnya lalu memanggil Alula. Cukup lama cowok itu menunggu, tetapi hasilnya nihil. Alula tidak menjawab teleponnya.

"Nggak di angkat," decak Radion.

Pikiran cowok itu ke mana-mana. Pasalnya pagi tadi mereka tidak bisa berangkat bersama ke sekolah. Padahal semalam Radion sudah mengirim pesan kepada gadis itu untuk bertemu di sekolah saja. Tetapi sekarang saja gadis itu tidak terlihat sama sekali.

Apakah Alula mendadak sakit? Radion benar-benar khawatir dan kepikiran. Ia takut Alula melakukan hal seperti kemarin lagi.

Radion Geraldo :
Alula, lo di mana?
Lo dateng, kan?
Coba jawab telepon gue atau bales chat gue.
Gue nyariin lo.
Lo aman, kan?

Setelah meninggalkan pesan untuk gadis itu, Radion kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku celananya.

"Santai, Rad! Mungkin aja dia telat. Di acara gede kayak gini, nggak mungkin lah dia nggak dateng. Pasti dateng." Raiden menenangkan cowok itu.

"Eh, Mora! Baru sampai, Mor?" Galen menyapa Mora dan teman-temannya ketika mereka lewat di depan bazar Camelion.

Raiden yang melihat Mora langsung mengalihkan tatapannya malas. Berbanding terbalik dengan Zean yang langsung bersemangat ketika melihat Archa dan Nara.

"Eh, kalian buka bazar? Tumben banget. Jual apa?" Mora menghampiri stan mereka.

"Yoi, Mor. Jadi ini ide gue. Gue tuh bikin photo booth. Tuh dia photo booth nya!" Galen menunjuk photo booth yang ada di belakangnya.

"Photo booth ini gue buka buat bikin kaum jomblo bahagia. Jadi semua orang bisa foto kayak orang pacaran sama anak-anak Camelion. Caranya gampang, cuma tukerin uang jadi tiket di loket sebelah sana, terus langsung ke sini, deh. Di jamin puas, deh. Photo booth ini cuma khusus orang-orang yang mau foto sama anak-anak Camelion."

"Kalau ada couple lain yang mau foto di sini, ya nggak boleh. Mau dia bayar sekalipun, tetep aja nggak boleh. Ini stan udah gue hias pakai foto-foto keren kita. Lihat tuh, ada foto Arlan juga di sana! Gemoy, kan?!"

Arlan membelalakkan matanya melihat fotonya masih setia dipajang di atas sana. Galen benar-benar cari mati, padahal tadi ia sudah menyuruhnya untuk melepas foto itu.

"Len, kan tadi gue suruh lo buat lepas itu. Kenapa nggak di lepas?"

"Gue udah nyuruh Daplo tadi. Gue juga nggak tahu kenapa masih di situ."

"Gue lupa," jawab Daplo dengan polosnya.

Arlan hanya bisa membuang nafasnya kesal, sedangkan yang lain tertawa.

"Lo pada lihat Alula?" Setelah aksi tawa mereka usai, Radion kembali menanyakan keberadaan Alula kepada teman-temannya. Siapa tahu gadis itu tadi bersama mereka.

"Hah?! Alula?! Emangnya tadi dia nggak ke belakang panggung?" Tanya Kezia. Ikut kaget.

"Nggak. Dia nggak ada di belakang panggung. Gue kira Alula sama kalian." Radion makin di buat panik setelah mendengar itu.

"Kita tadi baru dateng ke sini. Emang sih, pagi tadi kita ketemu sama Alula soalnya Kezia sempet dandanin Alula dulu. Terus abis itu Alula bilang mau ke sekolah duluan karena takut telat. Jadi kita pikir, kita bakal ketemu Alula di sini. Kemana ya tuh anak?!" Mora membuang nafasnya pelan.

Takut-takut ada kendala saat tadi pagi Alula ingin ke sekolah. Karena mereka memang tidak bersama saat ke sini. Pagi tadi, Mora dan yang lainnya belum siap-siap.

"Gue barusan telepon sama chat juga nggak di bales, padahal aktif kok HP nya."

Suasana sekolah semakin siang semakin ramai. Siswa-siswi dari SMA Gardapati, bahkan dari sekolah lain pun mulai berdatangan. Panggung pentas musik pun juga baru saja ingin di buka oleh MC.

Sebelum stan Camelion ramai dan Radion di tarik-tarik untuk berfoto bersama, lebih baik cowok itu segera pergi dari sini. Anak-anak musik yang lain pasti sudah bersiap di belakang panggung, walaupun Radion tampil paling belakangan. Ia juga ingin sekalian mencari Alula.

"Ya udah, kalau gitu gue balik dulu, ya?! Sekalian cari Alula. Siapa tahu dia udah ada di belakang panggung," pamit Radion.

"Iya, Rad. Pasti dia udah sampai di sekolah, kok. Kalau ada apa-apa, telepon gue aja atau langsung ke bazar ini!" Radion mengangguk.

"Gue duluan, ya! Kalau lo pada lihat Alula, kabarin gue!" Mora, Archa, Nara, dan Kezia mengangguk.

"Kita cari Alula juga, yuk! Katanya lo mau jajan kan, Cha? Nanti siapa tahu di bazar-bazar ketemu," ajak Mora.

"Ayo!"

"E–eh, sebentar!" Kezia menahan teman-temannya.

"Kenapa sih, Kez?" Nara mengernyit.

Kezia hanya heran. Kenapa Arlan sama sekali tidak meliriknya? Padahal hari ini Kezia sudah sangat cantik. Ia rela dandan dari pagi dan memikirkan baju apa yang akan ia pakai demi Arlan meliriknya. Tetapi sekarang? Jangankan melirik satu detik, cowok itu saja sama sekali tidak menolehkan kepalanya dari layar ponselnya.

Benar-benar membosankan hidup Arlan tanpa melihat cewek cantik sepertinya.

"Arlan!" Cowok itu pun baru menoleh ketika Kezia memanggilnya. Itu pun semua teman-teman Arlan ikut menoleh ke arahnya.

"Gue mau cari Alula dulu sekalian jalan-jalan lihat bazar. Gue punya banyak tiket buat photo booth. Gimana kalau nanti foto bareng?" Tawar Kezia dengan percaya dirinya.

Urusan di tolak itu belakangan. Kezia juga sudah sangat bersyukur jika Arlan menganggapnya sebagai cewek sok akrab atau pengganggu. Itu tandanya, Arlan mulai menyadari keberadaan Kezia di hidupnya.

"Hah? Lo ngajak gue?" Arlan menunjuk dirinya sendiri.

"Ya elah, Lan. Nggak biasanya lo lemot kayak gini. Giliran urusan Camelion lo gercep, otaknya jalan. Giliran kayak gini aja, pura-pura bego," ujar Galen yang sedang merapihkan stan bazar di bantu oleh Daplo.

"Dia mau foto sama lo di photo booth, Lan. Biar kayak orang-orang pacaran gitu," bisik Zean. Di belakang, Raiden hanya tertawa melihatnya.

"Iya, cuma foto doang, kok. Sayang, gue udah nuker banyak tiketnya." Kezia menunjukkan tiket miliknya.

"Tukerin lagi aja jadi uang, kan bisa. Gue nggak mau foto sama lo."

"Tapi gue mau foto sama lo. Gue mau bikin hidup lo sedikit berwarna dengan foto sama cewek. Sebelumnya belum pernah, kan?"

Galen bersiul menggoda mereka. "Gas aja lah, Lan! Kezia udah cantik banget itu, kayak tuan puteri."

"Yuk guys kita jalan-jalan ke bazar dulu! Nanti gue balik lagi ke sini buat foto sama Arlan." Kezia tersenyum kecil menatap reaksi pasrah Arlan.

"Tenang aja, Kez! Nggak akan gue biarin Arlan ninggalin bazar. Pokoknya, dia tetep stay di sini." Kezia memberikan ibu jarinya ke arah Galen. Seperti bekerja sama.

"Cha, lo ada tiket nggak buat kita foto? Kalau nggak ada, biar gue beli." Tentu saja Zean ini tidak bisa diam saja jika melihat Archa ada di depannya. Pasti ia akan mengajak Archa berfoto bersama. Apalagi hari ini dirinya sedang tampan. Lumayan, buat kenang-kenangan.

"Mauan lo! Nggak ada ya foto berduaan di photo booth. Lo siapa emangnya?" Ketus Nara.

"Lo mau juga, Ra? Ya udah, nanti gantian aja sama Archa. Tapi tiketnya beli sendiri, ya?!"

Nara bergidik. "Ogah banget foto sama lo!"

****

"Radion, lo ke mana aja, sih? Ini acara udah mau mulai lo baru ke belakang panggung. Berantakan pula bajunya." Chlo menahan Radion yang baru sampai di belakang panggung.

Perempuan itu sudah tampil cantik bersama Chessy dan Ruby. Bukan hanya itu, semua anak musik yang akan tampil juga sudah siap.

Radion menepis tangan Chlo yang ingin merapihkan kerah kemejanya. "Nggak usah, Chlo."

Chlo mengernyit. "Are you okay?"

"Gue nggak apa-apa. Gue ke sana sebentar!"

Chlo menatap Radion heran. Perempuan itu lalu menatap Chessy dan Ruby. Kedua temannya itu hanya membalas dengan kedua bahu yang terangkat.

"Eh, Radion! Gimana? Udah siap? Pasti deg-deg an banget." Radion berjalan mengelilingi belakang panggung yang sudah ramai anak-anak musik. Banyak yang menyapanya dan menanyakan hal yang tidak penting. Radion kan sedang mencari Alula di sini.

"Eh, Rad! Itu gitar di belakang punya lo? Katanya di suruh pindahin," ujar Vino, salah satu lelaki yang pandai bermain drum.

"Iya, punya gue. Nanti gue pindahin, thanks, ya!"

"Alula?!" Mata Radion menyipit ketika melihat Alula di pojok ruangan. Gadis itu seperti sedang kebingungan. Radion juga tidak bisa melihatnya jelas karena banyak yang berlalu-lalang di hadapannya.

Cowok itu pun akhirnya memutuskan untuk menghampiri gadis itu.

"Alula!" Radion tersenyum ketika orang yang dilihatnya benar Alula.

"Radion?" Alula ikut tersenyum ketika bertemu Radion. Ia pikir di tengah keramaian seperti ini, ia akan sulit menemukan Radion.

Ngomong-ngomong, kenapa Radion hari ini sangat berbeda? Cowok itu terlihat lebih tampan dari pada biasanya.

"Lo ke mana aja? Gue cariin dari tadi. Gue telepon lo sama chat lo, nggak di lihat emang?"

Alula terkekeh pelan. "HP aku ada di tas, jadinya aku nggak tahu kalau kamu telepon sama chat aku."

"Lo dari mana?"

"Nggak dari mana-mana. Aku tadi ada di dalem sekolah. Abisnya di sini ramai banget," jawab Alula santai.

Apakah gadis itu tidak tahu bahwa sedari tadi Radion khawatir dan berfikir yang tidak-tidak? Bisa-bisanya gadis itu membalas semuanya dengan santai, seolah-olah tidak terjadi apa-apa.

"Gue kira lo ke mana. Gue takut aja lo kenapa-napa." Radion membuang nafasnya lega.

"Kamu tuh khawatir terus sama aku. Aku nggak apa-apa, kok."

"Gimana nggak khawatir? Lo aja tadi nggak ada kabar, pas gladi juga nggak ada."

"Oke-oke, aku ngerti. Makasih udah nyariin aku. Tapi sekarang aku udah ada, kan? Jadi nggak perlu khawatir lagi." Radion mengangguk.

Tatapan cowok itu lalu tertarik kepada gaun elegan yang Alula pakai. Hari ini Alula benar-benar sangat cantik. Rambutnya di cepol sedikit berantakan, tetapi terkesan manis. Hanya saja gadis itu tidak memoleskan makeup di wajahnya. Hanya memakai sedikit liptint seperti hari-hari saat gadis itu ke sekolah.

Ah, Radion tidak peduli. Menurutnya, natural Alula itu sudah sangat sempurna. Tidak perlu berdandan yang berlebihan, Alula juga sudah cantik di mata Radion.

"Cantik banget." Tanpa sadar kata-kata itu keluar dari mulut Radion.

"H–hah?! Kamu ngelantur, Radion?"

Radion tersadar. Cowok itu tersenyum sambil memegang pundak Alula. Merapihkan rambut gadis itu yang sedikit berantakan.

"Masa iya gue ngelantur? Yang ada di depan gue ini emang bener-bener cantik."

Alula tersipu mendengarnya. Perempuan itu melepaskan tangan Radion dari bahunya, agar tidak terjadi kesalah pahaman antar orang-orang di sekitar. Di sini ramai, jadi Alula tidak mau membuat orang-orang mengalihkan tatapannya ke arah mereka.

"Thank you. Kamu juga beda hari ini."

"Beda gimana? Lebih ganteng atau lebih jelek dari pada biasanya?"

Alula tertawa sambil menepuk bahu cowok itu pelan. Hanya kepada Alula Radion bisa sepercaya diri ini. Jika di depan orang-orang, beda lagi sifatnya. Alula juga sudah mulai terbiasa dengan sifat Radion yang seperti ini kepadanya.

"Katanya tadi pagi lo di dandanin sama Kezia?" Alula menghentikan aksi tawanya. Mendadak terdiam.

"Maksud gue, lo emang suka dandan yang natural gini atau gimana?" Radion meralat pertanyaannya.

"Iya, aku sekarang emang nggak makeup. Tapi tadi pagi emang bener kok Kezia makeup-in aku. Makeup nya aku hapus karena aku kurang pede aja pakai makeup. Biasanya kan aku dandannya gini sehari-hari," jelas Alula pelan.

"Oh, gitu. Emang kayak gini tuh diri lo banget. Makeup natural itu udah ciri khas lo. Biasa-biasa aja, tapi menurut gue perfect." Radion mengusap pelan bahu Alula.

"HALO TEMAN-TEMAN SEMUA! SIANG-SIANG GINI PASTI BOSEN KAN NUNGGUIN PERTUNJUKAN MUSIK TERKEREN DARI ANAK-ANAK MUSIK SMA GARDAPATI?!" Suara MC mulai terdengar dari panggung. Itu tandanya, acara sudah mau di mulai.

"BISA DONG SAMBIL NUNGGU, JAJAN-JAJAN DULU DI BAZAR. ABIS INI AKU BAKAL BUKA ACARANYA, TERUS KALIAN BARU DEH BISA NONTON PERTUNJUKKAN MUSIK YANG KEREN-KEREN!" Semuanya bertepuk tangan heboh.

"Acara udah di mulai, lo udah siap?" Tanya Radion.

"Pasti siap." Alula mengangguk mantap.

"Bagus. Semangat, ya! Buat penonton di depan lo heboh pas liat lo tampil."

"Semangat juga, Radion." Setelah saling mengucapkan semangat, mereka berpisah untuk siap-siap tampil.

****

Bukan sekali dua kali SMA Gardapati mengadakan acara besar-besaran di sekolah. Semua acara besar yang diselenggarakan oleh SMA Gardapati pasti banyak di kunjungi oleh siswa-siswi dari berbagai sekolah juga. Karena SMA Gardapati membuka acara tersebut tidak hanya untuk murid SMA Gardapati saja.

Seperti sekarang ini, pentas musik sudah di mulai dan semua penonton langsung bergerombol menonton ke arah panggung. Di mulai dari pertunjukkan nyanyi solo, berkelompok, band juga ditampilkan.

"WHAT IT TAKES TO COME ALIVE!" Semua mengikuti alunan musik berjudul We Found Love karya Rihanna yang dinyanyikan oleh Chessy dan Ruby. Suasana halaman sekolah SMA Gardapati seolah-olah berubah menjadi tempat konser.

"IT'S THE WAY I'M FEELING I JUST CAN'T DENY!" Galen dan Zean melompat-lompat heboh sambil bernyanyi.

"BUT I'VE GOTTA LET IT GO!"

"DUH GALEN, KAKI GUE JANGAN DI INJEK, DONG!" Nara mengomel.

Padahal gadis itu sedang asik-asiknya menikmati alunan lagu, tetapi Galen menginjak kakinya dengan keras. Bahkan cowok itu juga sedari tadi menabrak tubuh beberapa orang karena terlalu bersemangat dan brutal.

Mora, Archa, dan Kezia hanya bisa tertawa melihat itu. Mereka pun lalu kembali asik berjoget sambil memakan cemilan yang mereka beli di bazar.

"Oalah, ada Neng Nara di sini? Maaf Mas Galen nggak liat."

"Sok-sok an nggak lihat lo," dengus Nara.

"Emang beneran nggak lihat. Btw, Neng Nara cantik banget hari ini. Besok mau nge-date nggak?"

"HEH! TUH MULUT ENAK AJA KALAU NGOMONG! OGAH BANGET GUE JALAN SAMA COWOK KAYAK LO. NANTI DISANGKANYA GUE PACAR LO YANG KESEKIAN."

"Yang penting kan di anggep pacar, dari pada cuma di anggep temen, kan sakit."

"Bodo, lah." Nara berdiri menjauhi Galen. Sebanyak-banyaknya orang yang datang ke sini, kenapa ia harus berdekatan dengan Galen? Kenapa harus bertemu dengan Galen dan teman-temannya? Nara tidak suka.

"Macem-macem lo sama cewek gue?" Tanya Zean.

"Cewek? Selagi belum jadi cewek lo, bisa kali gue pepet?"

Zean menatap Galen tajam. "Bangsat. Awas lo!"

"Bercanda."

"WOOOOOO!! ASIK NIH KALAU SEKALIAN BASAH-BASAHAN!" Nara kembali menatap Galen tajam dengan tingkah lakunya saat ini.

Lelaki itu menyemburkan air dari botol minumnya ke udara—membuat air tersebut turun seperti butiran hujan, membasahi orang-orang yang berada di dekatnya. Termasuk Nara yang saat itu masih berada di dekat Galen.

"Galen, kelakuan lo ada-ada aja, ya! Bisa stop nggak?! Gue udah rapi-rapi dateng ke sini, masa pulang-pulang baju gue basah?!" Cecar Nara. Kembali menerobos menghampiri Galen.

Galen sontak langsung menghentikan kegiatannya. "Seru, Ra."

Nara berbalik tidak peduli. "Terserah! Awas lo terlalu rusuh kayak tadi! Gue bakal suruh lo keluar dari sini."

Untuk kedua kalinya, Galen mendapatkan omelan Nara. Dan untuk kedua kalinya juga, Galen mendapatkan tawa puas dari Zean yang sedari tadi hanya menyimak mereka.

"Woi Dap, Den! Ini kan pentas musik, joget kek, nyanyi kek, jangan malah jadi patung!" Teriak Zean ke arah dua temannya lagi, Raiden dan Daplo.

"Lo yang terlalu berlebihan. Ini bukan dugem, Ze."

"Siapa bilang dugem? Ini tuh kayak konser, Den. Pecah banget. Joget, lah."

"Gue di sini cuma nungguin Radion tampil."

"Ya elah, Radion pacar lo ya sampai lo tungguin gitu? Lagian juga dia tampilnya belakangan."

"LEN, KOK ARLAN NGGAK ADA, SIH?!" Kezia berdiri di sebelah Galen kali ini.

"Dia mana suka rame gini. Nanti bisa-bisa lo modus meluk dia dari belakang. Dia kan anti banget sama sentuhan cewek."

"Nggak nyambung, anjir. Gue nanya, Arlan di mana? Kenapa nggak sama lo?"

"Dia jagain bazar. Lagian juga kalau dia di sini, percuma."

"Ih, lo jahat banget, sih! Masa Arlan di suruh jagain bazar? Lagian juga kan yang harusnya jagain bazar lo, karena katanya photo booth itu ide lo."

"Kenapa semua orang marah-marah sama gue, sih? Ya kalau lo mau samperin Arlan, samperin aja! Nggak usah gangguin gue lagi nyanyi." Kezia melengos mendengarnya.

"WE FOUND LOVE IN A HOPELESS PLACE!"

"WE FOUND LOVE IN A HOPELESS PLACE!"

Setelah mendengarkan beberapa lagu yang dibawakan oleh para anak musik, kini tiba saatnya Alula tampil.

"UDAH LIHAT SENDIRI KAN DI SINI ADA APA? ADA PIANO TEMEN-TEMEN! KIRA-KIRA SIAPA YA YANG MAU MAIN PIANO DI SINI?"

"LANGSUNG AJA KITA PANGGIL, ALULA ARABELLA DARI KELAS DUA BELAS IPS LIMA!"

"Semangat, Alula!" Kata Radion pelan.

Tentu saja cowok itu tetap menyaksikan Alula dari samping panggung. Penampilan yang paling ia tunggu-tunggu.

Chlo yang tengah berdiri di sebelah Radion hanya bisa menatap Alula kesal. Kenapa Radion sesenang itu melihat Alula naik ke atas panggung? Bahkan semua orang yang menonton biasa saja saat melihatnya. Hanya ada sedikit yang bertepuk tangan untuk meramaikan.

"ALULA!!!" Kezia berteriak heboh ketika melihat Alula sudah berdiri di tengah-tengah panggung.

"Berisik, gila!" Galen menutup telinganya.

"Kenapa sih lo?! Suka-suka gue, lah. Temen gue, tuh."

"Ya tapi teriaknya jangan di sebelah gue juga."

"Udah lah, Kez! Itu Alula udah mau tampil tau." Mora menarik perempuan itu.

"Eh, btw kok si Alula pucet banget? Dia apus makeup, ya?" Tanya Archa yang  pertama kali menyadari bahwa Alula tampil dengan wajah naturalnya.

"Iya juga, ya? Lo lihat aja sih, Cha." Mora memperhatikan Alula lebih intens. Kebetulan juga mereka berdiri tidak jauh dari panggung. Jadi masih kelihatan.

"Tapi tetep cantik, kok. Terserah dia aja mau apus makeup nya atau nggak. Mungkin dia masih nggak percaya diri. Pas gue makeup-in, dia juga kayak ragu gitu," ujar Kezia.

"Dia mau bawain lagu apa ya kira-kira?" Nara sudah tidak sabar.

Alula tersenyum kaku di depan puluhan orang yang menontonnya. Jujur, ia sangat gemetar sekarang. Tetapi sebisa mungkin ia menyembunyikannya supaya penampilannya nanti sempurna.

Gadis itu lalu berjalan pelan menuju piano yang sudah ada di tengah-tengah panggung. Duduk di sana sambil memegang tuts piano tersebut.

Alula menghela nafasnya panjang, menenangkan dirinya sendiri sebelum memulai tampil.

Beberapa detik setelahnya, ditekanlah tuts-tuts piano, menghasilkan sebuah nada yang indah. Alula saat ini ingin menyangikan lagu Reckless karya Madison Beer.

"Hey, this is a story i hate."

Semuanya langsung bertepuk tangan riuh mendengar satu kalimat yang dinyanyikan Alula. Bagaimana tidak? Suaranya benar-benar sangat lembut dan menenangkan.

"Gila, bagus banget suaranya," puji Zean.

"Duh, bener, kan! Pasti bakal pecah banget." Kezia loncat-loncat sendiri di tempatnya.

"Each day goes by and each night, I cry."

"Somebody saw you with her last night."

"You gave me your word, don't worry bout her."

"You might love her now, but you loved me first." Kini semua orang bernyanyi mengikuti alunan lagu.

Apalagi Galen yang mulai terbawa suasana. Cowok itu seolah-olah galau beneran, membuat teman-temannya yang melihat itu hanya bisa geleng-geleng kepala.

"How could you be so reckless with my heart?" Pada lirik selanjutnya, Alula tersenyum.

Mendengar semua orang yang ikut bernyanyi, membuat rasa percaya gadis itu semakin besar. Tanpa ragu, ia memainkan pianonya dengan santai. Jari-jari lentiknya menekan tuts-tuts piano dengan mudah.

Alula tidak pernah sepercaya diri ini untuk tampil di depan banyaknya orang. Ia takut orang-orang tidak menerima dirinya dan malah menjelek-jelekkannya.

Tetapi ini benar-benar di luar dugaan Alula. Mereka semua menatap Alula takjub, ikut terhanyut ke dalam lagu yang dibawakan Alula, dan memberikan tepuk tangan yang meriah. Alula sangat senang.

"Hey, this is a story i hate."

"But i told it to cope with the pain."

"I'm so sorry if you can relate."

"WOOOOO!! KEREN BANGET!!" Akhir dari pertunjukkan Alula di hiasi dengan tepuk tangan serta pujian untuk gadis itu. Bahkan ada yang meminta Alula untuk kembali bernyanyi.

Alula tersenyum menatap para penonton di depannya, sampai mata gadis itu terhenti ke arah seorang lelaki yang juga tengah tersenyum ke arahnya.

Itu Radion.

****

Pentas musik SMA Gardapati, yeay! Kira-kira kalo kalian ada di sana, kalian bakal mampir ke photo booth nya Camelion nggak? Mau foto berdua sama siapa?

Temen-temen maafin aku ya kalo akhir-akhir ini suka ada keterlambatan update🥰 kemaren juga sebenernya aku mau update tapi kelupaan karena aku abis main sama temen-temen aku. Sorry all dan makasi buat kalian yang masih tetep nungguin aku update😭💓

Jangan lupa bintang di pojok kiri bawahnya!🫶 kasih support ke aku biar semangat terus nulisnya, ily❤️

Don't forget to check👇 :
Instagram : @cindeyaur
Tiktok         : @cramelgurl

Once again, thank u all yang udah selalu nanyain kapan aku update dan nungguin aku yang pelupa buat update, xixi😙 hope u enjoy this chapter yawww🥀💓

Spam comment for next chapter🙌

With love, Cindyy<3

Continue Reading

You'll Also Like

1M 50.6K 67
Mendengar namanya saja sudah membuat Wilona bergidik ngeri, apalagi bertemu dengan sosoknya langsung. Mungkin Lona akan kabur begitu melihat bayangan...
MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

752K 36.6K 51
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
394K 4.7K 21
Klik lalu scroolllll baca. 18+ 21+
848K 84.4K 47
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...