RADION

By cindeyaur

66.6K 6K 1.8K

"Gue sekarang udah jadi ketua di sini, mau gimana pun, lo harus patuh sama gue." -Radion Geraldo. **** Radion... More

PROLOG
RADION || 01
RADION || 02
RADION || 03
RADION || 04
RADION || 05
RADION || 06
RADION || 07
RADION || 08
RADION || 09
RADION || 10
RADION || 11
RADION || 12
RADION || 13
RADION || 14
RADION || 16
RADION || 17
RADION || 18
RADION || 19
RADION || 20
RADION || 21
RADION || 22
RADION || 23
RADION || 24
RADION || 25
RADION || 26
RADION || 27
RADION || 28
RADION || 29
RADION || 30
RADION || 31
RADION || 32
RADION || 33
RADION || 34
RADION || 35
RADION || 36
RADION || 37
RADION || 38
RADION || 39
RADION || 40
RADION || 41
RADION || 42
RADION || 43
RADION || 44
RADION || 45
RADION || 46
RADION || 47
RADION || 48
RADION || 49
RADION || 50
RADION || 51
RADION || 52
RADION || 53
RADION || 54
RADION || 55
RADION || 56
RADION || 57

RADION || 15

1.1K 114 5
By cindeyaur

Sebenarnya Alula sudah di ajak bergabung di kantin bersama dengan Mora, Archa, Nara, dan Kezia. Hanya saja gadis itu menolak ajakan mereka.

Entahlah, walaupun Alula sudah merasa dekat dengan mereka seperti mengobrol di kelas bersama, pergi ke toilet bersama, dan chatan setiap malam, tetapi gadis itu masih terlalu takut untuk terlalu dekat dengan mereka. Apalagi di depan banyaknya anak-anak SMA Gardapati.

Alula yakin, pasti banyak yang tidak suka dengan orang yang berada dekat dengannya. Mereka semua menganggap bahwa dirinya tidak pantas memiliki teman.

Gadis itu menghentikan langkahnya ketika melihat segerombolan lelaki di depan sana. Tepatnya di depan koridor yang akan ia lewati.

Benar, itu adalah Raiden dan teman-temannya. Alula tidak melihat Radion ada di sana. Alula juga yakin pasti mereka ingin menuju ke kantin sekolah.

Jika tidak ada Radion di antara mereka, berati mereka bisa melakukan apa saja kepadanya. Alula belum mendapatkan hal itu lagi sejak kemarin. Tetapi untuk saat ini, ia hanya bisa pasrah jika di perlakukan semena-mena lagi oleh mereka.

Tubuh gadis itu sedikit bergetar ketika para lelaki itu mulai berjalan mendekatinya. Jika di lihat, mereka benar-benar menyeramkan. Seperti orang yang ingin membunuh.

Alula memejamkan matanya ketika mereka sudah berjarak tiga langkah darinya. Siap mendengar perkataan apapun yang keluar dari salah satu mulut mereka. Makian atau suruhan contohnya.

"Nanti gue mau beliin dia makanan di kantin."

"Nggak usah sok care lo, Ze. Di tolak aja nangis."

"Nggak bakal di tolak, lah. Emangnya lo?"

"Ya iya lah si Zean bisa ngomong kayak gitu. Kalau di tolak sama Nara kan dia bisa sama si Archa. Kayak nggak tahu ceweknya ada dua aja lo."

Alula membuka matanya perlahan. Gadis itu terkejut ketika para lelaki itu hanya melewatinya. Seolah-olah dirinya tidak terlihat di sini.

Alula menoleh ke belakang. Menatap punggung kelima lelaki itu yang sudah mulai berjalan menjauh darinya.

Alula memegang dirinya sendiri. Memastikan bahwa ia masih menjadi manusia sekarang. Bukan hantu yang tidak terlihat oleh siapa-siapa.

Alula membuang nafasnya pelan. "Mereka tadi lihat aku nggak, sih?"

Alula membuka pintu rooftop sekolah. Rooftop sekolah siang ini sedikit panas karena matahari sedang terik-teriknya. Tetapi Alula tidak peduli. Hanya rooftop sekolah yang jauh dari jangkauan anak-anak SMA Gardapati.

Gadis itu pergi menuju pembatas rooftop. Menatap pemandangan di hadapannya dengan angin yang menerpa rambut panjangnya.

Ia lalu mengeluarkan kunciran yang ada di dalam saku roknya. Menguncir rambutnya menjadi seperti buntut kuda. Alula lebih nyaman dengan rambut seperti ini. Tidak dengan rambut di urai yang sedikit-sedikit pasti akan berantakan.

"Kenapa tadi mereka nggak gangguin gue, ya?" Gadis itu mengernyit.

"Apa jangan-jangan bener, Kalau ternyata mereka udah nggak gangguin gue gara-gara Radion?" Alula berfikir.

"Tapi keren juga Radion bisa bikin temen-temennya berhenti ganggu gue. Sepatuh apa temen-temennya sama dia? Kalau gue nggak polos di sekolah, gue juga pasti nggak bakal di manfaatin kayak gini."

Alula lalu tersenyum. "Tapi gue seneng, karena dia orang pertama yang berhasil ngebuat gue berhenti di gangguin sama cowok-cowok nyebelin itu."

Beberapa detik setelahnya, Alula menggeleng-gelengkan kepalanya. "Duh, kenapa gue jadi seseneng ini mikirin Radion, sih? Terus juga kenapa sifat asli gue keluar pas di sekolah? Kalau sampai satu orang tahu ribet deh urusannya."

"Panas di sini. Mending lo turun!" Alula terlonjak kaget ketika mendengar suara seseorang dari belakangnya.

Gadis itu menoleh dengan cepat—menemukan Radion yang tengah berjalan ke arahnya sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya.

Alula langsung cepat-cepat memegang kuncirannya—berniat untuk melepaskannya karena ini penampilan pertama dirinya dengan rambut di kuncir. Apalagi di depan Radion.

Tetapi belum sempat dirinya melepaskan kuncirannya, Radion sudah menahan tangannya terlebih dahulu.

Alula membeku sambil mendongak, menatap cowok itu kaget.

"Kenapa di lepas? Kayak gini aja cantik. Gue belum pernah lihat lo di kuncir."

Radion melepaskan tangannya dari tangan Alula. Cowok itu memperhatikan Alula sangat lama. Tanpa berkedip sedikit pun.

"K–kamu tadi denger aku lagi ngomong apa?" Alula menyadarkan cowok itu, membuat Radion kembali ke dunianya.

Semoga Radion nggak denger semua yang gue omongin tadi! Kalau Radion denger, bisa ketahuan sifat gue yang sebenernya.

Radion mengernyit. "Ngomong apa? Gue kan baru aja dateng."

Alula membuang nafasnya lega. Untung saja Radion tidak mendengar apa yang dibicarakannya tadi.

"Nggak ngomong apa-apa, sih. Kamu ngapain ke sini?"

"Tadi kebetulan gue lihat lo belok ke tangga. Tangga yang nggak pernah gue tahu sebelumnya. Tapi pas gue ngikutin lo, gue jadi tahu kalau ternyata tangga itu tangga ke rooftop sekolah. Enak juga, ya?" Radion menatap pemandangan di depannya.

"Iya, enak. Sesekali aku suka ke sini kalau lagi bosen."

"Gue juga bakal sering ke sini."

"Kenapa? Di sini kan panas. Apalagi kalau siang."

"Nemenin lo."

"Nemenin?" Radion mengangguk. Cowok itu masih menatap lurus ke depan.

"Ngapain nemenin aku? Aku kan udah biasa sendiri."

"Nggak biasa ada orang yang nemenin lo, kan?"

"Nggak, sih. Belum ada yang pernah nemenin aku kalau aku lagi bosen dan bener-bener sendirian."

"Ya udah. Itu tujuan gue nemenin lo."

Alula mengalihkan tatapannya dari Radion. Mendengar hal itu benar-benar membuat Alula ingin tersenyum. Tetapi ia tidak bisa melakukan hal itu di sebelah Radion. Alhasil, ia hanya bisa membuang wajahnya.

"Lo beneran cantik kalau kayak gitu." Radion sekarang sudah menatap Alula dari samping. Kulitnya yang putih, alisnya yang tebal, dan matanya yang berwarna biru. Benar-benar indah ciptaan Tuhan.

"Makasih. Tapi aku nggak kebiasa kayak gini." Alula langsung melepaskan kuncirannya.

Biar saja ia terlihat jelek dengan rambut panjangnya yang berantakan. Dari pada seperti tadi dan di puji terus-terusan oleh Radion, membuat jantung Alula berdetak tidak karuan.

"Kalau nggak kebiasa kenapa lo kuncir rambut lo tadi?"

"Karena aku pikir di sini nggak akan ada siapa-siapa selain aku. Jadi aku bisa ngelakuin apa aja."

"Berati lo banyak ngelakuin sesuatu yang nggak pernah orang tahu?"

Alula berhasil di buat diam. Gadis itu tidak tahu harus membalas apa lagi.

"Lo bisa ngelakuin apa aja saat nggak ada siapa-siapa. Cuma diri lo. Kenapa lo nggak ngelakuin itu di depan orang-orang?"

"Pasti banyak banget yang lo sembunyiin dari orang-orang, termasuk gue. Kita nggak pernah tahu lo yang sebenarnya."

"Pasti ada sesuatu yang kamu sembunyiin ke orang-orang juga, kan? Sesuatu yang menurut kamu cukup kamu aja yang tahu, orang lain nggak perlu. Aku juga sama kayak gitu, Radion." Alula berkata pelan.

"Aku bebas ketika cuma ada aku sendiri. Kalau di depan orang-orang, aku nggak yakin."

"Gue mau lihat lo yang bebas, Alula."

Alula menatap Radion dengan tatapan terkejut. Tidak mengerti akan maksud cowok itu.

"Kalau lo nggak mau nunjukin sesuatu yang ngebuat lo bebas ke orang-orang, itu terserah lo. Tapi izinin gue buat liat diri lo yang bebas."

Dari raut wajahnya, Radion terlihat serius saat mengatakan hal itu.

"Izinin kamu? Emang apa untungnya buat kamu Radion? Itu cuma nguntungin diri aku doang."

Radion kembali menatap pemandangan di depannya. "Gue pernah bilang waktu itu, kan? Kalau menurut gue, ada sesuatu yang beda dari lo. Tapi pas gue ngomong kayak gitu, sebenernya gue belum nemuin sesuatu yang beda. Dan gue yakin, sesuatu yang beda dari lo itu adalah hal-hal yang lo lakuin cuma saat lo lagi sendirian."

"Gue nggak tahu kenapa gue rasanya penasaran banget sama lo. Jujur, gue bukan orang yang kayak gini sebelumnya. Cuma sama lo gue penasaran, Alula."

Radion lalu mendekati Alula. Lama kelamaan, jarak mereka semakin dekat, membuat Alula menahan nafasnya. Gugup.

"Jadi, jangan pernah lo sembunyiin apapun dari gue! Izinin gue lihat semuanya. Lo percaya kan sama gue?"

Tentu saja Alula percaya sekarang. Cowok itu yang membuat dirinya tidak di ganggu lagi oleh kelima lelaki berandalan itu. Hanya Radion.

Cowok itu mengangkat tangan Alula. Tangan di mana masih ada kunciran berwarna merah di genggamannya.

"Jadi, lakuin apapun yang lo mau. Lakuin apapun yang ngebuat lo ngerasa bebas. Terutama di depan gue. Nggak perlu takut sama gue."

"Contohnya, lo iket rambut lo lagi! Gue ngerasa lo lebih bebas dengan rambut lo yang di kuncir."

Benar. Alula jauh merasa lebih bebas.

"Dan juga, lo makin cantik kalau lagi di kuncir."

Alula tersenyum. Menatap kunciran yang ada di genggaman tangannya, lalu mulai menguncir rambutnya kembali.

Melihat itu, Radion jadi ikut tersenyum.

Maaf, Radion. Ada satu hal yang tetep harus aku sembunyiin dari kamu.

"Makasih, ya!"

"Buat?"

"Yang barusan."

"Itu aja?"

"Mungkin sama yang kemarin-kemarin."

"Emang yang kemarin-kemarin gue ngelakuin apa?" Radion pura-pura tidak tahu.

"Tadi aku ketemu temen-temen kamu di koridor. Aku pikir, mereka bakal ganggu aku. Tapi ternyata, mereka nggak ganggu aku lagi. Semoga kedepannya kayak gitu terus." Alula tersenyum lebar.

"Mereka nggak akan ganggu lo lagi, kok. Nggak usah khawatir."

"Kamu mau apa, Radion?"

Radion menautkan kedua alisnya. "Maksud lo?"

"Kayaknya ucapan makasih dari aku aja nggak cukup buat segala yang kamu lakuin. Jadi, aku sebisa mungkin tanya apa yang kamu mau. Siapa tahu aku bisa menuhin kemauan kamu. Ya walaupun aku tahu kalau kamu pasti mampu. Lebih mampu dari pada aku."

Radion tertawa setelah mendengar itu. "Nggak perlu ngelakuin apa-apa buat gue, Alula. Lebih baik gue aja yang ngelakuin apa-apa buat lo."

"Nggak bisa gitu, dong! Aku nggak enak sama kamu, Radion. Aku kayak punya hutang."

"Apa yang kamu mau? Kalau mampu, aku bakal penuhin kemauan kamu," tanya Alula lagi.

Radion mendongak. "Lo yakin beneran mau tahu kemauan gue?"

Alula mengangguk tanpa ragu.

"Ya udah, kalau gitu pulang sekolah ikut gue!" Putus Radion.

"P–pulang sekolah? Mau ke mana?"

"Nanti juga lo tahu."

"Tapi, apa lebih baik kamu nggak minta sesuatu yang lain aja? Barang misalnya? Kalau barangnya mahal, aku bakal usahain buat kamu, kok."

"Gue nggak mau barang. Emangnya lo nggak bisa ikut gue pulang sekolah nanti? Ada acara?"

Alula menggeleng. "N–nggak ada, kok. Ya udah, pulang sekolah aku ikut kamu."

"Oke. Nanti pulang sekolah gue tunggu lo di parkiran aja gimana?"

"Apa lebih baik agak jauh dari sekolah?" Ujar Alula pelan.

"Nggak perlu. Apa lagi sih yang lo takutin sekarang? Lo takut anak-anak yang lainnya lihat dan makin benci sama lo?"

"B–bukan gitu. Kamu kan ketua Camelion. Jadi kamu pasti bakal jadi sorotan kapan aja, Radion. Apa kata mereka kalau lihat kamu sama aku? Kemarin aja udah kacau banget."

"Biarin aja. Gue mau buat mereka tambah kacau."

Radion terkekeh. Menampilkan senyumanannya yang manis. "Turun, yuk!"

****

"Iya, Pak. Saya mau tiga pokoknya! Tapi saya nggak bisa bawanya. Tangan saya cuma ada dua soalnya. Jadi, satu lagi minta anterin ke meja saya, ya!"

"Iya, siap kalau gitu. Ini udah jadi, Neng Kezia. Bayar dulu ya sekarang! Soalnya banyak anak-anak di sini yang main pergi gitu aja dan nggak bayar. Cuma ninggalin piringnya di atas meja."

Kezia mendengus. "Bapak nggak percaya sama saya? Masa saya bakal kabur kayak mereka? Bukan saya banget kali."

"Kan waspada aja, Neng Kezia."

"Ya udah, sebentar! Nih, saya bayar sekarang aja." Kezia merogoh saku roknya.

Tetapi perempuan itu kebingungan sendiri ketika tidak menemukan uangnya di sana. Saku roknya kosong. Padahal Kezia yakin ia sudah memasukkan uang untuk jajan di kantin ke saku roknya. Apakah jangan-jangan uang itu terjatuh?

Uangnya lumayan besar dan belum di buat jajan sama sekali oleh Kezia. Akan sangat sayang jika uang itu hilang entah ke mana. Apalagi kartu ATM Kezia masih di sita oleh orang tuanya. Kezia harus benar-benar menghemat dan menggunakan uang tersebut dengan baik.

"Mampus, duit gue ke mana?! Jangan bilang kalau duit gue jatuh? Duh, sayang banget itu. Walaupun cuma seratus ribu."

"Kenapa, Neng? Uangnya nggak ada?" Tanya penjual di depan Kezia ketika melihat perempuan itu panik sendiri.

"Iya nih nggak ada. Saya juga nggak tahu uang saya ke mana, Pak. Aduh!"

"Ya udah kalau gitu bawa aja mi gorengnya, bayarnya nanti aja kalau udah selesai makan."

"Ya udah deh, Pak. Ini saya bawa dulu, ya! Temen-temen saya udah kelaperan soalnya. Nanti saya bayar, kok. Saya nggak bakal kabur. Saya sebenernya banyak uang kok, Pak. Cuma karena kondisi sama apes aja jadi kayak gini."

"Pak, mi goreng satu! Nih, sekalian sama punya dia aja."

Kezia mendongak ketika ada seorang lelaki yang tiba-tiba saja berdiri di sebelahnya. Lebih terkejut lagi ketika mendapati cowok itu ingin membayarkan mi goreng pesanan Kezia. Seperti cerita di novel-novel.

"Tapi dia belinya tiga porsi mi goreng. Nggak apa-apa, nih?"

"Iya, pakai duit itu aja."

"Arlan?!"

Cowok itu menoleh ke arah Kezia. "Lo kenal gue?"

"N–nggak! Nggak kenal!"

Arlan melengos. "Kalau nggak kenal kenapa tahu nama gue?"

"Hehe, iya sih kenal." Kezia terkekeh.

"Ini kembaliannya! Mi gorengnya nanti saya bikinin dulu, ya! Nanti di anter ke meja situ."

Arlan mengangguk. "Makasih, Pak."

"E–eh tunggu dulu!" Seru Kezia ketika melihat Arlan yang ingin berbalik pergi dari sana.

"Kenapa?"

"Makasih, ya! Kayaknya duit gue jatuh. Besok gue ganti, deh."

"Nggak usah. Nggak apa-apa."

"E–eh, serius?!" Kezia kembali menahan Arlan.

"Iya." Arlan membuang nafasnya pelan.

"Lo nggak mau kenalan sama gue gitu? Lo kan belum kenal sama gue."

Ini kesempatan gue buat deket sama Arlan. Dia kayaknya nggak kenal sama sekali sama gue. Sombong banget tuh cowok! Untung gue mau deketin dia. Kalau nggak, gue udah kesel setengah mati!

Arlan mengernyitkan dahinya. Merasa aneh dengan perempuan di depannya sekarang. Arlan sangat membenci perempuan, apalagi perempuan di depannya yang terlihat sok akrab.

"Nggak usah sok akrab sama gue! Gue cuma bayarin mi goreng pesenan lo."

Kayaknya gue salah sasaran. Arlan ternyata beneran anti banget sama cewek?! Sekalipun itu ceweknya gue yang cantik banget se SMA Gardapati?!

"Ya ampun, siapa juga yang sok akrab?! Lagian temen gue juga udah banyak, kok. Gue cuma pengen lo tahu nama gue. Masa gue doang yang tahu nama lo? Sombong banget sih mentang-mentang famous. Kalau lo tahu nama gue, kan besok jadi gampang kalau lo mau nagih utang gue. Siapa tahu aja gue lupa, kan?"

"Gue nggak akan nagih juga. Anggep aja yang barusan sedekah."

"Sedekah kata lo?!" Kezia membelalakkan matanya kesal.

"Lo pikir gue nggak mampu?!"

"Nggak ada yang bilang kalau lo nggak mampu."

Kezia mengambil nafasnya dalam-dalam. Ia tidak boleh meledak di depan Arlan. Bisa-bisa nanti cowok itu ilfeel melihatnya. Kezia harus bersikap baik dan lembut di depan cowok itu. Tujuan Kezia kan ingin mendekati cowok kaya raya itu.

Dengan cepat, Kezia langsung merubah mimik wajahnya. Perempuan itu langsung tersenyum lebar menatap Arlan. "Lebih baik kita kenal satu sama lain. Urusan deket atau nggak nya, itu belakangan aja.  Nggak apa-apa juga kok kalau lo nggak mau deket sama gue."

Arlan mengalihkan tatapannya malas. "Siapa nama lo?"

"Kenalin, gue Kezia! Kalau lo nggak tahu, gue temennya Mora, Archa, sama Nara. Mora sama Archa deket sama temen-temen lo, kan? Oh, iya! Alula juga temen gue. Alula yang deket sama Radion itu," ujar Kezia antusias.

Saking antusiasnya, siswa-siswi yang lewat di sekitar mereka sampai menatap Kezia sinis. Berfikir bahwa Kezia tengah caper di depan Arlan. Tetapi Kezia tidak peduli akan hal itu.

"Gue cuma nanya nama lo, nggak dengan temen-temen lo atau yang lainnya."

"Ya udah, sih. Kan cuma ngasih tahu."

"Gue sebenernya nggak mau tahu apa-apa."

"Ya udah, deh. Ingetin nama gue, ya! Kezia! Bukan Keizia! Soalnya banyak yang salah manggil. Gue nggak mau lo salah manggil juga."

"Hm."

Kezia mendengus kesal ketika melihat Arlan mengabaikan ucapannya barusan. Cowok itu langsung pergi begitu saja dengan temannya, Daplo yang sedari tadi menunggunya di belakang.

Telihat Daplo menggoda cowok itu, tetapi Arlan hanya memasang wajah datarnya. Seolah-olah tidak suka dengan kejadian yang baru saja terjadi.

"Ih, ngeselin banget tuh cowok! Kalau bukan gara-gara gue mau deketin dia, gue ogah pakai banget buat ngomong sama dia! Ganteng-ganteng sombong. Lo pikir gue suka sama lo? Ya nggak, lah!" Teriak Kezia.

"Neng, mi goreng yang satunya udah saya anter ke meja Neng sama temen-temen Neng. Tapi kok Neng nya masih di sini?"

"Iya, ini juga mau ke meja, Pak."

"Tadi siapa nya, Neng? Kok pakai bayarin segala? Pacarnya, ya?!" Goda penjual mi goreng yang menyebalkan itu.

"Ya kali itu pacar saya, Pak! Dia aja tadi nggak kenal sama saya. Dia juga sombong, ngeselin, sok cuek. Geli banget, deh!" Kezia bergidik.

****

"Woi, Cha! Kenapa lo senyum-senyum?" Nara menepuk bahu Archa pelan. Perempuan itu baru saja balik dari kantin sekolah. Mora dan Kezia masih di sana karena belum puas makan katanya.

"Ngagetin aja sih lo, Nar!" Dengus Archa.

Nara terkekeh lalu duduk di sebelah gadis itu. "Kenapa lo? Cerita, dong!"

"Kepo lo!"

"Oh, jadi gitu? Nggak mau cerita-cerita lagi? Pasti masalah cowok! Abisnya lo kayak kelihatan berbunga-bunga gitu."

"Abisnya sih, lo nggak pernah mau kasih tahu tentang cowok lo. Cowok yang selalu lo bilang si kepedean itu. Siapa, sih? Sampai sekarang gue, Mora, sama Kezia aja nggak tahu identitasnya siapa. Gue kan juga pengen tahu, Ra!"

"Biar surprise, Cha. Lagian juga gue masih deket kok sama dia. Kayak sahabat gitu, deh. Kalau jadian baru lo pada boleh tahu dia siapa."

"Ya udah, cepet-cepet jadian, ya!" Nara mengangguk.

"Jadi, lo kenapa barusan? Zean nyamperin lo?"

Archa menggeleng.

"Terus? Biar gue tebak! Dia ngechat lo barusan?!"

"Bener, sih. Tapi ada lagi sebelum itu."

Nara berfikir sebentar. "Gue nggak tahu, Cha."

"Nih! Gue di kasih makan siang sama Zean! Sebelum istirahat dia nanyain gue bakal ke kantin atau nggak. Terus, gue jawab aja nggak karena gue lagi PMS. Eh dia peka banget kasih gue makanan. Tadi yang anterin ke sini si Galen sama Raiden." Archa menunjukkan kotak nasi yang sedari tadi ia sembunyikan di kolong mejanya.

"Belum gue makan. Niatnya gue mau kasih tahu lo, Mora, sama Kezia dulu. Gue juga tadi udah foto dan bilang makasih ke Zean lewat chat. Katanya sekarang dia lagi ada di kantin. Makan sama temen-temennya. Lo tadi lihat dia nggak, Ra?"

Nara hanya diam mendengarnya. Perempuan itu seolah-olah membeku mendengar cerita Archa barusan. Matanya tak berkedip.

"Ra! Kok diem, sih?! Lo bawa apa itu? Lo belum makan juga emang di kantin?" Nara tersadar dari lamunannya. Mengangkat kotak nasi yang sama persis dengan yang Zean kasih untuk Archa.

Bagaimana tidak sama? Zean juga memberikan kotak nasi itu kepadanya saat di kantin tadi. Bahkan cowok itu memberinya langsung, bukan lewat perantara Galen atau teman-temannya. Zean memberikan itu kepadanya juga, bukan hanya kepada Archa.

"Lo beli nasi juga? Sama kayak yang Zean kasih ke gue, dong?!"

"E–eh, iya nih, Cha. Kebetulan doang sih sebenernya. Abisnya cuma nasi di warung itu yang enak dan gue suka banget. Ya lo tahu sendiri lah kalau gue kadang juga suka beli di sana. Sebenernya gue udah makan, sih. Tapi tadi Kezia mesenin gue mi goreng. Jadi kurang kenyang gitu dan nggak kena nasi. Makanya nanti ini mau gue makan." Archa mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Tadi gue juga lihat Zean, kok. Dia juga sempet nanyain lo tadi." Nara tersenyum kecil.

"Serius lo?!"

"Ya masa gue bohong, Cha?!"

"Sekarang kan lo udah di beliin makanan sama Zean. Dia udah peka banget sama lo. Apalagi pas lo lagi PMS kayak gini. Di makan, gih! Lo juga kan belum makan, Cha." Nara melanjutkan.

"Iya, gue makan dulu, deh."

"Gue temenin, kok. Gue mau baca buku sebentar. Makannya jangan buru-buru, Cha! Nikmatin aja! Itu dari Zean, loh."

"Apaan sih, Ra? Iseng banget lo!" Archa salah tingkah sendiri ketika Nara malah menggodanya.

Nara memasukkan kotak nasi itu ke kolong mejanya. Mengeluarkan buku novelnya lalu membukanya. Pura-pura serius membaca padahal pikiran perempuan itu berkelana ke mana-mana.

Maafin gue karena nggak pernah kasih tahu ke lo kalau gue juga banyak berurusan sama Zean, Cha. Cowok yang suka gue ceritain ke lo itu Zean. Kalau lo tahu, lo pasti bakal sedih dengernya.

Zean baik banget kok sama lo. Lo juga lebih cocok sama Zean ketimbang gue, Cha. Walaupun sebenernya, gue udah mulai suka sama Zean. Gue nggak mau pertemanan kita rusak. Gue bakal ngalah demi lo, Cha.

"Enak banget, Ra! Apa gara-gara gue makannya sambil mikirin Zean, ya?!"

Nara tertawa mendengarnya. "Ada-ada aja lo, Cha."

****

Gimana? Udah ngerti kan hubungannya Zean, Archa, sama Nara?

Kalo kalian tim Zean & Archa atau Zean & Nara? Kira-kira Zean lebih klop sama siapa, nih?

Doain biar Kezia bisa mepet si Arlan ya bund🤪🙏

Kalo kalian jadi Kezia, mau nggak sama cowok sekaya raya si Arlan? Ya mau lah masa nggak?😎

Karena mau puasa, selamat menunaikan ibadah puasa bestie💓 semangat puasanya! Aku bakal tetep update walaupun puasa-puasa juga🙂🙏

Jangan lupa pencet tombol bintang di pojok kiri bawah dan ramein dengan comment di setiap paragraf!❤️ jangan jadi sider readers terus, dong🤧

Dont forget to check👇 :
Instagram : @cramelgurll @cindeyaur
Tiktok : @cramelgurl

Thankies buat yang udah nungguin aku update dan langsung gercep baca🥰💓 yang mau liat konten-konten wattpad aku, bisa langsung ke tiktok aku aja yaa!

Spam comment for next chapter!❤️‍🔥

With love, Cindyy<3

Continue Reading

You'll Also Like

764K 27.8K 50
"Gue tertarik sama cewe yang bikin tattoo lo" Kata gue rugi sih kalau enggak baca! FOLLOW DULU SEBELUM BACA, BEBERAPA PART SERU HANYA AKU TULIS UNTUK...
477K 5.3K 6
JANGAN DISIMPAN, BACA AJA LANGSUNG. KARENA TAKUT NGILANG🤭 Transmigrasi ke buku ber-genre Thriller-harem. Lantas bagaimana cara Alin menghadapi kegi...
3.2M 266K 62
⚠️ BL Karena saking nakal, urakan, bandel, susah diatur, bangornya Sepa Abimanyu, ngebuat emaknya udah gak tahan lagi. Akhirnya dia di masukin ke sek...
6.1M 261K 58
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...