RADION

By cindeyaur

66.6K 6K 1.8K

"Gue sekarang udah jadi ketua di sini, mau gimana pun, lo harus patuh sama gue." -Radion Geraldo. **** Radion... More

PROLOG
RADION || 01
RADION || 02
RADION || 03
RADION || 04
RADION || 05
RADION || 06
RADION || 07
RADION || 08
RADION || 09
RADION || 10
RADION || 12
RADION || 13
RADION || 14
RADION || 15
RADION || 16
RADION || 17
RADION || 18
RADION || 19
RADION || 20
RADION || 21
RADION || 22
RADION || 23
RADION || 24
RADION || 25
RADION || 26
RADION || 27
RADION || 28
RADION || 29
RADION || 30
RADION || 31
RADION || 32
RADION || 33
RADION || 34
RADION || 35
RADION || 36
RADION || 37
RADION || 38
RADION || 39
RADION || 40
RADION || 41
RADION || 42
RADION || 43
RADION || 44
RADION || 45
RADION || 46
RADION || 47
RADION || 48
RADION || 49
RADION || 50
RADION || 51
RADION || 52
RADION || 53
RADION || 54
RADION || 55
RADION || 56
RADION || 57

RADION || 11

1.2K 151 67
By cindeyaur

"CAMELION BERJAYA, WOI! YUHU!" Malam ini semua anggota Camelion merayakan ketua baru mereka di salah satu club malam besar di kota Jakarta.

Siapa ketua mereka yang baru? Tentu saja Radion Geraldo.

Hari ini mereka semua berpesta dengan di traktir oleh Radion. Awalnya mereka hanya ingin merayakannya di markas mereka sendiri agar lebih leluasa. Tetapi karena Zean dan Galen sangat ribut ingin pergi ke club malam, maka tujuan mereka di ganti menjadi berpesta di sebuah club malam. Benar-benar anak malam.

Tanggal dua puluh lima, tepatnya hari ini adalah hari berjayanya Camelion. Sebelumnya belum pernah ada kejadian seperti ini dari tahun-tahun lalu. Semua ketua yang di pilih dari tahun lalu memimpin anggota-anggotanya sampai masa kepemimpinan mereka selesai. Mungkin hanya Radion yang sedikit berbeda dari yang lainnya.

"Bang, gue seneng lo jadi ketua Camelion sekarang. Dari awal kenal lo, gue bisa nemuin aura positif dari dalem diri lo." Salah satu adik kelas Radion menghampiri cowok itu yang sedang duduk di sofa bar bersama dengan Raiden dan Arlan. Sedangkan Galen, Zean, Daplo, dan anak-anak yang lainnya lebih memilih bersenang-senang sambil berjoget di depan musik DJ.

"Aura positif? Emangnya gue apaan?" Radion tertawa.

"Santai aja. Makasih lo udah percaya sama gue. Gue bakal buktiin ke kalian semua. Gue juga bakal bertanggung jawab demi Camelion." Radion menepuk bahu adik kelasnya itu pelan.

"Siap, Bang."

"Sini duduk! Gabung aja santai, nggak udah takut-takut gitu lo."

"Ah, makasih, Bang. Tapi gue mau joget-joget di sana sama yang lain. Mendingan join di sana aja, Bang. Bang Zean, Bang Galen, sama Bang Daplo udah di barisan paling depan, tuh."

"Mereka emang gila kalau di bawa ke club gini." Raiden menimbrung.

"Nanti gue nyusul sama Raiden sama Arlan."

"Oke, Bang. Gue ke sana dulu, ya?!" Pamitnya kepada Radion, Raiden, dan Arlan.

"Nggak salah gue temenan sama lo, Rad. Gue kira lo anak baik-baik karena lo pinter di setiap pelajaran. Tapi ternyata lo demen ke tempat ginian juga, ya?!" Raiden menatap Radion di depannya yang sedari tadi tengah meneguk minuman alkoholnya dengan santai.

"Pasti demen Radion ke tempat ginian mah, Den. Lo lupa? Dia kan pindahan dari Bali."

"Oh, iya! Bener juga." Raiden tertawa.

"Rad," panggil Arlan dengan setengah berteriak.

"Apaan?"

"Maafin gue juga ya sempet curiga sama lo. Walaupun gue curiga sama lo, gue juga suka sama sifat lo yang peduli banget sama anak-anak Camelion. Lo bener-bener punya jiwa pemimpin, Rad. Beruntung kita bisa kenal deket."

"Iya, lah. Gue tahu banget gimana Radion. Apa yang gue bilang nggak salah, kan?" Raiden melirik Arlan.

"Iya, Den. Maklum lah kalau gue curiga. Gue kan juga takut Camelion kenapa-napa kalau misalnya ada yang mau berniat jahat sama kita."

Radion tersenyum. "Bagus kalau lo sempet curiga sama gue, Lan. Tandanya lo juga bener-bener peduli sama Camelion."

"Terus maksud lo, gue nggak peduli gitu sama Camelion? Kita bakal sering berunding loh, Rad. Inget, kan? Gue wakil Camelion." Raiden menunjuk dirinya sendiri.

"Bukan gitu, Den. Lo yang terbaik dari yang terbaik."

"Ah, Rad. Gue jadi baper."

"Jadi alesan lo selama ini janji sama gue buat nggak pernah deket sama cewek manapun, karena lo demen sesama jenis, Den?" Tanya Arlan dengan polosnya.

"Bercanda, bego. Ya kali wakil Camelion demen sesama jenis." Raiden menjitak kepala Arlan pelan, membuat Radion terkekeh melihatnya.

"Karena kalian semua udah kasih gue kepercayaan, gue nggak bakal ngecewain kalian. Gue bakal lakuin yang terbaik. Bantu gue, ya?!" Radion mendongak.

"Pasti kita semua bantu lo. Urusan yang ada di Camelion, bukan cuma urusan lo aja. Semuanya bakal turut bantu buat cari jalan keluarnya sama-sama. Jadi, jangan lo jadiin beban. Tapi dengan kayak gitu, jangan juga lo jadi kayak Brandon."

Radion mengangguk. "Nggak akan."

"Nyokap bokap lo bolehin lo buat masuk ke perkumpulan gini? Lo udah kasih tahu mereka kalau lo ketuanya?" Tanya Arlan.

"Nanti mereka juga tahu sendiri. Mereka selalu support gue. Nggak usah khawatir."

Ya, pada akhirnya Radion nanti akan bercerita kepada Marissa. Marissa kan selalu menanyakan apa saja yang sudah Radion lalui di sekolah. Dengan sifat maminya yang seperti itu, membuat Radion jadi tidak takut untuk berbagi cerita kepadanya. Setelah Radion bercerita kepada Marissa, Marissa pasti akan bercerita kepada Alfred. Tentunya respon Alfred sangat baik seperti Marissa.

Mereka bertiga lalu sama-sama menikmati alunan musik yang ada di sana sambil sesekali tertawa melihat Zean dan Galen yang tengah seperti orang gila di tengah-tengah kerumunan orang. Mungkin Galen sekalian mencari mangsa baru.

Ponsel Raiden bergetar. Karena ponselnya ada di dalam saku celananya, maka Raiden bisa merasakan getaran itu yang ia yakin bahwa ada panggilan masuk.

Cowok itu mengeluarkan ponselnya. Menatap nama yang tertera di ponselnya sekilas, lalu memasukkan ponselnya kembali ke dalam saku celana jeans nya.

"Kenapa nggak lo angkat? Siapa tahu penting. Keluar aja dulu, di sini berisik," kata Radion yang sedari tadi melihat gerak-garik Raiden.

"Bukan apa-apa. Nggak penting juga, Rad."

"Serius lo?"

"Palingan itu dari Mora, Rad. Biasanya kalau malem gini, Mora selalu tahu kalau Raiden lagi nggak ada di rumah. Biasa lah, kan mereka tetanggaan. Gue yakin si Mora sering ngelihatin kamar Raiden dari jendela kamarnya," tawa Arlan puas.

"Sok tahu lo, Lan." Raiden mendengus.

"Keren juga cewek lo, Den. Kapan lagi punya cewek tetanggaan? Apalagi dia selalu mantau lo terus dari jendela kamarnya." Radion ikut menggoda Raiden sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Nggak usah ikut-ikutan, Rad. Sesat lo!"

"Nanti abis balik dari sini, lo ke rumah gue dulu ya, Lan?! Lo kan suka bawa mobil ke sekolah. Gue mau nitip oleh-oleh dari nyokap gue di mobil lo. Nanti gue kasih ke anak-anak Camelion. Nggak tahu kenapa, nyokap gue suka banget beliin hadiah setiap pulang liburan. Mana ngasihnya nggak tanggung-tanggung. Satpam komplek aja di kasih." Raiden menepuk dahinya pelan.

Arlan tertawa. "Iya, nanti gue mampir ke rumah lo dulu."

"Nyokap lo nggak marah kalau lo ke sini, Den?" Radion meneguk minuman alkoholnya sampai habis. Cowok itu tidak ingin minum lagi.

"Marah kalau dia tahu. Makanya bokap gue selalu ngerayu nyokap gue biar dia nggak marah lagi sama gue. Biasanya sih, si cewek ngeselin itu suka laporan ke nyokap gue. Kayaknya dia suka banget gue di omelin."

"Siapa cewek ngeselin?"

"Nggak usah mancing gitu, Rad. Siapa lagi kalau bukan si Mora?" Decak Raiden.

"Woi! Lo pada nggak mau joget di sana? Banyak cewek cakep. Gue udah dapet lima instagram cewek cakep di sana." Galen menghampiri sofa mereka bersama Zean.

Tak beberapa lama, Daplo dengan kancing kemeja atasnya yang terbuka pun menyusul.

"Baru juga lima, Len."

"Lumayan."

"Gimana, Dap? Dapet cewek yang lo mau?" Tanya Radion saat Daplo duduk di sebelahnya.

"Gue nggak nyari cewek di sini, Rad."

"Bohong lo, Dap!" Zean mencibir.

"Lo sendiri gimana, Ze?"

"Nggak usah di tanya kalau gue mah, Den. Gue kan tetep setia sama Archa sama Nara. Nggak akan tergoda sama cewek mana pun."

"Bohong juga lo, Ze. Pas lihat cewek gede sedikit aja mata lo langsung mau ke luar." Zean menyikut lengan Galen dengan kesal.

"Besok kita omongin buat anggota baru Camelion, ya?! Sama kandidat anggota inti baru juga jangan lupa! Ini masih awal, belum telat buat nambah anggota. Kalau kalian tertarik sama beberapa siswa buat di masukin ke Camelion, bilang sama gue aja. Nanti gue lihat orang pilihan kalian. Masing-masing harus bawa tiga orang. Sisanya biar mereka yang ngajuin sendiri. Besok gue juga bakal jelasin ke anak-anak Camelion yang lainnya di markas."

"Oke! Dap, jangan lupa bilangin ke anak-anak yang lainnya di grup. Semua harus dateng! Kalau nggak, bakal gue kasih kejutan buat mereka yang nggak dateng," ujar Raiden.

"Oke."

"Rad, agak telat dikit nggak apa-apa, kan? Gue sekalian beliin minuman, deh."

Radion menatap Galen sebentar, lalu mengangguk. "Jangan lama-lama telatnya. Lo anggota inti. Jadi sorotan, juga panutan buat anak-anak yang lain, termasuk adik kelas kita."

"Oke, Rad. Makasih, ya!" Galen terkekeh.

"Wah, pasti lo makin terkenal aja nih di sekolah, Rad. Sekarang kan lo udah jadi ketua Camelion. Siapa sih di SMA Gardapati yang nggak kenal Camelion?" Zean mengalihkan topik pembicaraan ke arah yang lebih santai.

"Yoi, siap-siap aja lo besok pagi di serbu di koridor. Mading juga pasti ramai muka lo, Rad. Jangan heran sama SMA Gardapati kalau lagi ada hot news." Arlan mengambil korek yang ada di tangan Daplo tanpa izin.

"Nanti lo pada bantuin singkirin fans-fans gue, ya?!" Kata Radion bercanda.

"Traktirnya dua kali lipat, Rad." Galen dan yang lainnya tertawa, sedangkan Radion hanya bisa mendengus.

****

"Serius Radion jadi ketua Camelion yang baru?!"

"Iya, serius! Lo lupa? Ketua Camelion yang kemarin kan pindah ke Jepang gitu aja."

"Kalau yang jadi ketua Radion, gue makin bucin deh sama Camelion."

"Iya, sama. Milih sambil tutup mata aja gue rela, sih."

"Minta foto, yuk!"

"SEMUANYA YANG MAU MINTA FOTO ATAU APAPUN ITU SAMA RADION, MAAF UNTUK SEKARANG NGGAK BISA KARENA KITA LAGI BURU-BURU! JADI KALIAN BOLEH FOLLOW INSTAGRAMNYA AJA, YA! BISA LIHAT DI MADING SEKOLAH, KOK. TAPI JANGAN DI SPAM DM! NAH, YANG MAU FOTO BOLEH SINI SAMA GUE DULU!" Teriak Galen menenangkan beberapa siswa perempuan yang begitu heboh saat melihat inti Camelion berjalan di koridor pagi itu.

"Ini mah yang jadi artisnya lo, Len." Daplo mendengus.

"Bagus, lah. Semakin banyak yang kenal sama gue, semakin banyak juga cewek yang deket sama gue. Lagian si Radion kan nggak suka diginiin."

"Ah males lah kalau fotonya sama Galen. Bosen tau." Yang lainnya mengeluh.

"Tapi kan gue ganteng juga. Nanti gue follow back, deh."

"Gantengan Radion."

"Mau di follow back nya sama Radion."

Galen menepuk dahinya pelan. "Ze, lo bantuin gue napa!"

Zean yang sedang menyapa beberapa perempuan yang dilewatinya pun menoleh. "Ogah, Len. Udah susah nanganinnya. Semangat, ya! Semuanya pada muak sama lo."

"Sialan!" Dengus Galen.

Angelina Chlo :
Inget kumpulan anak-anak cowok yang suka ganggu Alula?
Radion jadi ketuanya sekarang.

"Udah laporan, Chlo?"

"Udah." Chlo memasukkan ponselnya ke dalam saku roknya.

Ia, Chessy, dan Ruby tengah memandang anggota inti Camelion dari jauh. Benar-benar menggemparkan sekolah hari ini.

"Gue pikir Raiden yang bakal naik jadi ketua," ucap Chessy pelan.

"Menurut gue, Radion itu pilihan yang bagus, sih." Ruby berfikir.

"Menurut lo, Chlo?" Ruby lalu menyikut lengan Chlo pelan.

"Iya, gue setuju." Chlo menjawab tanpa mengalihkan tatapannya sedikit pun dari Radion.

"Alula! Lo udah lihat kan kalau Radion sekarang yang jadi ketua Camelion?" Mora datang ke kelas dengan cepat di susul Archa, Nara, dan Kezia. Menghampiri Alula yang sedang duduk sendirian di bangkunya. Kelas benar-benar sepi karena semua siswa berkumpul di koridor sekolah.

"H–hah?! Maksud kamu apa, Mora?"

Mora lalu duduk di depan meja Alula. "Lo harus keluar kelas biar tahu, Alula! Tadi kita habis dari luar dan rame banget. Semuanya pada ngomongin Radion yang sekarang jadi ketua barunya Camelion. Di mading juga udah ramai kok beritanya."

"Mungkin aja Radion punya jiwa-jiwa pemimpin? Soalnya setahu gue dulu kan Camelion berantakan gitu semenjak di pegang sama Brandon," gumam Archa.

"Bukan urusan kita juga, Cha." Nara berujar.

"Ketua Camelion yang baru?" Alula tidak mengedipkan matanya sama sekali.

Mora mengangguk. "Iya. Cowok lo, tuh."

"Apaan sih, Mor? Bukan cowok aku. Bener kata Nara, kalau dia jadi ketua itu juga bukan urusan aku. Biarin aja."

Sejujurnya apa yang Alula katakan dengan apa yang ada di otaknya saat ini benar-benar berbeda. Gadis itu hanya tidak percaya tenyata Radion memang sudah sedekat itu dengan para lelaki yang suka mengganggunya.

Bahkan sampai menjadi pemimpin di perkumpulan geng itu, yang notabene kebanyakan anggotanya sering berurusan dengan guru BK dan kepala sekolah. Mereka juga suka berantem di luar sekolah sampai babak belur seperti orang tawuran. Pergaulannya benar-benar sangat bebas.

Entah kenapa hati Alula jadi resah mendengar berita tersebut. Alula takut Radion berubah dan menjadi orang yang pembangkang. Bagaimana kalau cowok itu nanti di hasut oleh teman-temannya?

Kenapa Alula jadi takut dan kepikiran terus seperti ini?

"Guys, ke luar lagi, yuk!" Ajak Kezia.

"Mau ngapain?" Tanya Mora, Archa, dan Nara bersamaan.

"Mau lihat Arlan lagi."

Baru saja sampai di sekolah, Radion dan teman-temannya sudah di sulitkan untuk masuk ke dalam kelas. Bagaimana tidak? Koridor benar-benar penuh dan banyak siswa-siswi yang menutupi jalan mereka.

Bukannya Radion sombong tidak ingin berfoto bersama mereka. Hanya saja jumlah orang yang meminta foto dengan dirinya sangat banyak. Mulai dari yang satu angkatan, bahkan adik kelas pun ada. Bisa-bisa nanti Radion di tarik-tarik oleh mereka.

"Radion selamat, ya! Semoga bisa jadi ketua yang baik di Camelion!"

"Makasih." Perempuan itu langsung berteriak histeris ketika Radion membalas ucapannya sambil tersenyum.

"Gue juga mau di notice Radion!"

"Hai." Lagi-lagi mereka berteriak histeris dengan hanya mendengar kata singkat yang keluar dari mulut Radion.

"WOI, MINGGIR LO SEMUA! YANG NGGAK MAU MINGGIR, GUE HABISIN LO!" Sebuah teriakan tersebut berhasil membuat para siswa-siswi yang menutupi jalan pun menyingkir.

Setelah mereka semua menyingkir, Radion, Raiden, Arlan, Zean, Galen, dan Daplo baru bisa melihat bahwa di hadapannya sekarang ada Abimanyu, Cakra, Nevan, dan juga anak-anak Blidvinter lainnya.

Pantas saja siswa-siswi yang lainnya takut dan langsung menyingkir.

Abimanyu bertepuk tangan beberapa kali sambil tersenyum miring. Menatap Radion lalu anggota inti Camelion yang lainnya secara bergantian.

"Baru aja gue lewat mading dan nemuin berita baru di sana."

"Ternyata yang ada di mading itu lo?Radion Geraldo yang sekarang jadi ketua Camelion menggantikan Brandon," ejanya.

Cowok itu lalu tertawa sendiri. "Katanya nggak akan masuk ke Blidvinter atau ke Camelion. Tapi buktinya, lo masuk ke Camelion juga ternyata. Malah sekarang lo jadi leader nya."

"Bilang aja lo kecolongan dari kita, kan? Dulu lo kayaknya mau banget Radion jadi bagian dari Blidvinter. Tapi sayangnya, Radion tahu mana yang lebih baik di antara Camelion dan Blidvinter," ujar Zean di belakang Radion.

"Jadi, jangan nangis kalau sekarang Radion udah ada di pihak Camelion," lanjutnya lagi dengan santai.

"Oke, gue akui lo keren. Lo berteman sama Radion dan akhirnya jadi temen deket. Itu memudahkan lo buat masukin Radion ke Camelion, kan? Makanya Radion betah ada di sana, bahkan dia sampai sebegitu tanggung jawabnya sama Camelion."

"Nggak usah sok tahu lo." Radion memotong ucapan Abimanyu.

"Tapi ada benernya, kan? Sekarang lo pasti udah sayang banget sama Camelion. Apalagi sama anak-anak buah lo."

"Gue ketua, tapi gue nggak akan pernah anggep temen-temen gue sebagai anak buah gue."

Abimanyu kembali tertawa. "Gue pikir kita bakal jadi temen deket, Rad. Tapi kayaknya, lebih cocokan jadi musuh nggak, sih?"

"Oh, iya! Alex. Lo kenal dia kan pasti? Dia masih ada di tangan gue. Gue juga tahu lo pasti udah tahu masalahnya. Dia nggak akan bisa lepas dari gue kalau bergerak sendirian."

"Dia kan anggota lo."

"Tapi dia mantan anggota lo. Dan gue juga nggak suka dia ada di Blidvinter. Dia terlalu beban dan polos. Jemput gih! Gue tunggu kedatangan lo di markas gue. Tenang aja, gimana kalau kita satu lawan satu? Lo bawa aja anggota inti lo. Nanti gue juga bawa anggota inti gue." Abimanyu sengaja berbicara dengan pelan agar siswa-siswi di sekitar mereka tidak mendengar.

"Gue tahu kalau Camelion masih kalah jumlah sama Blidvinter. Gue cuma takut kekalahan ada di depan lo aja, sih." Abimanyu berkata dengan sombongnya. Cowok itu dengan teman-temannya di belakang lalu tertawa mengisi sepanjang lorong.

"Bukannya kemarin lo yang kalah, ya? Blidvinter juga kalah karena ada Radion waktu itu. Padahal lo udah bela-belain bayar preman yang badannya gede-gede. Buang-buang uang banget. Lo nggak takut emang sekarang? Pasti ada rasa takut dan was-was di dalem diri lo walaupun itu cuma sedikit," kata Raiden sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana sekolahnya.

"Wah ngeremehin kita dia."

"Kita buktiin aja nanti, Bim." Cakra berseru dari belakang.

"Beneran takut lo sama gue?" Tanya Radion. Mengulas senyumannya.

"Nggak ada yang takut sama lo. Gue bisa lebih kuat dari lo, Radion."

Radion mengangguk-anggukkan kepalanya. "Oke, kita bakal lihat nanti."

****

"Harusnya kan Raiden lagi pelajaran olahraga. Tapi kok dia sama temen-temennya nggak ada di lapangan, sih? Mana gue izin ke gurunya mau ke toilet sebentar lagi. Tapi Raiden kok lama banget," ketus Mora sambil menatap jam di pergelangan tangannya.

"Panas lagi."

"Woi, Mor!"

Mora menoleh. Gadis itu langsung tersenyum ketika melihat kedatangan Raiden. Cowok itu sudah memakai pakaian olahraga serta rambutnya yang sedikit basah. Cowok itu juga membawa sebuah paper bag yang lumayan besar.

"Hai, Den! Kok belum gabung ke lapangan? Itu gurunya udah ada tau."

"Nanti aja."

"Bolos lagi? Pelajaran olahraga itu pelajaran yang paling seru dari pelajaran yang lainnya. Gue yakin lo punya pemikiran yang sama kayak gue. Secara kan lo nggak suka belajar di kelas apalagi hitung-hitungan. Masih aja mau bolos, Den? Yakin?"

"Berisik lo! Tahu dari mana kalau gue mau bolos? Gue cuma mau dateng agak telat. Temen-temen gue juga masih pada di kantin." Mora tersentak ketika Raiden sedikit membentaknya.

"Ya udah, terserah."

Raiden menatap Mora sekilas. Cowok itu lalu membuang nafasnya pelan. "Nih! Biasa, dari nyokap."

Mora menatap paper bag yang diberikan Raiden dengan senyuman lebarnya. "Nggak usah kesenengan gitu. Gue tahu kok lo suka banget sama barang-barang gratisan. Lagian juga isinya nggak ada yang bagus."

Mora menerima paper bag tersebut. Mengintip ke dalamnya sebentar lalu kembali menatap Raiden. "Kata siapa gue suka barang gratisan? Lebih tepatnya, gue suka barang yang orang lain kasih buat gue."

Raiden duduk di bawah pohon besar. Bersandar di sana sambil menikmati angin yang menerpa wajah serta rambut hitamnya. "Kenapa?"

"Karena menurut gue itu spesial."

Raiden langsung tertawa dengan keras. Seperti meledek Mora. "Spesial? Baju nggak ber-merk doang spesial? Aneh lo, Mor. Yang spesial itu mah kalau lo di kasih mobil, rumah, helikopter sekalian."

"Kalau lo yang kasih hadiah ke gue, gue juga seneng banget, kok. Walaupun misalnya lo cuma kasih gue permen murah, tapi gue anggepnya spesial karena itu dari lo," imbuh Mora.

"Kalau gue yang kasih hadiah, gue nggak bakal kasih permen murah, Mor."

"Terus kasih apa?"

"Sesuatu yang lebih berharga, lah. Kalung misalnya. Atau nggak gelang, cincin, atau apa, kek. Nggak modal banget kesannya kalau gue cuma kasih lo permen."

Tanpa Raiden sadari, Mora sedari tadi di buat tersenyum olehnya. "Berati lo ada niatan ngasih gue sesuatu, dong?"

Raiden langsung menatap Mora dengan cepat. "Nggak, lah. Buat apa juga ngasih lo?"

Mora membuang nafasnya kesal.

"Sini duduk! Ngapain lo berdiri di situ? Nutupin gue aja lo."

Mendengar itu, Mora langsung menyingkir dan mengambil duduk di sebelah Raiden. Sedikit senang juga sebenarnya karena Raiden hari ini sedang bersikap sedikit baik kepadaya. Biasanya Raiden benar-benar cuek dan galak.

"Jangan deket-deket! Jauhan lo!"

Mora mencibir lalu merubah posisi duduknya sedikit lebih jauh dari Raiden. Menyebalkan sekali memang teman masa kecilnya itu.

"Kenapa nggak bilang aja ke gue buat ambil ini ke rumah lo? Ngapain kasihnya pakai di sekolah segala?"

"Mendingan juga gue kasih sekarang. Gue soalnya nggak mau lo main-main ke rumah gue. Ribet."

Ya begini lah sifat Raiden. Jika tidak cuek dan galak, cowok itu juga bisa sangat menyebalkan. Tetapi Mora sudah biasa dengan semuanya. Dari kecil Raiden sudah seperti itu.

"Nggak nyangka kalau si anak baru itu bisa bawa pengaruh besar buat Camelion," gumam Mora sambil menatap anak-anak di lapangan yang tengah berolahraga.

"Dia baik, sih. Suka nolongin orang juga anaknya. Good attitude."

Raiden melirik Mora sekilas. "Menurut lo, keputusan gue sama temen-temen gue bener nggak? Asal lo tahu, gue sama yang lainnya cukup lama buat pikirin mateng-mateng tentang Radion. Gue nggak mau aja kalau pilihan gue sama temen-temen gue jatuh ke orang yang salah lagi."

"Iya, gue ngerti, kok. Walaupun gue nggak tahu gimana cara Radion menyikapi masalah-masalah di dalam Camelion. Tapi, gue tahu kalau dia orang yang baik, tegas, dan gue rasa, keputusan lo sama temen-temen lo nggak salah."

"Lo bisa nilai Radion kayak gitu, emangnya lo deket sama dia?"

"Nggak. Gue cuma kenal sama dia. Lagian dia juga sering nolongin Alula, kok."

"Bisa nggak lo sama temen-temen lo berhenti gangguin Alula?! Dia kan nggak pernah salah apa-apa sama lo. Kasian dia, Raiden," ucap Mora lagi.

"Lo temenan ya sama Alula, Mor?" Raiden menatap Mora tajam, membuat gadis itu langsung melepaskan tatapannya dari Raiden.

"Ngapain sih temenan sama dia? Kurang emang temen lo sampai harus temenan sama dia juga?"

"Ngapain sih gangguin Alula terus? Emangnya apa yang lo dapet dari gangguin Alula? Uang? Nggak, kan? Lo cuma buang-buang waktu, Raiden."

"Gue temenan sama Alula juga urusan gue. Dia temen sekelas gue. Dia juga baik, nggak pernah jahat. Terserah gue, dong?!"

"Ya udah, terserah lo, Mor! Tapi, terserah gue sama temen-temen gue juga mau gangguin Alula atau nggak!"

Raiden mengumpat kasar sambil beranjak dari duduknya. Berjalan meninggalkan Mora yang masih duduk di bawah pohon sambil menatap punggungnya.

"Balik lo ke kelas!" Suruh Raiden.

****

Sudah hampir pukul empat sore Radion masih ada di kawasan sekolahnya. Sekolah juga sudah sepi karena para siswa kebanyakan langsung bubar setelah bel pulang berbunyi.

Tadinya Radion ingin menunggu teman-temannya selesai remedial. Ya, Raiden, Arlan, Zean, Galen, dan Daplo mengikuti remedial di ruang guru. Tentu saja bersama anak-anak yang remedial lainnya.

Saat ulangan kimia tadi, Radion tiba-tiba saja di pindahkan tempat duduk di depan. Oleh karena itu, Radion tidak bisa memberikan teman-temannya jawaban. Radion merasa kasihan kepada mereka. Padahal sore ini mereka ingin berkumpul di markas. Mungkin mereka akan datang telat.

Karena jenuh menunggu sendirian di bangku depan ruang guru, akhirnya Radion memutuskan untuk pergi ke markas duluan. Nanti Radion akan mengabari Raiden, Arlan, Zean, Galen, dan Daplo bahwa dirinya duluan pergi ke markas.

Radion berjalan menyusuri lapangan SMA Gardapati sambil membawa kunci motor di tangannya. Cowok itu mengernyit ketika melihat seorang perempuan familiar yang tengah duduk sendirian di dekat pos satpam.

Radion lalu mempercepat langkahnya. Berbelok menuju parkiran sekolah lalu buru-buru menyalakan mesin motornya.

Suara deru sepeda motor Radion membuat gadis yang tengah duduk di depan pos satpam itu menoleh. Menatap motor Radion yang berhenti tepat di hadapannya.

Radion membuka kaca helm nya. "Lo belum pulang?"

Alula terkejut karena pemilik motor tersebut tenyata adalah Radion. "Belum," jawab Alula.

"Nungguin siapa? Angkutan umum?"

"Bareng aja gimana? Gue anterin lo deh sampai depan rumah. Dari pada naik angkutan umum."

Alula kembali mendongak dengan kaget. "N–nggak! Nggak usah. Aku nggak nunggu angkutan umum, kok. Aku nunggu di jemput."

"Di jemput siapa?" Radion mengernyit.

"Ada, lah. Pokoknya aku di jemput."

Radion membuang nafasnya pelan. "Udah, gue anter aja kenapa, sih? Kayak sama siapa aja lo. Kita kan juga udah kenal."

"Nggak usah, Radion. Udah, kamu pulang aja sana! Nggak usah anterin aku balik ke rumah."

Radion menatap ke sekitarnya. Lebih tepatnya ke arah halaman sekolah yang sudah sepi. "Nggak ada yang lihat juga. Jadi lo nggak perlu khawatir kalau besok ada yang gangguin lo karena lo pulang bareng gue. Lagian jam empat juga gue ada urusan. Nggak bakal lama-lama buat anterin lo."

"Sampai depan rumah lo, gue langsung pergi. Gue janji, deh, gue nggak akan mampir-mampir masuk ke rumah lo." Radion membentuk jarinya seperti huruf 'V'.

Sekarang Alula tidak tahu apa yang harus dirinya lakukan. Rasanya benar-benar aneh ketika Radion mengajaknya pulang bersama. Ada apa dengan cowok itu?

"Ayo!" Radion masih setia mengajak gadis itu.

"Eh, Neng Alula. Belum pulang, Neng? Emangnya yang biasa anter pulang ke mana? Kok sekarang orangnya beda?" Pak satpam tiba-tiba saja muncul dari dalam pos.

Hal tersebut sontak membuat Alula panik. Gadis itu lalu menatap Radion sekilas. "O–oke, aku pulang sama kamu."

Radion tersenyum. "Nah, gitu, dong. Ya udah, naik!"

Dengan ragu, Alula memegang pundak Radion untuk bisa naik ke boncengan motor cowok itu. Duduk kaku di sana sambil menundukkan kepalanya malu.

"Emang biasanya dia pulang sama siapa, Pak?" Tanya Radion.

"Biasanya sama cowok juga. Di jemputnya juga sore banget pas sekolah udah sepi. Atau kadang-kadang pas bel baru aja bunyi. Cowoknya—"

"E–eh, itu ojek aku, Radion. Kenapa sih kamu nanya-nanya? Katanya kamu buru-buru hari ini. Langsung jalan aja." Alula menepuk bahu Radion pelan.

"Iya deh langsung jalan. Kalau gitu saya pulang ya, Pak!" Radion berpamitan kepada pak satpam.

"Iya, Radion. Hati-hati!" Pak satpam melambai-lambaikan tangannya ke arah motor Radion yang mulai melaju meninggalkan sekolah.

Disepanjang perjalanan, kebanyakan di isi dengan keheningan. Hanya ada suara Alula yang sibuk memberitahu jalan ke rumahnya.

"Rumah aku deket, kok. Dikit lagi juga sampai."

Alula berharap Radion akan bersuara. Minimal mengajaknya mengobrol atau menanyakan suatu hal yang random. Tetapi nyatanya tidak. Radion sama sekali tidak bersuara. Alula merasa canggung di sini.

"Radion." Alula akhirnya memberanikan diri untuk memanggil cowok itu.

"Kenapa?"

"Nggak apa-apa, kok. Cuma mau ngucapin selamat aja ke kamu karena kamu jadi ketua Camelion yang baru," ujar Alula pelan.

Dari depan Radion tersenyum—masih sambil serius dengan jalanan di depannya. "Makasih, Alula."

"Sama-sama."

"Lo nggak perlu takut sekarang. Mulai nanti, gue bakal bilang ke temen-temen gue bahwa jangan pernah ganggu lo lagi."

Jantung Alula berdesir mendengarnya. Entah kenapa setiap Radion mengatakan hal itu, hati Alula selalu tenang. Biasanya gadis itu selalu takut dan gelisah.

"Kenapa diem? Lo nggak percaya bahwa gue bisa bikin mereka berhenti buat ganggu lo?"

"H–hah?!"

"Mereka bakal nurutin apa kata gue, Alula. Mereka nggak akan bisa bantah gue. Mulai besok, gue pastiin lo nggak di ganggu sama mereka lagi." Radion semakin mempercepat laju motornya agar lebih cepat sampai juga ke rumah Alula.

"Jadi apa yang kamu lakuin sama Camelion selama ini, agar mereka berhenti ganggu aku?" Tanya Alula dengan polosnya.

Radion tertawa. "Pede banget sih lo. Bantuin lo itu, cuma salah satu dari tujuan gue. Di satu sisi gue juga seneng kok bisa jadi ketua Camelion."

Alula terdiam. Merasa malu sendiri karena tadi dirinya benar-benar sangat percaya diri bahwa menurutnya tujuan Radion menjadi ketua Camelion hanya untuk dirinya.

Tak beberapa lama, mereka pun akhirnya sampai di depan sebuah rumah yang elegan. Tidak terlalu besar, juga tidak terlalu kecil.

Alula turun dari motor besar Radion. Tersenyum canggung menatap cowok itu yang sekarang sudah membuka kaca helm nya. "Makasih ya udah anterin aku pulang. Jadi ngerepotin kamu."

"Sama-sama. Nggak ngerepotin sama sekali, kok."

Mata Radion lalu tertuju ke arah rumah Alula yang terlihat sangat sepi. Bahkan semua lampu di dalamnya terlihat mati dan tidak ada yang menyala satu pun.

"Di rumah lo nggak ada orang?"

Alula menggeleng. "Nggak ada. Abang aku mungkin belum pulang. Aku cuma tinggal berdua sama dia."

Radion memicingkan matanya, membuat Alula yang saat ini sedang di tatap oleh Radion menjadi kebingungan. "Kenapa?"

"Gue tahu lo bohong." Radion melepaskan helm nya.

Alula sempat diam beberapa detik tanpa berkedip saat melihat Radion menyugarkan rambutnya ke belakang.

"Lo tinggal sendiri, kan? Lo juga nggak punya abang."

"K–kamu tahu dari mana?" Alula panik sendiri.

"Ternyata bener kalau lo tinggal sendiri," tawa Radion.

"Tadinya gue cuma asal ngomong aja. Tapi ternyata lo beneran tinggal sendiri?" Alula mengangguk pelan.

"Lo berani tinggal sendiri? Nggak kesepian?"

"Udah biasa, kok. Lagian juga di sekolah aku sendirian terus. Bukan cuma di rumah aja."

Radion merasa iba setiap melihat Alula. Maka dari itu, Radion hanya ingin bersikap baik kepada gadis itu. Dunia terlalu jahat untuknya. Radion tidak mau jahat seperti dunia.

"Lebam lo yang kemarin udah baikan? Lo obatin, kan?"

Alula mengangguk dengan antusias sambil menunjukkan lengannya yang sudah baik-baik saja. "Udah baikan, kok. Langsung aku obatin juga kan kemarin di bantuin Mora, Archa, Nara, sama Kezia."

"Bagus, lah."

"Kamu jangan marah-marah ke Chlo, ya?! Dia nggak sengaja. Nggak usah nyari keributan juga sama dia dan temen-temennya. Lagian kan aku udah nggak apa-apa."

"Gue baru pertama kali kenal sama cewek sebaik lo, Alula," gumamnya. Suaranya benar-benar sangat kecil. Hampir seperti bisikan.

"H–hah?! Kenapa, Radion?"

"Nggak! Gue nggak ngomong apa-apa." 

"Ya udah kalau gitu. Katanya kamu buru-buru juga. Mau ketemu sama anak-anak Camelion, ya?!"

"Iya, nih. Gue pamit, ya?!" Radion lalu kembali memakai helm nya.

"Oke. Hati-hati di jalan, Radion. Jangan pulang malem-malem!"

"Oke." Untung saja wajah Radion terhalang oleh helm yang sedang dipakainya. Jika tidak, pasti sekarang Alula bisa melihat dirinya yang sedang tersenyum setelah mendengar kata-kata Alula barusan.

Dengan cepat, cowok itu langsung menyalakan mesin motornya lalu menancapkan gasnya pergi meninggalkan halaman rumah Alula.

Setelah di lihat Radion sudah pergi, Alula masuk ke dalam rumahnya dengan cepat. Gadis itu membanting pintu rumahnya lalu bersandar di belakangnya.

"Aduh, kenapa tadi gue pakai bilang kayak gitu segala, sih?" Alula menepuk dahinya pelan.

Entah kenapa kata-kata yang ia keluarkan tadi untuk Radion keluar begitu saja dari mulutnya. Memangnya ia siapa sudah berani menyuruh Radion untuk pulang tidak terlalu malam? Mau diletakkan di mana nanti wajah Alula jika bertemu Radion di sekolah?

"Santai, Alula! Semoga besok di sekolah lo nggak canggung ketemu Radion." Alula membuang nafasnya pelan.

"Kalau sifat gue di rumah sama di sekolah sama, mungkin aja gue udah bilang ke Radion bahwa jangan kepedean sama kata-kata gue barusan."

"Tapi sayangnya di sekolah gue harus jadi seorang gadis yang lugu, polos, dan membosankan. Mungkin kalau gue nunjukin sifat asli gue ke orang-orang, gue bakal punya banyak temen," lanjutnya lagi.

Gadis itu lalu buru-buru menuju kamarnya untuk bersih-bersih. Alula juga sudah mulai lapar.

****

Halo bestie, mana suaranya yang ikut seneng Radion jadi ketua Camelion yang baru?! Minta traktirannya sama Radion ya jangan sama author😙🙏

Jangan ada yang nanya-nanya lagi kenapa Alula sifatnya beda di sekolah sama di rumah. Dia nggak punya kepribadian ganda, sifat aslinya itu sifat dia yang di rumah. Nggak ada orang yang tahu🤫

'Thor, emangnya kenapa sih Alula nggak nunjukin sifat aslinya ke orang yang suka bully dia?' Jawabannya ada pada saat berjalannya cerita. Makanya bacanya pelan-pelan ya bestie😉

Jangan lupa pencet tombol bintang di pojok kiri bawah, ya!😻 jangan jadi sider, aku kan pengen kenal sama kalian😔

Dont forget to check 👇 :
Instagram : @cramelgurll @cindeyaur
Tiktok        : @cramelgurl

Makasih yang udah mampir ke sini & nungguin aku update, ramein kuy‼️😉❤️‍🔥

Anak Blidvinter, nich. Ada yang ngefans nggak sama mereka?

With love, Cindyy<3

Continue Reading

You'll Also Like

1.3M 58.4K 42
Menjadi istri antagonis tidaklah buruk bukan? Namun apa jadinya jika ternyata tubuh yang ia tepati adalah seorang perusak hubungan rumah tangga sese...
ARSYAD DAYYAN By aLa

Teen Fiction

2.3M 123K 60
"Walaupun وَاَخْبَرُوا بِاسْنَيْنِ اَوْبِاَكْثَرَ عَنْ وَاحِدِ Ulama' nahwu mempperbolehkan mubtada' satu mempunyai dua khobar bahkan lebih, Tapi aku...
3.9M 303K 50
AGASKAR-ZEYA AFTER MARRIED [[teen romance rate 18+] ASKARAZEY •••••••••••• "Walaupun status kita nggak diungkap secara terang-terangan, tetep aja gue...
5.6M 375K 68
#FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA⚠️ Kisah Arthur Renaldi Agatha sang malaikat berkedok iblis, Raja legendaris dalam mitologi Britania Raya. Berawal dari t...