-DEEP-

By andinienggar

81.3K 6.3K 309

[COMPLETED] Memang awalanya tidak ada yang aneh, semua berjalan mulus selama lima tahun lamanya. Namun sua... More

DEEP [SATU]
DEEP [DUA]
DEEP [TIGA]
DEEP [EMPAT]
DEEP [LIMA]
DEEP [ENAM]
DEEP [TUJUH]
DEEP [ DELAPAN]
DEEP [ SEMBILAN]
DEEP [ SEPULUH]
DEEP [SEBELAS]
DEEP [DUA BELAS]
DEEP [TIGA BELAS]
DEEP [EMPAT BELAS]
DEEP [LIMA BELAS]
DEEP [ENAM BELAS]
DEEP [TUJUH BELAS]
DEEP [ DELAPAN BELAS]
DEEP [SEMBILAN BELAS]
DEEP [DUA PULUH]
DEEP [DUA PULUH SATU]
DEEP [DUA PULUH DUA]
DEEP [DUA PULUH TIGA]
DEEP [DUA PULUH EMPAT]
DEEP [DUA PULUH LIMA]
DEEP [DUA PULUH ENAM]
DEEP [DUA PULUH TUJUH]
DEEP [DUA PULUH DELAPAN]
DEEP [DUA PULUH SEMBILAN]
DEEP [TIGA PULUH]
DEEP [TIGA PULUH SATU]
DEEP [TIGA PULUH DUA]
DEEP [TIGA PULUH TIGA]
DEEP [TIGA PULUH EMPAT]
DEEP [TIGA PULUH LIMA]
DEEP [TIGA PULUH ENAM]
DEEP [TIGA PULUH TUJUH]
DEEP [TIGA PULUH DELAPAN]
DEEP [TIGA PULUH SEMBILAN]
DEEP [EMPAT PULUH]
DEEP [EMPAT PULUH SATU]
DEEP [EMPAT PULUH DUA]
DEEP [EMPAT PULUH TIGA]
DEEP [EMPAT PULUH EMPAT]
DEEP [EMPAT PULUH LIMA]
DEEP [EMPAT PULUH ENAM ]
DEEP [EMPAT PULUH TUJUH]
DEEP [EMPAT PULUH DELAPAN]
DEEP [EMPAT PULUH SEMBILAN]
DEEP [LIMA PULUH]
DEEP [LIMA PULUH SATU]
DEEP [LIMA PULUH DUA]
DEEP [LIMA PULUH TIGA]
DEEP [LIMA PULUH EMPAT]
DEEP [LIMA PULUH LIMA]
DEEP [LIMA PULUH ENAM]
DEEP [LIMA PULUH TUJUH]
DEEP [LIMA PULUH DELAPAN]
DEEP [LIMA PULUH SEMBILAN]
DEEP [ENAM PULUH]
DEEP [ENAM PULUH SATU]
DEEP [ENAM PULUH DUA]
DEEP [ENAM PULUH TIGA]
DEEP [ENAM PULUH EMPAT]
DEEP [ENAM PULUH LIMA]
DEEP [ENAM PULUH ENAM]
DEEP [ENAM PULUH TUJUH]
DEEP [ENAM PULUH DELAPAN]
DEEP [ENAM PULUH SEMBILAN]
DEEP [TUJUH PULUH]
DEEP [TUJUH PULUH SATU]
DEEP [TUJUH PULUH DUA]
DEEP [TUJUH PULUH TIGA]
DEEP [TUJUH PULUH LIMA] EPILOG

DEEP [TUJUH PULUH EMPAT]

56 7 0
By andinienggar

Abel sudah siap dengan barang-barangnya. Segala keperluan sudah Abel ringkas dalam ransel kecil yang sempat teronggok di rumah ini lebih dari 3 tahun lamanya. Abel mengedarkan pandangan ke sekitar ruang tamu, matanya nanar mencari sosok Dekka di ruang tamu. Baru saja Abel ingin mendaratkan pantatnya di sofa, sebuah suara mengintrupsinya. 

"Udah siap Bebel?"

Abel cengo melihat Dekka beserta barang tentengannya. Bagaimana tidak? Dekka tengah menggedong sebuah tas carrier berukuran sedang dan sebuah mantras di atasnya. 

"Lu mau pindahan?"

Dekka menggendikkan bahunya dan hanya tersenyum.

"Gila lu! gue butuh jawaban lo anjim bukan senyum lo elah."

"Heleh nanti kangen," goda Dekka.

"Apasih gajelas!," pipi Abel mendadak memerah seketika.

"Ga jelas kok blushing gitu sih,"

"Bawal! Kita mau ke mana sih Ka? jangan culik gue lu! Gue aduin suami gue entar!"

"Iya deh yang punya suami," ucap Dekka dengan nada yang dibuat sebiasa mungkin tanpa melihat Abel. Sejujurnya Dekka sakit mendengar kalimat yang baru saja dilontarkan Abel. Rasanya Dekka semakin ditampar kenyataan bahwa perempuan di depannya ini kini sudah menjadi milik seseorang. 

Abel yang menyadari Dekka mendadak diam, langsung menepuk pundak Dekka pelan, "are you okay? kok diem aja Ka?"

Dekka segera sadar dari lamunannya, "huh? I'm okay Bebel,"

'I'm not okay Bel, gue sakit denger perkataan lo tadi. Gue cemburu. Apa ini yang lo rasain dulu pas gue dengan santainya bilang kalo gue sayang sama orang lain, bukan elo? Apa ini karma gue Bel?' ucap Dekka dalam hati. 

"Lo dari pada cengo mending cepetan jalan ke mobil dah, gue mau ambil hp bentar,"

"Siap bos!"

Abel berjalan menuju mobil Dekka. Di dalam mobil Dekka, tepatnya di tempat duduk bagian belakang terdapat berbagai macam barang-barang seperti peralatan camping. Tanda tanya besar mencuat di kepala Abel. Karena sejujurnya dari awal Dekka sama sekali tidak memberitahu ia akan diculik, maksudnya mau di bawa ke mana oleh Dekka. Karena lelaki itu sedari tadi hanya membicarakan one day with Dekka tidak lebih. 

Beberapa menit kemudian, Dekka masuk ke dalam mobil. 

Abel yang melihat Dekka sudah ada di sampingnya langsung menatap Dekka dan siap melontarkan berbagai pertanyaan yang sedari tadi mencuat di pikirannya. 

"Sebenernya kita mau ke mana sih? Banyak amat woi barang-barang yang lo bawa. Atau jangan-jangan lo mau bawa gue kawin lari ye kan? Gila Lu!" Abel menggebu-gebu dengan nada hebohnya.

Dekka menoyor kepala Abel pelan, "Otak lu kaga dicuci berapa tahun sih? negatif teros isinya,"

"Sialan!" Abel memberengut.

"Gausa crewet deh, lu nimbang duduk doang. Nanti juga kalo udah sampe lo tau elah,"

"Kan gue cuma nanya doang njir,"

"Iya bawel iya. Sekarang dengerin gue. Hari ini kita akan merealisasikan sebuah petualangan-"

"Ciaelah petualangan, bolang lu pikir?"

"Bawel sekali lagi gue plester lo,"

Abel hanya nyengir kuda melihat Dekka marah-marah. Karena sejujurnya Abel kangen melihat Dekka riweh seperti ini hanya karena kebawelan yang Abel buat. 

"Oke, gue ulangin ya. Hari ini kita akan merealisasikan sebuah petualangan berjudul one day with Dekka. And we have rules yang harus dipatuhin. Pertama, no handphone,"

"emm okay accept, terus?"

"Bilang apapun yang pengen dibilang, alias no secret,"

"accept. teros?"

"Kalo laper bilang,"

"kalo itu mah nomer satu gue mah, udah itu doang?"

Dekka mengangguk.

"Oke boleh,"

Dekka mengulurkan tangannya mengajak bersepakat, "Deal?"

Abel menerima ajakan itu, "Deal!"

"Okay, and let's go!!!!!"

mobil yang ditumpangi Dekka dan Abel melaju meninggalkan rumah Dekka. 

Sepanjang perjalanan, Abel sesekali melirik Dekka dan lebih banyak membuang muka ke jendela. Hingga akhirnya ia tertidur lelap. Sedangkan Dekka tersenyum kecil melihat kelakukan Abel.

Rasanya Dekka ingin waktu berhenti berputar agar Abel bisa di sampingnya seperti ini untuk waktu yang abadi. Tapi sayangnya itu hanyalah khayalan Dekka saja, tidak lebih.

Setelah beberapa jam, akhirnya Dekka memberhentikan mobilnya di sebuah tempat. Di usapnya kepala Abel pelan untuk membangunkannya.
"Bebel, bangun. Udah sampe nih."

Abel yang merasa mendengar suara perlahan membuka matanya.

"Udah sampe?"

Dekka mengangguk.

Abel mengumpulkan nyawanya. Namun ketika melihat pemandangan di depannya, entah bagaimana nyawanya berkumpul secepat kilat tanpa aba-aba. Ia langsung terperanjat dari posisinya dan keluar dari mobil.

Dekka yang melihat itu terkekeh pelan. Lihatlah, sekarang Abel sudah seperti anak kecil yang sedang diajak tamasya oleh ayahnya.

Dekka menyusul Abel yang sudah berdiri di pinggiran bukit.

"SUMPAH!! LO GOKIL BANGET KA. BAGUS BANGET GILA! KALO KEK GINI MAH GUE MAU LO CULIK." Abel heboh sendiri.

Dekka lagi-lagi terkekeh pelan. Tangannya terulur mengelus puncak kepala Abel, "Dasar bocil. Makanya gausa kebanyakan nanya kek dora,"

Abel nyengir kuda, "Lo paling tau yang gue mau Ka,"

'dan Lo juga tau apa yang selalu gue mau Bel' ucap Dekka dalam hati.

Setelah mengucapkan kalimat itu, Abel langsung terdiam. Perasaan aneh lagi-lagi menjalar begitu saja. Perasaan yang dulu seakan-akan mulai kembali. Entahlah. Semua yang ia lalui jika di sampingnya ada Dekka rasa-rasanya seperti dunianya akan baik-baik saja.

Abel menggeleng pelan, ia harus ingat bahwa kini hatinya sudah di miliki oleh orang lain. Begitu juga Dekka.

"Bel, sini dah cepetan bantu gue nurunin barang-barang," Ucap Dekka setengah berteriak.

"Iya otw,"

Dekka dan Abel menurunkan barang-barang dari mobil dan menatanya.

Abel mengerutkan dahinya ketika Dekka sibuk memasang tenda besar.

"Bentar, kita mau camping? Di sini? Lo serius?"

"Heem, Lo ga suka Bel? Apa mau pindah tempat aja?" kali ini kening Dekka yang berkerut.

Abel spontan berlari ke arah Dekka dan menubruk Dekka dengan sebuah pelukan, "AAAAA SUMPAH LO TAU BANGET GUE PENGEN NGECAMP DSRI DULU!!! THANK U SO MUCH!! " Lagi-lagi Abel hinsteris sendiri.

Dekka yang dipeluk membalas pelukan Abel, ia berisik tepat di dekat telinga Abel, "anything for you, for your happines."

Abel merenggangkan pelukannya, ia menatap mata Dekka dengan intens. Rasanya ia ingin sekali bilang kepada laki-laki di depannya bahwa ia sangat-sangat ingin kembali dan menata semuanya dari awal lagi. Tapi, enntalah semua sudah terlanjur tersusun dengan rapi dan tidak dapat dirubah seenaknya.

"Em, sorry Ka. Gue over seneng jadi refleks,"

"It's okay,"

Abel jadi salting sendiri dengan tingkahnya, "Emmm, Lo mau gue buatin minuman ga?"

"Sure," Dekka mengangguk.

"Biasa?"

"yash, masih inget emang?"

"Always," Abel tersenyum manis dan bergegas menyiapkan abrakan membuat minuman.

Perkataan Abel barusan membuat hati Dekka menghangat. Bagaimana tidak? Setelah sekian tahun Abel masih ingat segalanya tentangnya dengan detail tanpa terlewat satu pun. Termasuk hal kecil seperti minuman model apa yang disukai Dekka.

Beberapa menit kemudian, setelah Dekka mendirikan tenda. Ia menggelar tikar di depan tenda. Memandang hamparan lautan luas di depannya.

"Haii, It's your Black Coffee?"

Abel ikut duduk di samping Dekka dan mengulurkan kopi buatannya.

"Thank you,"

Dekka menerima kopi buatan Abel. Aroma kopi khas buatan Abel perlahan memenuhi indra penciuman Dekka. Ia rindu sekali dengan aroma ini. Sudah bertahun-tahun lamanya aroma itu tidak memenuhi indra penciumannya.

Pelan, ia mulai menyeruput kopi itu. Rasa itu. Rasa yang ia rindukan semenjak lama mulai memenuhi indra pengecapnya. Memanjakan mulutnya.

"Rasa ini selalu sama Bel, and I miss this Coffee."

"Kopinya atau orangnya?"

Dekka terkekeh pelan, "kalo bisa dua-duanya kenapa harus satu?"

Abel menoyor kepala Dekka, "Dasar!"

"Ka?"

"Hm?"

"Can we start the conversation right now?"

"About?"

"us?"

"Oh I see,"

Dekka menatap mata Abel intens. Jika sudah seperti ini, maka Dekka akan mengajaknya perihal serius.

"Lo tau Bel gimana kok gue bisa tau Arel punya rasa sama Nila waktu itu?"
"Itu yang sebenernya mau gue tanyain Ka,"

Dekka menarik napasnya panjang dan membuangnya dengan kasar sarat akan rasa gamang, "Jadi waktu itu gue dateng ke rumah Nila. Gue bilang semua apa yang gue rasain ke dia. Dan yah, Lo tau sendiri dia bakal jawab apaan. Saat itu gue kalap Bel. Gue pulang gitu aja tanpa peduli sama perasaan nila abis itu, yang gue peduliin cuma luka gue doang. Gaada yang lain. Terus di hari berikutnya, tiba-tiba Arel dateng ke rumah. Dia ngajak ngobrol. Gue ada feel ga enak. Mana mukanya sepet gitu kan. Terus dia ngajak gue keluar buat ngobrol katanya. Dan saat itu juga gue tau kalo Arel juga punya rasa yang sama. Dan dia tau dari Nila. Lucunya lagi Arel juga ngelakuin hal yang sama kayak gue. Dia datengin nila, jujur semua, dan ngalamin penolakan yang sama. Pada saat itu gue sama Arel sama-sama emosi tapi masih bisa di kontrol. Dan akhirnya mutusin buat bersaing secara sehat. Entah siapa yang dapet Nila, salah satu harus terima. Kayak gitu kesepakatannya." terang Dekka panjang lebar.

"Sorry Ka, gue ga ngomong sama lo sama Arel kalo gue emang udah tau dari awal."

"Gapapa bel, gue kalo ada diposisi lo juga bakal ngelakuin hal yang sama. Lobpasti juga gedek kan sama kita berdua yang gabisa dibilangin ini?" Dekka terkekeh pelan untuk mencairkan suasana.

"Emang, gue pengen iket kalian berdua di rawa-rawa njir. Heran gue."
"Terus Ka? Endingnya kenapa ga kayak biasanya?" kening Abel berkerut samar.

Lagi-lagi Dekka terkekeh pelan, "Rebutan kan maksud lo?"

Abel nyengir kuda.

Dekka menghela napas kasar untuk kedua kalinya. Dan mengalirlah cerita yang selama ini ingin sekali Abel dengarkan.

Flash back on

Dekka menatap datar ke arah kolam renang di depannya. Seperempat kakinya ia celupkan ke dalam kolam renang. Perasaan gamang menyelimuti dirinya. Seperti ada sesuatu yang tidak biasa akan terjadi di hari ini.

Ditambah lagi Abel mengajaknya bertemu. Menurutnya itu adalah ebuah hal yang langka. Karena biasanya cewek itu anti mengajak dan maunya diajak tanpa pengecualian.

Akan tetapi pikiran negatifnya itu segera Dekka tepis. Ia harus berpikiran positif agar segalanya baik-baik saja bukan?

Dekka sudah siap, tanpa basa basi ia melakukan mobil ke Mall Malioboro untuk bertemu gadis kecilnya itu di restoran biasanya.

Setelah setengah jam perjalanan, akhirnya Dekka sampai di Mall tersebut. Ia berjalan menyusui lorong demi lorong untuk mencapai restoran yang di maksud. Ia melirik jam tangannya. Jam 18.54 WIB. Dekka mempercepat langkahnya. Ia tidak mau terlambat dan membuat gadis itu ngamuk-ngamuk menunggunya.

Setelah sampai di restoran, mata Dekka nanar mencari-cari Abel. Dan matanya menangkap sesosok gadis itu. Namun alisnya menyatu ketika ia melihat Abel tidak sendiri. Melainkan ada Arel dan juga Nila. Tanda tanya besar mencuat di otaknya. Perasaan aneh yang smepay menggerayangi Dekka sekarang kembali lagi. Kali ini lebih parah.

Namun tak urung Dekka tetap melangkah mendekat ke meja itu. Beberapa langkah sebelum sampai di meja, mata Arel menangkap sosoknya.

"Dekka?"

Nila dan Abel ikut menengok.

Suasana tiba-tiba menjadi mencekam. Mereka bertempat akhirnya duduk melingkari meja bundar.

Abel menjelaskan bahwa ini adalah rencananya dan ini adalah bagian dari penyelesaian. Setelah berbicara panjang lebar, Abel akhirnya undur diri dengan raut muka yang tidak bisa dijelaskan. Kekecewaan dan kesedihan berusaha Abel sembunyikan dan itu bisa ditangkap dengan baik oleh Dekka.

Seiring langkah Abel menjauh, Dekka terus saja memanggil nama Abel. Dan pada akhirnya punggung gadis itu hilang di tikungan pintu masuk restoran.

Kini hanya menyisakan tiga anak manusia saling menatap dengan tatapan sulit di artikan.

Entahlah, hampir setengah jam mereka tidak saling berbicara dan hanya saling menatap tanpa ada yang ingin memulai. Hingga akhirnya Dekka angkat bicara.

"Oke, kita dari tadi diem aja. Jujur gue gatau mau ngomong apa. Tapi bener kata Abel, kalo ini harus kita selesein kan? Apa yang udah kita mulai harus kita selesein."

"Gue setuju, gue gamau ini semakin berlari-larut dan bikin makin ga karuan. Apalagi persahabatan kita bener-bener diambang selese." saut Arel.

Mata nila berkaca-kaca, sejak tadi ia ingin menahan tangan Abel untuk pergi. Ia tidak bisa di sini sendiri dan menghadapi kedua cowok ini. Bagaimana bisa ia menghadapi kedua singa ini sendirian sedangkan pawangnya memilih pergi?

Namun ia harus bisa menyelesaikan. Benar kata Abel. Ini masalahnya. Masalah mereka bertiga. Abel tidak seharusnya ikut campur. Tugasnya memang sudah selesai sampai di sana. Sisanya memang urusan dan keputusan dari ketiga belah pihak.

"La? Menurut lo gimana?"

Nila menengadahkan kepalanya sebenttar untuk menahan air matanya tumpah.

"Gue setuju, ini emang harus diselesein dan di lurusin. Gue juga gamau ngecewain Abel yang berusaha bantu kita buat nyelesein ini. Gue tau niat dia biar persahabatan kita ga bubar. Karena dia tau ending ini akan sama kayak yang sebelumnya kalian lakuin ke cewek yang kalian suka. Gue tau Abel pasti di lema soalnya kali ini cewek itu adalah sabahatnya sendiri. Oke kita urai aja ya?"

Keduanya mengangguk.

"Janji dulu, apapun hasil akhirnya gue harap gaada dendam di antara kita, di antara lo Dekka atau lo Arel. Gue pengen kita baik-baik aja. Gue gamau persahabatan kita rusak cuma gara-gara kita bertiga yang gabisa bersikap. Jadi, mungkin mulai dari lo dulu Ka, lo gimana?"

"Kayak yang lo tau sendiri, gue suka La sama lo. Dan gue juga gatau kenapa rasa itu muncul lagi. Gue kalo di suruh milih gamau suka sama cewek yang disukai sama sahabat gue. Gue sejujurnya paling benci di posisi ini."

"kalo lo Rel?"

"Gue juga suka sama lo Nil, tapi lagi-lagi kenapa harus kayak gini? Jujur gue sayang, banget bahkan smaa lo.
Tapi, gue gabisa saingan kek gini."

"Gue sama Arel kapan hari udah sempet ngobrol Nil. Dan kita bikin kesepakatan kalo lo yang bakal milih di antara kita. Dan kita janji gaada bapwr-baperan lagi siapapun pilihan elo. Semua ada ditangan elo."

Nila seperti ditampar habis oleh omongan Dekka barusan. Kenapa beban ini tiba-tiba datang padanya. Bagaimana ia bisa memilih sedangkan hatinya memilih untuk tidak pada keduanya.

Beberapa menit Nila masih saja terdiam. Otaknya berusaha memilih kata yang tepat untuk di ungkapkan.

Nila menarik napasnya kasar untuk kesekian kali.

"I'm sorry to say, tapi bukan kalian orangnya. Gue ga milih kalian berdua. Dekka atau Arel. Engga keduanya. Bukan kalian. Maaf sekali lagi,"

Tes.

Air mata Nila tak terbendungkan lagi. Sesak dadanya setelah mengatakan kalimat yang mungkin tidak hanya menyakiti keduanya, tapi juga menyakiti dirinya dan Abel. Nila berharap ini keputusan yang terbaik karena memilih tidak pantas ditempatkan pada situasinya.

Arel dan Dekka saling tatap. Keduanya menggunakan ekspresi yang sulit di definisikan. Dekka mengusap wajahnya kasar. Berkali-kali ia berusaha menengadahkan kepalanya agar cairan bening tidak tumpah begitu saja dari matanya.

Sedangkan Arel menatap ke depan dengan pandangan kosong. Seperti segalanya seakan terasa gamang. Ia menghembuskan napas kasar berkali-kali saking frustasinya dengan keadaan sekarang.

Keduanya tidak menyangka bahwa Nila akan menjawab dengan jawaban seperti itu.

"Siapa Nil? Dia siapa?"

"Namanya Abra Ka, Rel. Gaada satu hari pun gue ga mikirin dia. Dia temen gue dari kecil. Dia yang ngerubah gue kayak Nila yang sekarang kalian kenal. Gue pikir rasa ini bakalan pergi gitu aja setelah dia pergi bertahun-tahun lalu. Tapi gue salah. Beberapa minggu yang lalu, gue ga sengaja ketemu dia. And then gue gatau kenapa rasa itu balik lagi. Dan masih sama. Kalo kalian tanya alasan gue kenapa ga move on dan milih salah satu dari kalian? Gue rasa kalo gue milih salah satu dari kalian sama aja gue nyakitin kalian berdua. Gue gamau jadiin kalian pelampiasan. Gue paham ga milih di antara kalian juga sama aja nyakitin kalian berdua. Tapi setidaknya gue ga merusak dahabatan kalian. Gue gamau itu. Gue juga masih mikirin perasaan temen-temen yang lain, maaf sekali lagi."

Arel mengangguk, begitupun Dekka.
Keduanya berusaha menghargai keputusan Nila. Bagaimanapun keduanya harus paham bahwa rasa tidak bisa dipaksakan.

Nila bangkit dari duduknya, matanya masih saja berkaca-kaca siap tumpah begitu saja jika ia memejamkan matanya sekali saja, "Gue, gue pergi duluan gais. Take care buat kalian berdua. Gue harap segalanya masih baik-baik aja. Maaf, gue harus pergi."

Tak ada satu pun dari Dekka dan Arel yang mengejar Nila. Mereka memilih membiarkan gadis itu pergi begitu saja. Karena itu haknya bukan?

Kini tersisa mereka berdua yang sibuk dengan pikirannya masing-masing. Dan Arel pun juga bangkit dari duduknya,"Gue harap kita masih bisa baik-baik aja. Gue gamau ngecewain Abel terutama. Dia pasti benci liat kita berantem apa musuhan. Take care bro, gue balik duluan,"

Dekka hanya terdiam tidak menjawab apapun dari perkataan Arel. Ia masih saja sibuk dengan pikirannya sendiri. Dia benar-benar tidak tahu harus bagaimana. Nyawanya seakan seperti melayang  entah kemana.

Ia butuh ketenangan. Yah, Dekka menyambar kunci mobil di atas meja restoran dan pergi dari sana.

Kini ketiganya mengambil jalan masing-masing. Apa yang mereka anggap selesai mungkin memang selesai. Apa yang mereka anggap sudah sesuai jalannya mungkin memang sesuai jalannya. Namun siapa tau? Ada satu hati yang sebenarnya paling tersakiti dari ketiganya? Tak ada yang tahu.

Flash back off

Abel mengusap jejak-jejak air mata yang sedari tadi mengalir tanpa henti. Perasaan ngilu ketiganya ikut Abel rasakan. Ia bisa membayangkan bagaimana tertekannya Nila pada saat itu, ia tahu bagaimana harapan Arel dan Dekka di tebas begitu saja oleh Nila. Abel tidak menyalahkan ketiganya. Ia justru bangga terhadap keputusan ketiganya, terutama Nila. Abel berpikir kalau Nila akan memilih salah satu. Bahkan Abel sempat memikirkan jika Nila bisa saja memilih Dekka. Tapi Abel salah. Nila sedewasa itu, dan Nila mengambil keputusan yang tepat.

Dekka yang melihat Abel menangis, mengulurkan tangannya. "Hei, jangan nangis. Ini kan udah selese. Gapapa. Ini udah berlalu. Gue malah terima kasih sama lo. Dan gue baru sadar Bel. Di antara kita bertiga elo yang paling terluka dan gue yang paling bodoh. Andai gue tahu lebih awal kalo lo ada rasa dan andai gue menyadari kalo gue punya rasa yang sama, mungkin kita udah bahagia," Kali ini Dekka tersenyum kecut. Ada penyalahan atas dirinya sendiri dalam kalimatnya tadi.

'Andai gue tahu kalo Nila ga milih di antara kalian berdua, andai gue ga keburu pergi waktu itu. Mungkin kita bisa sama-sama Ka. Gue juga bodoh Ka. Kalo gue bisa milih, gue pengen ini diulang dan gue pengen sama elo Ka. Di kisah ini, di cerita kita. Gue yang terlalu buru-buru dan elo yang terlalu lambat. Kita adalah rasa yang terlambat dan terlalu cepat dan tak pernah di waktu yang tepat. ' batin Abel.

"Udah dong nangisnya, tuh liat deh, senja. Kesukaan lo. Cantik ya?"

Abel menengok ke arah yang di tunjuk Dekka. Perasaan hangat mulai mengisi ruang-ruang di hatinya. Senja selalu bisa membuat segalanya terasa sedikit lebih baik.

"Gue seneng deh,"

"Kenapa?"

"Gue ditemenin dua senja, senja milik langit, dan senja milik semesta dalam wujud manusia, dan itu elo. Beruntung ya gue?"  Dekka tersenyum ke arah Abel dengan tatapan teduh.

Blush!

Tatapan itu berhasil membuat pipi Abel memerah begitu saja. Setelah sekian tahun, tatapan itu kembali lagi. Senyum itu. Rasanya Abel mau mati di rawa-rawa saja kalo kayak gini.

Keduanya menikmati senja bersama. Empat puluh tujuh detik, di bawah naungan cakrawala dan angin semilir sore serta deburan ombak yang menghembas karang, dua anak manusia itu saling tersenyum dan memandang satu sama lain. Satu persatu rahasia dan segala hal yang ingin dikatakan akhirnya berhasil diungkapkan. Penyelesaian demi penyelesaian akhirnya menemui titik dari kejelasan.

"Mau mie ga Ka?"

"Bikin bareng-bareng yuk?"

"Yuk,"

Abel berlari kecil menuju perabotan masak yang tak jauh dari tenda mereka. Dekka yang melihat itu terkekeh pelan. Bukankah Dekka sekarang adalah manusia paling bahagia di dunia? Bukankah ia sungguh terlambat merasakan bahwa perempuan itulah yang menjadi sumber bahagianya?

"Bel, kenapa lo harus jadi milik orang lain? Bel, bisa ga kalo gue minta sama semesta buat muter waktu? Gue mau lo sama gue. Selamanya, egois kan gue?" ucap Dekka bergumam dan berdialog dengan dirinya sendiri.

🌊🌊🌊

Haii, ini telat banget ya mungkin. Tapi aku harap kalian masih mau baca dari cerita DEEP menuju ending ini❤❤

Continue Reading

You'll Also Like

265K 35.5K 60
[𝐞𝐱𝐭𝐫𝐚𝐨𝐫𝐝𝐢𝐧𝐚𝐫𝐲 𝐲𝐨𝐮] [written in 𝐛 𝐚 𝐡 𝐚 𝐬 𝐚] completed Blurb: 𝐀𝐢𝐫𝐞𝐧𝐢𝐚 𝐂𝐞𝐧𝐝𝐢𝐤𝐢𝐚𝐧𝐚 𝐍𝐚𝐢𝐟, gadis cantik bersta...
7M 295K 59
On Going Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan yang tak s...
39.4K 5.2K 34
❝ Karena air mata yang jatuh dulu, adalah tabungan kebahagiaan di masa depan. Dan tawa yang tergelak sekarang merupakan tanggungjawab yang harus dite...
245K 8.8K 44
[ TAHAP REPOST ] "Akan aku beri tahu kepada para pendaki, bahwa ada yang lebih indah dari gunung, yaitu kamu." ~Rimba Alfonso. Stevia Edelweiss, gadi...