RADION

cindeyaur

66.6K 6K 1.8K

"Gue sekarang udah jadi ketua di sini, mau gimana pun, lo harus patuh sama gue." -Radion Geraldo. **** Radion... Еще

PROLOG
RADION || 01
RADION || 02
RADION || 03
RADION || 05
RADION || 06
RADION || 07
RADION || 08
RADION || 09
RADION || 10
RADION || 11
RADION || 12
RADION || 13
RADION || 14
RADION || 15
RADION || 16
RADION || 17
RADION || 18
RADION || 19
RADION || 20
RADION || 21
RADION || 22
RADION || 23
RADION || 24
RADION || 25
RADION || 26
RADION || 27
RADION || 28
RADION || 29
RADION || 30
RADION || 31
RADION || 32
RADION || 33
RADION || 34
RADION || 35
RADION || 36
RADION || 37
RADION || 38
RADION || 39
RADION || 40
RADION || 41
RADION || 42
RADION || 43
RADION || 44
RADION || 45
RADION || 46
RADION || 47
RADION || 48
RADION || 49
RADION || 50
RADION || 51
RADION || 52
RADION || 53
RADION || 54
RADION || 55
RADION || 56
RADION || 57

RADION || 04

2.1K 213 58
cindeyaur

Radion meletakkan gitar listriknya kembali ke tempatnya. Cowok itu lalu menghempaskan tubuhnya ke atas kasurnya—menatap langit-langit kamarnya.

Hal yang biasa Radion lakukan setiap pulang sekolah dahulu adalah pergi berjalan-jalan bersama Alice. Tetapi sekarang ia sudah tidak bersama gadis itu.

Jika di tanya, apakah Radion masih sering memikirkan Alice? Jawabannya sesekali. Sudah hampir sebulan semenjak mereka putus dan Radion tentu saja belum bisa melupakan Alice begitu saja.

Bagaimana kabar Alice bersama tunangannya? Apakah tahun depan, saat Alice lulus sekolah dan menikah, dirinya akan di undang ke pesta pernikahan Alice?

"Radion? Lagi apa?" Marissa mengetuk-ngetuk pintu kamar Radion pelan.

"Masuk aja, Mi."

Marissa pun masuk ke dalam kamar Radion. Wanita itu tersenyum kecil ketika melihat putranya. Beliau berjalan menghampiri kasur Radion lalu duduk di tepi ranjangnya.

"Lagi apa?"

Radion mengubah posisinya menjadi duduk menghadap Marissa. "Nggak lagi ngapa-ngapain, Mi. Abis ini mau nge-gym. Mami temenin, ya?!"

Marissa tertawa lalu mengacak-acak rambut Radion pelan. "Kamu tuh ya, selalu aja nggak berani buat nge-gym sendiri. Pasti selalu minta temenin Mami. Dasar panakut!"

"Radion nggak penakut, Mi."

"Itu apa buktinya? Minta temenin Mami terus?"

Radion membuang nafasnya pelan. "Nggak takut, Mi. Yakali Radion takut. Cuma kesepian aja kalau sendiri."

"Ya udah, nanti Mami temenin."

"Nah gitu, dong." Radion tersenyum kecil.

"Dasar! Ngomong-ngomong, gimana sekolah kamu? Seru nggak?" Tanya Marissa.

"Biasa aja."

"Kok biasa aja, sih?"

"Ya emang harus gimana lagi, Mi?"

"Mami tuh mau denger yang seneng-seneng dari kamu. Tapi kok balesannya malah kayak gitu?" Marissa mendengus pelan.

"Nggak ada apa-apa di sekolah kok, Mi. Kayak biasa aja."

"Raiden gimana? Anak temennya papi itu. Dia main sama kamu nggak? Baik nggak anaknya?"

Radion mengangguk pelan walau sebenarnya ia sama sekali tidak bermain dengan Raiden. Cowok itu hanya mengobrol singkat sebagai teman sebangku. "Baik, kok. Seru juga anaknya. Radion duduk sebangku sama dia."

"Bagus, lah. Ya udah kalau gitu kamu siap-siap buat nge-gym sana! Keburu kemaleman. Kalau kemaleman, Mami juga males nemenin kamu."

"Iya, Mi. Sebentar, Radion ganti baju dulu!" Radion bangit dari kasurnya.

"Mami tunggu di bawah."

"Oke."

Setelah Radion bersiap-siap, Radion pun segera turun ke bawah menuju ruang gym di rumah mereka. Tentu saja di temani Marissa yang selalu membaca majalah sambil meminum segelas teh.

"Mi, Radion mau tanya." Radion duduk di sebelah Marissa ketika sedang beristirahat sebentar.

"Tanya apa?" Marissa masih tetap fokus kepada majalah di tangannya.

"Mami tahu nggak kabar Alice sekarang gimana?" Pertanyaan Radion sontak membuat Marissa mengalihkan tatapannya dari majalah yang di pegangnya.

"Kenapa tiba-tiba nanyain Alice? Kamu kan udah tahu kalau sekarang dia udah tunangan."

"Cuma nanya gimana kabar dia setelah tunangan."

Marissa mengangkat kedua bahunya. "Mami juga nggak tahu. Udah nggak pernah berurusan sama keluarga Alice maupun Alice sekalipun."

"Ya udah kalau gitu." Radion membuang nafasnya kecewa.

"Kenapa? Kamu mau tahu banget kabarnya Alice? Nanti Mami tanyain ke papi, deh. Siapa tahu papi masih berurusan sama Hans."

"Nggak usah, Mi! Nggak perlu," tahan Radion.

"Serius? It's okay kalau kamu mau tahu kebar dia doang, Radion."

"Nggak, Mi. Udah ya, Radion lanjut sekali lagi, abis itu selesai!" Radion kembali bangkit sambil terkekeh.

****

"Den, besok gue izin nggak ikut kumpul, ya?!"

Raiden memicingkan matanya tajam. "Mau ngapain lo?"

"Kan dari kemarin gue bilang, kalau besok itu jadwal jalan gue sama Archa. Mohon kerja samanya lah, Den." Zean memohon kepada Raiden sambil menggoyang-goyangkan lengan temannya itu.

"Nggak usah di izinin, Den. Dia mah nggak solid sama anak-anak Camelion. Buktinya rela ninggalin Camelion demi cewek." Galen memanas-manasi.

"Sialan lo, Len! Kalau lo lagi mau jalan sama cewek, nggak gue bantuin pokoknya."

"Terserah. Lagipula gue nggak punya cewek dan nggak akan ninggalin Camelion demi cewek." Galen berjalan di paling depan bersama Daplo.

"Yang lo omongin, kebohongan semua, Len."

"Udah, Dap! Gue seneng nih ngeliat si Zean kena amuk si Raiden." Galen hanya bisa cekikikan, sedangkan Daplo hanya geleng-geleng kepala mendengarnya.

"Nggak ada," tolak Raiden galak.

"Lah, nggak bisa gitu dong, Den! Kan gue minta kerja sama lo. Nanti gue yang bersihin markas deh selama tiga hari. Pengen banget gue jalan sama si Archa." Zean memasang tampang memelasnya—tanpa tahu bahwa di depan sana, Galen tengah menertawakannya.

Dasar teman laknat.

"Seminggu."

"Mampus lo!" Arlan ikut menertawakan Zean.

"Ya udah, seminggu. Tapi beneran boleh, ya? Nanti gue di kick lagi dari Camelion."

"Iya."

"Bagus kalau lo di kick dari Camelion. Camelion nggak butuh cowok buaya kayak lo, Ze."

"Halah, buaya kok ngatain buaya. Sadar, cewek lo juga banyak di mana-mana, Len!" Zean menoyor kepala Galen pelan.

"Eh, akhirnya ketemu juga. Apa kabar, Camelion?" Langkah Raiden, Arlan, Zean, Galen, dan Daplo terhenti ketika mendapati Abimanyu, Cakra, Nevan, dan anak-anak Blidvinter lainnya di hadapan mereka.

Raiden langsung berjalan ke paling depan. Galen dan Daplo yang semulanya berjalan di depan pun berpindah ke barisan belakang.

"Kok cuma lima orang? Setau gue inti Camelion ada enam orang, termasuk si ketua." Abimanyu menghitung mereka satu-persatu.

"Mana ketuanya? Si Brandon, sobat gue." Cowok itu dan teman-teman di belakangnya pun tertawa memenuhi seantero koridor sekolah. Seolah-olah meledek mereka.

"Nggak perlu tahu lo! Urusin aja tuh geng lo! Geng yang beraninya ramai-ramai. Nggak malu apa?" Raiden membalas Abimanyu.

"Malu? Buat apa malu? Ini menandakan bahwa banyak yang setia sama Blidvinter. Kita menjunjung solidaritas. Kalau kalian? Mana anggota kalian? Nggak usah sok-sok di rahasiain gitu. Toh, gue sama yang lain bakal tahu anggota lo siapa aja."

Masing-masing dari anggota Camelion dan Blidvinter memang di rahasiakan. Ini untuk kepentingan mereka sendiri. Agar guru-guru serta anak-anak murid lainnya tidak tahu. Mungkin yang lebih di kenal dari mereka adalah anggota inti saja.

Bukan berati anggota mereka tidak penting. Perkumpulan mereka adanya di lingkungan sekolah. Apalagi ada dua perkumpulan di dalam sekolah yang sama. Guru-guru hanya tahu bahwa perkumpulan mereka tidak memiliki banyak anggota.

Tetapi pada kenyataannya, banyak yang bergabung ke dalam perkumpulan itu. Jika di hitung, bisa sampai seratus orang lebih. Dan seratus orang itu, hanya untuk laki-laki dari angkatan yang berbeda-beda.

Jika guru-guru tahu, mungkin mereka akan dibubarkan. Atau mungkin, hanya salah satu yang dibubarkan.

Oleh karena itu, Camelion dan Blidvinter saling bersaing. Banyak sekali yang meminati Camelion dan ingin masuk ke dalam perkumpulannya. Tetapi tidak semudah itu. Ada anak yang ingin masuk, tetapi dengan alasan ingin famous atau numpang nama. Orang seperti itu tidak dibutuhkan di Camelion.

Bukan hanya Camelion, Blidvinter juga sama digandrunginya oleh para siswa-siswi. Banyak juga yang ingin masuk ke sana. Tergantung orang-orang ingin memilih yang mana.

"Terserah peraturan lo aja sih kalau mau rombongan. Paling nanti, Blidvinter yang dibubarin."

"Raiden, wakil Camelion." Abimanyu menepuk pundak cowok itu pelan.

"Gue tahu Brandon sekarang udah pindah ke Jepang, kan? Kemarin orang tuanya juga ngurusin surat kepindahan dia. Selain itu, ketua Camelion lo juga punya orang tua yang over protektif. Banyak nggak bolehnya. Pantes aja mimpin Camelion nggak pernah bener."

"Maksud lo apa? Lo pikir Blidvinter sekeren itu?!" Zean di belakang emosi.

"Santai, Ze! Biarin Raiden aja." Arlan menahan cowok itu.

"Selain cupu, Camelion juga pengecut dan lemah. Gimana nggak pengecut? Ketuanya aja ninggalin Camelion gitu aja. Pengecut kan namanya?" Raiden menggertakkan giginya kesal.

Ia bisa saja menghajar Abimanyu di sini. Tetapi mereka membawa rombongan dan Raiden juga tidak ingin kembali masuk ke ruang BK karena masalah Camelion. Camelion sudah di pandang jelek oleh sebagian guru. Untuk sekarang, Raiden tidak ingin mencari masalah di dalam lingkungan sekolah.

"Kenapa? Mau tanya gue tahu ini dari mana?" Abimanyu menaikkan satu alisnya.

"Gue selalu tahu hal tentang musuh gue, yaitu Camelion. Makanya, jangan main-main sama Blidvinter. Sekarang, Camelion udah lemah!"

"Maksud lo apa?! Camelion nggak akan lemah cuma gara-gara nggak ada ketua. Lo sama anggota lo tuh yang lemah! Dari kemarin aja kalah terus." Kali ini gantian Raiden dan yang lainnya yang tertawa.

"Nggak usah nantangin, kalau ujung-ujungnya lo yang kalah. Kan kasian lo nya juga, malu sebagai ketua." Raiden mendorong bahu Abimanyu pelan.

Blidvinter adalah perkumpulan yang selalu memulai perkelahian terlebih dahulu. Memancing Camelion agar bertarung dengannya. Tetapi sayang, selalu Camelion yang menang.

Pernah sekali Blidvinter menang. Sudah lama, sekitar setahun yang lalu. Tetapi saat itu mereka menggunakan senjata tajam serta batu. Salah satu anggota Camelion ada yang mengalami luka serius. Masalah itu benar-benar membuat Camelion kena omel oleh kepala sekolah. Bukan hanya Camelion, melainkan Blidvinter. Mereka hampir dibubarkan dan dikeluarkan dari sekolah.

Blidvinter memang licik. Selain licik, Blidvinter juga tidak tahu malu.

"Gimana kalau buktiin langsung aja? Kalau nggak di buktiin langsung, kayaknya nggak seru." Abimanyu menantang.

Apakah cowok itu pikir Camelion takut? Tentu saja tidak. Hanya karena Brandon, sang ketua sudah tidak ada, bukan berati mereka lemah.

"Gimana?" Tanyanya lagi.

"Gas aja lah, Den! Ngelawan kutu-kutu doang kayak gitu mah, kecil!" Zean kembali berteriak dari belakang.

"Siapa takut?!"

Raiden lalu menatap teman-temannya di belakang. "Cabut!"

Mereka pun melewati Abimanyu serta anggotanya di pimpin oleh Raiden.

"Pokoknya, Cakra harus adu jotos sama gue!" Zean menunjuk salah satu anggota inti Blidvinter, yaitu Cakra.

"Siapa takut?!" Cakra menatap cowok itu dengan tatapan tajamnya.

"Udah, Ze! Biasanya juga lo lemah pas di akhir. Paling ujung-ujungnya, si Daplo yang bikin lawan lo minta ampun." Arlan memiting leher Zean, membawanya pergi.

"Lan, jangan buka-bukaan di depan Blidvinter, ah. Mau di taruh di mana muka gue?" Zean melengos. 

"Di pantat gue!"

"Najis."

"Lan, lo atur jadwal buat ngomongin ini, ya? Jangan lupa juga bilang sama anggota lain buat jaga-jaga. Mereka bisa nyerang kita kapan aja," perintah Raiden kepada Arlan.

"Tenang aja, Den."

"Den, kita beneran mau tarung lagi sama mereka?" Galen berjalan di samping Raiden. Sedari tadi cowok itu tidak berbicara apa-apa dan hanya berdiri di paling belakang.

"Kenapa? Lo takut?" Raiden menghentikan langkahnya.

"N–nggak, lah. Gas gila! Mana ada kata takut di dalam kamus Galen? Nggak ada!"

"Tapi, posisi kayak biasa ya, Den? Gue di belakang. Jaga-jaga."

"Lemah lo, Len." Daplo berujar.

"Tau, nggak pernah tuh gue lihat lo di paling depan."

"Ya badan gue kan kecil, sedangkan anggota inti mereka gede-gede. Sepadan sama Raiden sama Daplo. Gue lawan yang sepadan sama gue juga, lah."

"Iya, lemah namanya. Nggak usah mandang badan. Ada yang badannya gede, tapi cupu."

"Ya elah, kayaknya gue di bully banget di sini." Galen mengusap wajahnya kasar.

"Mendingan lo masuk Blidvinter aja kalau cemen kayak gitu, Len."

"Ogah. Kata siapa gue cemen? Gini-gini, gue alasan Camelion menang. Banyak ngebuat anggota Blidvinter bengep-bengep sampai lemes." Galen tertawa.

"Pede lo! Mana ada kita menang gara-gara lo?" Arlan menjitak kepala Galen pelan.

"Pulang sekolah kita ngumpul! Gue yakin, mereka bakal nyerang kita besok atau nggak lusa."

"Ze, lo nggak jadi gue izinin jalan sama Archa. Bilang ke dia, kalau tiga hari kedepan jadwal lo padat!" Raiden lalu melirik Zean.

"Lah, Den. Nggak bisa gitu, dong! Gue udah janji sama Archa duluan. Lagian kan lo udah izinin gue." Zean protes.

"Terserah lo kalau tetep mau jalan. Tapi, lo gue keluarin dari Camelion."

Zean langsung bungkam, sedangkan yang lain hanya bisa menahan tawanya.

Mereka pun lalu kembali melanjutkan jalannya menyusuri koridor. Sesekali ada perempuan-perempuan yang menyapa mereka. Siapa lagi kalau bukan penggemar anggota inti Camelion?

****

"Woi! Kalau jalan lihat-lihat, dong!" Raiden mendengus ketika ponsel yang ada di tangannya terjatuh dengan keras ke lantai.

Penyebabnya karena ada seseorang yang menabrak Raiden. Padahal Raiden sedang berdiri santai di dekat pilar-pilar sekolah.

Teman-temannya sedang duduk-duduk di depan kelas pun langsung menujukan pandangannya ke arah Radion.

"M–maaf, aku nggak sengaja! Aku buru-buru, mau ke toilet."

Raiden mendengus sambil mengambil ponselnya yang terjatuh. Untung ponselnya baik-baik saja. "Lo? Berani lo nabrak gue? Sampai HP gue jatuh lagi."

Rupanya yang tidak sengaja menabrak Raiden barusan adalah gadis bernama Alula. Gadis kelas IPS yang tidak memiliki teman. Anaknya juga pendiam, polos, dan suka menyendiri. Padahal jika di lihat-lihat, lumayan cantik dengan wajah naturalnya.

Iya, Alula juga yang menjadi salah satu mangsa inti Camelion. Gadis itu yang selalu di ganggu, di suruh-suruh, di marahi oleh Camelion. Seperti mainan mereka.

Bagi orang-orang, inti Camelion adalah idaman mereka karena isinya cowok-cowok tampan. Tetapi bagi Alula, tidak sama sekali. Inti Camelion jahat karena selalu memperlakukannya dengan semena-mena. Alula sama sekali tidak terpikat oleh salah satu di antara mereka yang tampan-tampan itu.

Alula juga sempat berfikir, kenapa mereka selalu mengganggunya dan jahat kepadanya? Padahal mereka para lelaki yang tampan dan di idamkan di sekolah. Sayang sekali.

"A–aku nggak sengaja, maafin aku!" Alula hanya bisa menunduk.

"Lo ngompol, ya?" Raiden tertawa saat melihat bagian rok depan dan juga belakang gadis itu basah.

Sontak Alula langsung menutupi roknya. Apalagi sekarang teman-teman Raiden tengah ikut menertawakannya.

"A–aku nggak ngompol! Tadi aku ketumpahan sesuatu, makanya mau ke toilet."

"Segitu takutnya lo lihat gue sama temen-temen gue, sampai ngompol kayak gitu?" Raiden dan yang lainnya kembali tertawa terbahak-bahak. Alula jadi di buat malu karena mereka. Gadis itu rasanya ingin menangis sekarang juga.

"Malu kali, udah gede masih aja ngompol!" Zean berteriak sambil sibuk memakan cemilan yang dibelinya tadi di kantin.

"Pantes aja nggak ada temennya, Alula. Lagian sih, lo sukanya ngompol." Arlan menghampiri Alula dan Raiden.

"E–eh, mau ke mana?" Arlan dengan cepat menahan pergelangan tangan Alula ketika gadis itu ingin pergi dari hadapan mereka.

"A–aku mau ke toilet, maafin aku udah nabrak kamu, Raiden."

"Nggak di maafin, Alula. Gimana, dong?" Raiden mendekatkan wajahnya ke arah Alula. Meledek gadis itu.

"Kalau Raiden belum maafin lo, tandanya lo harus tetep di sini," lanjut Arlan yang membuat Alula semakin takut dan gemetar.

"Kasian anak orang, Lan. Dia mau nangis itu. Udah, suruh pergi aja!" Kata Galen.

"Lo kenapa sih, Len?" Zean mengernyit menatap cowok itu.

"Gue kenapa? Sehat aja sih gue, nggak kenapa-napa."

"Sok-sok baik lo sama tuh cewek. Seru tahu liat dia di gituin." Zean lalu kembali sibuk meledeki Alula bersama Raiden dan Arlan. Sedangkan Galen dan Daplo hanya memilih diam di tempatnya.

Radion yang baru saja ingin pergi ke luar kelas pun terkejut mendapati keributan di luar kelasnya. Keributan tersebut tentu berasal dari Raiden dan teman-temannya yang berpenampilan urakan.

Mata Radion menyipit ketika melihat gadis itu lagi. Gadis berambut panjang yang selalu saja di ganggu oleh mereka.

Alula.

Radion masih ingat namanya saat Chlo memberitahunya kemarin.

Perlu di tekankan sekali lagi, bahwa Radion bukan orang yang suka ikut campur urusan orang. Tetapi entah kenapa, melihat gadis itu yang terus-terusan di ganggu oleh mereka, membuat Radion merasa kesal sendiri.

Radion juga tidak percaya kepada dirinya sendiri bahwa sekarang kakinya tergerak untuk menghampiri mereka.

"Woi! Lo pada ngapain, sih?" Radion berdiri tepat di hadapan Alula. Seolah-olah melindungi gadis itu.

Semuanya pun langsung menatap Radion dengan tatapan terkejut, apalagi Raiden dan Alula sendiri. Ini pertama kalinya Alula melihat ada orang yang membelanya. Sebelumnya tidak pernah ada yang membelanya.

"Radion? Lo ngapain?" Raiden tertawa menatap Radion.

"Ini anak baru di kelas kita, kan?" Tanya Arlan, membuat Raiden mengangguk.

"Ngapain, sih? Lagi seru-serunya juga," decak Zean. Di belakangnya, Galen dan Daplo menatap mereka dengan tatapan tidak suka.

"Lo yang ngapain? Kurang kerjaan banget gangguin dia."

"Ya elah, Rad. Lo kan anak baru di sini, jadi gue yakin lo belum tahu apa-apa. Terutama tentang dia." Raiden menunjuk Alula di balik tubuh Radion.

"Dia tuh nggak punya temen sama sekali di sini, makanya enak juga buat di gangguin apalagi di babuin. Jadi, mendingan lo cabut aja! Nggak usah belain nih cewek. Lagian dia juga udah biasa kok diginiin." Raiden menepuk bahu Radion pelan.

"Iya, Bro. Udah, santai aja." Arlan sok akrab.

"Gue nggak peduli tentang cewek ini. Apa gunanya lo gangguin dia?"

"Santai, Radion. Just for fun."

"Just for fun kata lo? Gila!" Radion geleng-geleng kepala.

Radion lalu menatap Alula yang berada di belakangnya. Gadis itu hanya bisa menunduk. "Ikut gue!"

Tanpa aba-aba, Radion pun menarik tangan Alula untuk pergi dari sana. Mengikuti langkahnya.

"Lah, mau di bawa ke mana tuh cewek?" Arlan menatap Radion dengan tatapan kesal.

"Ah, nggak seru tuh si anak baru." Zean mendadak badmood karena tidak ada tontonan yang seru.

"Udah, lah. Biarin aja! Gue juga nggak tahu maunya si anak baru itu apa." Raiden lalu duduk di bangku depan kelasnya, persis di sebelah Zean, Galen, dan Daplo.

"Bukannya dia anaknya temen bokap lo, Den?" Tanya Arlan.

"Iya."

"Pindahan dari mana?"

"Katanya dari Bali. Gue sih bakal milih tinggal di Bali dari pada di Jakarta."

"Ya mungkin dia punya alesan buat pindah ke sini," gumam Arlan.

****

"Lo nggak apa-apa?" Radion melepaskan tangannya dari tangan Alula setelah mereka berada di lorong yang sepi.

Alula mengangguk pelan. "Nggak apa-apa, kok. Emang udah biasa. T–tapi, makasih ya udah tolongin aku!"

"Sama-sama."

"Gue sesekali lihat lo di gangguin sama mereka. Mereka sekelas sama gue. Kenapa sih mereka selalu gangguin lo?" Radion penasaran. Ini pertama kalinya Radion merasa kepo.

"Mereka cuma iseng."

"Ya tapi nggak gitu caranya. Emang nggak berani lapor guru atau kepala sekolah?"

"E–eh, jangan lapor, ya?! Soalnya aku takut dikatain mereka pengadu." Alula memotong Radion dengan cepat.

"Ya kalau dibiarin, bakal terus kayak gitu. Mereka bakal semena-mena sama lo. Kan lo nggak salah apa-apa sama mereka."

"Aku mohon, jangan, ya?!"

Radion membuang nafasnya pelan ketika melihat wajah memohon dari gadis di hadapannya. Cowok itu lalu mengangguk singkat.

"Lo kenapa?" Pandangan Radion lalu teralih ke arah rok gadis itu yang basah di bagian depan dan belakang.

"I–ini aku ketumpahan air. Tadinya mau ganti ke toilet, tapi di cegat sama mereka."

"Nama lo?"

"Alula. Nama aku Alula."

"Gue Radion."

"Anak baru, ya?"

"Iya."

"Ya udah sana, ganti rok lo! Biar nggak di gangguin lagi," kata Radion lagi melihat gadis itu yang hanya diam di tempatnya.

"O–oke, makasih sekali lagi, Radion."

"Gue tinggal, ya?!"

Alula mengangguk. "I–iya, tinggal aja."

Setelah memastikan gadis itu menuju loker sekolah untuk mengganti roknya, Radion pun segera pergi dari sana. Niatnya ingin pergi ke kantin untuk membeli minum.

Entah ada angin apa Radion sampai menolong gadis itu. Saat pertama kali melihat gadis itu di ganggu oleh sekumpulan cowok kelasannya, sama sekali tidak terbesit di pikiran Radion untuk menolong gadis itu.

Di perjalanan menuju kantin, Radion mendengus kasar ketika kembali mendapati Abimanyu serta teman-teman rombongannya. Mereka datang menghampiri Radion.

"Hai, Radion. Ketemu lagi kita."

Radion mengalihkan tatapannya malas. "Ngapain lo? Gue nggak akan pernah mau join ke Blidvinter."

"Ternyata lo udah tahu alesan gue."

"Lo kan ketua Blidvinter, emangnya nggak malu ngejar-ngejar gue buat join ke dalam perkumpulan lo? Masih banyak yang lebih pantes masuk ke sana."

"Yang pantes itu lo. Makanya gue nggak akan mau lepasin lo."

"Ayo, lah! Ini undangan langsung dari gue buat lo. Lo bisa masuk ke Blidvinter dengan mudah, nggak kayak orang-orang lain di luar sana," kata Abimanyu lagi.

"Ah, apa karena lo bingung mau pilih Blidvinter atau Camelion?" Radion mengernyit.

"Camelion selalu kalah tarung sama kita. Camelion lemah. Semua bogeman-bogemannya sampah dan lembek. Kalau lo join Camelion, paling lo bakal di posisiin jadi anggota doang. Pas masuk ke sana, pasti lo bakal dikerjain sama mereka habis-habisan sebelum di rekrut."

"Sedangkan di sini, lo bakal di mudahkan sama gue, Rad. Tenang, lo bakal jadi orang penting di sini. Bukan cuma embel-embel anggota. Apapun yang lo mau, gue turutin, deh."

"So? Gimana, Rad? Lo bakal jadi bestfriend gue kalau join ke Blidvinter. Kita have fun di sini." Abimanyu tersenyum lebar—menunggu jawaban Radion.

"Gue nggak akan gabung Blidvinter ataupun Camelion. Jadi, berhenti ngejar-ngejar gue!" Radion tetap pada pendiriannya.

"Oke, kalau lo masih aja nggak mau." Nada suara Abimanyu terdengar sedikit kecewa.

Tentu saja cowok itu masih belum menyerah. Radion akan menjadi kekuatan Blidvinter jika cowok itu berhasil masuk ke dalam perkumpulannya. Apalagi untuk membuat Camelion kalah telak.

"Lusa Blidvinter mau tarung sama Camelion. Kalau lo penasaran, selemah apa sih Camelion? Lo bisa dateng sendiri buat lihat. Dan nanti, lo bakal kaget lihat pemenangnya. Blidvinter bakal menang," bisik Abimanyu tepat di telinga Radion.

Cowok itu lalu menyuruh teman-temannya untuk pergi meninggalkan Radion.

Setelah mereka pergi, tinggal Radion yang berdiri sendiri di koridor. Entah kenapa cowok itu memiliki firasat yang buruk tentang Blidvinter.

Radion juga bertanya-tanya, sebenarnya apa yang hebat dari dirinya? Kenapa Abimanyu sampai gencar seperti itu kepadanya? Apakah dirinya sepenting itu, sampai Abimanyu sangat menginginkan dirinya jadi bagian dari Blidvinter?

****

Kira-kira nanti siapa yang bakal menang? Camelion atau Blidvinter? Coba tebak!🤪

Menurut kalian, apa yang selanjutnya bakal Radion lakuin di next chapter? Apakah pertemuan Radion dan Alula bakal menjadikan mereka saling dekat? Tidak ada yang tahu, kecuali saya dan tuhan🙏

Jangan lupa pencet vote nya di pojok kiri bawah, yaa!🙌💪 sama ramein di setiap paragraf boleh kali😜 sama apa lagi, ya🤔 sama rekomendasiin cerita ini ke temen-temen kalian juga boleh👊❤️‍🔥

Jangan lupa juga mampir 👇 :
Instagram : @cindeyaur
Tiktok         : @cramelgurl

Semoga saya terus masuk ke fyp kalian ya bestie🙏 bantu Radion dan tokoh-tokoh lainnya di kenal sama kalian semua🤍☹️ ea.

Btw, ada yang pernah liat vidio aku di fyp kalian? Kalau nggak pernah, sedih sih😔 tapi langsung mampir aja ke tiktok nya biar langsung liat semua konten aku😍

Oh, ini yang namanya Alula😻 Cantik nggak?

Makasih banyak ya kalian yang udah baca chapter empat‼️🔥 tungguin chapter selanjutnya update, yaa😶‍🌫️ nggak lama kok, semoga😬🤍

With love, Cindyy<3

Продолжить чтение

Вам также понравится

ALZELVIN Diazepam

Подростковая литература

4.4M 257K 31
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...
My Sexy Neighbor F.R

Подростковая литература

410K 5K 22
Klik lalu scroolllll baca. 18+ 21+
KANAYA (REVISI) liaa0415

Подростковая литература

2.4M 141K 42
Kanaya Tabitha, tiba tiba terbangun di tubuh seorang figuran di novel yang pernah ia baca, Kanaya Alandra Calash figuran dingin yang irit bicara dan...
[BL] Become Antagonis Twins che

Подростковая литература

357K 43.7K 33
Cashel, pemuda manis yang tengah duduk di bangku kelas tiga SMA itu seringkali di sebut sebagai jenius gila. dengan ingatan fotografis dan IQ di atas...