-DEEP-

By andinienggar

81.3K 6.3K 309

[COMPLETED] Memang awalanya tidak ada yang aneh, semua berjalan mulus selama lima tahun lamanya. Namun sua... More

DEEP [SATU]
DEEP [DUA]
DEEP [TIGA]
DEEP [EMPAT]
DEEP [LIMA]
DEEP [ENAM]
DEEP [TUJUH]
DEEP [ DELAPAN]
DEEP [ SEMBILAN]
DEEP [ SEPULUH]
DEEP [SEBELAS]
DEEP [DUA BELAS]
DEEP [TIGA BELAS]
DEEP [EMPAT BELAS]
DEEP [LIMA BELAS]
DEEP [ENAM BELAS]
DEEP [TUJUH BELAS]
DEEP [ DELAPAN BELAS]
DEEP [SEMBILAN BELAS]
DEEP [DUA PULUH]
DEEP [DUA PULUH SATU]
DEEP [DUA PULUH DUA]
DEEP [DUA PULUH TIGA]
DEEP [DUA PULUH EMPAT]
DEEP [DUA PULUH LIMA]
DEEP [DUA PULUH ENAM]
DEEP [DUA PULUH TUJUH]
DEEP [DUA PULUH DELAPAN]
DEEP [DUA PULUH SEMBILAN]
DEEP [TIGA PULUH]
DEEP [TIGA PULUH SATU]
DEEP [TIGA PULUH DUA]
DEEP [TIGA PULUH TIGA]
DEEP [TIGA PULUH EMPAT]
DEEP [TIGA PULUH LIMA]
DEEP [TIGA PULUH ENAM]
DEEP [TIGA PULUH TUJUH]
DEEP [TIGA PULUH DELAPAN]
DEEP [TIGA PULUH SEMBILAN]
DEEP [EMPAT PULUH]
DEEP [EMPAT PULUH SATU]
DEEP [EMPAT PULUH DUA]
DEEP [EMPAT PULUH TIGA]
DEEP [EMPAT PULUH EMPAT]
DEEP [EMPAT PULUH LIMA]
DEEP [EMPAT PULUH ENAM ]
DEEP [EMPAT PULUH TUJUH]
DEEP [EMPAT PULUH DELAPAN]
DEEP [EMPAT PULUH SEMBILAN]
DEEP [LIMA PULUH]
DEEP [LIMA PULUH SATU]
DEEP [LIMA PULUH DUA]
DEEP [LIMA PULUH TIGA]
DEEP [LIMA PULUH EMPAT]
DEEP [LIMA PULUH LIMA]
DEEP [LIMA PULUH ENAM]
DEEP [LIMA PULUH TUJUH]
DEEP [LIMA PULUH DELAPAN]
DEEP [LIMA PULUH SEMBILAN]
DEEP [ENAM PULUH]
DEEP [ENAM PULUH SATU]
DEEP [ENAM PULUH DUA]
DEEP [ENAM PULUH TIGA]
DEEP [ENAM PULUH EMPAT]
DEEP [ENAM PULUH LIMA]
DEEP [ENAM PULUH ENAM]
DEEP [ENAM PULUH TUJUH]
DEEP [ENAM PULUH DELAPAN]
DEEP [ENAM PULUH SEMBILAN]
DEEP [TUJUH PULUH]
DEEP [TUJUH PULUH SATU]
DEEP [TUJUH PULUH DUA]
DEEP [TUJUH PULUH EMPAT]
DEEP [TUJUH PULUH LIMA] EPILOG

DEEP [TUJUH PULUH TIGA]

60 9 0
By andinienggar

Dengerin mulmed asik juga lho sambil baca part ini. Enjoy it(:

.
..
...
...
.....
.....

Sudah sejak sepuluh menit yang lalu Abel berada di depan rumah megah ber cat putih ini. Rumah yang sejujurnya sudah dianggap Abel seperti rumahnya sendiri. Akan tetapi rasanya sekarang ingin masuk seperti dulu saja seperti ada sekat yang tidak bisa diterobos begitu saja tanpa izin yang empu rumah.

Perasaan Abel sejak tadi berkecamuk. Gemuruh di hatinya tidak bisa berbohong. Ia rindu. Sangat rindu. Matanya menangkap segala kenangan di sini. Seakan-akan semuanya menjelma menjadi Dekka dan Abel.

Abel menarik napasnya panjang. Mengumpulkan segala keberanian yang tersisa setengah karena sudah lenyap duluan. Mau bagaimanapun Abel harus bisa melakukan ini. Yah. Harus.

Dengan segala kekuatan yang tersisa, Abel membunyikan klakson mobilnya. Satpam yang mendengar klakson itu bergegas membuka pintu gerbang dan mengetuk kaca mobil Abel.

Abel membuka kaca mobilnya perlahan. Di sana tampak Pak Tatang dengan wajah yang masih sama seperti dulu. Hanya ubannya semakin terlihat jelas saja yang berbeda.

Pak Tatang sempat mengucek ucek matanya sebentar. Seakan tidak percaya dengan pemandangan di depannya.

"Mbak Abel? Ini beneran Mbak Abel? Ya Allah Mbak. Kemana aja to. Bapak rindu sama Mbak Abel je,"

Lihatlah senyum tulus itu. Ingin rasanya Abel mengabadikannya sekarang juga. Tapi bukan itu tujuannya datang ke sini.

"Mbak masuk aja, sudah tau kan harus apa? Kan setiap hari ke sini. Mas Dekka masih di kantor Mbak. Sebentar lagi pulang paling jam 4 sudah otw,"

'kan setiap hari ke sini' Abel mengulang perkataan Pak Tatang dalam hati. Lihat. Bahkan satpam rumahnya Dekka saja sudah hafal sangat dengan dirinya.

Abel mengangguk pelan dan memasukkan mobilnya ke pekarangan.

Abel turun dari mobil. Ia segera bergegas menuju pintu dan membunyikan bel.

Beberapa menit kemudian, muncul bibi rumahnya Dekka.

"Loh? Mbak Abel to? Ini beneran mbak Abel?" mata bibi itu berkaca-kaca.

Abel mengangguk sambil menunjukkan seulas senyum kecil.

"Masuk mbak, Mas Dekka masih ada di kantor Mbak. Sebentar lagi pulang kok. Sudah tau kan isi rumah ini? Bibi tinggal ke dapur dulu ya Mbak,"

Lagi-lagi Abel mengangguk.

Abel melihat sekeliling rumah Dekka. Tidak ada yang berubah. Masih sama. Aroma ruangannya pun masih sama. Semua masih sama. Entahlah, segalanya masih sama seperti dulu.

Langkah kaki Abel refleks membawanya ke taman belakang rumah Dekka. Dan betapa terkejut ya Abel, taman belakang rumah Dekka juga tidak berubah. Tata letak dan tentu saja penghuni tamannya. Mawar merah. Bunga kesukaan Abel.

Tiba-tiba saja rasa sakit seperti menjalar perlahan sampai ke Ulu hati Abel. Sakit. Itulah yang Abel rasakan sekarang. Cairan bening mulai menggenangi pelupuk mata Abel. Cepat-cepat ia segera menengadahkan kepalanya. Berharap Cairan bening itu tidak membuat gerimis di pipinya.

Ternyata benar, di dunia ini ada rasa sakit yang datang bersamaan dengan rasa bahagia. Dan Abel tengah merasakannya.

Abel merasa akan gila sekarang. Segala sudut rumah Dekka terutama taman ini berubah wujud menjadi dirinya dan Dekka. Apakah sampai sebegitunya dia menaruh rasa kepada Dekka? Atau memang hati Abel sudah ditinggal sejak awal di sini? Entahlah. Semuanya tampak rumit. Yang jelas dan tidak rumit di permukaan mata Abel sekarang hanyalah kenangan demi kenangan tentang mereka berdua yang terus saja minta diputar.

Abel memutuskan untuk rebahan di kursi taman belakang. Ia melirik jam tangan yang melingkar manis. Jam setengah 4 sore. Abel tahu bahwa Dekka tidak ada di rumah. Satpam rumah Dekka juga mengatakan bahwa mungkin saja Dekka baru pulang dari kantornya jam 4 sore.

Sedangkan di lain tempat, Dekka sedang sibuk menandatangani berkas-berkas penting di atas mejanya. Semenjak kemarin berkas-berkas itu mengantri untuk di tandatangani. Ia dengan cermat membaca berkas-berkas di depannya sebelum di tandatangani. Akan tetapi tiba-tiba suara telpon mengintrupsi pekerjaannya.

Dekka segera mengangkat telfon tersebut. Siapa tahu itu telfon dsri koleganya atau kabar penting lainnya.
"Hallo Mas Dekka?"  suara dari seberang sana

"Halo Pak? Gimana?"

"Ini Mas, di rumah ada yang nunggu Mas Dekka pulang."

"Siapa pak?"

"Mbak Abel Mas. Sudah sejak tadi."

Deg!

Jantung Dekka nyaris mencolos dari tempatnya. Nama itu. Apa tidak salah dengar?

"Mas? Mas Dekka?"

"Saya gak salah denger kan Pak?"

"Endak Mas. Iya ada mbak Abel."

"Ya sudah Pak saya sebentar lagi pulang,"

Dekka meletakkan handphonenya dengan tangan gemetar. Kakinya lemas seperti jelly. Dekka tidak tahu ingin berkata apa lagi. Gadis kecilnya kembali. Gadis kecilnya ada di rumahnya. Lagi.

Permainan semesta apa lagi ini? Mengapa Tuhan mengirimkan gadis kecilnya lagi setelah mati-matian dia melupakan semua? Setelah segalanya telah jelas? Atau apakah memang ada yang belum diselesaikan?

Kepala Dekka mendadak berdenyut. Segala tanda tanya menghujami otaknya dengan sadis. Ia langsung menyambar kunci mobilnya dan bergegas pulang. Dekka tidak ingin gafis itu menunggu dirinya terlalu lama.

Sekitar dua puluh menit kemudian, Dekka sampai di rumahnya. Ia masih berdiri di depan pintu. Ditariknya napasnya dalam-dalam dan dihembuskannya pelan-pelan. Hatinya harus siap untuk segalanya. Untuk segala yang akan dibicarakan atau diungkapkan Abel. Untuk segala akhir yang memang benar-benar berakhir nantinya. Dekka harus siap. Yah. Harus.

Ia melangkah memasuki rumahnya. Dekka pikir ia akan menemukan Abel di ruang tamu, nyatanya tidak. Dekka menaiki tangga menuju kamarnya. Karena biasanya Abel tidur di sana, dulu sewaktu Abel selalu menunggu Dekka pulang dari sekolah atau nongkrong. Akan tetapi hasilnya nihil. Dia sama sekali tidak menemukan Abel di sana.

Tiba-tiba Dekka ingat satu hal. Tempat favorit Abel. Taman belakang. Dekka setengah berlari menuruni tangga dan menuju ke taman belakang. Langkahnya berubah menjadi pelan kala Dekka melihat seseorang tengah tertidur manis di sebuah kursi panjang dengan mawar merah digenggamannya.

Dekka mendekati kursi panjang itu. Dengan langkah pelan ia setengah berkongkok di samping kursi panjang.
Tes.

Cairan bening tanpa sadar menetes begitu saja membasahi pipi Dekka. Sudut-sudut bibirnya mulai terangkat pelan. Perasaan haru mulai menjalar pelan ke hatinya, ke seluruh sistem imunnya.

Abel. Ia melihat malaikat kecilnya lagi. Dekka melihat Abel lagi bahkan dari jarak sedekat ini. Setelah bertahun-tahun perasaan ini akhirnya kembali lagi memenuhi hati Dekka.

Dekka membelai pipi Abel pelan. Gerakan tersebut membuat Abel menggeliat dan perlahan membuka matanya.

Deg!

Kali ini gantian jantung Abel yang ingin mencolos dari tempatnya. Dihadapnnya sudah ada Dekka.

"Ini gue bukan mimpi kan ya?"

Dekka tertawa renyah dan mencubit pipi Abel, "Nih mimpi."

"Aduh sakit bego!" Abel menguncir bibirnya

Abel bangkit dari posisi tidurnya ke posisi duduk. Dekka segera duduk di samping Abel. Bau parfum Dekka langsung memenuhi indra penciuman Abel. Rasanya saat itu juga Abel ingin langsung memeluk Dekka. Tapi rasa gengsi langsung menjalar memenuhi otak Abel. Tidak. Ia tidak boleh memeluk cowok di depannya ini.

"Lama ya nunggunya? Hm?" Dekka menatap Abel intens.

'Gila bisa gak woi biasa aja ngeliatnya. Babi. Gue kan dah punya suami njer. Ngegoda aja lu'

"Pake nanya!"

"Gitu aja marah yaampun. Gak berubah. Yok ikut gue biar ga marah," Dekka menarik tangan Abel yang langsung ditepis oleh Abel.

"Mau nyulik gue kan lo? Ngaku!"

Dekka menoyor kepala Abel, "Otak lu emang perlu di cuci."

"Alah entar lu nanges kalo kenangan gue sama lo ikut ke cuci."

"Resek!"

Abel tertawa renyah.

Deg! Senyum itu, tawa itu. Yah Dekka sangat rindu dengan suara tawa itu. Suara tawa yang mungkin biasa saja namun bagi Dekka itu adalah suara yang mungkin saja akan jarang ia dengar lagi.

"Yok buru sih ikut gue bentar."

"Iya elah maksa."

Abel mengikuti langkah Dekka seperti anak ayam yang mengikuti induknya. Langkah Dekka membawa Abel sampai di dapur.

"Apa nih? Lu mau ngajak gue jadi master chef?"

"Diem lu ah. Berisik amat."

"nyeyeye, "

Dekka melangkah ke arah kulkas dan membuka kulkas tersebut.

"Taraaaaaaaa,"

Abel membelalakan mata. Di dalam kulkas yang di buka Dekka isinya es krim semua.

"AAAAAAAAAAA DEKAAAAA KOK LU SWEET BANGET!!!!!!!!!!!!!"

Abel langsung berlari ke arah Dekka dan memeluknya. Dekka yang dipeluk diam di tempat membeku. Kakinya nyaris seperti jelly saking kagetnya. Abel yang beberapa saat kemudian tersadar apa yang diperbuat langsung melepaskan pelukannya dan tertunduk.

"Maaf Ka, Abel engga sengaja saking senengnya."

Dekka tersenyum, ia mengusap rambut Abel pelan dan mengangkat dagu Abel dengan telunjuknya.

"Kenapa sih minta maaf? Dekka seneng Abel."

Abel menatap Dekka. Mata itu tidak menyiratkan kebohongan sama sekali.
"Abel, Dekka minta izin ya?"

"Apa Dekka?"

Tanpa berkata apa-apa, Dekka memeluk Abel. Abel seketika membeku di tempat. Tubuhnya sekarang mendadak beku. Namun perasaan hangat mulai menjalari tubuhnya. Aroma parfum Dekka perlahan memenuhi indra penciumannya. Pelan, Abel mengulurkan tangannya membalas pelukan Dekka. Perasaan yang sama seperti dulu mulai mencuat di permukaan. Bertahan-tahun Abel dan Dekka sama-sama mencari feeling seperti ini dan akhirnya bisa merasakan lagi. Dua manusia yang sama-sama melepas rindunya setelah bertahun-tahun. Melepaskan segalanya yang pernah pergi tanpa pamitan.

Dekka mengusap kepala Abel pelan. Sungguh jika boleh ia ingin meminta waktu dibekukan barang sejenak saja agar peristiwa ini baginya menjadi abadi. Dekka merasakan kemeja yang dipakainya basah. Yah siapa lagi penyebabnya kalo tidak karena air mata Abel. Ia mendengar isakan di sana. Isakan yang syarat akan penyesalan. Hati Dekka rasanya seperti tersayat. Penyesalan demi penyesalan muncul ke permukaan. Kesalahan demi kesalan atas diri sendiri mulai diputar. Andai saja dulu Dekka lebih peka dan bergerak lebih cepat. Mungkin takdir tidak akan menyakiti siapapun termasuk Abel.

Dekka mengurai pelukannya.

"Makasih ya Abel,"

"Padahal kan Abel belom bilang iya," Abel memberengut. Hidungnya sudah semerah hidung badut saking banyaknya nangis.

"Udah terlanjur nih, gimana dong?"

"Dekka nyebelin!" Abel memukul pelan Dekka.

"Tapi kangen kan?"

"GAK!"

"Engga kok sampe nanges gitu, "

"Mana ada,"

"Lah ngaca dah tu idung dah kek badut ancol merah banget,"

"AAAA DEKKA RESEK!"

"Gengsiannya masih tinggi ya?"

Abel hanya diam, karena memang seperti itu kenyataannya. Dan entahlah perasaan aneh itu masih saja ada.

"Yauda, Dekka kangen Abel. Kangen banget. Bener-bener kangen. Dan Dekka sayang banget sama Abel. Tapi sayang ya sayangnya udah terlambat. Dekka kalah cepet."

'Dekka sayang banget sama Abel' kata-kata itu diulang Abel lagi di dalam hatinya. Tapi tidak sampai selesai karena hati Abel sudah merasakan perih dahulu sebelum kalimat itu selesai.

'Abel sayang Dekka juga kok. Sayang kita udah selesai gitu aja. Abel boleh muter waktu gak sih Ka? Pengen bilang kalo Abel cuma mau Dekka engga yang lain' ucap Abel salam hati.

"Tapi gapapa. Yang penting bisa kali ah Dekka one fine Day with Abel?"

"Hah? Apaan dah?"

"Lu gue culik. Titik ga ngelawan."

"Tapi Ka, Abel mau ngomong."

"Ngomong? About?"

"Kita." cicit Abel.

Dekka tersenyum. Dugaan Dekka benar. Dekka tahu bahwa Abel akan membahas mengenai ini. Dan memang sudah sepatutnya Abel tahu tentang segalanya.

"Boleh, tapi Dekka punya satu syarat."

"Apa?"

"Abel harus mau Dekka culik. One fine Day with Dekka judulnya. Jadi sambil deep talk sambil jalan-jalan. Biar ga tegang-tegang amat. Gimana?"

"Oke setuju."

"kapan kita berangkat?"

"Malem ini,"

"GILA LO YA!? ABEL KAN GA BAWA APA-APA DEKKA."

"Lah orang barang-barang lu aja banyak ketinggal di rumah gue. Nih di kamar tamu dah kek kamar lo. Barang isinya barang lo semua."

Abel nyengir.

"Yauda gue mau mandi dulu, lo siap-siap,"

"Iya bawel."

Dekka berlalu meninggalkan Abel yang masih duduk di dekat dapur. Perasaan gelisah menjalar memenuhi hatinya. Abel sebenarnya merasa bersalah. Padahal ia belum izin suaminya, Orion. Belum izin Mamahnya. Tapi sudah mengiyakan ajakan Dekka.

Ia segera menelepon Mamahnya.

"Halo Mah?"

"Halo sayang, gimana?" suara di serang sana.

"Mamah, kayaknya Abel pulangnya besok deh. Abel butuh waktu lebih banyak lagi buat ngomong sama Dekka. Mamah tolong bilangin ke Orion yah. Abel gak enak sama Orion Mah. Dia pasti khawatir sama Abel,"

"Sayang, dengerin Mamah. Selesaikan yang perlu kamu selesaikan. Nanti Mamah bilang ke Orion dan jelasin pelan-pelan. Kamu jaga diri kamu baik-baik yah,"

"Iya mah,"

Sambungan telfon diputus oleh Abel.

'Maaf Mah, Abel bohong. Abel ga bilang kalo mau pergi sama Dekka. Maaf Orion. Maafin Abel.' ucap Abel dalam hati.

🌊🌊🌊

Lanjut ga? Hehehe

Continue Reading

You'll Also Like

1M 16.4K 27
Klik lalu scroolllll baca. 18+ 21+
1.5M 50.8K 21
Farah adalah gadis yang sangat beruntung-wajah yang jelita, kekayaan yang dimiliki keluarganya, dan laki-laki yang menginginkannya ke mana pun dia pe...
1M 57.8K 41
PERHATIAN! Ayo, yg suka copas jangan copas cerita saya yah. Kalian boleh baca tapi ingat jangan dicopas, hargai kerja keras saya karna untuk membuat...
58.3K 4K 46
"Kenapa lo manggil gue Va? Orang lain biasanya manggil gue Rev," tanya Reva. "Soalnya gue juga dipanggil Ref. Aneh aja, kayak manggil diri sendiri,"...