-DEEP-

By andinienggar

81.3K 6.3K 309

[COMPLETED] Memang awalanya tidak ada yang aneh, semua berjalan mulus selama lima tahun lamanya. Namun sua... More

DEEP [SATU]
DEEP [DUA]
DEEP [TIGA]
DEEP [EMPAT]
DEEP [LIMA]
DEEP [ENAM]
DEEP [TUJUH]
DEEP [ DELAPAN]
DEEP [ SEMBILAN]
DEEP [ SEPULUH]
DEEP [SEBELAS]
DEEP [DUA BELAS]
DEEP [TIGA BELAS]
DEEP [EMPAT BELAS]
DEEP [LIMA BELAS]
DEEP [ENAM BELAS]
DEEP [TUJUH BELAS]
DEEP [ DELAPAN BELAS]
DEEP [SEMBILAN BELAS]
DEEP [DUA PULUH]
DEEP [DUA PULUH SATU]
DEEP [DUA PULUH DUA]
DEEP [DUA PULUH TIGA]
DEEP [DUA PULUH EMPAT]
DEEP [DUA PULUH LIMA]
DEEP [DUA PULUH ENAM]
DEEP [DUA PULUH TUJUH]
DEEP [DUA PULUH DELAPAN]
DEEP [DUA PULUH SEMBILAN]
DEEP [TIGA PULUH]
DEEP [TIGA PULUH SATU]
DEEP [TIGA PULUH DUA]
DEEP [TIGA PULUH TIGA]
DEEP [TIGA PULUH EMPAT]
DEEP [TIGA PULUH LIMA]
DEEP [TIGA PULUH ENAM]
DEEP [TIGA PULUH TUJUH]
DEEP [TIGA PULUH DELAPAN]
DEEP [TIGA PULUH SEMBILAN]
DEEP [EMPAT PULUH]
DEEP [EMPAT PULUH SATU]
DEEP [EMPAT PULUH DUA]
DEEP [EMPAT PULUH TIGA]
DEEP [EMPAT PULUH EMPAT]
DEEP [EMPAT PULUH LIMA]
DEEP [EMPAT PULUH ENAM ]
DEEP [EMPAT PULUH TUJUH]
DEEP [EMPAT PULUH DELAPAN]
DEEP [EMPAT PULUH SEMBILAN]
DEEP [LIMA PULUH]
DEEP [LIMA PULUH SATU]
DEEP [LIMA PULUH DUA]
DEEP [LIMA PULUH TIGA]
DEEP [LIMA PULUH EMPAT]
DEEP [LIMA PULUH LIMA]
DEEP [LIMA PULUH ENAM]
DEEP [LIMA PULUH TUJUH]
DEEP [LIMA PULUH DELAPAN]
DEEP [LIMA PULUH SEMBILAN]
DEEP [ENAM PULUH]
DEEP [ENAM PULUH SATU]
DEEP [ENAM PULUH DUA]
DEEP [ENAM PULUH TIGA]
DEEP [ENAM PULUH EMPAT]
DEEP [ENAM PULUH LIMA]
DEEP [ENAM PULUH ENAM]
DEEP [ENAM PULUH TUJUH]
DEEP [ENAM PULUH DELAPAN]
DEEP [ENAM PULUH SEMBILAN]
DEEP [TUJUH PULUH]
DEEP [TUJUH PULUH DUA]
DEEP [TUJUH PULUH TIGA]
DEEP [TUJUH PULUH EMPAT]
DEEP [TUJUH PULUH LIMA] EPILOG

DEEP [TUJUH PULUH SATU]

97 11 10
By andinienggar

.
..
...
....
.....

Sudah tiga hari yang lalu Abel melewati hari-hari menjadi pasangan hidup seseorang yang tidak pernah bosan mengukuhkan kata bahagia. Abel tidak menyangka bahwa hidup dan waktu akan berjalan secepat ini dan semesta bersedia mengembalikan bahagianya kembali. Abel masih tidak percaya dia bisa sampai di titik ini.

Namun rasanya walaupun sudah mencapai titik ini sejujurnya ada sedikit rasa menganjal yang diam-diam menyelinap di hati Abel. Siapa lagi jika bukan si penghuni abadi hatinya? Semenjak pertemuannya malam itu dengan Dekka, segalanya menjadi sedikit goyah ya pikirannya ya hatinya. Bahkan sudah tiga hari rasanya perasaan itu masih menggelayut manja.

Apa benar memang semua ini sudah selesai yang benar-benar selesai walaupun tanpa ada kata selesai? Salahkan Abel bersikap demikian? Apakah ini adil untuk hatinya jika rasa Dekka untuknya saja Abel sama sekali tidak tahu. Apa ini juga adil untuk Dekka? Abel sama sekali tidak tahu apakah cowok itu juga ingin mengatakan sesuatu kepadanya? Karena Abel paham Dekka adalah sejenis manusia yang tidak ingin menyakiti perasaan orang lain demi kelegaan hatinya.

Abel menghembuskan napas pelan. Kopi hitam dipangkuannya sudah mulai dingin karena terlalu lama di didiamkan. Sejak tadi ia hanya melamun dan memutar-mutarkan jarinya di bibir cangkir itu. Kegamangan memenuhi kepalanya. Sungguh Abel ingin mensetting ulang otak dan hatinya agar dia tidak ingat apa-apa. Bukankah begitu lebih baik?

Orion mengamati Abel dari jendela ruang tamu. Entah mengapa Orion merasakan ada sesuatu yang di simpannya sendirian. Sudah tiga hari ini Orion melihat Abel sering melamun. Sejujurnya Orion ingin menanyakan keadaan Abel sejak tiga hari yang lalu. Namun niat itu diturungkan. Orion hanya ingin memberi ruang untuk Abel menenangkan hati dan pikirannya. Dan hari ini Orion akan menanyakan kepada Abel. Siapa tahu dia bisa membantu. Karena bagaimanapun Abel adalah nafas hidupnya untuk sekarang dan selamanya. Segala yang menjadi masalah Abel, Orion akan mencari penyelesaiannya.

Orion melangkah menghampiri Abel yang tengah duduk di kursi teras rumah sambil memegangi cangkir kopi hitam, di tepuknya pundak Abel dengan lembut, "Sayang?"

Yang ditepuk pundaknya langsung mendongakkan kepalanya dengan ekspresi terkejut. "Huh? Iya?"

Orion menarik kursi dan di letakkan di depan Abel duduk.

"Kenapa? What happen with you? Kamu ada masalah? Mau cerita?"

Abel hanya diam, kemudian menggeleng pelan, "Nothing. Aku cuma capek aja."

Orion mengangguk pelan dan mengelus-elus puncak kepala Abel. Meskipun Orion tahu Abelnya berbohong, Orion memilih diam dan memahami hal tersebut. Karena jika semakin di desak akan membuat Abel tidak nyaman dengannya.

Namun tiba-tiba otak Orion mengajak kilas balik kejadian tiga hari yang lalu. Yah dia ingat sesuatu. Dekka menitipkan sesuatu untuk Abel dan Orion lupa memberikannya kepada Abel.

"Sayang bentar ya aku mau ngambil sesuatu ke kamar."

Abel menganggukan kepala dan tersenyum manis sekali ke Orion.

Entahlah senyum itu selalu membuat Orion ingin mengawetkannya.

Orion bangkit dsri duduknya dan membisikan sesuatu pada Abel, "Kamu manis banget kayak sakarin."

Spontan Abel langsung meneplak Orion, "Bikin batuk dong aku."

Orion tertawa melihat Abel yang memberengutkan bibirnya itu.

"Kenapa kek gitu bibirnya? Minta dicium? Hm?" Orion menaikkan satu alisnya.

"Mentang-mentang udah sah. " Abel melengos.

Sedangkan Orion masih saja tertawa dan melangkah pergi menuju kamarnya.

Beberapa menit kemudian Orion kembali dengan membawa sebuah kotak berwarna merah dan duduk di kursi tadi.

"Sayang ini aku kemarin dapet titipan dari Dekka, buat kamu."

Deg!

Abel yang baru saja membuka mulutnya ingin melahap kue langsung mengembalikan kue itu ke piringnya.

Jantungnya berdetak tidak karuan. Nama itu. Lagi dan lagi.

"Kamu gapapa?"

Abel menggelengkan kepalanya. "Kenapa ga dikasih sendiri?"

"Kata dia nanti kamu kaget. Kalo bukan dia yang ngasih kaget kamu bakal berkurang."

Dengan tangan gemetar, Abel menerima kotak berwarna merah. Ah Dekka. Mengapa kotak ini berwarna merah. Mengapa cowok itu masih saja mengingat warna kesukaannya.

"Ini boleh aku buka?"

Orion tersenyum dan menganggukkan kepalanya.

Abel terdiam sejenak. Menerka-nerka isi kotak di tangannya.

Semesta? Apakah ada rahasia yang kau simpan lagi dan aku harus mengetahuinya sekarang? Katakan.

Masih dengan tangan gemetar, Abel membuka kotak itu dengan sangat hati-hati. Melihat hal itu Orion langsung membelai rambut Abel pelan, "Kalo kamu belum siap ga harus di buka sekarang. It's okay. Right?"

Abel menggeleng. "Engga. Gapapa. Aku kuat kok. Bisa kok bisa."

Akhirnya dengan segala kemantapan hati Abel, kotak itu terbuka.

Di kotak tersebut terpampang sebuah kotak cincin berbentuk hati berwarna hitam dan ada sebuah amplop berwarna hitam juga.

Abel menengokkan kepalanya ke Orion seakan meminta persetujuan untuk membuka semua itu. Orion yang paham langsung menganggukkan kepalanya tanda setuju.

Abel meraih cincin di tempat berbentuk hati warna hitam itu. Dengan hati-hati lagi dan lagi Abel membukanya. Dan seketika mata Abel terbelalak. Di sana tersemat cincin berlian yang sangat mewah dan nampak anggun. Sepertinya cincin itu adalah sebuah cincin pernikahan.

Abel mengerutkan keningnya dengan maksud pemberian Dekka. Namun kebingungannya tampaknya sudah diprediksi oleh Dekka. Dan jadilah Abel menemukan secsrik kertas putih di bawah kotak cincin itu.

To Bebel

Bingung ya? Penasaran banget? Yakin? Kasih tempe kaga ya? Yauda deh kasih tahu aja. Buka amplop itu. Janji ya? Aku gamau ada gerimis satu pun. Oke? Kalo ngelanggar ga aku beliin es krim. Fix. Yaudah gih cepet baca.

Salam dingin, Dekka

Abel terkekeh sehabis membaca secarik kertas itu. Bisa-bisanya Dekka masih saja bercanda. Padahal Abel sudah serius. Itulah Dekka. Selalu saja begitu dan tidak berubah.

Abel menuruti perintah secarik kertas itu. Ia beralih ke amplop hitam di samping tempat cincin tadi.

Di kertas tersebut tertera namanya. Abel membuka dengan hati-hati seakan itu adalah arsip kuno. Ia mendapati kertas putih dengan tulisan yang sangat rapi seperti sehabis diketik.

Abel membentangkan surat itu lebar-lebar. Sebelumnya ia menarik napas dalam dan mengeluarkannya. Bagaimanapun ia harus siap mental dengan isi surat itu. Mungkin saja ini adalaj sebuah jawaban dari semesta untuk kegamangannya selama ini dan tiga hari ini.

Dear Abel

Halo Abel. Iya, kamu baik-baik aja kan? Kamu hilangnya lama banget. Kamu hilang ke Mars yah? Masih suka es krim? Masih suka minum kopi? Hehe gausah dijawab. Aku tahu jawabannya. Janji dulu ya, gaada gerimis, gaada puter balik. Oke, ini serius.

Abel, kamu tahu?
Terhitung sejak pertama kali saya lihat kamu di bangku putih biru, saya sudah tertarik dengan warnamu.

Lucu bukan? Tapi saya merasa kamu punya banyak warna-warna menarik di sekitaran poros duniamu.

Seperti ada daya magnet hebat yang berhasil menarik saya yang dingin ini untuk bersinggungan dengan porosmu.

Sungguh saya saat itu tidak ada niatan untuk menganggumu seperti yang kamu duga saat itu.

Sungguh saya tidak ingin mengusik dunia tenangmu.

Hanya saja saya ingin berkenalan denganmu.

Tapi saya adalah manusia dingin yang tidak tahu cara menghangatkan suasana. Kamu tahu itu bukan?

Jadilah serangkaian keisengan demi keisengan yang pada akhirnya membuatmu cukup penasaran dengan keberadaanku di pinggir poros duniamu.

Saya tahu kamu mungkin menganggap saya urakan.

Kamu mungkin menganggap saya suka dengan banyak perempuan.

Kamu mungkin banyak mendengar desas-desus yang tidak mengenakkan tentang saya.

Maaf jika dugaan saya salah. Akan tetapi raut wajahmu tidak bisa berbohong. Dan saya bisa tahu itu.

Saya pikir dengan segala hal yang saya lakukan tidak akan menarik perhatianmu.

Karena saya tahu kamu adalah sejenis manusia judes yang malas dengan manusia aneh seperti saya.

Namun namanya usaha harus giat bukan? Dan saya rasa pada saat itu kamu memang layak untuk saya usahakan.

Saya sungguh ingin berteman denganmu saat itu. Karena kamu berbeda. Itu yang saya lihat.

Kamu mungkin jenuh melihat saya menunggumu di parkiran setiap berangkat sekolah dan pulang sekolah. Tidak pernah absen.

Mungkin jika rekor muri tahu, saya akan memenangkan sebagai manusia penunggu paling ulung di dunia.

Kamu mungkin ingin memukul saya dan melaporkan nomor saya ke operator karena terlalu sering menghubungimu tidak kenal waktu.

Dan pada akhirnya segala usaha saya berbuah. Manis. Sungguh saya senang sekali saat itu.

Akhirnya saya bisa benar-benar masuk ke dalam porosmu. Duniamu.

Dan benar. Dugaan saya benar. Segala warna yang kamu punya indah Bel. Sampai rasanya saya lupa dengan warna saya sendiri.

Semuanya mengalir begitu saja. Entah bagaimana prosesnya saya dan kamu bisa terjalin kata sahabat.

Sungguh itu adalah pelanggengan kata yang hebat selama hidup saya. Jujur saja, saya si manusia dingin ini baru pertama kali mempunyai sahabat perempuan seunik kamu.

Belum lagi di tambah teman-teman saya dan teman-teman kamu yang akhirnya membentuk satu ikatan sahabat.

Indah. Sangat indah.

Bertahun-tahun Bel. Saya sungguh menikmati segala yang pernah saya dan kamu lewati bersama.

Abel, saya ingin mengatakan beberapa kata. Mungkin tidak beberapa. Di baca ya.

Abel,

Terima kasih ya kamu telah menjadi sosok hangat untuk saya si manusia dingin ini.

Terima kasih kamu telah mengubah seluruh hidup saya menjadi warna-warna yang belum pernah saya punya.

Terima kasih telah percaya kepada saya untuk bersahabat denganmu selama ini.

Terima kasih telah memapah si manusia sok kuat ini.

Terima kasih telah menganggap saya keberuntungan yang belum pernah kamu miliki di saat yang lain menganggap saya sampah.

Terima kasih untuk segala hal yang pernah kamu berikan untuk saya.

Abel, saya sudah menerima surat kamu.

Sayang sekali, mungkin semesta memang ingin jalannya seperti ini.

Persis tepat dugaanmu, suratmu saya buka setelah dua tahun berlalu.

Jujur saja saya sangat menyesali hal itu. Sangat.

Andai, andai saya tidak pergi. Pasti surat itu sudah saya terima sehari setelah kamu meletakkanya di kotak pos.

Abel, sungguh ketika saya pergi segala yang saya ingat hanya kamu.

Saya tidak pernah paham, awalnya saya anggap semua ini hanya karena saya merindukanmu. Tidak lebih.

Sampai pada satu waktu ketika saya pulang ke kota kita. Saya membuka surat darimu.

Saya menyadari sesuatu.

Abel, tolong ya. Jangan terkejut.

Ya, saya menyadari hal yang sama denganmu.

Saya menyayangimu. Saya jatuh hati kepadamu. Dan itu sudah terjadi semenjak saya pertama kali melihatmu di bangku putih biru.

Bodoh bukan saya ini?

Benar apa yang dikatakan orang.

Seseorang akan menyadari perasaannya sendiri ketika orang yang mencintainya pergi dari hidupnya.

Saya membenarkan kalimat itu.

Abel,

Kamu tidak perlu meminta maaf tentang rasamu. Saya sama sekali tidak marah.

Karena nyatanya saya yang bersalah di sini.

Saya yang bersahabat denganmu selama Bertahun-tahun denganmu malah tidak sedikitpun paham akan segala rasamu untuk saya.

Saya yang tidak peka atau kamu yang terlalu pintar menyembunyikan rasa?

Abel,

Maaf jika saya selalu melukai hati kamu tanpa saya tahu.

Maaf jika selama ini saya pikir saya melindungi kamu ternyata malah menjadi manusia yang paling menyakiti kamu.

Maaf jika selama ini saya malah menceritakan hal yang tidak seharusnya kamu dengarkan.

Maaf jika rasamu untuk saya selalu saya abaikan.

Saya dulu pernah bilang siapapun yang menyakiti kamu akan saya hajar. Dan itu malah saya sendiri bukan? Harusnya saya dihajar saja ya. Biar lukamu pindah ke saya.

Hey, Abel. Bagaimana kamu bisa sekuat ini? Kamu terbuat dari apa?

Abel, sesudah saya tahu isi hati kamu, sesudah saya menyadari segalanya. Saya pikir saya belum terlambat.

Saya pikir kita masih bisa sama-sama memulai segalanya dari awal.

Bertahun-tahun saya dan yang lainnya ke sana ke mari mencari alamat rumahmu.

Mencarimu di rumah baru. Sampai saya bertemu abangmu. Saya menceritakan segalanya. Tapi abangmu juga tidak tahu kamu di mana.

Akhirnya saya putus asa. Saya hilang harapan. Saya pikir segalanya akan bisa diperbaiki.

Saya pikir kamu akan kembali ke pelukan saya.

Namun nyatanya lagi-lagi saya dipatahkan harapan dengan sadis.

Mungkin ini karma untuk saya yang menyakitimu selama Bertahun-tahun.

Saya dipatahkan dengan secarik kertas tebal di kotak pos.

Di sana saya melihat namamu bersanding dengan orang lain.

Hancur sekali hati saya. Sangat hancur.

Rasanya saya ingin sudahi saja semua dan menghilang dari bumi.

Saya terlambat untuk mengatakan segalanya Bel. Saya terlalu terlambat untuk menggandengmu menuju dunia saya lagi.

Saya sangat salah di sini.

Di otak saya saat itu hanya ada kata seandainya seandainya dan seandainya.

Akhirnya saya menyadari. Penyesalan tidak akan menyelesaikan segalanya.

Teman-teman yang lain membuat saya sadar bahwa pada akhirnya ikhlas adalah jalan terbaik untuk melepas rasa. Saya setuju itu.

Dan malam itu saya beranikan datang ke pernikahanmu dengan Orion.

Saya masih saja egois berpikir bahwa seharusnya yang ada disamping sana bukan Orion tapi saya.

Abel, sungguh saat itu saya ingin membawamu lari ke Mars atau ke Bulan agar saya bisa mengatakan segalanya. Kebenaran perasaan saya.

Namun saya sadar segalanya terlambat. Sangat terlambat. Dan saya tidak bisa menyakiti perasaan Orion untuk bahagia saya sendiri. Itu sangat egois dan buruk bukan?

Saat itu saya benar-benar ikhlas. Dan pelukanmu itu sungguh menenangkan dan meyakinkan saya bahwa kamu sudah bahagia.

Abel, malam itu kamu cantik sekali. Saya ingin bilang itu tapi tidak jadi karena lagi-lagi saya sudah tidak berhak.

Maaf Abel rasa ini baru kamu ketahui sekarang.

Mungkin saya menyela di antara rasamu dan seseorang yang sedang bersamamu.

Namun jika tidak saya katakan sekarang maka segalanya akan lebih buruk untuk saya dan kamu. Saya tidak mau itu. Dan saya juga tidak mau kamu dibayangi masa lalu.

Abel,

Terima kasih ya untuk senyum manismu yang selalu kamu kembangkan untuk saya.

Terima kasih untuk tangan hangatmu yang selalu boleh saya genggam kapanpun saya butuh.

Terima kasih untuk mata indahmu yang selalu menatap saya dengan keteduhanmu.

Terima kasih untuk pelukan hangatmu yang selalu menenangkan kegelisahan saya.

Terima kasih telah mengajarkan saya segala hal tentang hidup ini.

Terima kasih tidak bosan mengomeli saya disaat saya salah jalan.

Terima kasih selalu memperhatikan kesehatan saya.

Terima kasih telah mengajari saya menjadi sekuat kamu.

Terima kasih telah menjadi pendengar saya yang tidak pernah bosan sekalipun.

Terima kasih telah memberikan sebagian hatimu untuk saya miliki sepenuhnya.

Terima kasih telah menyimpan saya di ruang lorong hati kamu untuk selamanya.

Apapun itu terima kasih untukmu yang telah mau dan mengizinkan saya uttuk terlibat dengan segala hal tentang yang terjadi di hidupmu.

Abel, boleh saya meminta izin sesuatu?

Izinkan saya memiliki sebagian hatimu yang telah kamu berikan untuk saya bersama surat yang kamu berikan waktu itu.

Izinkan saya tetap menyayangimu dengan cara saya.

Abel, entah sekarang, besok, nanti dan selamanya rasa ini akan selalu sama. Tidak berubah.

Meskipun nanti saya pada akhirnya juga memilih hati lain, percayalah, sepertimu, saya juga menyimpan segalanya tentang kamu di dalam ruang tersendiri di hati saya.

Abel, segalanya memang terlambat. Namun siapa yang bisa menghilangkan rasa dengan cepat?

Abel, baik-baik yah.

Saya tidak pergi kemanapun.

Kapanpun kamu butuh saya janji akan selalu ada.

Saya selalu sama. Dekkamu. Kesayanganmu.

Saya tidak akan meninggalkanmu.

Apapun nanti jika terjadi sesuatu denganmu pulanglah kepada saya.

Rumah ini, pintu ini, pulang ini akan selalu ada untukmu.

Abel, ini yang bisa saya berikan.

Sebuah peninggalan fisik untuk kamu simpan. Saya harap kamu tidak menolaknya.

Dulu sekali, mama saya pernah memberikan cincin itu kepada saya.

Mama bilang, suatu saat nanti saya akan memberikan cincin ini kepada seorang perempuan yang membuat saya jatuh hati sampai saya tidak bisa memindahkan hati saya lagi.

Mama juga bilang, berikan cincin itu kepada perempuan yang merubahmu menjadi lebih baik.

Dan saya menemukannya. Kamu. Perempuan itu kamu. Meskipun saya tidak berhasil membawa janji saya kepada Mama untuk membawa perempuan itu menua bersama saya, setidaknya saya berhasil memberikan amanat mama untuk memberikan cincin itu. Di terima yah?

Oiya, pasti kamu bertanya-tanya mengapa kotak cincin dan amplopnya tidak merah tapi malah hitam.

Kamu mau tahu?

Hitam. Warna mati. Warna istirahat. Itu melambangkan hati saya Bel. Bahwa segalanya sudah mati. Hati saya dan rasa saya. Bagaimana tidak? Segalanya sudah di bawa kamu lari.

Jangan menangis. Ini bukan salahmu. Ini keputusanku dan pilihanku.

Ini jalan semesta dan takdir yang tidak bisa kita buat putar balik.

Abel, selamat berbahagia.

Saya sayang kamu, selamanya. Baik-baik yah. Sampai jumpa.

Salam sayang, Dekka.

Surat di tangan Abel jatuh di pangkuannya. Tangannya mendadak lemas begitupun seluruh tubuhnya. Rasanya tubuhnya sudah menjadi jeli. Dadanya mendadak sesak seakan oksigen di sekitarnya tiba-tiba lenyap begitu saja. Seluruh nyawanya seakan melayang entah kemana. Hujan deras membanjiri pipi Abel dengan sadis. Ia tidak tahu ingin mengatakan apa. Otaknya mendadak tidak ingin diajak berpikir jernih.

Orion yang melihat Abel mulai kalut langsung membawa Abel ke pelukannya. Di sana Abel menangis sejadi jadinya. Ia menjerit dan menyalahkan dirinya sendiri. Bahkan ia menarik-narik rambutnya sendiri.

Satu kata yang menggambarkan hati Abel sekarang adalah hancur. Benar-benar hancur. Ia merasa benar-benar hilang arah sehabis mengetahui segalanya.

Mengapa dia harus diberitahu ketika segala keputusan yang dia pilih sudah mantap di jalankan? Mengapa semesta begitu jahat menyembunyikan segalanya begitu rapi? Mengapa harus sekarang di saat Abel sudah memantapkan hatinya? Mengapa ia mengetahui semuanya terlalu terlambat? Mengapa semesta?

Semesta seakan tidak mau Abel terlihat bahagia walaupun satu kali saja.

Orion terus saja menenangkan Abel dengan menepuk punggung Abel. Rasanya hati Orion ikut sakit mendengar isakan Abel yang memilukan hati dan telinganya. Syarat akan kekecewaan dan penyesalan yang mendalam.

Hampir satu jam Abel menangis dan diposisi seperti itu. Sampai akhirnya Abel mengurai pelukannya.

Orion yang melihat Abel mulai tenang langsung mengambil kertas di pangkuan Abel. Di bacanya surat itu dengan seksama.

Selang beberapa menit Orion meletakkan surat itu di meja. Ia membawa Abel ke dalam pelukannya. Merengkuhnya dan menciumi wajahnya.

Sungguh Orion ingin sekali meringankan beban perempuannya. Istrinya. Orion pikir beban Abel sudah hilang dan selesai. Nyatanya beban Abel masih tersisa satu dan ini adalah beban yang besar.

Orion tidak habis pikir mengapa segalanya seperti diberikan kepada perempuannya. Mengapa semuanya harus dilimpahkan begitu saja untuk Abel. Rasanya dunia tidak pernah adil dan berpihak barang satu kali saja dengan Abel.

Orion tahu apa yang dirasakan Abel. Apa yang disesali Abel. Apa yang ditangisi Abel. Dan sepertinya ini saatnya Orion melakukan sesuatu. Bahkan jika perbuatannya ini akan berdampak pada hal buruk untuknya Orion tidak masalah. Asalkan Abel bahagia. Itu sudah cukup. Karena baginya ia mencintai Abel. Tidak berharap apapun.

Orion mengurai pelukannya. Ia menangkupkan kedua tangannya di pipi Abel. Menghapus jejak air mata di pipi Abel.

"Pergilah. Kamu harus selesein ini. Apapun jawaban kamu apapun jawaban penyelesaiannya aku terima. Yakin sama aku. Aku gapapa. Pergi sayang. Temui dia. Sebelum semuanya bener-bener selesai tanpa penyelesaian."

Abel yang mendengar itu langsung menggeleng cepat. Bagaimana mungkin Abel bisa mengiyakan ini. Tidak. Abel tidak ingin menyakiti Orion lagi dan lagi. Tidak.

"Engga sayang. Aku gapapa. Aku sama dia udah selesai. Gaada yang harus diselesein lagi."

"Sayang, dengerin aku. Aku tahu kamu bohong. Aku tahu kamu takut nyakitin aku. Tapi percayalah aku gapapa. Aku percaya sama kamu. Kalo emang kamu smaa aku takdir aku yakin kamu bakal balik lagi sama kamu. Kalo dia takdir kamu mau sekeras apapun meminta kamu buat stay. Kamu juga pada akhirnya nanti akan pergi dengan cara yang engga aku duga. Jadi pergilah. Temui dia. Selesaikan apa yang memang harus diselesaikan. Aku gapapa." Orion tersenyum manis. Manis sekali.

Abel yang melihat itu langsung menangis lagi.

Tuhan bagaimana mungkin ada manusia sebaik dia?

"yakin kamu gapapa?"

"Iya sayang. Aku gapapa. Percayalah. Mau berangkat kapan?"

"Nanti malem boleh?"

Orion mengangguk dan tersenyum. "Aku pesenin tiketnya yah."

Sungguh Abel merasa sangat beruntung. Entah Orion itu manusia sejenis apa. Namun Tuhan sangat baik mengirimkan dia ada di hidup Abel.

Sekarang Abel harus menyelesaikan hal yang harus diselesaikan. Dan mencari tahu apa yang seharusnya ia ketahui. Menyelesaikan segalanya. Dan menuntaskan segala tanda tanya yang sejak tiga hari lalu dan bertahan-tahun lalu selalu bersarang di kepalanya.

Ia mengambil handphone dan menghubungi Quinta. Mengatakan bahwa Abel akan ke Jogja malam ini.

Semesta, kuatkan hati gue buat menghadapi semuanya.

🌊🌊🌊

Gimana? Seru engga? Hehe

#Salamjomblo







Continue Reading

You'll Also Like

30.9K 3.7K 51
"Didedikasikan untuk kamu, Lusa, si pemilik resmi senyuman manis Xero." ·   · ✦ .    · ...
2.9K 292 42
(COMPLETED 24 Mei 2020 - 06 Maret 2021) Dalam hidup, tidak ada namanya kebetulan. Ada takdir, ada juga pilihan. Perjalanan hidup bisa jadi penuh lika...
7M 295K 59
On Going Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan yang tak s...
68.9K 7.3K 46
[[E N D !]] ❝He's chanyeol. To be honest!❞ Bersumpah kepada dirinya sendiri, tidak akan pernah jatuh hati kepada chanyeol yang notabenenya ialah b...