-DEEP-

By andinienggar

81.3K 6.3K 309

[COMPLETED] Memang awalanya tidak ada yang aneh, semua berjalan mulus selama lima tahun lamanya. Namun sua... More

DEEP [SATU]
DEEP [DUA]
DEEP [TIGA]
DEEP [EMPAT]
DEEP [LIMA]
DEEP [ENAM]
DEEP [TUJUH]
DEEP [ DELAPAN]
DEEP [ SEMBILAN]
DEEP [ SEPULUH]
DEEP [SEBELAS]
DEEP [DUA BELAS]
DEEP [TIGA BELAS]
DEEP [EMPAT BELAS]
DEEP [LIMA BELAS]
DEEP [ENAM BELAS]
DEEP [TUJUH BELAS]
DEEP [ DELAPAN BELAS]
DEEP [SEMBILAN BELAS]
DEEP [DUA PULUH]
DEEP [DUA PULUH SATU]
DEEP [DUA PULUH DUA]
DEEP [DUA PULUH TIGA]
DEEP [DUA PULUH EMPAT]
DEEP [DUA PULUH LIMA]
DEEP [DUA PULUH ENAM]
DEEP [DUA PULUH TUJUH]
DEEP [DUA PULUH DELAPAN]
DEEP [DUA PULUH SEMBILAN]
DEEP [TIGA PULUH]
DEEP [TIGA PULUH SATU]
DEEP [TIGA PULUH DUA]
DEEP [TIGA PULUH TIGA]
DEEP [TIGA PULUH EMPAT]
DEEP [TIGA PULUH LIMA]
DEEP [TIGA PULUH ENAM]
DEEP [TIGA PULUH TUJUH]
DEEP [TIGA PULUH DELAPAN]
DEEP [TIGA PULUH SEMBILAN]
DEEP [EMPAT PULUH]
DEEP [EMPAT PULUH SATU]
DEEP [EMPAT PULUH DUA]
DEEP [EMPAT PULUH TIGA]
DEEP [EMPAT PULUH EMPAT]
DEEP [EMPAT PULUH LIMA]
DEEP [EMPAT PULUH ENAM ]
DEEP [EMPAT PULUH TUJUH]
DEEP [EMPAT PULUH DELAPAN]
DEEP [EMPAT PULUH SEMBILAN]
DEEP [LIMA PULUH]
DEEP [LIMA PULUH SATU]
DEEP [LIMA PULUH DUA]
DEEP [LIMA PULUH TIGA]
DEEP [LIMA PULUH EMPAT]
DEEP [LIMA PULUH LIMA]
DEEP [LIMA PULUH ENAM]
DEEP [LIMA PULUH TUJUH]
DEEP [LIMA PULUH DELAPAN]
DEEP [LIMA PULUH SEMBILAN]
DEEP [ENAM PULUH]
DEEP [ENAM PULUH SATU]
DEEP [ENAM PULUH DUA]
DEEP [ENAM PULUH TIGA]
DEEP [ENAM PULUH EMPAT]
DEEP [ENAM PULUH ENAM]
DEEP [ENAM PULUH TUJUH]
DEEP [ENAM PULUH DELAPAN]
DEEP [ENAM PULUH SEMBILAN]
DEEP [TUJUH PULUH]
DEEP [TUJUH PULUH SATU]
DEEP [TUJUH PULUH DUA]
DEEP [TUJUH PULUH TIGA]
DEEP [TUJUH PULUH EMPAT]
DEEP [TUJUH PULUH LIMA] EPILOG

DEEP [ENAM PULUH LIMA]

74 15 0
By andinienggar

Selamat membaca!!

.
.
.
.

Abel melirik jam tangannya. Jam menuju pukul 7 pagi. Ia meregangkan badannya. Beberapa jam di pesawat hanya duduk membuat badannya sedikit pegal. Matanya berbinar-binar menatap pemandangan di depannya. Ia hirup dalam-dalam udara di sekitarnya seakan-akan takut kehabisan. Senyumnya mengembang. Akhirnya setelah sekian lama, setelah bertahum tahun ia kembali ke kota kelahirannya. Kota kenangannya. Sungguh demi apapun Abel selalu menunggu waktu ini datang.

Orion menepuk pundak Abel pelan, "Bel, itu dah di jemput sama Pak Anto."

Abel mengangguk pelan sambil melangkah menarik kopernya dan diikuti oleh Orion di belakang.

Sepanjang perjalanan ke rumah, Abel benar-benar tidak bisa menyembunyikan bahagianya. Bagaimana tidak? Setelah bertahan-tahun matanya dapat bertumbuk lagi dengan kota yang kata orang terbuat dari rindu, angkirngan dan kenangan. Awalnya Abel tidak percaya, namun ketika ia pergi dari kota ini. Abel benar-benar menyakininya sekarang. Matanya tak lepas dari jendela mobil. Memandang apapun yang dilihatnya. Apapun yang terlewat selama bertahan tahun di kotanya ini. Tak banyak yang berubah dari kotanya. Tetap teduh dan menenangkan. Ah sungguh rasanya Abel sangat ingin memeluk kota ini jika bisa.

Setelah setengah jam perjalanan, Abel akhirnya sampai di rumahnya. Untuk pertama kalinya ia menginjakkan kaki lagi di rumahnya itu. Rumah yang tentu penuh kenangan. Di depan rumah Abel sudah disambut oleh Bunda dan Abang kedatangannya. Melihat itu Abel langsung berhamburan memeluk mereka berdua.

"BUNDAA!!! ABANG!!!"

"Yaampun udah besar ya anak Bunda." Bunda ya Abel mengelus elus puncak kepala Abel.

"Adek Abang dah bongsor nih."

Abel tersenyum lalu merangkul Abangnya.

"Eh Orion. Sini dong. Jangan malu-malu kayak baru pertama ketemu aja."

"Ah Bunda mah gitu suka ngegodain." Orion menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Weits broo!" Abangnya Abel bertos ria dengan Orion. "Yok bro langsung ke belakang rumah aja nih kita."

"Sikat!!"

Seddang Abel hanya menggeleng gelengkan kepalanya melihat abang dan lelaki yang di cintainya seakdab itu.

"Yauda yuk gek ke kamar terus beres-beres." Abel dan Bundanya masuk ke rumah.

Setelah Abel beres-beres ia langsung metebahkan dirinya di kasur. Sungguh ia sangat rindu dengan kamarnya ini. Saksi bisu segala kejadian dalam hidupnya selama di kota ini. Ketika mata Abel mengamati kamarnya, matanya tertumbuk pada satu bingkai di meja belajar. Abel langsung bangkit dari tidur dan beranjak ke meja belajar. Diambilnya bingkai tadi.

Seketika cairan bening keluar dari pelupuk mata Abel. Ia memeluk bingkai itu dan mengamati satu-satu wajah orang di bingkai itu. Siapa lagi kalau bukan sahabat-sahabatnya. Sungguh ia sangat rindu dengan keenam sahabatnya. Terutama orang itu. Orang yang berhasil membuat Abel sayang sekali dengannya. Orang yang mengajari Abel tentang banyak hal. Tetiba pikirannya melayang ke masa-masa di mana semua masih normal. Masih baik-baik saja. Sungguh ia sangat rindu dengan segala hal tentang dia. Tentang sahabat-sahabatnya.

Abel berjalan ke arah jendela. Bayang-bayang Dekka tiba-tiba tergambar di sana. Sedang melambai-lambai di bawah dengan motor sportnya. Yah jendela ini adalah saksi di mana Abel akan mengetahui kedatangan Dekka dari jauh atau ketika Dekka iseng lewat rumah Abel dan memberi kabar lewat pesan menyuruh Abel melihat ke luar dari jendelanya.

Abel keluar ke balkon kamarnya. Memandang taman mawar di depan rumahnya. Tiba-tiba bayangan Dekka ada di sana. Sedang bercakap-cakap dengan dirinya. Yah di sana Abel dan Dekka banyak menghabiskan waktu berjam jam hanya untuk menyantap roti bakar dan kopi saja. Lalu mereka berdua akan larut dalam percakapan sampai berganti hari. Sungguh kenapa setiap sudut rumah Abel mengandung unsur Dekka. Tidak bsiakah segala kenangan ini menguap begitu saja tanpa perlu adanya pamitan? Bisakah Abel amnesia sekarang juga?

Abel menggeleng gelengkan kepalanya. Ia harus ingat apa tujuannya datang ke sini. Jangan sampai hatinya ragu dan membuat orang yang sekarang ada disampingnya terpaksa menunggu lagi dan lagi. Tidak. Abel tidak mau egois. Bagaimanapun Abel harus siap dengan semuanya. Harus benar-benar yakin dengan pilihannya.

Jgreggg!!

Suara pintu terbuka membuat Abel membalikkan badannya. Di sana ia menemukan Abangnya, Varo.

Varo yang melihat raut wajah Abel langsung paham. Yah Adeknya butuh pelukan. Dengan sigap ia langsung berjalan dan memeluk Abel.

Abel menangis di sana. Sungguh Bagaimanapun segalanya tidak akan mudah. Segalanya tidak akan semudah itu untuk dilupakan.

"Gapapa. Ga harus langsung kan?"

Abel mengendurkan pelukannya.

"Gue boleh nanya ga Bang?"

Varo menganggukkan kepalanya.

"Temen-temen gue pernah ke sini nyari gue? Dekka juga?"

Varo menghela napasnya. Dia menarik tangan Abel untuk di dudukan di kursi. Sedang Varo duduk di tepian ranjang dan berhadapan dengan Abel.

"Iya. Berkali-kali mereka nyariin elo. Dekka juga."

"Terus?"

"Ya Abang sama Bunda bilang gatau. Lebih tepatnya gue sih yang nemuin bukan Bunda. Gue bilang nanti kalo saatnya kalian pasti bakal tau. Awalnya mereka ngeyel. Tapi lama-lama mereka berserah. Seakan kayak Yauda waktu aja yang jawab. Mereka lama-lama maklum dan paham kalo lo emang butuh waktu." Terang Varo.

"Lo ga cerita apa-apa kan ke Dekka?"

Varo menggeleng.

Maaf Dek, gue bohong sama elo

Abel memeluk Varo sekali lagi. Kali ini tanpa tangis. Pikiran Varo mendadak mengajaknya untuk berjelajah.

Flashback on

Varo berjalan mondar mandir di Taman Mawar. Dia sangat gelisah menunggu kedatangan seseorang. Ia benar-benar gamang sekarang. Apakah keputusan yang dia ambil ini tepat atau malah memperkeruh. Varo mengacak rambutnya frustrasi. Ia menghela napasnya kasar.

Oke, ini adalah yang terbaik.

"Bang?"

Suara itu membuat Varo menoleh. Ia mendapati Dekka berdiri di depannya. Wajahnya tidak sesegar biasanya. Matanya sayu. Rambutnya berantakan.

"Duduk Ka,"

Dekka mengangguk pelan dan duduk.

Beberapa menit mereka saling diam tanpa ada yang bersuara. Hanya adu asap dari kepulan dua batang nikotin yang dibakar ujungnya. Sampai salah satu dari mereka berbicara.

"Keberadaan Abel gue masih belom boleh tau ya Bang?"

Sungguh rasanya saat itu juga Varo ingin memberitahu. Tapi bagaimana? Dia sudah janji juga dengan Abel.

"Sorry banget Ka." kata Varo lesu.

"Yauda Bang gapapa. Gue emang salah kok. Ini hukuman buat gue. Ini yang terakhir gue ke rumah elo. Habis ini gue bakal nunggu jawaban waktu. Biar waktu yang nuntun gue buat nemuin dia. Tapi bang sebelum itu gue mau jujur ke elo. Gue harap ini bisa buat elo jadi paham juga. Biar ga salah paham aja."

Dan mengalirlah cerita dari mulut Dekka dengan runtut tanpa ada yang terlewat sedikit pun. Dari mulai bagaimana dia dengan Abel. Kejadian Dekka, Nila dan Arel. Lalu Kepergian Dekka selama dua tahun ke luar negeri untuk melupakan semuanya. Penemuan surat dari Abel yang ia temukan setelah dia balik dari luar negeri dua tahun kemudian, bagaimana ia sangat terkejut dengan apa yang ada di surat itu. Lalu kepergian Abel yang sampai saat ini Dekka tidak dapat melacaknya, dan yang terakhir tentu saja penyesalan Dekka yang baru tahu perasaan Abel dan kini ia juga meruntukki dirinya sendiri karena baru sadar jika perasaan yang dimilikinya sama dengan apa yang dirasakan Abel.

Sungguh Varo mencoba mencerna perkataan Dekka satu persatu. Digabungkannya sebuah benang ksuut di kepalanya. Dan jadilah semua. Jadilah sekarang jelas. Adeknya itu tidak pernah bertepuk sebelah tangan. Hanya saja orang yang dia sayang sangat terlambat menyadari semuanya. Sangat.

Sungguh rasanya saat itu juga Varo ingin menelfon Abel dan mengatakan semuanya. Semuanya. Agar Adeknya itu setidaknya ada harapan untuk kembali ke sini. Ke kota ini. Yah ia harus memberitahu Abel nanti.

Varo menepuk bahu Dekka pelan. Seakan menyalurkan ketenangan ke Dekka.

Setelah menyatakan semuanya, Dekka berpamitan. Varo labgsung lari tunggang langgang menuju ke dalam rumah. Melihat itu Bundanya langsung meneriakinya.

"VARO!! KAMU INI KENAPA SIH KAYAK DIKEJSR MALING AJA!"

Varo nyengir.

"mending kamu diap-siap. Besok kita mau ke rumah Budhe. Mau ketemu Abel sama calon mantu Bunda. Sama besan lah." Bunda senyum-senyum sendiri.

Seketika itu juga harapan untuk memberitahu Abel Varo urungkan dlaam-dlaam. Tanpa berkata apa-apa ia menaiki tangga menuju kamarnya. Di dalam kamar ia merenung lama. Sepertinya ia salah. Sepertinya kenyataan ini datangnya terlambat. Sangat terlambat sampai-sampai kini segalanya telah berbeda. Sungguh jika Varo memberitahu Abel sekarang maka besar kemungkinan ia menghancurkan harapan orang banyak. Menghancurkan segala rencana dan mungkin saja kebahagiaan Adeknya terusik. Pada akhirnya Varo memilih menyimpannya sendiri.

Flashback off

Varo sadar dari lamunannya. Ia menguraikan pelukan Adeknya.

Belum saatnya gue ngomong. Maafin Abang Dek.

"Abel udah siap sama semua? Yakin bener-bener mau ngasih dengan cara ini? Engga Abang aja?"

"Engga Bang. Abel yakin kok. Mau gimanapun masa-masa ini Abel lewati juga kan? Bedanya ini dipercepat aja. I'm okay. Jangan khawatir."

Varo mengelus puncak kepala Abel, "Yauda gih buruan istirahat. Besok aja ngasihnya. Sekarang kamu istirahat dulu."

Abel mengangguk pelan.

"Abang tinggal ya?"

Abel mengangguk lagi.

Setelah kepergian Varo, ia mengambil enam kertas lumayan tebal di mejanya. Ia mengamatinya lekat-lekat. Berusaha meyakinkan dirinya. Dan meyakinkan bahwa nama satu orang di sana memang seharusnya di sana atau tidak. Dan Abel menaruh enam kertas lumayan tebal tsdi di mejanya lagi. Ia memilih merebahkan diri di ranjangnya dan memejamkan matanya. Berharap setidaknya kegamangannya istirahat setelah berlari larian di otaknya.

   🌊🌊🌊

Halo!! Penasaran? Wkwk
Pantengin teros.

#Salamjomblo!

Continue Reading

You'll Also Like

30.9K 3.7K 51
"Didedikasikan untuk kamu, Lusa, si pemilik resmi senyuman manis Xero." ·   · ✦ .    · ...
1M 15K 26
Klik lalu scroolllll baca. 18+ 21+
245K 8.8K 44
[ TAHAP REPOST ] "Akan aku beri tahu kepada para pendaki, bahwa ada yang lebih indah dari gunung, yaitu kamu." ~Rimba Alfonso. Stevia Edelweiss, gadi...
9K 802 41
Renjana. Gadis cantik yang pernah bermimpi untuk menjadi seorang princess bersanding dengan seorang pangeran dan tinggal di sebuah istana sama seper...