Ke - 41

51.5K 4.4K 690
                                    

Semoga suka yaa:)

*btw ga dibaca ulang, jadi kalo ada typo komen ya!

🌱

- Kekhawatiran Khanza -

"Gimana?" tanya gadis itu.

"Shit! Mereka bareng lagi! Gue gak bisa biarin! Gimanapun juga Khanza cuma punya gue!" sahutnya dengan wajah kesal.

Gadis itu tersenyum miring, "Rasanya pengen gue bunuh si Khanza," ucapnya namun langsung mendapat tatapan tajam.

"Lo sentuh dia, lo berurusan sama gue," ancamnya, lagi gadis itu tampak tersenyum miring.

"Devan, Devan. Lo itu bodoh apa gimana sih? Udah jelas-jelas tuh bocah gak suka sama lo, jadi mau lo perjuangin dia segimana juga ya dia gak akan ada di sisi lo. Mikir dong dikit, lo gak ada apa-apanya dibanding Raffa!"

Lelaki itu menggeram, "Gue gak akan lepasin Khanza, sebelum gue coba tubuhnya," balasnya dengan penuh penekanan juga seringai di wajahnya.

Ya, lelaki itu adalah Devan.

Mendengar ucapan Devan lantas gadis itu ikut tersenyum miring. Kilatan-kilatan dendam masih terlihat di matanya. Dan untungnya ada Devan yang sepertinya bisa membalas dendamnya itu. Bagaimanapun juga ia ingin Khanza merasakan apa yang ia rasakan, tidak bisa melanjutkan sekolah—contohnya.

"Gue kira lo beneran tulus sama Khanza, tapi ternyata?" ucapnya.

"Gue tunggu hari itu," lanjutnya dengan senyum miring.

Devan menatap gadis itu, "Tapi gue butuh lo."

"Dengan senang hati gue bantu."

"Siapin gue gedung kosong yang jauh dari jangkauan Raffa sialan!"

"Anjing! Sialan gitu juga gue masih sayang sama dia!"

"Ck, iya atau ngga?!"

"Iya anjir, galak amat dah!"

🌱

Malam ini, Raffa berada di ruang tengah rumah Khanza.

"Raffa aku gak bisa fokus belajar! Aku kepikiran kak Rey," ucap Khanza sedikit merengek.

"Berenti jadiin kak Rey alasan Ca. Kamu taukan besok pelajaran apa?" tanya Raffa lalu kembali fokus pada buku yang ada di hadapannya.

Jawaban Raffa jauh dari apa yang Khanza harapkan. Ia benar-benar memikirkan Rey—kakaknya yang masih berada di rumah temannya, tapi Raffa berkata bahwa ia hanya menjadikan Rey sebagai alasan.

"Raffa jahat!" pekik Khanza seraya memukul kepala Raffa dengan bukunya.

"Aduh Ca, sakit," ucap Raffa sambil mengusap kepalanya.

Mata berkaca-kacanya menatap Raffa sebal, "Bodo amat! Aku kesel sama Raffa! Raffa jahat!" serunya.

"Ca, kamu nangis?" tanya Raffa panik.

"Hiks, aku, aku ta--kut kakak kenapa-napa. Tap--i Raffa bilang itu cuma alas--an," ucap Khanza terbata-bata.

Raffa langsung menarik Khanza ke dalam pelukannya. Mengusap lembut belakang kepalanya juga punggungnya. Ia merasa bersalah pada Khanza, harusnya ia mengerti bagaimana Khanza mengkhawatirkan Rey saat ini setelah apa yang terjadi di sekolah tadi.

RAFFA (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang