Ke - 1

163K 11.9K 912
                                    

Halo semoga suka ya sama cerita ini hehe:)

🌱

- Amara Abrianna Khanza -

Dinginnya udara malam menyatu dengan dinginya aura lelaki yang kini tengah duduk di bangku balkonnya. Jari telunjuk dan jari tengahnya mengampit benda panjang bernikotin. Sesekali ia mengisapnya lalu dihembuskannya asap itu ke udara. Kini, balkon yang awalnya sejuk mulai terkontaminasi oleh asap rokoknya.

Di atas sana awan tampak hitam legam, tidak ada bintang-bintang berhamburan. Bulanpun seakan enggan menampakan dirinya. Hanya ada gelam gulita juga sisa rintik-rintik air yang jatuh dari awan hitam itu.

Seakan semesta sedang merasakan apa yang ia rasa. Di dalam hidupnya yang gelap ini, ia ingin sekali menangis menumpahkan semua yang ia rasakan. Walau sudah berlalu rasa kesal, kecewa, sedih, benci itu masih ada dan terus menghantuinya. Ia tidak tahu lagi harus apa.

Klek.

Seorang gadis dengan celana bahan pendek berwarna coklat susu, juga atasan kaos santai berwarna biru langit. Rambutnya ia cepol asal membuat beberapa helainya berjatuhan, juga poni tipis yang setia menutupi keningnya.

Ia berjalan dengan riang mendekati lelaki yang sedang terdiam di balkon itu. Ia tahu apa yang terjadi padanya hingga kembali berdiam diri seperti itu. Karena itu jugalah ia ke sini.

"DAR!" serunya membuat lelaki itu terkejut.

"Untung gak punya riwayat sakit jantung aku!" ucapnya kesal, lalu mematikan rokok itu ke asbak.

"Lebay ih Raffa!" balasnya geli.

Iya, lelaki itu Raffa, lebih tepatnya Raffa Afian Aldelard. Sang idola sekolah, lelaki yang selalu diharapkan oleh banyak gadis di sekolahnya. Dingin, cuek, datar, kejam, tidak peduli sekitar, omongannya pun pedas. Namun, karena ketampanan yang di atas rata-rata membuat banyak gadis yang seolah lupa dengan sikapnya itu.

Sayang, Raffa kini sudah mempunyai kekasih.

Raffa terus memperhatikan gadis yang berdiri bersandar pada pagar balkonnya.

"Kenapa ke sini?" tanya Raffa.

Gadis itu menoleh lalu tersenyum lebar, "Ayah, Bunda lagi gak ada, terus aku laper. Mau bikin makanan tapi aku gak bisa, mau minta Kak Rey beliin makanan tapi gak enak soalnya ada temen-temennya. Mau beli makanan sendiri tapi males, lagian takut juga udah malem," jelasnya.

"Langsung ke intinya aja," balas Raffa dengan gemas, bahkan ia mengacak rambut gadis itu.

Gadis itu tampak tertawa pelan, "Pilih masakin makanan apa temenin beli makanan?" tanyanya.

Raffa menggelengkan kepalanya seraya tertawa.

"Pertanyaan kamu itu mirip gini nih. Kamu yang cium aku atau aku yang cium kamu?"

Gadis itu melebarkan matanya, "Apaan sih Raffa! Mesum! Siapa yang ngajarin?!" pekiknya.

Raffa tertawa, tawa yang tak pernah ia perlihatkan pada siapapun, kecuali gadisnya.

Raffa bisa menjadi dirinya sendiri jika sedang bersama gadisnya ini. Raffa tersenyum, Raffa tertawa, Raffa merengek, Raffa ngambek, intinya Raffa akan mengeluarkan banyak ekspresi jika sedang bersama gadisnya. Bahkan Raffa selalu lupa diri, di tempat umum pun jika ia bersama gadisnya maka tidak ada Raffa yang datar dan menyeramkan.

"Ish Raffa! Udah deh mending anterin aku beli makanan yuk ke depan!" ajaknya.

Raffa mengangguk kecil, "Ganti baju!" suruhnya tegas.

RAFFA (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang