Ke - 38

49.2K 4.9K 282
                                    

Sesuai janjiiii, so sampai ketemu senin!!!

Semoga suka ya:)

🌱

- Kembali -

Ia sampai di rumah dengan bendera kuning yang di pasang gerbang. Langsung saja ia berlari memasuki rumah besar itu.

"Khanza?" panggil seorang wanita dengan mata sembabnya.

"Mama," Khanza langsung berlari memeluk Nia.

"Turut berduka cita ma, maaf aku telat," ucap Khanza dengan tangis kecil.

"Gapapa, makasih udah datang. Maafin nenek ya kalo nenek ada salah," ucap Nia seraya melepas pelukan Khanza.

Khanza mengangguk kecil, "Kak Sarah dan Raffa baik-baik aja ma?" tanya Khanza.

Nia tersenyum kecil, "Sarah ada di kamarnya, dia sudah lebih baik dan sekarang ditemenin sama temennya. Raffa juga di kamar, dia gak keluar walau mama udah panggil berkali-kali," jelas Nia membuat Khanza semakin merasa bersalah.

"Pasti Raffa sangat terpukul. Khanza, mama boleh minta tolong? Temani Raffa ya? Kuatkan dia karna mama yakin walau dia menguatkan mama dan Sarah, dia rapuh. Tolong temani Raffa sampai dia benar-benar tenang," mohon Nia.

Khanza menatap Nia tidak enak, "Mama jangan bilang gitu, tanpa mama suruh juga aku pasti bakal temenin Raffa," ucap Khanza pelan.

Nia mengangguk dengan senyum kecil, "Yaudah, sana kamu ke kamarnya. Mama mau siapin untuk pemakaman nenek. Nanti ajak Raffa keluar ya? Kita antar nenek ke tempat peristirahatannya," balas Nia, Khanza mengangguk kecil.

Langkah kakinya langsung berjalan menuju kamar Raffa di lantai 2.

Sesampainya di depan pintu kamar Raffa, Khanza membukanya dengan perlahan. Kakinya mulai melangkah memasuki kamar itu dan terlihat Raffa yang terduduk di lantai sambil memeluk lututnya. Bahunya naik turun dan terdengar isakan kecil dari lelaki itu.

Mata Khanza memanas melihat Raffa yang sangat rapuh, ia pun berjalan pelan dan langsung memeluk tubuh Raffa dengan erat.

"Ca, nenek," ucap Raffa pelan.

Ia tahu bahwa yang memeluknya itu Khanza, ia pun membalas pelukan Khanza tak kalah erat.

"Kalo nangis bisa bikin Raffa merasa lebih baik, silahkan," ucap Khanza.

Mulai detik berikutnya, Raffa langsung menangis sejadi-jadinya tanpa ia tahan lagi.

"Hiks."

Khanza berusaha sekuat mungkin menahan tangisnya, hatinya sakit melihat Raffa menangis tersedu-sedu seperti ini. Apalagi saat ia tak cepat datang tadi. Jika sejak awal ia tahu apa yang terjadi pada Raffa, mungkin ia akan bersama Raffa sejak satu jam lalu.

"Hiks, ne--nenek Ca," lirih Raffa.

"Ada aku," balas Khanza mengusap lembut punggung Raffa.

Setengah jam Raffa menangis membasahi seragam Khanza. Setengah jam pula mereka berpelukan. Kini Khanza tidak mendengar tangisan Raffa, perlahan ia melepas pelukannya.

Mata Raffa sembab dengan sisa-sisa air matanya di pipi, hidung mancungnya memerah dan tatapannya sangat sendu.

Ia mengusap sisa air mata Raffa, lalu menangkup wajah tampan Raffa.

"Merasa lebih baik?" tanyanya dan Raffa mengangguk kecil.

Khanza tersenyum lembut pada Raffa, tangannya mulai mengenggam tangan Raffa dan mengusap punggung tangannya.

RAFFA (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang