Ke - 27

50.3K 4.6K 402
                                    

Semoga suka ya:))

🌱

- Perihal perasaan -

Omongan panjang Adiba dan Edo terus terngiang-ngiang di kepalanya. Ia sudah berusaha untuk melupakan semua omongan itu, karena ia pikir itu semua tidaklah masuk akal. Bagaimana bisa ia mempunyai perasaan pada Khanza? Khanza adalah sahabatnya. Sampai kapanpun akan seperti itu, karena hanya Khanza gadis yang menerima Raffa apa adanya.

Walau selalu ia mengelak semua ucapan teman-temannya tadi sore. Diam-diam pikirannya menggabungkan semua kejadian antara dirinya dan Khanza, ia juga mengingat-ngingat apakah ia pernah merasakan hal aneh pada Khanza?

Tapi, ia tidak bisa mengingat apapun. Seingatnya ia dan Khanza memang selalu bersama sejak kecil. Khanza yang sudah tahu kehidupannya dan baik buruknya sifat dan sikap Raffa pun tak pernah sekalipun pergi meninggalkan Raffa. Begitupun dengan dirinya, ia sama sekali tidak pernah bahkan tidak akan pernah meninggalkan Khanza. Ia sudah sangat terbiasakan akan hadirnya Khanza, ia tak tahu apa yang akan terjadi dengan dirinya saat tak ada Khanza di sampingnya.

Yang Raffa ingat, bahwa Raffa sangat menyayangi Khanza melebihi apapun. Semua akan ia berikan untuk Khanza, untuk gadisnya. Ah iya, Raffa sudah mengklaim Khanza adalah gadisnya, miliknya dan tak ada seorangpun yang bisa memiliki Khanza seutuhnya. Walau saat ini status Khanza adalah kekasih Devan.

"DAR!" seru Khanza yang tiba-tiba saja datang dan memasuki kamar Raffa.

Raffa menoleh dengan wajah datarnya, ia merasa dibohongi oleh Khanza.

"Maafin aku," ucap Khanza lalu memeluk tubuh Raffa erat.

Raffa hanya diam, ia berniat menjahili Khanza. Ia cukup kesal saat Khanza ternyata tidak langsung pulang tadi. Bahkan saat Raffa sampai rumah pun Khanza masih belum pulang. Baru setengah jam lalu Khanza sampai di rumahnya.

Bagaimana Raffa tahu? Karena ia tadi sedang duduk di balkon kamarnya dan melihat Devan baru mengantar Khanza pulang.

"Maaf ih!" seru Khanza saat Raffa tidak membalas ucapannya.

Khanza semakin memeluk Raffa, pipinya ia tempelkan ke dada Raffa yang berdetak sangat cepat. Anehnya, jantung Khanza pun berdetak cepat saat ini. Mungkin karena Khanza takut Raffa akan marah padanya.

"Raffa jangan marah," rengek Khanza.

"Raffa ih," rengeknya lagi.

"Kak Devan tadi waktu istirahat bilang sama aku, katanya aku gak pernah ada waktu buat dia. Terus kak Devan bilang aku jangan terlalu deket sama Raffa," cerita Khanza tak pedulikan Raffa yang masih diam.

Khanza hanya merasa bahwa ia memang harus bercerita pada Raffa agar Raffa tidak marah padanya.

"Karna kak Devan tau kalo aku gak bisa jauh dari Raffa makanya kak Devan minta waktu aku. Kaya yang aku bilang di chat tadi pulang sekolah, mulai sekarang aku bakal luangin waktu aku buat kak Devan. Jadi, tadi pas di jalan mau pulang, kak Devan minta anter beli buku ke gramedia, mau gak mau aku iyain," jelas Khanza tanpa sadar Raffa sudah mengepal tangannya.

"Devan nyuruh kamu jauhin aku?" tanya Raffa dan Khanza menonggak lalu mengangguk.

"Iya, tapi gak jadi asal aku luangin waktu buat dia. Gapapakan?" tanya Khanza dengan lugu.

"Kalo aku minta kamu putusin dia gimana?" tanya Raffa, Khanza menatap mata Raffa dalam.

"Bakal aku putusin, karna aku nerima kak Devan juga karna Raffa ngangguk waktu itu," balas Khanza dengan polos.

Ini bukan pertama kalinya Raffa meminta Khanza untuk memutuskan kekasihnya karena kedekatan mereka.

Raffa tersenyum kecil, "Yaudah gak usah putusin dia. Liat seberapa kuat dia sama aku," ucap Raffa dan Khanza hanya mengangguk kecil.

"Raffa gak marahkan?" tanyanya polos.

Raffa menggeleng lalu menunduk untuk mengecup kening Khanza.

"Asal jangan diulangi atau aku beneran marah sama kamu," ucapnya, Khanza langsung mengangguk dan tersenyum lebar.

"Aku sayang Raffa," gumam Khanza pelan namun Raffa masih bisa mendengarnya.

Entahlah kenapa, ini bukan pertama kalinya ia mendengar ucapan Khanza yang seperti itu. Terakhir ia mendengar itu saat mereka duduk di kelas 6 SD, setelah itu Khanza tidak pernah mengatakannya lagi. Namun kini setelah mereka beranjak remaja Khanza kembali berkata seperti itu.

Apa maksudnya?

🌱

Pukul 3 dini hari ia baru sampai di rumahnya. Ia berjalan dengan sempoyongan, untung saja ia sampai di rumah dengan selamat. Dalam keadaan mabuk seperti ini ia masih bisa melajukan mobilnya dari club ke rumah.

Penampilannya pun sangat kacau, rambut gondrongnya benar-benar berantakan. Kaos polos berwarna abu-abu itu juga terdapat bercak darah di sana-sini, belum lagi sebelah tangannya benar-benar penuh dengan darah yang mengering.

Aroma minuman keras sangat menyengat dari tubuh kekarnya. Tatapan tajamnya kini tampak sayu, memancarkan kesedihan, ketakutan, kekecewaan dan kebencian.

Sesekali ia menyeringai dan tertawa kecil, lalu meringis dan menatap ke arah depan dengan tatapan kosong. Selalu seperti itu, berulang kali. Ia tidak bisa mengendalikan emosinya, entah kapan emosinya bisa mereda. Yang jelas perasaannya diselimuti oleh kekesalan, kebencian dan kekecewaan.

Ia butuh seseorang saat ini, seseorang yang selalu ada di sampingnya. Seseorang yang akan memeluknya hangat dan erat tanpa menatapnya dengan tatapan takut. Ia membutuhkannya.

"Daffa?" panggil seorang wanita paruh baya yang kini menatapnya sedih.

"Kamu kembali lagi?" tanyanya, membuat lelaki itu diam tak menjawab.

Mata wanita itu melihat tangan dan kaos yang dikenakan anak bungsunya. Lalu perlahan ia meneteskan air matanya, ia seakan tahu apa yang sudah anaknya lakukan.

Tidak, ia tidak menyalahkan anaknya karena memang anaknya itu adalah korban. Bagaimanapun juga ini memang kesalahannya dan ia merubah anaknya yang manis menjadi sosok yang menyeramkan di mata banyak orang.

"Daffa bukannya mama udah bilang jangan per--."

"Aku hanya kasihan, dia butuh pelampiasan. Aku hanya membantu," sahutnya memotong perkataan sang mama.

Mamanya lantas menghembuskan nafas pelan, hatinya sakit saat anaknya menjadi seperti ini.

"Lagi pula, ini bukan salahnya. Ini karna kesalahan kalian di masalalu, hingga akhirnya aku menjadi seperti ini. Dan niat aku baik, hanya membantu melampiaskan emosinya dengan cara berbeda," jelasnya dengan seringai di bibirnya.

"Hingga ia bisa melupakan semuanya dan tidak mengingat apa yang telah ia lakukan saat ia sedang emosi," lanjutnya.

Wanita ia menutup mulutnya menahan tangisnya agar tidak semakin kencang.

🌱

Gimana? Harus dikomen weh

Jangan lupa vote dan comen.

24des20

Siapa yang baca raffa sambil ngabuburit?

Publish ulang, 04 april 2022

RAFFA (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang