"Dikira udah berangkat," ucap Raffa seraya mengusap puncak kepala Khanza.

"Kak Devan masih otw," balasnya santai.

Kini tangannya terulur untuk merapikan rambut Raffa, "Sisiran dulu apa susahnya sih Raffa?" tanyanya lembut.

Raffa tampak diam menikmati wajah cantik Khanza yang tepat ada di hadapannya. Walau harus menunduk karena tinggi Khanza jauh di bawahnya, ia tetap menikmati itu. Apalagi aroma tubuh Khanza yang membuatnya nyaman sehingga Raffa langsung memeluknya.

Bertepatan dengan itu, mobil Devan berhenti di samping motor Raffa. Di dalam mobilnya Devan menggeram kesal melihat Khanza dipeluk oleh lelaki lain, walau itu adalah sahabat Khanza.

Tin!

Lantas Khanza terkejut lalu melepas pelukan Raffa, sedangkan Raffa langsung mendengus dan melirik Devan kesal. Melihat itu, Khanza tertawa pelan lalu mencubit lengan Raffa.

"Ayo berangkat! Langsung ke sekolah, jangan kemana-mana dulu apalagi bolos! Awas aja!" ancam Khanza sebelum memasuki mobil Devan.

"Iya yang," goda Raffa lalu tertawa pelan melihat mata Khanza yang melotot dan pipi memerah.

"Ish Raffa!" kesal Khanza lalu memukul wajah Raffa yang tertawa, setelah itu ia langsung berjalan memasuki mobil Devan.

Khanza memasang senyum manis pada Devan, lalu mengerutkan keningnya saat tak mendapat sapaan apapun dari Devan.

"Pagi kak!" sapa Khanza lebih dulu dengan ceria.

Devan hanya berdehem lalu kembali fokus menyetir.

"Kak Devan kenap--."

"JAUHIN RAFFA ZA!" bentak Devan membuat Khanza terkejut.

Khanza mengerjapkan matanya yang siap mengeluarkan airnya, "Kak--."

"Gue cape! Tiap hari pacar gue sama cowo lain! Berduaan, gandengan tangan, pelukan, saling rangkul, bercanda bareng, ngobrol sampe gak tau waktu, sedangkan sama gue? Gak pernah! Pacar lo itu gue atau Raffa sih sebenernya?!" seru Devan, Khanza masih diam.

"Ta--tapi aku sam--ma Raffa cuma te--temen kak," sahut Khanza dengan sesegukan.

Ia paling tidak suka dibentak. Jika Raffa tau pasti lelaki itu sudah memukul wajah Devan tanpa ampun.

Terdengar hembusan nafas kasar Devan, Khanza tahu Devan sedang sangat emosi.

"Ak--."

"Apa susahnya sih turutin ucapan aku Za?" tanya Devan dengan nada lebih normal sekarang, ia tahu Khanza sedang menangis.

"A--aku, gak bisa," gumam Khanza.

"Bisa kalo kamu mau coba. Coba ya?" pinta Devan.

"Ng--."

"Please," ucap Devan dengan nada memohon.

Khanza diam tidak menjawab apapun, karena memang ia tak tahu harus menjawab apa. Apa ia harus berbicara dengan Raffa?

🌱

Khanza turun dari mobil Devan setelah Devan membuka pintu mobilnya. Kepalanya menunduk agar tidak ada yang melihat wajah habis menangisnya itu dan Devan dengan santainya merangkul pundak Khanza lalu berjalan menuju kelas Khanza.

"Inget ya? Kamu bisa kalo kamu mau coba. Perlahan aja, dari hal-hal kecil kamu jangan tergantung sama Raffa. Biasain tergantung sama aku karna aku seneng kalo kamu tergantung sama aku sepenuhnya," bisik Devan.

Lagi, Khanza hanya diam menunduk. Ia tidak tahu harus menjawab apa, karena sejujurnya ia tidak akan pernah bisa menjauh dari Raffa.

"Ca?" panggil Raffa tepat di sebelah kiri Khanza karena di sebalah kanannya terdapat Devan.

Devan melirik Khanza sekilas, lalu membawa Khanza agar berjalan lebih cepat. Namun kalah cepat dengan Raffa yang langsung menahan tangan Khanza.

"Kenapa Ca?" tanyanya lembut, Khanza masih diam menunduk.

"Raf, sorry. Tapi gue sama Khanza punya privasi sendiri dan lo gak berhak buat tau," ucap Devan membuat Raffa menatapnya bingung.

"Ada apa?" tanyanya dengan nada super dingin.

Semua orang yang melihat itu lantas merutuki kebodohan Devan. Sudah tahu apa yang akan terjadi jika mencari masalah dengan Raffa apalagi membuat Raffa emosi, mungkin bentar lagi sosok Daffa akan hadir. Tapi Devan malah mencari kematiannya sendiri.

"Gue bilang privasi, sorry banget. Gue tau Khanza sahabat lo, tapi Khanza pacar gue," ucap Devan lalu membawa Khanza.

Raffa menatap kedua bingung, sebisa mungkin ia tidak tersulut emosi saat ia merasa ada yang tidak beres dengan Khanza.

🌱

Gimana eh?

Jangan lupa vote dan comen.

2jan21

Publish ulang, 18 april 2022

RAFFA (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang