Bel istirahat berbunyi, Khanza langsung berlari keluar kelas.

"WOI ZA MAU KEMANA LO?! KANTIN BARENG ANJIR!" pekik Adiba namun Khanza sama sekali tidak menoleh.

Pertama, ia melihat ke kelas sebelah—X-IPA2 dan ia hanya melihat Alvan, Edo juga Evan tanpa adanya seseorang yang ia cari.

Lalu, ia mulai berjalan tak tentu arah. Sesekali ia bertanya pada orang yang ada di koridor, namun yang didapat hanyalah cibiran juga nyinyiran.

Khanza terus keluar masuk ruangan yang ada di sekolah. Mulai dari lab.kimia, lab.komputer, ruang musik, kamar mandi, ruang ganti, perpustakaan, aula, mushola, kantin, bahkan Khanza sampai mengintip ruang BK. Tapi semua, nihil.

Khanza tidak patah semangat, ia semakin bergegas menuju taman samping perpustakaan, taman belakang sekolah dan rooftop, tapi hasilnya tetap sama.

"Gudang," batin Khanza.

Ia langsung bergegas menuju gudang, sambil berharap bahwa orang itu ada di gudang. Namun, langkahnya langsung terhenti saat Vio dan antek-anteknya itu berdiri di hadapan Khanza.

"Misi kak," ucap Khanza, ini keadaan genting bagaimana bisa Vio menghalangi jalannya?

"Gak," balasnya.

"Permisi kak! Aku mau lewat!" seru Khanza kelepasan.

Emosinya sedang tidak stabil saat ini karena pikirannya melayang kemana-mana.

"Oh udah berani sama gue ceritanya?" tanya Vio meremehkan.

Khanza menatapnya kesal, tidak seperti biasanya yang hanya bisa nunduk tak ada perlawanan.

"Kenapa harus takut?! Sama-sama makan nasikan? Yaudah!" sahut Khanza dengan lantang.

"Berani lo sama gue?!" bentak Vio terbawa emosi.

"Tadikan udah bilang, kenapa harus takut? Udahlah aku males ribut, sekarang minggir!"

"Eh gak bisa! Lo makin lama makin ngelunjak ya?!" ucap Manda membuat Khanza memutar mata malas.

"Heh! Jangan mentang-mentang sekarang lo pacaran sama ketua OSIS, jadi lo bisa seenaknya sama kita ya!" seru Bella.

Khanza menghembuskan nafasnya kasar, "Langsung aja deh! Tujuan kakak-kakak itu mau apa? Aku gak punya banyak waktu!"

"Gue gak suka ya ada junior yang gak punya sopan santun kaya lo!" bentak Vio.

"Kakak pikir siapa yang bikin aku gak sopan hah? Kakak sendiri!" bentak Khanza membuat Vio terkejut namun ia menatap Khanza emosi.

"Kakak yang setiap hari bully aku! Jadi gak ada alasan buat aku sopan sama kakak! Kalo pengen dihargain ya harus bisa ngehargain orang lain, bukan malah ngerendahin sampe ngebully!" bentak Khanza lagi, kini semua mata menatap Khanza takjub.

Baru kali ini dalam sejarahnya ada orang yang berani menawan dan menentang Vio. Apalagi, itu adalah sahabat dari mantannya.

"Semua juga karna lo! Lo buat Raffa putusin gue dan gue gak terima digituin!" balas Vio yang ikut membentak Khanza.

Tidak, Khanza tidak boleh lemah berhadapan dengan Vio kali ini.

"Raffa putusin kakak juga karna sifat kakak. Cemburu gak jelas! Ah asal kakak tau Raffa gak pernah ada rasa sedikitpun sama kakak, Raffa bahkan nganggep kalian gak ada hubungan apa-apa. Kalo bukan karna aku yang paksa Raffa buat nerima kakak waktu itu, mungkin saat ini kakak masih ngerjar-ngerjar Raffa dan mengemis untuk diterima," balas Khanza lantang membuat semua yang ada di koridor itu melebarkan matanya.

Semua berpikir bahwa Raffalah yang meminta Vio untuk menjadi kekasihnya. Namun kenyataannya tidak, lebih parahnya lagi Raffa menerima Vio karena paksaan Khanza.

Vio yang merasa harga dirinya diinjak-injak oleh Khanza pun geram dan memberi kode pada Bella dan Manda untuk membawa Khanza.

"Lepas!" seru Khanza saat ia diseret oleh Bella dan Manda.

"Diem, lo udah bangunin macam tidur. Dan siapin diri lo untuk kejutan yang akan dia kasih," bisik Manda membuat Khanza sedikit takut.

"Raffa tolongin aku, Adiba tolong!" batinnya.

Brak.

Bugh.

Vio membuka pintu gudang dengan sekali tendangan. Lalu Bella dan Manda langsung membanting Khanza hingga keningnya mengenai bangku rusak.

"Aws," ringis Khanza saat kepalanya terasa sakit, belum lagi ia merasa sesuatu mengalir di keningnya.

"Sakit? Itu yang gue rasain saat lo nginjek-nginjek harga diri gue di depan banyak orang!" bentak Vio dengan tangan menarik rambut Khanza kuat.

"Aws! Sakit!" pekik Khanza saat ia menonggak, tarikan Vio di rambutnya sangatlah kencang.

Krek.

"AWS!" teriak Khanza saat Vio menginjak jari-jari tangannya.

"Sa--sakit," lirih Khanza.

Vio tersenyum puas saat melihat Khanza menangis kesakitan. Ia semakin menggerakan kakinya yang sengaja menginjak jari Khanza, tak lupa ia juga semakin menarik kencang rambut Khanza ke belakang.

"Mana Khanza yang berani bentak gue kaya tadi?! Mana?!" seru Vio.

"Makanya jangan coba-coba lawan gue karna lo gak akan pernah menang!" serunya lagi.

🌱

Gimana woi ini?

Jangan lupa vote dan comen.

26des20

Mau double up ga? Tapi 50 pembaca dicerita arsyanendra story WKWKWKW

07 april 2022

RAFFA (END) Where stories live. Discover now